pembiayaanya, atau mungkin hal ini terjadi karena adanya kebutuhan keluarga yang lebih diutamakan dibandingkan dengan kewajiban nasabah
sendiri untuk membayar angsuran pembiayaanya. b.
Adanya unsur ketidaksengajaan : dimana dalam hal ini terjadi akibat karena kemampuan nasabah untuk membayar angsuran pembiayaan
mengalami penurunan yang disebabkan oleh omset usaha yang mengalami penurunan, ataupun terjadinya Force Meyer terhadap usaha milik nasabah,
seperti misalnya gempa, kebakaran, ataupun kebanjiran, sehingga menyebabkan menurunya kemampuan nasabah untuk membayar angsuran
pembiayaan
B. Penanganan atau Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah yang Dilakukan
oleh Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan.
Pada dasarnya Bank Syariah sendiri sangatlah menghindari terjadinya pembiayaan bermasalah, karena apabila pembiayaan bermasalah terjadi tentunya NPF Non
Performing Financing akan meningkat, dimana jika NPF suatu bank syariah terbilang tinggi akan menyebabkan tingkat kepercayaan nasabah yang
menyimpankan dananya di bank syariah tersebut akan berkurang, sehingga nasabah tersebut akan menarik dananya, dimana dana yang disimpankan oleh
nasabah sangatlah diperlukan oleh bank untuk menjalankan kegiatan usahanya, mengingat bank sebagai suatu lembaga yang memiliki fungsi Intermediary yaitu
sebagai suatu lembaga yang menghimpun dana masyarakat kemudian dana tersebut ditempat-tempatkan kepada sektor produktif seperti misalnya pemberian
pembiayaan kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, jika
dana nasabah itu ditarik karena nasabah tersebut tidak percaya kepada bank dalam mengelolah dana yang disimpan, maka hal ini akan menyebabkan terganggunya
kegiatan oprasional bank tersebut, oleh karena itu sebisa mungkin pihak bank melakukan berbagai macam upaya untuk menghindari terjadinya pembiayaan
bermasalah yang dapat mengakibatkan menurunya tingkat kepercayaan nasabah yang menyimpankan dananya kepada bank syariah tersebut.
Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan, pembiayaan bermasalah diselesaikan melalui 2 dua cara yaitu:
62
1. First way out
First way out sendiri adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak bank syariah dalam hal penyelamatan pembiayaan bermasalah. Dimana adapun upaya-upaya
penyelamatan yang dilakukan oleh PT Bank Sumut Syariah, Capem Kota Baru, Marelan, antara lain:
a. Melakukan upaya penagihan
Upaya penagihan ini dilakukan, disertai dengan pemberian surat peringatan, dimana pemberian surat peringatan tersebut dilakukan sebanyak 3 tiga kali,
dimana jarak antara surat peringatan 1 pertama dengan peringatan ke 2 dua adalah 1 bulan, begitu juga seterusnya. Selain pemberian surat peringatan kepada
nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah pada tahap ini juga dilakukan upaya pendekatan secara persuasif, dimana pendekatan ini dilakukan dengan
tujuan untuk mencari tahu mengapa pembiayaan nasabah menjadi bermasalah, serta memberikan solusi kepada nasabah tersebut atas persoalan yang sedang
dihadapi.
62
Ibid., Tanggal, 7 Juli 2015
b. Melakukan upaya restrukturisasi pembiayaan bermasalah
Restrukturisasi pembiayaan bermasalah adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibanya. Dimana
adapun prosedur dalam melakukan upaya restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah ini mencakup, antara lain:
1 Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani restrukturisasi
pembiayaan; 2
Penetapan limit wewenang memutus pembiayaan yang direstrukturisasi;
3 Kriteria pembiayaan yang dapat direstrukturisasi;
4 Standard Operating Procedure SOP resrtrukturisasi pembiayaan,
termasuk penetapan penyerahan pembiayaan yang akan direstrukturisasi kepada satuan kerja khusus dan penyerahan kembali
pembiayaan yang telah berhasil di restrukturisasi kepada satuan kerja pengelolah pembiayaan;
5 Sistem informasi manajemen pembiayaan yang direstrukturisasi;
6 Penetapan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan
terhadap pembiayaan yang tergolong kurang lancar, diragukan dan macet. Batas jumlah maksimal dimaksud berlaku untuk keseluruhan
pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan dengan kolektabilitas non lancar bukan untuk masing-masing kolektabilitas dari pembiayaan non
lancar; 7
Bank Umum Syariah dan UUS melakukan penyempurnaan terhadap kebijakan dan prosedur restrukturisasi pembiayaan apabila berdasarkan
hasil analisis Bank Indonesia, kebijakan dan prosedur tersebut di nilai kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian danatau tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Restrukturisasi Pembiayaan Bermasalah sendiri, sebagaimana yang diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1318DPbs tanggal 30 Mei 2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah,
dilakukan dengan 3 tiga cara yaitu: 1
Penjadwalan kembali Rescheduling Penjadwalan kembali Rescheduling adalah perubahan jadwal pembayaran
kewajiban nasabah atau jangka waktunya; 2
Persyaratan kembali Reconditioning Persyaratan kembali Reconditioning, yaitu perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi:
a perubahan jadwal pembayaran;
b perubahan jumlah angsuran;
c perubahan jangka waktu;
d perubahan nisbah dalam pembiayaan;
e perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan;
f pemberian potongan.
3 Penataan kembali Restrukturing
Penataan kembali Restrukturing, yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang antara lain meliputi:
a penambahan dana fasilitas pembiayaan Bank Umum Syariah atau
UUS; b
konversi akad pembiayaan; c
konversi pembiayaan menjadi penyertaan surat berharga syariah berjangka waktu menengah;
d konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada
perusahaan nasabah yang dapat disertai dengan Rescheduling atau Reconditioning.
Menurut Aidil Wakil Kepala Cabang, Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan, bahwa langkah-langkah restrukturisasi pembiayaan dalam
pelaksanaanya dapat dilakukan secara bersamaan kombinasi, misalnya pemberian keringanan jumlah angsuran yang disertai kelonggaran jadwal
pembayaran, dan sebagainya.
63
2. Second way out
Second way out adalah upaya dan tindakan untuk menarik kembali pembiayaan nasabah dengan kategori macet, terutama yang sudah jatuh tempo atau sudah
memenuhi syarat pelunasan. Pada tahap penyelesaian pembiayaan macet sendiri dapat dibedakan berdasarkan kondisi hubunganya dengan nasabah penerima
fasilitas pembiayaan, yaitu:
64
a. Penyelesaian pembiayaan dimana pihak nasabah masih kooperatif,
sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara kerjasama antara nasabah
63
Ibid., Tanggal 7 Juli 2015
64
Ibid., Tanggal 7 Juli 2015
dan bank, yang dalam hal ini disebut sebagai ”Penyelesaian secara damai” atau ”Penyelesaian secara persuasif”. Dalam taraf ini dapat dilakukan
upaya-upaya seperti: 1
Arbitrase Arbitrase merupakan salah satu penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan
umum dengan didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Lembaga arbitrase ini dapat dipergunakan untuk
penyelesaian pembiayaan macet, apabila dalam perjanjianakad pembiayaan terdapat kalusul tentang penyelesaian sengketa melalui arbitrase factum de
compromittendo, atau dapat juga dibuat perjanjian arbitrase tersendiri setelah timbulnya sengketa akta compromiso, mengingat bahwa pembiayaan macet
merupakan permasalahan sengketa perbankan, dan sengketa perbankan merupakan sengketa perdata dalam bidang bisnis sehingga penyelesaiannya
merupakan kewenangan lembaga arbitrase domein of arbitration, maka penyelesaianya dapat menggunakan Badan Arbitrase Syariah Nasional
BASYARNAS atau Badan Arbitrase Indonesia BANI. Terkait dengan penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase ini Bank Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 Tanggal 14 November 2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank
yang Melaksankan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang dalam Pasal 20 Ayat 2 menegaskan bahwa dalam hal musyawarah tidak mencapai
kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa atau Badan Arbitrase Syariah Nasional.
2 Penjualan jaminan pembiayaan secara di bawah tangan
Penjualan jaminan secara di bawah tangan ini dilakukan atas dasar kesepakatan antara nasabah dengan bank untuk menjual objek jaminan pembiayaan. Dimana
hal ini dilakukan dengan cara meminta nasabah untuk mencari sendiri pembeli objek jaminan pembiayaan ataupun bisa juga antara nasabah dengan bank sama-
sama mencari pembeli objek jaminan pembiayaan tersebut. b. Penyelesaian pembiayaan dimana pihak nasabah penerima fasilitas tidak
kooperatif lagi, sehingga usaha penyelesaian dilakukan secara pemaksaan dengan melandaskan kepada hak-hak yang dimiliki oleh bank. Dalam hal ini penyelesaian
tersebut disebut sebagai ”penyelesaian secara paksa”. Pada penyelesaian secara paksa ini bank akan melakukan upaya-upaya seperti:
65
Pelaksanaan penjualan secara lelang objek jaminan hak tanggungan ini baru dapat dilaksanakan apabila pada klausul Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT
dicantumkan klausul berupa kuasa yang diberikan kepada bank untuk menjual di muka umum objek jaminan hak tanggungan apabila nasabah wanprestasi beding
van eigenmatich verkoop sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Jo Pasal 11 Ayat 2 Huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan. Berdasarkan Surat Edaran Kepala BUPLN Nomor SE-23PN2000 1 Melakukan Penyelesaian melalui kantor lelang
Dalam rangka penyelesaian pembiayaan macet, bank dapat meminta bantuan kepada kantor lelang untuk melakukan penjualan secara lelang objek yang
dijadikan jaminan pembiayaan. Dimana adapun proses pelelangan yang dapat dilakukan antara lain:
a Penjualan objek jaminan hak tanggungan melalui kantor lelang
65
Ibid., Tanggal 7 Juli 2015
tanggal 22 November Tahun 2000, dalam prosedur lelang berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan UUHT, bahwa
yang bertindak sebagai pemohon lelang adalah pihak bank, dan pelaksana lelang melalui Pejabat Kantor Lelang Negara dengan melengkapi dokumen-dokumen
yang harus diajukan saat permohonan lelang seperti: 1 Salinan kopian akad pembiayaan;
2 Salinan kopian Hak Tanggungan dan APHT; 3 Salinan kopian sertifikat tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan;
4 Salinan kopian bukti bahwa nasabah telah melakukan wanprestasi yang dapat berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari PimpinanDireksi bank
yang bersangkutan; 5 Surat pernyataan dari PimpinanDireksi bank yang bersangkutan yang isinya
akan bertanggungjawab apabila terjadi gugatan. b. Penjualan objek jaminan fidusia melalui pelelangan umum
Sama halnya dengan penjualan objek jaminan hak tanggungan, jaminan fidusia juga dapat dijual melalui suatu pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Ayat 3 Jo Pasal 29 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia yang dikatakan bahwa apabila debitor cidera janji, penerima fidusia berhak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaanya sendiri melalui suatu pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
2 Melakukan penyelesaian melalui Pengadilan
Pada dasarnya, sebisa mungkin pihak bank menghindari dilakukanya eksekusi melalui pengadilan, hal ini dikarenakan proses eksekusi melalui suatu pengadilan
memakan waktu yang cukup lama, serta menimbulkan biaya yang tidak sedikit yang dapat merugikan pihak bank. Namun penyelesaian melalui pengadilan ini
baru akan dilakukan oleh pihak bank apabila terdapat ketidak sempurnaan dalam proses pengikatan jaminan yang menyebabkan jaminan tidak dapat di eksekusi
secara langsung melalui pelelangan dan harus diselesaikan dengan meminta fiat Pengadilan. Adapun proses eksekusi jaminan melalui pengadilan, antara lain:
a Eksekusi jaminan hak tanggungan melalui Pengadilan Eksekusi jaminan hak tanggungan melalui pengadilan disebut juga sebagai
eksekusi berdasarkan title eksekutorial yang pelaksanaan eksekusinya memerlukan suatu fiat pengadilan. Dimana eksekusi hak tanggungan yang
dilakukan berdasarkan titel eksekutorial ini dilakukan melalui Pengadilan Negeri, yang tata caranya diatur dalam Pasal 224 HIR258 Rbg. Dimana adapun tata cara
eksekusinya antara lain:
66
66
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.199
1 Dilakukan permohonan lelang eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri; 2 Kemudian dilakukan pendaftaran lelang eksekusi;
3 Setelah proses pendaftaran berjalan kemudian oleh Pengadilan Negeri dilakukan Peringatan aanmaning kepada Debitor dalam waktu 8 delapan hari
kemudian jika tidak ada jawaban dilakukan lagi peringatan ke 2 dua; 4 Apabila peringatan kedua juga tidak dihiraukan, maka Ketua Pengadilan
Negeri memerintahkan kepada Panitera untuk melakukan sita eksekusi;
5 Setelah menimbang hal-hal yang ada Ketua Pengadilan Negeri kemudian mengeluarkan Putusan untuk melakukan pelelangan;
Putusan Lelang yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pelelangan di Kantor Pelelangan, dimana
prosesnya sama dengan proses penjualan melalui Pelelangan Umum. b Eksekusi jaminan fidusia berdasarkan titel eksekutorial
Eksekusi jaminan fidusia melalui pengadilan, disebut juga sebagai eksekusi berdasarkan titel eksekutorial, dimana pelaksanaan eksekusi berdasarkan titel
eksekutorial ini berpedoman kepada ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 Ayat 2 Jo. Pasal 29 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia. Dimana dalam ketentuan-ketentua tersebut ditegaskan bahwa sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitor atau pemberi jaminan fidusia cedera janji wanprestasi,
eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengna cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia yang dalam hal
ini adalah bank.
67
Pengadilan agama sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari
keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, 3 Melakukan penyelesaian melalui Pengadilan Agama
67
Ibid., hlm.214-215
hibah, wakaf, zakat, infak, dan sedekah maka sekarang berdasarkan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, kewenangan Pengadilan Agama diperluas termasuk bidang ekonomi
syariah. Dengan penegasan kewenangan Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perkara ekonomi syariah, dalam penyelesaian sengketa niaga atau bisnis, yang
selama ini Pengadilan yang diberi tugas dan kewenangan adalah Pengadilan Negeri Niaga yang berada dalam lingkungan Peradilan Umum, maka setelah
disahkanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut maka dalam hal menyangkut penyelesaian sengketa bisnis khususnya yang berkaitan dengan
ekonomi syariah, dapat diajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama. Dimana kegiatan ekonomi syariah meliputi:
a Bank syariah; b Asuransi syariah;
c Reasuransi syariah; d Reksadana syariah;
e Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; f Sekuritas syariah;
g Pembiayaan syariah; h Dana pensiun lembaga keuangan syariah;
i Bisnis syariah; j Lembaga keuangan mikro syariah.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka sengketa mengenai pembiayaan macet di bank syariah dapat diajukan nasabah penerima fasilitas ataupun bank
syariah ke Pengadilan Agama.
68
Pelaksanan penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan, tidaklah selamanya
berjalan mulus, masih banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh PT Bank Sumut Syariah, Capem Kota Baru, Marelan dalam melakukan upaya penanganan
atau penyelesaian pembiayaan bermasalah. Dimana adapun hambatan yang dijumpai oleh PT Bank Sumut Syariah, Capem Kota Baru, Marelan, antara lain:
C. Kendala yang Dihadapi PT Bank Sumut Syariah, Capem Kota Baru, Marelan, dalam Penanganan dan Penyelesaian Terhadap Pembiayaan
Bermasalah
69
68
Wangsawidjaja, Op.Cit., hlm.476-477
69
Aidil, Op.Cit., Tanggal, 7 Juli 2015
1. Pengikatan jaminan yang tidak sempurna, dimana hal ini terjadi karena ketidak cermatan dari pihak bank untuk mencantumkan klausul-klausul yang dianggap
penting untuk memberikan perlindungan akan kembalinya dana, apabila terjadinya pembiayaan bermasalah, seperti misalnya tidak dicantumkanya klausul
berupa pemberian kuasa kepada pihak bank untuk menjual sendiri di muka umum objek jaminan, apabila pihak nasabah cedera janji beding van eighenmachtige
verkoop, ataupun bisa juga karena terdapat klausul yang melanggar ketentuan yang berlaku, sehingga membuat dapat dibatalkannya atau batalnya klausul yang
bersangkutan.
2. Pihak nasabah melakukan perlawanan saat akan dilakukanya eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan, dimana adapun perlawanan yang biasanya dilakukan
oleh pihak nasabah adalah seperti mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan tujuan untuk menunda-nunda dilakukanya proses eksekusi terhadap objek jaminan
pembiayaan, selain perlawanan yang datangnya dari pihak nasabah sendiri, perlawanan juga datang dari pihak ke 3 tiga dengan mengajukan gugatan
perlawanan derden verzet yang menyatakan bahwa objek jaminan pembiayaan yang akan di eksekusi adalah miliknya, perlawanan yang dilakukan oleh pihak
ketiga ini juga bisa menghambat proses eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan.
3. Apabila objek jaminan pembiayaan berupa tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan, permasalahan yang sering muncul adalah pihak nasabah masih tetap
bersikeras tidak mau mengosongkan tanah yang dijadikan objek jaminan pembiayaan dengan melakukan perlawanan seperti mengerahkan masa yang
memihak pihak nasabah untuk menghalang-halangi dilakukanya pengosongan objek jaminan pembiayaan. Dimana tentunya jika hal ini terjadi akan menyulitkan
pihak bank untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan