2 Pola Pergerakan P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga

Diduga sedikitnya pergerakan disebabkan oleh terbatasnya ukuran terarium yang hanya 1 x 1 meter. Sempitnya terarium menyebabkan pergerakan katak menjadi terbatas. Selain itu, pada saat dilepaskan katak sudah menemukan posisi yang tepat untuk beristirahat, sehingga tidak banyak bergerak untuk mencari tempat yang terlindung pada siang harinya. Dari hasil perhitungan persentase pergerakan katak, terlihat bahwa katak yang menggunakan alat lebih banyak bergerak, yaitu untuk katak jantan yang memakai alat pada pukul 04.00 WIB sebesar 0,2 , dan yang tidak memakai alat sebesar 0 dengan kata lain tidak melakukan pergerakan sama sekali selama 30 menit pengamatan. Sama halnya dengan katak jantan, katak betina yang memakai alat juga lebih banyak bergerak dibandingkan dengan yang tidak memakai alat, yaitu pada akhir pengamatan pukul 22.00 WIB katak betina yang memakai alat sebesar 0,1 dan yang tidak memakai alat sebesar 0 . Akan tetapi penelitian ini memiliki kelemahan antara lain waktu pengamatan yang singkat yaitu hanya dalam jangka 24 jam untuk setiap individu dan pengamatan dilakukan hanya setelah aklimatisasi 1 hari. Pengamatan lebih dari 1 hari mungkin akan menghasilkan data berbeda. Dari hasil pengamatan juga dapat terlihat bahwa pada pukul 10.00 dan 16.00 WIB merupakan masa istirahat katak. Hal itu terlihat dari persentase lama bergerak, baik katak yang memakai alat maupun yang tidak memakai alat, yaitu sebesar 0 , dengan kata lain tidak adanya pergerakan selama periode waktu tersebut. Katak akan kembali beraktivitas pada pukul 17.00 WIB.

6. 2 Pola Pergerakan P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga

Dari hasil pola pergerakan, terlihat bahwa sebagian besar katak jantan pergerakannya lebih kecil dibandingkan katak betina. Sebagai contoh di Fakultas Pertanian, jarak dari awal dan akhir pergerakan selama 24 jam untuk katak jantan adalah 7,86 m sedangkan betina 29,65 m dan di Gymnasium untuk katak jantan 1,69 m dan betina 14,28 m. Katak jantan yang ditemukan selama penelitian ini berada di sekitar sumber air yang terdapat di lokasi penelitian, baik yang alami maupun yang buatan. Diantaranya yaitu kolam buatan di Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan dan Taman Rektorat, selokangot di Graha Widya Wisuda dan Gymnasium, serta kolam pembuangan limbah di Fakultas Teknologi Pertanian. Sumber air pada kolam-kolam tersebut ada yang berasal dari air hujan, air limbah, dan ada pula yang berasal dari air ledeng. Sedangkan katak betina, lebih sering ditemukan berada jauh dari sumber air, kecuali yang terjadi di Taman Rektorat dan Gymnasium. Di kedua lokasi ini katak betina ditemukan di dekat sumber air, diduga katak betina ini akan kawin sehingga bergerak mendekat ke sumber air. Pergerakan katak betina lebih luas dibandingkan dengan katak jantan, diduga karena jantan “terikat” dengan daerah bersuaranya seperti analisis yang dilakukan Lemckert dan Brassil 2002 pada katak raksasa Myophyxes iteratus dari Australia. Di Gymnasium dan Graha Widya Wisuda, katak jantan di akhir pengamatan kembali lagi ke posisi dimana pertama kali dia ditemukan. Sedangkan untuk katak betina, sebagian besar bergerak menjauh dari posisi pertama kali ditemukan. Namun demikian, tidak selalu pergerakan katak jantan jauh lebih kecil dari katak betina. Sebagai contoh, pengamatan di Fakultas Teknologi Pertanian menunjukan pergerakan katak jantan lebih banyak dibandingkan katak betina walaupun terlihat bahwa katak jantan ini cenderung berputar-putar di satu lokasi dibandingkan betinanya jarak posisi akhir dari awal adalah 14,55 m untuk jantan dan 16,56 m untuk betina. Diduga pergerakan ini berhubungan dengan aktivitas katak tersebut mencari makan. Menurut Dole 1965 banyak dari pergerakan yang sangat pendek dari rumah dan kembali lagi dapat diartikan sebagai perjalanan mencari makanan. Sebagai contoh, bila terdapat serangga dan mangsa lain yang terlihat oleh katak, katak akan mengikuti mangsa sampai tertangkap atau lepas, kemudian akan mundur ke posisi semula. Hal ini terlihat pada saat pengamatan, dimana saat pergantian benang tanpa sengaja belalang yang ada di mulut katak tersebut terlepas. Pergerakan dilakukan katak untuk berlindung dari kondisi lingkungan yang tidak bersahabat. Menurut Schwarzkof dan Alford 2002 terdapat tiga hal yang potensial dikeluarkan pada saat bergerak, yaitu 1 biaya yang dikeluarkan pada saat predator mendekat; 2 biaya yang dikeluarkan pada saat terjadinya kekeringan yang disebabkan berkurangnya air atau tidak ditemukannya shelter pada saat kekeringan; dan 3 energi yang dikeluarkan pada saat bergerak. Kondisi a b c Gambar 13. Beberapa lokasi pengamatan yang dekat sumber air . a Gymnasium; b Fakultas Kehutanan; dan c Taman Rektorat. panas pada siang hari akan membuat katak bergerak mencari tempat yang cocok agar terhindar dari masalah kekeringan. Berdasarkan hasil pengamatan pada siang hari dengan kelembaban berkisar antara 70–95 katak semakin bergerak masuk ke dalam tempat-tempat yang melindungi tubuhnya dari cahaya matahari. Sebagai contoh di lokasi Arboretum Lanskap, katak betina bergerak masuk ke dalam tumpukan serasah dan rerumputan yang ada di lokasi tersebut dan diam di lokasi tersebut. Pada malam hari katak sudah mulai kembali bergerak dan beraktivitas. Kebanyakan amfibi adalah hewan penetap dengan pergerakan terbatas hanya berkisar antara 10-100 m Sinsch 1990 dalam Hodgkison dan Hero 2001. Menurut Duellman dan Trueb 1986 arah pergerakan amfibi dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Setelah perkawinan, sebagian besar pergerakan individu terlihat berada di sekitar lokasi perkawinan untuk memenuhi makanan dan menemukan tempat berlindung dari kekeringan, pemangsa, dan kekeringan Denton dan Beebee 1993 dalam Lemckert dan Brassil 2000. Dari hasil perhitungan nilai alur kelurusan terlihat sebagian besar dari katak memiliki nilai alur kelurusan lebih dari 0,5, yang berarti katak bergerak dalam pola alur kelurusan sementara. Sedangkan untuk katak betina di Gymnasium 0,19, jantan di Gymnasium 0,05, betina di Taman Rektorat 0,18, jantan di Taman Rektorat 0,35 dan jantan di Arboretum Lanskap+GWW 0,13, memiliki nilai alur kelurusan kurang dari 0,5 yang berarti bahwa pergerakan katak tidak jauh dari lokasi pertama kali ditemukan. Berdasarkan hasil perhitungan Chi kuadrat terhadap total pergerakan katak dengan hasil Chi kuadrat hitung lebih besar dari Chi kuadrat tabel, terlihat bahwa pergerakan antara katak jantan dan katak betina tidak sama selama 24 jam pengamatan, yaitu katak betina lebih jauh pergerakannya dibandingkan dengan katak jantan. Berdasarkan perhitungan Chi kuadrat nilai alur kelurusan, terlihat bahwa baik katak jantan maupun katak betina pergerakannya tidak menjauhi posisi awal pengamatan. Hal tersebut karena pada saat ditangkap katak sedang berada di dekat sumber air untuk melakukan perkawinan. Sehingga mungkin saja katak betina tersebut mencoba untuk kembali ke posisi semula untuk melakukan perkawinan. Walaupun dari hasil penelitian ini mendapatkan data pergerakan jangka pendek, namun diperlukan penelitian lebih lama lagi untuk dapat menduga luasan areal jelajah untuk memastikan bahwa katak pohon merupakan jenis penetap atau jenis yang sering berpindah.

6. 3 Penggunaan Ruang P. leucomystax

Dokumen yang terkait

Pola pergerakan harian dan penggunaan ruang katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga

0 6 77

Perilaku berbiak katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii Kuhl & van Hasselt, 1822) di kampus IPB Darmaga

0 21 65

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

1 14 52

Variasi Morfologi Katak Pohon Bergaris Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 (Anura; Rhacophoridae) di Sumatera Barat | Addaha | Natural Science: Journal of Science and Technology 5140 16796 1 PB

0 0 7

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 13

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 2

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 3

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 3 5

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 3

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 1 12