Umum. Adapun landasan berpikir penulisan Taskapok penanggulangan bencana ini Umum. Kondisi Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini yang meliputi Fungsi Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

4. Umum. Adapun landasan berpikir penulisan Taskapok penanggulangan bencana ini

yaitu terdiri dari Landasan Idiil Pancasila, Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945, Landasan Visional Wawasan nusantara, Landasan Konseptual Ketahanan Nasional, peraturan perundang-undangan tentang TNI dan penanggulangan bencana, serta teori-teori yang mendukung penyelenggaraan dukungan logistik yang efektif dalam penanganan penanggulangan bencana.

5. Paradigma Nasional. a.

Landasan Idiil. Pancasila merupakan pandangan hidup, jiwa, kepribadian bangsa, tujuan dan cita-cita hukum bangsa dan negara, serta cita-cita moral bangsa Indonesia. Sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung makna yang mendalam dan menjadi dasar dalam penanganan penanggulangan bencana. Dengan dasar tersebut maka sudah menjadi kewajiban TNI dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya, Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira, Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, dan Merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

b. Landasan Konstitusional. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan pelindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum. Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c. Landasan Visional. wawasan nusantara memiliki dimensi kewilayahan

yang harus diatur bebas dari berbagi macam ancaman untuk menjamin keutuhan wilayah negara, kedaulatan negara, dan ketertiban di kawasan demi kepentingan kesejahteraan segenap bangsa. Dalam konteks penanganan penanggulangan bencana maka wawasan nusantara dijadikan sebagai landasan setiap warganya untuk melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana secara cepat dan tepat dalam rangka mengembalikan keutuhan wilayah negara yang terdampak bencana.

d. Landasan Konseptual. Dalam penanggulangan bencana, Ketahanan

Nasional pada hakekatnya adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan dan kebanggaan bangsa dan negara. Oleh karena itu agar penanggulangan bencana dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efesien, maka perlu dihindarkan dan dicegah sedini mungkin berbagai bentuk bencana baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Berhasilnya penanganan penanggulangan bencana akan dapat meningkatkan Ketahanan Nasional, dan Ketahanan Nasional yang tangguh akan dapat menjadi indikator keberhasilan suatu Ketahanan Nasional.

7. Peraturan Perundang-Undangan.

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang

Pertahanan Negara. Undang-undang ini mempertimbangkan bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang

Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional Indonesia dalam Operasi Militer Selain Perang OMSP yaitu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dan disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa tugas TNI AL adalah: 1 Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan. 2 Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Yurisdiksi Nasional sesuai dengan Hukum Nasional dan Hukum Internasional yang telah diratifikasi. 3 Melaksanakan tugas Diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah. 4 Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut. 5 Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut Dawilhanla. Dalam masalah ini akan menitikberatkan pada tugas pemberdayaan wilayah pertahanan laut yang difokuskan kepada pemberdayaan logistik wilayah untuk memperkuat konsep penyelenggaraan dukungan logistik penanggulangan bencana.

c. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara. Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan hibah yang berasal dari anggaran pemerintah maupun perolehan lain yang sah, sehingga bantuan penanggulangan bencana berupa barang maupun jasa yang dikelola oleh TNI harus dapat dipertanggung jawabkan secara transparan dan akuntabel kepada negara dan masyarakat.

d. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana. Undang-undang ini digunakan sebagai dasar atau landasan hukum dalam penanggulangan bencana yang dapat memperkuat dan bersifat menyeluruh serta sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga dapat mendukung segala upaya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008

tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 50 ayat 2 yaitu untuk memudahkan akses kegiatan penanggulangan bencana, Pasal 58 ayat 2 tentang kegiatan rehabilitasi, dan Pasal 59 ayat 2 tentang kegiatan rekontruksi yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD.

f. Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 63 tentang mekanisme pengelolaan dana penanggulangan bencana dan Pasal 69 ayat 4 tentang tata cara pemberian dan besarnya bantuan yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah kepada para korban bencana.

g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang

Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Peraturan Presiden ini disusun dalam rangka pengembangan Sistem Logistik Nasional sebagai salah satu prasarana dalam membangun daya saing nasional serta mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI Periode 2011-2025. Peraturan ini menjadi landasan hukum bagi perancangan sistem pembinaan logistik di TNI Angkatan Laut sehingga diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana khususnya dan dapat mewujudkan Pengembangan Sistem Logistik Nasional pada umumnya.

h. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 09 Tahun

2011 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Bantuan TNI dalam Penanggulangan Bencana Alam, Pengungsian dan Bantuan Kemanusiaan. Peraturan ini menjelaskan tentang penyelenggaraan tugas bantuan Tentara Nasional Indonesia dalam menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan. Dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan upaya-upaya yang sistematis dan terpadu antara TNI bersama-sama dengan para pemangku kepentingan.

i. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal69XI2010

Tanggal 2 November 2010 tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut. Peraturan ini mengatur tentang pembinaan logistik yang harus dilaksanakan di lingkup internal unit organisasi TNI AL, dengan mempertimbangkan bahwa pembinaan logistik memiliki nilai yang sangat strategis dalam mendukung tugas TNI AL.

j. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010

Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Peraturan ini mengatur tentang pembinaan materil pembekalan dan pembinaan dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran dari pembinaan logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan meliputi dukungan pembekalan untuk pemeliharaanperbaikan, kesiapan operasi, dan personel, dalam pembahasan ini akan fokus pada dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi dan personel dalam rangka mendukung operasi penanggulangan bencana.

8. Landasan Teori.

a. Teori Decission Support System DSS.

Little 1970 dalam Turban 2005 5 mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan.” Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara Moore dan Chang 1980 mendefinisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan, dan digunakan pada interval yang tidak reguler dan tak terencana. 6

b. Teori Shortest Route Problem. Algoritma untuk mencari rute terpendek ini

dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra, dengan batasanketentuan yang mengatakan bahwa algoritma Dijkstra ini hanya dapat digunakan bila semua busur pada jaringanya mempunyai bobot non-negatif Dimyati, 2004. 7 Algoritma Dijkstra juga disebut algoritma Siklis ini memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node Taha, 1996. 8

c. Teori Linear Programming LP. LP merupakan suatu model umum yang

dapat digunakan dalam pemecahan masalah-masalah pengalokasian sumber- sumber yang terbatas secara optimal. 9 Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk menghitung bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi oleh TNI ke daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana berupa kebutuhan sandang, papan dan kebutuhan bencana lainnya.

d. Teori Hubungan Sipil Militer. “Maka tanpa ada ketentuan supremasi Sipil

dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah”. Kepatuhan TNI ini selalu berpedoman pada Panca sila dan memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat demi tercapainya keberhasilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. 10 5 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., 2005. “Decision Support System and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta. 6 Moore, J.H., dan M. G. Chang., 1980,fall. “Design of Decision Support System.” Data Base, Vol 12, Nos.1 and 2. 7 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, 2004. “Operation Research: Model-model Pengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung. 8 Taha, Hamdy A., 1996. “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima, Binarupa Aksara 9 Subagyo, Pangestu dkk. 1993. Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. 10 Paket Intruksi. 2014. Hubungan Sipil dan Militer. Seskoal. Jakarta BAB III KONDISI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT SAAT INI

9. Umum. Kondisi Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini yang meliputi Fungsi

Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut akan dapat menimbulkan implikasi terhadap efektifitas dukungan logistik di lingkungan internal TNI dalam rangka Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

10. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut mengatur tentang pembinaan materil pembekalan dan pembinaan dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran dari pembinaan logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan meliputi dukungan pembekalan untuk pemeliharaanperbaikan, kesiapan operasi, dan personel, dalam pembahasan ini akan fokus pada dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi dan personel dalam rangka mendukung operasi penanggulangan bencana. Dukungan Pembekalan untuk kesiapan operasi merupakan Pembekalan untuk kesiapan operasi diarahkan dan ditujukan kepada pemberian bekal awal dan bekal ulang baik untuk kebutuhan operasi itu sendiri maupun personelnya. Adapun dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi meliputi: a. Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari: 1 Amonisi dengan tolok ukur Basic Load BL atau sesuai kebutuhan operasi. 2 BBM dan BMP dengan tolok ukur isian tangki IT atau sesuai kebutuhan operasi. 3 Bekal-bekal operasi lainnya di luar amonisi, BBM dan BMP diberikan berdasarkan normaindeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi. 4 Bekal personel dengan tolok ukur normaindeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi. b. Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari: 1 Suku cadang diberikan berdasarkan Buku Dasar Perbendaan BDP guna mengisi kembali persediaan yang telah digunakan. 2 Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi lainnya serta bekal personel lainnya guna mengisi kembali persediaan yang telah habis dipergunakan selama operasi, Pelaksanaan dukungan materill perbekalan untuk kesiapan operasi diselenggarakan sebagai berikut: a. Bekal awal diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau Badan Pembekalan di darat di mana unsur-unsur berada home base b. Bekal ulang diberikan oleh Badan Pembekalan di daerah operasi atau oleh Kapal Bantuan Logistik Mobil BLM untuk mendukung kebutuhan serta menjamin ketahanlamaan operasi. Adapun dukungan pembekalan untuk kesiapan Personel meliputi: a. Dukungan pembekalan personel diberikan baik pada saat operasi maupun pada saat tidak operasi yang meliputi: 1 Bekal Kelas I. yaitu makanan dan bahan makanan 2 Bekal Kelas II. yaitu Pakaian, textil, bahan pakaian, perlengkapan perorangan, tenda, perkakas tangan, alat rumah dan kantor, alat pemadam kebakaran, keperluan umum serta pemetaan 3 Bekal Kelas VI. yaitu Kebutuhan umum perorangan yang termasuk perlengkapan TNI. 4 Bekal Kelas VIII. yaitu Obat dan bahan obat 5 Bekal Kelas X. yaitu Semua materiil perbekalan yang tidak termasuk dalam kelas- kelas lain. b. Kebutuhan umum perorangan yang tidak termasuk perlengkapan perorangan TNI Bekal Kelas VI serta materill perbekalan yang tidak termasuk dalam salah satu kelas bekal Bekal kelas X diberikan dengan pertimbangan khusus. c. Tolok ukur dalam melaksanakan pemberian dukungan dalam keadaan tidak operasi sesuai dngan normaindeks yang berlaku, sedangkan dalam keadaan daruratoperasi disamping berdasrkan normaindeks juga dengan memperhatikan klasifikasi, tujuan dan ketahanlamaan operasi. d. Dukungan materill perbekalan untuk keperluan personel diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau Badan Pembekalan di darat Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut memberikan pedoman tentang Sistem Informasi pembekalan. Bahwa sistem informasi yang dibangun harus sesuai Azas Ketepatan, yang berarti bahwa Pembinaan materiel perbekalan dan pembinaan dukungan pembekalan harus dapat menjamin ketepatan datainformasi untuk kebutuhan perencanaan maupun pelaksanaan pembekalan. Azas ketepatan ini digunakan dalam menjalankan fungsi sistem informasi. Sistem Informasi pembinaan materiil perbekalan dilaksanakan melalui otomasi dengan sistem komputerisasi guna memberikan informasi yang cepat dan akurat tentang materiil perbekalan. Azas ketepatan ini juga digunakan dalam menjalankan fungsi administrasi perbendaharaan. Administrasi perbendaharaan materi perbekalan dilaksanakan dengan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara SIMAK BMN dengan wujud kegiatan komputerisasi pencatatan, pelaporan serta pertanggungjawaban secara sistematis sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

11. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan