15. Umum. Dalam bagian ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyelenggaraan penanggulangan bencana yang berada di luar dan di dalam lingkup TNI.berskala nasional, serta akan dikupas tentang peluang dan kendala yang dihadapi
oleh TNI dalam rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
16. Eksternal. Faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan penanggulangan
bencana di lingkup eksternal merupakan faktor yang berada di luar lingkup TNI maupun TNI Angkatan Laut. Faktor-faktor di luar TNI yang berpengaruh terhadap masalah
penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:
a. Kondisi Geografis. Indonesia sebagai salah satu negara yang paling
rentan terhadap bencana serta adanya ancaman yang relatif cukup jelas yang disebabkan kondisi geografis dan komposisi demografi, Indonesia masih akan
terus mengalami dan mengelola bencana. Berbagai kemajuan signifikan
dalam penanggulangan bencana selama beberapa tahun terakhir telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat progresif
dalam upaya penanggulangan bencana untuk membangun ketangguhan masyarakatnya.
Bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir, kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung berapi dan tsunami. Tercatat
2.836 kejadian bencana antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang menyebabkan 4.216 orang meninggal, 999 orang hilang, 1.067.103 orang
mengungsi,dan 653.876 rumah rusak, serta 14.526 unit sarana dan prasarana rusak. Dampak utama bencana seringkali menimbulkan korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak kerusakan non materi maupun psikologis. Meskipun perencanaan pembangunan di Indonesia telah
didesain sedemikian rupa dengan maksud dan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan rasa keadilan, serta meminimalkan dampak perusakan yang
terjadi pada lingkungan serta melindungi masyarakat terhadap ancaman bencana.
14
b. Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Logistik Nasional. Pada dasarnya
terdapat berbagai kebijakan yang terkait erat, serta mempengaruhi kebijakan penanggulangan bencana. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan
Pemerintah dalam masalah Logistik Nasional, salah satunya adalah diterbitkannya
14 Renstra Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-2014
Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
15
Cetak biru sistem logistik ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam pengembangan logistik bagi para
pemangku kepentingan terkait, tentunya pengembangan logistik yang diselenggarakan TNI dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana.
c. Sumber Daya Manusia. Penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa
merupakan jumlah yang sangat besar untuk dapat dikelola dalam upaya mitigasi bencana. Pertumbuhan penduduk yang pesat dikaitkan dengan keterbatasan
tempat tinggal dan kesempatan berusaha dapat menimbulkan tantangan dan hambatan. Penduduk Indonesia merupakan kebhinekaan suku bangsa yang
berbeda agama dan adat istiadat, hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi TNI yang memiliki jumlah personel yang tidak sebanding.
TNI harus senantiasa menambah dan meningkatkan mutu sumber daya prajurit untuk dapat menangani penanggulangan bencana dalam memenuhi standar
minimal pelaksanaan penanggulangan bencana.
d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memberikan dampak positif bagi peyelenggaraan penanggulangan bencana. Pesatnya perkembangan teknologi
tersebut dapat diarahkan untuk dapat menunjang kegiatan di bidang kebencanaan yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi risiko-risiko bencana. TNI sebagai
organisasi pengguna teknologi selayaknya harus dapat memiliki suatu peralatan yang berguna baik untuk operasi militer perang maupun operasi militer selain
perang, dengan kata lain peralatan ini memiliki interopabilitas yang tinggi untuk digunakan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
17. Internal. Faktor yang mempengaruhi di lingkup internal merupakan faktor yang
berada di dalam lingkup TNI maupun TNI Angkatan Laut. Faktor-faktor pembinaan pembekalan yang berpengaruh terhadap masalah penyelenggaraan penanggulangan
bencana yaitu:
a. Kebijakan Anggaran. Terbatasnya anggaran yang tersedia untuk kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dirasakan secara umum oleh masing-masing unit KementerianInstansi, begitu juga Kementerian
pertahanan dan TNI. Mabes TNI harus dapat menyusun Kegiatan, program,
15 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
rencana kerja dan anggaran, serta melaksanakan pemantauan, dan evaluasi program penyelenggaraan penanggulangan bencana. Mabes TNI harus mampu
melaksanakan pengkoordinasian penyusunan program dan anggaran yang bersumber dari APBN, program dan anggaran lintas sektor, dan program dan
anggaran bantuan luar negeri, serta monitoring dan evaluasi.
b. Pembinaan penggunaan kekuatan TNI Angkatan Laut. Pembinaan
penggunaan Kekuatan TNI AL telah diatur dalam Surat keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Skep1020III1987 ttg pola pembinaan penggunaan
kekuatan TNI AL. Segala bentuk serta pola pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI AL telah dituangkan didalam Surat keputusan Ini, maka dalam rangka
melaksanakan dan mengatur kegiatan penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan unsur KRI
sebagaimana tercantum dalam Surat keputusan.
c. Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut. Dalam upaya untuk
meningkatnya kecepatan perencanaan pembekalan dalam kesiapan operasi maka diperlukan pengadaan materiil perbekalan dari kelas-kelas bekal tertentu
khususnya pembekalan untuk operasi penggunaan kekuatan dengan cara mengajukan permintaan kepada badan pembekalan Mabes TNI, dan ini merupakan
wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.
16
Oleh karenanya Pembinaan pembekalan TNI juga selayaknya memiliki Sistem informasi
logistik yang dapat diaplikasikan di seluruh unit organisasi TNI sebagai realisasi dari pembangunan Sistem Logistik Nasional.
18. Peluang dan Kendala. Adapun peluang dan kendala yang dihadapi oleh TNI
dalam rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu sebagai berikut:
a. Peluang. Peluang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
secara positif peyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh TNI, adapun peluang yang dimiliki yaitu:
1 Adanya existing System SIMAK BMN yaitu sistem Informasi
Akuntansi Barang Milik Negara yang dapat dioptimalkan menjadi sistem yang mendukung Sistem Logistik Nasional. Pembinaan Logistik TNI dapat
disempurnakan dengan mengikuti SIMAK BMN untuk dapat mengatasi
16 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.
permasalahan logistik penanggulangan bencana. Pembinaan pembekalan TNI dapat didukung oleh Sistem Pengambilan Keputusan yang berbasis
Web. Sistem ini diaplikasikan di seluruh unit organisasi TNI. 2
Pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut harus dapat membentuk sarana koordinasi dengan para stakeholder penyelenggara penanggulangan
bencana dengan menggunakan dasar hukum Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 3 huruf c. yang menjelaskan bahwa Prinsip-prinsip dalam
penanggulangan bencana haruslah terkoordinasi dan terpadu. Pembinaan pembekalan TNI dapat disempurnakan untuk dapat menerapkan dukungan
silang antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana. 3
Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal 27 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak berperan serta dalam
perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial dapat
menjadi dasar hukum bagi TNI untuk memfasilitasilitasinya.
b. Kendala. Kendala merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
secara negatif dan dapat menghambat penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh TNI, adapun kendala yang dimiliki yaitu:
1 Pembinaan pembekalan di tingkat satuan kerja TNI AL belum dapat
meningkatkan kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan unsur KRI dan personelnya, serta belum dapat meningkatkan ketahanlamaan operasi.
2 Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan belum dapat
mengoptimalkan pemberdayaan logistik wilayah dan belum menguasai kemampuan untuk melaksanakan proses mobilisasi dan demobilisasi bekal
bantuan di daerah bencana. 3
Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan melalui pemberdayaan logistik wilayah belum memiliki dasar hukum dan peraturan.
BAB V PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT YANG DIHARAPKAN
19. Umum. Pembinaan pembekalan diharapkan mampu mendukung kesiapan bekal
unsur KRI dan kesiapan personelnya secara cepat dan tepat, baik personel KRI maupun personel satgas penanggulangan bencana, serta mampu mendukung kesiapan bekal
bantuan penanggulangan bencana. Pada tahap pra bencana, pembinaan pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan penanggulangan bencana yang
meliputi pencegahanmitigasi, koordinasi dan latihan bersama antar stakeholder penanggulangan bencana terkait, dan kesiapsiagaannya. Pada tahap tanggap bencana
pembinaan pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan tanggap darurat yang meliputi penyelamatan dan evakuasi korban, penanganan pengungsi berupa
pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan terhadap kelompok rentan, dan pemulihan sarana dan prasarana. Selanjutnya pada tahap pasca bencana pembinaan
pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya rehabilitasi dan rekontruksi.
20. Pembahasan. Pada bagian ini akan dijelaskan Fungsi Sistem Informasi dalam
Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan
Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang diharapkan.
21. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.
Dihadapkan pada tuntutan efektifitas pada penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut harus dapat mengaktualisasikan azas-
azas dan prinsip dalam pembinaan logistik. Adapun azas-azas yang harus dipedomani adalah azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna, tanggung jawab sosial, legalitas,
terarah, ketelitian, keamanan, keseimbangan dan keserasian, kekenyalan, keterpaduan, responsif, perencanaan dan pengendalian terpusat, swasembada, prioritas, ekonomis,
dan azas pencapaian sasaran.
17
Sedangkan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
pembinaan pembekalan yaitu manajemen pembinaan materiil perbekalan dan dukungan pembekalan dibina secara profesional, efektif, efisien, dan modern.
18
Pembinaan pembekalan harus dapat didukung oleh sistem informasi yang handal, kecepatan dan
ketepatan perencanaan pembekalan untuk kesiapan operasi, dan tingginya kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap penyelenggaraan penanggulangan
bencana. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan Decission Support system Logistik yang berbasis Web, Peningkatan
Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal personel.
a. Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan Decission Support
system Logistik yang berbasis Web. Penyelenggaraan pembinaan materiil
17 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal69XI2010 Tanggal 2 November 2010 tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut
18 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 9.
pembekalan harus dapat didukung oleh sistem informasi yang handal. Sistem Informasi pembinaan materiil perbekalan dilaksanakan melalui otomasi dengan
sistem terkomputerisasi guna memberikan informasi yang cepat dan akurat tentang materiil perbekalan.
19
Pengelolaan piranti lunak Sistem Informasi bidang materiil perbekalan merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan
tingkat Mabesal.
20
Mabesal harus dapat membuat Cetak biru
21
yang mengatur tentang pengembangan logistik di lingkungannya serta koordinasi kebijakan dan
pengembangan Sistem Logistik TNI untuk mencapai kondisi yang diharapkan melalui Strategi dan Program serta Peta Panduan Road Map dan Rencana Aksi.
Adapun konsep Sistem Informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut diharapkan mampu mewujudkan visi sistem logistik nasional yang terintegrasi
secara lokal, terhubung secara global, untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik TNI
Angkatan Laut dirancang untuk dapat. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut ini merupakan pengembangan Sistem Logistik TNI,
yang dapat dituangkan dalam dokumen rencana strategis TNI sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan kekuatan TNI
22
yang berupa Sistem
Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi dan Sistem informasi perencanaan logistik bantuan penanggulangan bencana.
1 Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi. Konsep
Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi memuat informasi sebagai berikut:
a Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:
1 Amonisi dengan tolok ukur Basic Load BL atau sesuai
kebutuhan operasi 2
BBM dan BMP dengan tolok ukur isian tangki IT atau sesuai kebutuhan operasi
3 Bekal-bekal operasi lainnya di luar amonisi, BBM dan
BMP diberikan berdasarkan normaindeks sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.
4 Bekal personel dengan tolok ukur normaindeks sesuai
ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.
19 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.
20 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.
21 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional pasal 1
22 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional pasal 2
b Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari:
1 Suku cadang diberikan berdasarkan Buku Dasar
Perbendaan BDP guna mengisi kembali persediaan yang telah digunakan.
2 Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi lainnya serta
bekal personel lainnya guna mengisi kembali persediaan yang telah habis dipergunakan selama operasiKonsep sistem
informasi ini pun harus dapat dibangun di tingkat pangkalan Angkatan Laut untuk memperkuat konsep logistik kewilayahan.
Sistem informasi ini diharapkan mampu mendukung bekal ulang materiil perbekalan KRI dan untuk menjamin
ketahanlamaan operasional KRI, bekal ulang diberikan oleh badan pembekalan di daerah operasi atau oleh kapal bantuan
logistik mobil BLM
23
c Perancangan Sistem menggunakan Teori Decission Support
System DSS dan Teori Shortest Route Problem.
1 Little 1970 dalam Turban 2005
24
mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur berbasis model untuk data
pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan.” Dia menyatakan bahwa untuk sukses,
sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah
berkomunikasi. Sementara Moore dan Chang 1980 mendefinisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas
untuk mampu mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan,
dan digunakan pada interval yang tidak reguler dan tak terencana.
25
2 Algoritma untuk mencari rute terpendek ini dikembangkan pada
tahun 1959 oleh Dijkstra, dengan batasanketentuan yang mengatakan bahwa algoritma Dijkstra ini hanya dapat
23 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 20.
24 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., 2005. “Decision Support System and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.
25 Moore, J.H., dan M. G. Chang., 1980,fall. “Design of Decision Support System.” Data Base, Vol 12, Nos.1 and 2.
digunakan bila semua busur pada jaringanya mempunyai bobot non-negatif Dimyati, 2004.
26
Algoritma Dijkstra juga disebut algoritma Siklis ini memungkinkan sebanyak mungkin
kesempatan sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node Taha, 1996.
27
Gambar 5.1. Model jaringan Shortest Route Problem Sumber:
Taha, Hamdy A., 1996. “Riset Operasi: Suatu pengantar”
Penerapan sistem yang mengotomasi perencanaan logistik unsur KRI dan bantuan bencana sesuai azas rencana jauh
kedepan, jadwal olah guna, ketelitian, tanggung jawab sosial, perencanaan dan pengendalian terpusat akan berkontribusi
signifikan pada pembinaan logistik di lingkungan TNI AL. Gambar 5.1. Menunjukan teori Shortest Route Problem
dengan algoritma Dijkstra, ketika terlihat terdapat jarak terdekat ke sebuah node telah tercapai, node tersebut
dikeluarkan dari pertimbangan lebih lanjut. Proses ini berakhir ketika node tujuan dievaluasi. Sementara Gambar 5.2.
Menunjukan hasil apabila diaplikasikan dalam sebuah peta, maka unsur KRI yang digunakan pada saat mobilisasi bantuan
bencana akan mendapat rute yang paling efektif dan efisien menuju daerah operasi.
26 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, 2004. “Operation Research: Model-model Pengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.
27 Taha, Hamdy A., 1996. “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima, Binarupa Aksara
Gambar 5.2. Hasil CPM berdasarkan rute untuk jaringan logistik di Pangkalan wilayah Timur Indonesia.
Sumber: Hasil olahan sendiri. 2 Sistem informasi perencanaan logistik bantuan penanggulangan bencana.
Perancangan Sistem menggunakan Teori Linear Programming LP. LP
merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara
optimal.
28
Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk menghitung bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi oleh TNI ke daerah bencana,
adapun bekal bantuan bencana berupa kebutuhan sandang, papan dan kebutuhan bencana lainnya.
Tabel 5.1. Hasil perhitungan Paket Bantuan dengan menggunakan pemrograman linear.
28 Subagyo, Pangestu dkk. 1993. Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Tabel 5.1. Merupakan hasil perhitungan pemrograman linear terhadap paket logistik yang berupa sandang pangan dan papan. Sebagai ilustrasi
perhitungan akan dijelaskan sebagai berikut: Apabila diketahui kebutuhan beras untuk 1 orang dewasa adalah 360
gramhari, sedangkan anak-anak membutuhkan beras sebanyak 240 gramhari.
Maka Y = Jumlah beras yang dibutuhkan dalam kg X1 = Jumlah penduduk kategori dewasa laki-laki + perempuan
X2 = Jumlah penduduk kategori anak-anak
Jadi Y = 5 0.36 X1 + 0.24 X2 Y = 1.8X1 + 1.2 X2
3 Sistem informasi logistik bantuan penanggulangan bencana yang
terintegrasi dengan existing sytem. Sistem informasi yang handal adalah sistem informasi yang mampu memuat semua informasi yang dibutuhkan
penggunanya, SIMAK BMN yang merupakan kependekan dari Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara merupakan existing
sytem yang telah berjalan sebagai salah satu instrumen dalam sistem pengendalian internal pemerintah.
Seyogyanya kementerian keuangan dapat meningkatkan kapasitas sistem ini sehingga mampu mendukung sistem logistik nasional dan dapat
digunakan pada tiap tahapan bencana, baik pada saat pra bencana, tanggap darurat bencana maupun pada saat pasca bencana. SIMAK BMN
paling tidak memiliki kemampuan untuk mencatat semua aset yang berguna untuk digunakan pada saat penyelenggaraan penanggulangan bencana.
b. Peningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan operasi.
Surat keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Skep1020III1987 tentang pola pembinaan penggunaan kekuatan TNI AL telah menjelaskan segala bentuk
dan pola pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI AL telah dituangkan didalam Surat keputusan Ini. Maka dalam rangka melaksanakan dan mengatur kegiatan
penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan sebagaimana tercantum dalam Surat keputusan ini.
Dalam upaya untuk meningkatnya kecepatan perencanaan pembekalan dalam kesiapan operasi maka diperlukan pengadaan materiil perbekalan dari
kelas-kelas bekal tertentu khususnya pembekalan untuk operasi penggunaan kekuatan dengan cara mengajukan permintaan kepada badan pembekalan Mabes
TNI, dan ini merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.
29
Badan pembekalan tingkat mabesal memiliki tanggung jawab untuk mengelola piranti lunak bidang materiil perbekalan, sistem yang dibangun
oleh Mabesal harus dapat memuat informasi tentang kesiapan operasi unsur KRI. Sistem informasi yang terintegrasi antara mabesal dengan Komando Armada RI
harus dapat meningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan baik pada saat melaksanakan bekal awal maupun pada saat bekal ulang.
29 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.
c. Peningkatan kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal
personel. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut yang
terwujud secara handal, maka akan dapat meningkatkan kecepatan perencanaan pembekalan untuk kesiapan operasi dan dapat meningkatkan tingkat
kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap penyelenggaraan penanggulangan bencana. Selanjutnya konsep ini akan menjamin kelancaran
mobilisasi bantuan secara efektif dan efisien dan menjamin pemenuhan kebutuhan bantuan penanggulangan bencana.
22. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan
Bencana dalam Bidang Pembekalan. Untuk mewujudkan Sinergitas antar stakeholder
Penyelenggara Penanggulangan Bencana maka TNI dapat menerapkan Teori Hubungan Sipil Militer. Dimana pada konteks ini TNI harus menjadi bagian dari pemerintah dalam hal
ini dibawah koordinasi BNPB. Sebagaimana teori hubungan sipil militer menyatakan bahwa “TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh
pemerintah”. Kepatuhan TNI ini selalu berpedoman pada Pancasila dan memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat demi tercapainya keberhasilan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
30
Pada konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana TNI Angkatan Laut harus dapat menyesuaikan dengan program dan kegiatan yang diatur oleh BNPB maupun
BPBD. Pada lingkup pembinaan pembekalan bantuan bencana, TNI harus dapat mendukung korban bencana secara optimal. Untuk optimalnya dukungan logistik TNI
melalui penggunaan unsur KRI dan personelnya maka harus ada kejelasan hubungan, kejelasan pelibatan, dan kejelasan kedudukan TNI apabila dibawah koordinasi BNPB
maupun BPBD. Peningkatan sinergitas antar stakeholder
Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang Pembekalan dapat dilakukan dengan cara
Pembentukan sarana koordinasi antara TNI AL dengan para stakeholder bencana, Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder, dan Peningkatan Ketahanlamaan Bekal
Unsur KRI dan Personelnya.
a. Pembentukan sarana koordinasi antara TNI AL dengan para
stakeholder bencana. Para stakeholder Penyelenggara penanggulangan
bencana yang terdiri dari BNPB, Basarnas, PMI, lembaga swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, dan para individu-individu sukarelawan harus dapat
digalang oleh TNI melalui sarana koordinasi dalam bentuk latihan-latihan sesuai kapasitas yang dimiliki TNI AL. pada konteks pembinaan pembekalan maka
30 Paket Intruksi. 2014. Hubungan Sipil dan Militer. Seskoal. Jakarta
koordinasi dalam bentuk latihan yang bisa diberikan kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dapat berupa:
1 Pengendalian Inventori materiil perbekalan bantuan bencana.
2 Pengelolaan gudang-gudang
3 Penomoran atau kodifikasi dan katalogisasi materiil bekal bantuan
bencana maupun peralatan yang digunakan pada saat penyelenggaraan penanggulangan bencana.
4 Pencatatan materiil perbekalan yang berasal dari perolehan lain yang
sah Koordinasi dan latihan bersama ini bertujuan agar para stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana memiliki pola tindak yang sama, TNI maupun BNPB dapat menyelenggarakan latihan penanggulangan bencana secara periodik dalam
pengelolaan materiil bekal bantuan bencana yang tersedia diluar TNI AL bersama dengan semua stakholder penyelenggara penanggulangan bencana.
31
b. Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder. Dukungan silang
merupakan dukungan logistik yang dilaksanakan antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam rangka penyelenggaraan logistik bantuan
bencana yang terpadu, dukungan silang ini dapat diatur oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh BNPB, dukungan silang merupakan salah satu kelanjutan dari
proses pembinaan pembekalan Logistik penanggulangan bencana. perencanaan penanggulangan bencana meliputi penentuan mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana serta melaksanakan alokasi tugas, kewenangan, dari sumber daya yang tersedia. Mekanisme kesiapan
diarahkan kepada kesiapan bekal bantuan penanggulangan bencana, dan alokasi tugas diarahkan kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan
bencana agar dapat memobilisasi bekal bantuan secara cepat, tepat, dan efektif, dalam hal ini Mabesal maupun Mabes Angkatan lainnya dapat mengaktualisasikan
dukungan silang antar stakeholder.
32
Selanjutnya pembinaan pembekalan pun mengatur tentang kegiatan untuk mengadakan koordinasi, dan sinkronisasi dengan
semua stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam semua kegiatan pengerahan dan penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana.
33
Tabel 5.2. Konsep Dukungan Silang Materiil Perbekalan
31 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19.
32 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor 4 huruf e. dan f. 33 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember
2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19.
antar stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
ASSET MABES TNI
BNPB LSMNGO
INDIVIDU MABES
TNI AD MABES
TNI AL MABES
TNI AU 1
2 3
4 5
6 7
PROVINSI KODAM
LANTAMAL LANUD A
BPBD PROV LSM PROV 1. Gudang
1. Gudang 1. Gudang
1. SDM 1. SDM
1. SDM 2. Perbekalan 2. Fas Labuh 2. Fas Udara
2. Alat 2. Alat
2. Alat 3. Alut
3. Perbekalan 3. Perbekalan 3. Logistik 3. Logistik
3. Logistik 4. Alut
4. Alut 4. Dana
4. Dana
KODYAKAB KOREM LANAL
LANUD B BPBD KOTA
LSM KOTA 1. Gudang
1. Gudang 1. Gudang
1. SDM 1. SDM
1. SDM 2. Perbekalan 2. Fas Labuh 2. Fas Udara
2. Alat 2. Logistik
2. Logistik 3. Alut
3. Perbekalan 3. Perbekalan 3. Logistik 3. Dana
3. Dana 4. Alut
4. Alut
Tabel 5.2. Meunjukan aset yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana baik di tingkat pusat maupun daerah
atau tingkat provinsi maupun kabupaten kota, untuk dapat mengoptimalkan penggunaan, pengelolaan, dan pengawasannya dalam mendukung
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana maka diperlukan landasan hukum untuk mengatur konsep ini.
c. Peningkatan Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan Personelnya. Konsep
hubungan koordinasi antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang Pembekalan yang tersinergi dengan baik, maka akan dapat
meningkatkan intensitas koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di setiap tahap, selanjutnya akan dapat mewujudkan dukungan silang antar
stakeholder penanggulangan bencana, dan dapat meningkatkan ketahanlamaan unsur KRI dan personelnya.
Koordinasi yang baik antar stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana akan dapat mengoptimalkan dukungan logistik yang diselengarakan oleh
TNI. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan penyelarasan kepada setiap pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan
penanggulangan bencana sesuai amanat Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor 6. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan
penyelarasan yang mendukung Komando Armada RI untuk meningkatkan
ketahanlamaan bekal unsur KRI dan personel pengawaknya, salah satu realisasinya adalah adanya Mou antara TNI Angkatan laut dengan Pertamina.
Kesepakan bersama ini sangat berguna untuk mendukung bekal ulang Unsur KRI saat melaksanakan tugas operasi di Laut, baik pada saat menuju daerah bencana
maupun pada saat di daerah bencana, Pertamina dapat menopang kebutuhan bahan bakar KRI setiap saat.
23. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut.
Penyelenggaraan pembinaan materiil pembekalan harus dapat memenuhi fungsi mobilisasi dan demobilisasi.
34
Mobilisasi dan demobilisasi bekal bantuan penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan cara:
1 Pengerahan dan penggelaran semua materiil bekal bantuan bencana di luar
TNI AL, mobilisasi ini diperlukan untuk menghadapi keadaan bencana dan darurat bahaya nasional.
2 Penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana yang telah dimobilisasi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
35
3 Menyiapkan berbagai skenario pengerahan yang dapat diproyeksikan dalam
keadaan penanggulangan bencana yang sebenarnya. Organisasi pembina materiil perbekalan tingkat Pangkalan dan tingkat Mabesal
merupakan suatu sistem yang terintegrasi, serasi dan seimbang dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia agar materiil perbekalan selalu dalam
kondisi siap untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana.
36
Keterintegrasian, keserasian dan keseimbangan yang mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di setiap wilayah dapat terwujud dengan mendorong pangkalan-pangkalan
Angkatan Laut untuk dapat memberdayakan aset maupun logistik yang berada di wilayahnya.
Pangkalan TNI Angkatan Laut harus melaksanakan pemberdayaan logistik kewilayahan, pemberdayaan ini untuk dapat mengakomodir hak masyarakat untuk
berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial, mereka
berkewajiban untuk menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta
34 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.
35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
36 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 6.
melakukan kegiatan penanggulangan bencana.
37
Individu-individu yang akan berperan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dapat diwadahi oleh TNI
Angkatan laut. individu-individu sukarelawan berpotensi untuk memberikan sejumlah dana maupun barang, maka TNI harus dapat mengakomodir hak masyarakat tersebut sesuai
aturan keuangan maupun perbendaharaan yang berlaku yaitu dianggap sebagai hibah. Terlebih lagi apabila ada negara donor atau NGO
38
yang akan memberikan bantuan. Salah satu wujud nyata yaitu membentuk MoU dengan Bank pemerintah dan pemerintah
daerah setempat untuk menerima dan mengelola dana Corporate social rensponse CSR alokasi bencana alam.
Agar dukungan materiil perbekalan dapat memenuhi kebutuhan dukungan pembekalan maka dapat menggunakan gudang persediaan daerah yang berkedudukan di
bawah kotama dan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut
39
dan dapat pula menggunakan gudang pemakaian yang berkedudukan di bawah satuan pemakai atau satuan kerja TNI
Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut ini telah mengatur bahwa gudang pemakai dapat melayani kebutuhan satuan pemakai dan perorangan sehingga sangat
mendukung tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana.
40
a. Pemberdayaan Logistik yang berasal dari Lembaga atau Individu
Pendonor yang ada di daerah atau wilayah. Salah satu wujud pembinaan
pembekalan di wilayah adalah diterbitkannya aturan Kasal tentang fungsi penyimpanan yaitu gudang pemakaian yang berkedudukan di bawah satuan
pemakai atau satuan kerja TNI Angkatan Laut. perwujudan pembinaan logistik wilayah yang baik yaitu dengan adanya suatu informasi yang menerangkan tentang
kondisi logistik yang berada di wilayahnya, informasi tersebut dapat berupa PetaData Logistik pangan dan nonpangan, PetaData Kebutuhan, PetaData
Personil, dan PetaData Peralatan.
b. Pengendalian inventori bekal bantuan yang berasal dari perolehan lain
yang sah. Untuk dapat mengakomodir hak masyarakat dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana maka dapat dilakukan fungsi pengendalian inventori
41
agar pembekalan dapat diselenggarakan secara efektif dan ekonomis. Dimana
37 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal 27 38 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 pasal 28 dan 29
39 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 13
40 Ibid. hal. 14. 41 Ibid. hal. 17.
bekal bantuan yang berasal dari perolehan lain yang sah
42
baik masyarakat maupun lembaga internasional akan dapat dijaga keseimbangannya antara
kebutuhan dan pemenuhannya. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1 Menetapkan jumlah aman safety stock persediaan bekal bantuan bencana
2 Mengamati laju pengeluaranpenggunaan persediaan bekal bantuan bencana
3 Memperimbangkan tenggang waktu penerimaan bekal bantuan bencana 4 Menetapkan titik penerimaan ulang bekal bantuan bencana
5 Menghitung jumlah persediaan bekal bantuan bencana sesuai komposisi
demografi wilayahnya. 6 Memperhatikan kapasitas penyimpanan bekal bantuan bencana
7 Mengetahui kemampuan sumber bekal bantuan bencana yang berasal dari masyarakat maupun lembaga internasional.
Selain pengendalian inventori, TNI AL dapat mengelola bekal yang berasal dari perolehan lain yang sah. Hal ini untuk dapat mengakomodir bekal bantuan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang berpola hibah yang berasal dari masyarakat, lembaga non pemerintah, dan pemerintah
43
maka dapat diterapkan aturan keuangan pengelolaan hibah. Hibah ini dapat berupa barang
maupun uang yang selanjutnya dapat dibuat sistem pembukuan materiil perbekalan dan dilaporkan secara berjenjang
44
kepada komando atas sehingga terwujud transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bekal bantuan
penanggulangan bencana.
c. Peningkatan kecepatan proses distribusi bekal bantuan di daerah
bencana. Pembinaan pembekalan tingkat kotama atau satuan kerja di pangkalan
harus mempertimbangkan penyederhanaan distribusi, penyebaran materiil berbekalan, kemudahan perolehan, lebih ekonomis dan memlihara serta
meningkatkan kekuasaan lapangan satuan kerja dan para prajurit di daerah.
45
Dalam konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui pemberdayaan logistik wilayah, maka pembinaan bekal bantuan bencana akan dapat mendukung
42 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah
43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 1 no.6.
44 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 31.
45 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal103XII2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 28.
kecepatan distribusi dan peyebarannya, kemudahan dalam memperoleh bekal bantuan, dan meningkatnya kemampuan prajurit dalam penguasaan daerah
bencana. Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang
terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan logistik wilayah, maka akan didapat banyaknya jenis pemberdayaan logistik yang berasal dari lembaga atau individu
pendonor yang ada di setiap daerah atau wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, hak masyarakat untuk memberikan bantuan bencana akan terakomodir,
dan akan mempercepat proses distribusi bekal bantuan di daerah bencana. Di sisi lain, Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang
terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan logistik wilayah, maka akan dapat mengurangi beban anggaran pemerintah pusat maupun daerah karena satuan
kerja TNI yang berada di daerah-daerah dapat mengelola dana yang berasal dari perolehan lain yang sah dan akan dialokasikan untuk penyelenggaraan bantuan
bencana. Gambar 5.3. Menunjukan Ilustrasi suatu konsep jaringan logistik
kewilayahan TNI Angkatan Laut. jaringan logistik wilayah ini bertujuan untuk dapat mendukung operasi militer yang dilaksanakan baik saat perang maupun selain
perang. Adapaun teknis sistem jaringan ini yaitu Lantamal-lantamal menerima informasi pembinaan pembekalan yang berada di wilayah Pangkalan Angkatan
Laut yang berada dibawah jajarannya masing-masing, Lantamal-lantamal akan melanjutkan informasi yang telah didapat dari jajarannya ke Komando Armada
diatasnya, dengan adanya jaringan ini maka Pusat Komando Pengendalian Mabesal akan dapat senantiasa memonitor kesiapan logistik pangkalan dalam
mendukung kesiapan operasinya.
Gambar 5.3. Ilustrasi konsep jaringan logistik kewilayahan TNI Angkatan Laut. Sumber: Hasil olahan sendiri
24. Konstribusi.