77 usaha penangkapan dengan alat tangkap pole and line dan purse seine layak dan
menguntungkan dan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan. Hasil rinciannya dapat dilihat pada tabel 24.
Tabel 24 Hasil analisis kriteria investasi perikanan tangkap di Kota Ternate
No Uraian
Pole and Line Purse Seine
1 Net Present Value NPV
97,551,404 48,443,757
2 Net Benefit Cost Net BC
5.23 2.08
3 Internal Rate of Return IRR
75,10 73,80
Sumber: Hasil olahan
Sentra produksi perikanan tangkap di Kota Ternate dipusatkan di kawasan Dufa-Dufa dan Bastiong. Ditempat ini juga terdapat TPI tempat Pelelangan
Ikan namun pelaksanaan pelelangan tidak pernah dilakukan ditempat ini. Justru nelayan menjual hasil tangkapannya kepada kapal kapal penampung yang sering
berlabuh di tengah laut dan kedua pihak mengadakan transaksi ditengah laut. Biasanya kapal-kapal penampung ini sering berlabuh sekitar 1 sampai 2 minggu
untuk menerima berbagai nelayan yang menjual hasil tangkapannya. Kemudian kapal penampung ini akan kembali ke wilayahnya masing-masing seperti
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, bahkan sampai ke kota Surabaya.
4.5 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Kota Ternate
Berbagai tahapan dan analisis untuk menentukan status keberlanjutan perikanan pelagis kecil di lokasi penelitian telah dilakukan, di antaranya: 1
analisis sumberdaya Schaefer, 1954 dan analisis bioekonomi Gordon Schaefer dengan metode Clark, Yoshimoto Pooley, 1992 CYP, 1992
Model produksi surplus, yaitu Schaefer 1954 dan CYP 1992 dalam pendugaan potensi lestari dilakukan untuk melihat kondisi sumberdaya secara akurat dan
obyektif sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kedua metode tersebut dapat dibandingkan metode mana yang lebih mendekati kondisi riil di lapangan agar
prinsip kehati-hatian betul-betul menjadi prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil.
Perhitungan parameter biologi, ekonomi maupun tekhnis terhadap data yang ada menghasilkan nilai-nilai yang diperlukan untuk analisa selanjutnya. Dari
data diatas menunjukkan hasil tangkapan maksimum lestari MSY pelagis kecil di Kota Ternate menurut Schaefer dimana telah terjadi overfishing sementara
78 dengan metode CYP, hasil perhitungan belum menunjukkan overfishing tetapi
telah sampai pada batas ambang pengelolaan. ini terlihat dari masing-masing nilai effort
untuk Schaefer 11150.435 triptahun dan CYP sebesar 15578.04 triptahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah kota Ternate laut Maluku
sudah terjadi fully exploited. Hal ini dikarenakan daerah tangkapan nelayan masih pada wilayah yang sempit dengan armada yang banyak dan effort yang lebih
besar. Ada beberapa alasan terjadinya gejala overfishing diantaranya : 1 produktifitas hasil tangkapan menurun, 2 terjadinya booming spesies tertentu, 3
penurunan ukuran ikan hasil tangkapan, 4 grafik penangkapan dalam satuan waktu berbentuk fluktuasi atau tidak menentu eractic, 5 penurunan produksi
secara nyata significant. Sementara produksi maksimum pada tingkat MEY tercapai sebelum
tingkat produksi maksimum lestari MSY. Dengan kata lain, jumlah upaya optimalnya juga berada dibawah jumlah upaya optimal yang diperlukan untuk
menghasilkan produksi sebesar maksimum lestari. Ini artinya, setiap upaya yang berada pada tingkat MSY adalah lebih efisien dibandingkan dengan upaya yang
ada pada tingkat MEY, sehingga rente ekonomi pada rezim MSY di Laut Maluku lebih besar dibandingkan dengan rente ekonomi pada rezim MEY.
Kondisi berbeda terjadi pada rezim pengelolaan yang bersifat akses terbuka open access,
dimana pertambahan upaya tidak akan berhenti kecuali dicapainya titik yang dikenal sebagai keseimbangan akses terbuka open access equilibrium.
Pada titik ini, jumlah penerimaan dari eksploitasi sumberdaya ikan akan sama besarnya dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
eksploitasi sumberdaya ikan total revenue = total cost. Dengan kata lain, rente ekonomi yang diperoleh pada rezim pengelolaan seperti ini adalah sama dengan
nol. Titik keseimbangan open access dalam perhitungan ini sangat ditentukan oleh sudut kurva biaya produksi terhadap sumbu horizontal. Dengan kata lain, biaya
yang dikeluarkan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan ini relatif besar, dan ini terjadi karena tingginya komponen biaya operasional dari biaya produksi secara
keseluruhan. Tingginya biaya operasional yang merupakan komponen terbesar dalam struktur biaya operasi penangkapan ikan, menjadikan sebagian nelayan
sulit untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari kegiatan penangkapan yang
79 dilakukan. Bahkan dalam beberapa kasus, nelayan terpaksa mengurangi trip
operasi penangkapannya dalam waktu-waktu tertentu karena pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan tidak lagi sebanding dengan biaya yang
harus dikeluarkan. Kondisi ini mengakibatkan semakin rendahnya pendapatan nelayan, dan pada akhirnya dapat bermuara pada menurunnya tingkat
kesejahteraan nelayan. Pada rezim pengelolaan yang bersifat akses terbuka perairan ini, nilai biomass hanya sebesar 5.491,05 ton dengan jumlah upaya
sebesar 27.782,03 trip. Tingkat upaya ini, menghasilkan produksi ikan sebesar 5357.96 ton
Gambar 20 Pengelolaan pelagis kecil berdasarkan rezim di kota Ternate
Perbandingan input aktual dibandingkan dengan input optimal pada rezim MEY adalah 95.88 dan output adalah 100 sedangkan pada rezim MSY adalah
94.75 dan output adalah 89. Sementara perbandingan input aktual terhadap input open access adalah 245.30 dan output adalah 49.90. Nilai persentasi
diatas 100 menunjukkan bahwa nilai aktual lebih besar dibandingkan dengan nilai optimal dan sebaliknya. Keadaan menunjukkan bahwa rata-rata
outputproduksi pada kondisi aktual lebih rendah dari kondisi pengelolaan OA
Effort trip MEY
AKTUAL
Rp. 89,9 M Rp. 90,9 M
ton
80 MEY,dan MSY, serta lebih tinggi dari kondisi open access. Hal ini menunjukkan
bahwa belum terjadi kelebihan tangkapan over harvested. Namun pada sisi inputeffort, perbandingan
rata-rata pada kondisi aktual dan rata-rata pada kondisi MEY dan MSY menunjukkan bahwa effort rata-rata pada kondisi aktual berada
pada posisi di atas kondisi MEY dan kondisi MSY 100. Rata-rata inputeffort aktual sudah melebihi dari kondisi inputeffort optimal MEY menandakan bahwa
telah mengalami economic overfishing sebesar 49.90 dan rata-rata inputeffort aktual sudah melebihi dari kondisi inputeffort optimal MSY menandakan bahwa
telah mengalami biological overfishing sebesar 49,90
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaan Perikanan Tangkap Wilayah Kota Ternate
4.1.1Rumah tangga perikanan RTPPenduduk nelayan
Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara tahun 2009, jumlah Rumah Tangga Perikanan RTP di Kota Ternate sebanyak 414
unit. Perkembangan jumlah RTP rata-rata per tahun di Kota Ternate dari tahun 2005 sampai 2009 menga
lami penurunan sebesar
2,67 yaitu dari sebesar 464 buah pada tahun 2005 menjadi 414 buah pada tahun 2009. Perkembangan jumlah
penduduk, RTP dan RT di Kota Ternate dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Perkembangan jumlah RTP dan jumlah kapal di Kota Ternate, 2005-2009
Rincian Tahun
Rata-rata perubahan
2005-2009 2005
2006 2007
2008 2009
RTP 464
474 471
466 414
2,67 Jumlah
kapal motor 293
303 298
297 240
4,44
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara tahun 2005–2009; BPS Kota Ternate 2006–2009.
Penurunan RTP ini disebabkan oleh adanya beberapa RTP yang mengalihkan pekerjaannya akibat kapalperahu dan alat tangkap yang mereka
gunakan telah mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berproduksi lagi. Tabel 9 juga memperlihatkan perbandingan antara perkembangan antara jumlah RTP
dan jumlah kapal yang beroperasi di Kota Ternate. Pada tahun 2009 tercatat jumlah RTP adalah sebesar 414 buah, sedangkan jumlah kapal yang beroperasi
adalah sebesar 240 buah. Dilihat dari perkembangan jumlah rata-rata per tahun, jumlah kapal dari tahun 2005-2009 mengalami penurunan sebesar 4,44, dan
hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan penurunan jumlah RTP rata-rata yang sebesar 2,67.
4.1.2 Armada Penangkapan
Perkembangan armada penangkapan ikan di Kota Ternate menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara dari tahun 2005–2009 dapat
dilihat pada Tabel 10. Secara keseluruhan jumlah jenis kapal penangkap ikan