c Gula dan poliol, sama seperti garam, gula mempengaruhi konformasi
protein melalui efek tidak langsung dari interaksi hidrofobik Arntfield, et al., 1990. Boye et al. 1996, mempelajari denaturasi
dan agregasi dari β-laktoglobulin dengan adanya konsentrasi tinggi
dari sukrosa dan glukosa menggunakan spektroskopi infrared. Hasilnya gula menstabilisasi sebagian denaturasi protein dan
menghambat agregasi protein. Dimana sukrosa memiliki efek lebih besar dibandingkan dengan glukosa.
B. KONSENTRAT SARI BUAH
Definisi konsentrat sari buah menurut Depkes 1998 adalah produk yang mengandung sari buah satu atau lebih jenis buah yang dipekatkan dengan
cara menghilangkan airnya sehingga diperoleh produk yang mempunyai padatan yang jumlahnya tidak kurang dari dua kali jumlah padatan sari buah.
Jumlah sari buah semula disaring atau tidak dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Proses pemekatan sari buah mengakibatkan komponen aroma yang volatil atau essence yang hilang dari sari buah. Hal ini memberi
ketidakseimbangan flavor sehingga setelah proses pemekatan komponen tersebut ditambahkan kembali pada konsentrat sari buah.
Produk sari buah dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu ready to drink
RTD dan concentrated frozen concentrated juicesFCJ. RTD adalah minuman sari buah yang bisa langsung dikonsumsi tanpa perlu
pengenceran lagi, sedangkan FCJ memerlukan pengenceran sebelum dikonsumsi. Macam-macam FCJ antara lain:
- FCJ dengan total padatan terlarut 65-66 °Brix yang merupakan standar untuk
produk sari buah. FCJ ini dikonsentrasikan sekitar 5.5 kali. - FCJ dengan total padatan terlarut 55
°Brix biasa digunakan untuk produk susu.
FCJ dijual dalam kondisi beku tapi pumpable atau pada kondisi ruang jika dikemas secara aseptik.
°Brix yang merupakan besaran total padatan terlarut pada FCJ digunakan untuk mendefinisikan berapa banyak sari buah siap
minum yang bisa direkonstitusi dari sejumlah tertentu konsentrat sari buah Tetra Pak, 1998. Suhu penyimpanan konsentrat sari buah pada suhu -8
°C sampai -10
°C, hal ini untuk mencegah reaksi pencoklatan non enzimatis Tetra Pak, 1998.
C. SUKROSA
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous, dan larut air Nicol,
1979. Rumus molekul sukrosa adalah C
12
H
22
O
11
. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari gula tebu atau gula bit dan didapat dalam bentuk gula pasir
atau sirup. Sukrosa mempunyai berat molekul 342,30 terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa merupakan senyawa gula yang paling disukai
Sudarmadji, 1982. Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena
fungsinya beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembantu cita rasa, bahan pengisi, pelarut, dan sebagai pembawa
trace element Nicol, 1979. Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis
memegang peranan penting karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan yaitu dengan menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan.
Rasa manis sukrosa bersifat murni karena tidak ada aftertaste yang merupakan cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa yang pertama.
Disamping itu sukrosa juga memperkuat cita rasa pada makanan, karena menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin atau melalui reaksi kimia seperti
karamelisasi. Sukrosa umum digunakan sebagai standar tingkat kemanisan bagi pemanis lainnya Nicol, 1979. Sukrosa merupakan pemanis karbohidrat
yang biasa digunakan dalam produk pangan cair dalam konsentrasi tinggi dan mengakibatkan peningkatan dalam densitas, kandungan energi, viskositas, dan
flavor.
D. BAHAN TAMBAHAN PANGAN