Kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, hal ini didasarkan pada perbedaan muatan antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada
pH tertentu perbedaan tersebut dapat mencapai nol atau terjadi keseimbangan. Hal ini dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH tersebut
protein memiliki daya tarik-menarik yang paling kuat antara sesamanya Lehninger, 1982. Adanya perubahan muatan pada protein menyebabkan
menurunnya daya tarik-menarik antara molekul protein sehingga molekul lebih mudah terurai. Semakin jauh perbedaannya dari titik isoelektrik
maka kelarutan protein semakin meningkat Lehninger, 1982. Kekentalan suatu protein dipengaruhi oleh diameter molekul protein
yang terdispersi. Diameter molekul protein dipengaruhi oleh karakteristik intrinsik molekul protein, interaksi antara protein dan pelarut yang
berpengaruh terhadap pembengkakan, serta interaksi protein-protein yang menentukan ukuran agregat molekul protein. Selain itu faktor lingkungan
juga mempengaruhi diameter molekul protein dengan mengubah karakteristik intrinsik molekul protein melalui proses pembukaan lipatan
atau unfolding. Faktor lingkungan itu diantaranya pH, kekuatan ion, dan suhu Cheftel et al. 1985.
Suhu berpengaruh terhadap kekentalan dispersi protein. Pemberian panas yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan kekentalan tetapi
kekentalannya akan meningkat setelah didinginkan Kinsella, 1979. Faktor lain yang juga mempengaruhi kekentalan larutan adalah konsentrasi
protein, dimana kekentalan protein meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya konsentrasi protein Shen, 1981. Meningkatnya konsentrasi
protein menyebabkan molekul protein yang terdispersi tidak lagi bebas dan interaksi protein-protein menjadi lebih dominan sehingga terjadi
peningkatan kekentalan Huang dan Kinsella, 1979.
2. Whey Protein Susu
Whey protein susu adalah campuran protein susu yang heterogen dan
merupakan 20 dari total fraksi protein susu, sedangkan 80 fraksi protein merupakan kasein. Fraksi whey protein merupakan fraksi protein
yang tetap larut ketika kasein terkoagulasi oleh enzim atau asam. Whey
protein susu terdiri beberapa bagian yaitu α-laktalbumin, β-laktoglobulin,
albumin, imunoglobulin, pecahan protease pepton, dan protein lainnya. α-laktalbumin adalah molekul yang memiliki 123 residu asam amino
dan 4 jembatan disulfide. Kandungan α-laktalbumin dalam whey protein
adalah 1.5 gl. β-laktoglobulin adalah molekul yang terdiri dari 9 β-sheet
dan 2 jembatan sulfida, kandungan β-laktoglobulin dalam whey protein
adalah 1.5 gl. Struktur β-laktoglobulin yang kompak membuatnya tahan
terhadap proteolisis oleh protease
Whey alami memiliki pH 3.9 dan memiliki berat kering 5.4 Von
Bockelman dan Bockelman, 1998. Komposisi produk whey dapat dilihat pada Lampiran 1.
Whey memiliki berbagai karakteristik fungsional sehingga sangat
potensial untuk dimanfaatkan bagi kesehatan tubuh. Kualitas nutrisi yang tinggi dari whey protein telah diketahui sejak lama, whey protein adalah
salah satu komponen dalam diet atlet untuk meningkatkan massa otot. Menurut Renner 1989, whey protein susu paling efektif dibandingkan
kasein dalam hal proteksi melawan kanker dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Salah satu studi di Australia pada tahun 1998, menyebutkan bahwa diet yang kaya akan whey protein memiliki efek yang signifikan dalam
menurunkan koloni tumor yang berkembang menjadi kanker pada tikus dibandingkan protein dari kasein, daging dan kedelai. Efek ini terkait
dengan konsentrasi glutathione yang secara signifikan meningkat Mazza, 1998. Dimana glutathione dalam WPC menurut Harper 2000
diperkirakan berfungsi sebagai antioksidan dan berperan dalam perbaikan DNA. Efek antikarsinogenik juga dilaporkan oleh Bounous et al 1991.
McIntosh et al. 1995 dalam Temelli et al. 2004 melaporkan bahwa whey
protein melalui induksi kimia secara signifikan mampu menurunkan koloni tumor pada kolon tikus. Selain itu diet kaya akan whey protein
menurunkan LDL Low Density Lipo-protein dan meningkatkan sistem imun.
Studi lainnya yang memperkuat hal tersebut adalah dengan ditemukan efek meningkatkan kekebalan tubuh dari whey protein terutama bila
dikombinasikan dengan whey fosfolipid. Dimana serum imunoglobulin IgM meningkat dua kali pada tikus yang diberi diet yang kaya akan whey
protein. Efek meningkatkan sistem imun dari whey protein terkait dengan penurunan kolesterol LDL yang merupakan kolesterol jahat dan
peningkatan produksi kolesistokinin yang berpengaruh pada peningkatan nafsu makan sehingga kekebalan tubuh akan meningkat Mazza, 1998.
Komponen-komponen dari whey protein masing-masing memiliki efek fisiologis bagi tubuh.
α-laktalbumin berperan dalam sintesa laktosa, dimana sintesa laktosa secara langsung dikontrol oleh
α-laktalbumin dibawah pengaruh hormonal. Konsentrasi laktosa susu secara langsung
terkait dengan konsentrasi α-laktalbumin. Laktosa berperan dalam tekanan
osmotik, sehingga pembentukannya harus dikontrol secara ketat dan hal itu merupakan fungsi fisiologi dari
α-laktalbumin. Selain itu α-laktalbumin sebagai protein pengikat kalsium atau metallo-protein dapat
mengikat satu kalsium per mol dalam satu bagian yang mengandung empat residu aspartat.
α-laktalbumin juga merupakan sumber triptofan yang penting untuk sel-sel saraf Renner, 1989.
α-laktalbumin bersama dengan laktoferin memiliki aktivitas bifidogenik karena dapat memacu pertumbuhan Bifidobacterium.
Laktoferin sendiri dapat mengikat kuat besi, sehingga memiliki fungsi untuk absorpsi besi dan proteksi terhadap penyakit.
β-laktoglobulin secara in vivo berperan sebagai pengikat retinol, karena bisa mengikat retinol pada bagian hidrofobiknya, melindunginya
dari oksidasi dan mengantarkan melewati lambung sampai ke usus halus, dimana retinol akan ditransfer ke retinol binding protein, yang memiliki
struktur sama dengan β-laktoglobulin Fox dan Sweeney, 1998.
β-laktoglobulin juga mengikat asam lemak dan menstimulasi lipolisis lipase dihambat oleh asam lemak bebas.
Penggunaan whey protein berkembang dengan pesat karena adanya produksi komersial Whey Protein Concentrates WPC dan Whey Protein
Isolate WPI. Sifat fungsional dari whey protein susu dapat
dikembangkan dari reaksi proteolisis terbatas. Proteolisis terbatas dari konsentrat protein whey mengurangi sifat emulsifikasi, meningkatkan
volume busa tetapi menurunkan stabilitas busa dan meningkatkan stabilitas panas Damodaran dan Paraf, 1997.
Proses-proses untuk menghasilkan WPC dan WPI adalah dengan menggunakan teknologi membran, elektrodialisa, kristalisasi, dan
kromatografi Smith, 2000. Teknologi membran dilakukan dengan cara mengalirkan whey cair menggunakan tekanan dari pompa, sedangkan
elektrodialisa menggunakan tekanan dari arus listrik. Sehingga cairan tersebut melalui membran, dimana molekul whey dapat melalui membran
disebut permeat sedangkan molekul lebih besar tidak dapat melaluinya disebut rententat.
Kristalisasi dilakukan dengan mengkonsentrasikan whey atau permeat dengan proses evaporasi kemudian laktosa dijenuhkan hingga mengkristal
saat permeat didinginkan. Sedangkan proses kromatografi menggunakan resin bermuatan untuk memisahkan protein dalam whey dengan komponen
lain. Aplikasi dari WPI dibandingkan dengan WPC masih kurang. Menurut
Nakai dan Modler 1996 hal ini dikarenakan sebagai berikut: -
biaya produksi WPI yang lebih mahal dibandingkan dengan WPC - kebanyakan WPC lebih mudah untuk dimanipulasikan guna memenuhi
fungsi-fungsi tertentu seperti defatted penghilangan lemak, demineralized
penghilangan mineral - rasio
α-laktalbumin dan
β-laktoglobulin yang dimodifikasi pada WPI
mengakibatkan ketidak konsistenan rasio protein dari isolat protein whey
.
3. Denaturasi Protein