2.  KBU Al-Ihsan Anggota  KBU  Al-Ihsan  sebanyak  150  orang  petani  manggis,  tetapi
hanya 75 petani yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor yang digerakkan oleh KBU Al-Ihsan ini. Petani manggis yang terlibat
dalam rantai pasok buah manggis terbagi menjadi 7 kelompok yang tersebar di beberapa  wilayah.  Masing-masing  kelompok  terdiri  dari  8  hingga  13  orang
petani manggis yang diketuai oleh seorang penanggung jawab kelompok Fasilitas yang dimiliki oleh KBU Al-Ihsan dalam menjalankan proses
bisnis  manggis  adalah  gudang  penampungan  buah  manggis,  gedung KBU  Al-Ihsan  yang  dapat  digunakan  untu  berbagai  kegiatan  pelatihan,
pertemuan, sortasi buah manggis, dll., dan sarana pengangkutan yang disewa dari  penyedia  jasa  angkutan.  Gudang  yang  berada  di  dekat  KBU  Al-Ihsan
dimanfaatkan  sebagai  tempat  penyimpanan  alat-alat  panen,  sprayer,  box plastik, dan penampungan buah manggis.
Petani  anggota  KBU  Al-Ihsan  telah  mendapatkan  bimbingan  dan pengarahan  dari  PKBT  IPB  dalam  teknologi  pasca  panen  teknologi
pengolahan  buah  manggis,  tetapi  teknologi  tersebut  belum  dimanfaatkan secara  optimal.  Para  petani  tersebut  telah  mencoba  mengolah  buah  manggis
yang  tidak  memenuhi  standar  kualitas  ekspor  menjadi  produk  olahan  yang memiliki nilai tambah. Pengolahan yang dilakukan antara lain pembuatan jus
manggis  dan  bubur  manggis  yang  dapat  diawetkan  di  dalam  freezer  hingga beberapa bulan lamanya untuk dimanfaatkan sarinya, tetapi kegiatan ini belum
dilaksanakan  secara  berkesinambungan  karena  mutu  hasilnya  masih  perlu diperbaiki agar dapat diterima oleh konsumen.
Sarana teknologi informasi juga belum diperhatikan secara serius oleh semua  pihak  yang  terlibat  dalam  rantai  pasok  buah  manggis  yang  dikelola
oleh  KBU  Al-Ihsan  di  Kabupaten  Bogor.  Teknologi  informasi  yang  dapat dimanfaatkan  untuk  mengetahui  harga  dan  permintaan  buah  manggis  secara
online dari  waktu  ke  waktu  belum  dimiliki  oleh  semua  pelaku  yang  terlibat
dalam  rantai  pasok  ini.  Kelancaran  arus  informasi  sebenarnya  sangat dibutuhkan untuk menciptakan transparansi yang lebih baik antara pihak yang
terlibat dalam rantai buah pasok manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor.
KBU  Al-Ihsan  masih  mengalami  kesulitan  untuk  memberikan kemudahan  dalam  hal  akses  permodalan  usaha  manggis  kepada  petani
manggis  anggotanya.  KBU  Al-Ihsan  harus  mampu  bersaing  dengan  para tengkulak yang memiliki kemampuan memberikan modal atau dana talangan
pemasaran  yang  lebih  besar.  Para  tengkulak  tersebut  memiliki  kemampuan memberikan modal karena didukung pula oleh eksportir lain. Walaupun akses
dana  yang  diberikan  lebih  besar,  sistem  pembayaran  yang  dilakukan  oleh tengkulak dalam pemasaran manggis masih seringkali merugikan petani.
Modal  yang  berasal  dari  unit  usaha  simpan  pinjam  KBU  Al-Ihsan merupakan dana  yang diperoleh  KBU Al-Ihsan dari kegiatan usaha, bantuan
dari  HPSP,  dan  dana  talangan  pemasaran  manggis  dari  eksportir.  Dana talangan  menjadi  hal  yang  utama  untuk  menjamin  agar  manggis  yang
dihasilkan  oleh  petani  disalurkan  kepada  pihak  KBU  Al-Ihsan  untuk dipasarkan ke PT Agung Mustika Selaras sebagai eksportir dalam rantai pasok
buah  manggis  tersebut.  Oleh  karena  itu,  kesinambungan  pasokan  buah manggis dari petani juga tergantung kepada ketersediaan dana talangan ini.
Pada  saat  merintis  rantai  pasok  buah  manggis  di  Kabupaten  Bogor, HPSP
merupakan  salah  satu  pihak  yang  mendorong  rantai  pasok  tersebut berkembang  melalui  bantuan  proyek  berupa  sarana  dan  prasarana  bisnis
manggis  serta  permodalan.  Melalui  proyek  peningkatan  produksi  manggis, HPSP
menyalurkan bantuan senilai Rp500 juta. Pada masa yang akan datang, KBU  Al-Ihsan  akan  mencoba  menjajaki  kerjasama  dengan  Bank  Jabar  atau
Bank  Bukopin  untuk  membantu  akses  permodalan  bisnis  manggis  di Kabupaten Bogor.
3.  Eksportir PT.  Agung  Mustika  Selaras  merupakan  eksportir  yang  terlibat  dalam
rantai  pasok  buah  manggis  di  Kabupaten  Bogor.  Bidang  usaha  utama perusahaan yang didirikan pada tahun 1985 ini adalah penjualan manggis dari
12  propinsi  di  Indonesia.  Semua  buah  manggis  diekspor  ke  Cina  dengan volume ekspor rata-rata 2000 ton per tahun.
PT.  Agung  Mustika  Selaras  memiliki  bangunan  seluas  2.000m
2
dengan  gudang  penampungan  buah  manggis  yang  dilengkapi  pendingin dengan  suhu  11-13
o
C  sehingga  mampu  menjaga  kesegaran  buah  manggis yang  akan  diekspor.  Pada  saat  ini,  PT.  Agung  Mustika  Selaras  mempunyai
14  ruangan  cold  storage  dengan  kapasitas  total  1.050-1.400  ton.  Teknologi penanganan  buah  manggis  untuk  ekspor  yang  dimiliki  oleh  PT.  Agung
Mustika  Selaras  ini  memegang  peranan  yang  sangat  penting  untuk  menjaga kualitas buah manggis.
Jumlah  sumberdaya  manusia  yang  terlibat  kegiatan  ekspor  buah  di PT.  Agung  Mustika  Selaras  mencapai  sekitar  100  orang.  Jumlah  tersebut
merupakan keseluruhan
sumberdaya manusia
yang bekerja
di PT Agung Mustika Selaras untuk kegiatan ekspor buah dari Indonesia.
5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR
5.1 Kinerja Rantai Pasok
Kinerja rantai  pasok merupakan ukuran kinerja  secara keseluruhan rantai pasok tersebut Chopra  Meindl 2007. Menurut Van der Vorst 2000, kinerja
rantai  pasok  merupakan  tingkat  kemampuan  rantai  pasok  tersebut  untuk memenuhi  kebutuhan  konsumen  dengan  mempertimbangkan  indikator  kinerja
kunci yang sesuai pada waktu dan biaya tertentu. 5.1.1 Indikator Kinerja Kunci
Indikator  kinerja  merupakan  kriteria  yang  dapat  digunakan  untuk mengevaluasi  kinerja  produk,  jasa,  dan  proses  produksi.  Indikator  kinerja  juga
merupakan  karakteristik  proses  operasional  yang  membandingkan  efisiensi danatau efektivitas sebuah sistem dengan norma atau target nilai Van der Vorst
2000.  Walaupun  indikator  kinerja  banyak  yang  dapat  digunakan  dalam  sebuah organisasi, hanya beberapa dimensi kritis yang memberikan kontribusi lebih dari
proporsional untuk keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut di pasar yang merupakan indikator kinerja kunci Christopher 1998.
Pada  saat  mengembangkan  kinerja  rantai  pasok  buah  manggis  yang dikelola  oleh  KBU  Al-Ihsan  di  Kabupaten  Bogor,  maka  perlu  dipertimbangkan
bahwa  kemitraan  antar  anggota  rantai  pasok  tersebut  belum  lama  terbentuk. Pengenalan sistem baru kepada anggota rantai biasanya memerlukan usaha khusus,
terutama  pengenalan  sistem  tesebut  kepada  petani  sebagai  salah  satu  anggota rantai pasok.
Kerumitan  yang  sering  dihadapi  oleh  anggota  rantai  pasok  adalah  tujuan setiap  anggota  rantai  pasok  yang  saling  bertentangan.  Masing-masing  anggota
rantai  pasok  memiliki  tujuan,  indikator  kinerja,  dan  kriteria  optimasi  yang berbeda. Hal ini tidak selalu memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rantai
pasok  secara  keseluruhan  karena  perbaikan  kinerja  pada  setiap  anggota  rantai pasok  kemungkinan  dapat  merugikan  anggota  lainnya  Wijnands    Ondersteijn
2006.  Oleh  karena  itu,  indikator  kinerja  utama  rantai  pasok  harus  diidentifikasi untuk  menentukan dimensi  kritis  yang memberikan kontribusi  bagi keberhasilan
rantai  secara  keseluruhan  dengan  mempertimbangkan  tujuan-tujuan  bersama rantai pasok tersebut.
Evaluasi  kinerja  rantai  pasok  buah  manggis  yang  dikelola  oleh  KBU Al-Ihsan  di  Kabupaten  Bogor  merupakan  pengambilan  keputusan  kriteria
majemuk.  Metode  fuzzy  Analytical  Hierarchy  Process  fuzzy  AHP  yang dikembangkan oleh Saaty 1981 dan Zadeh 1994 digunakan untuk melakukan
identifikasi  indikator  kinerja  kunci  rantai  pasok  tersebut.  Fuzzy  AHP  digunakan untuk  mengurangi  keraguan  dan  ketidakpastian  dalam  memutuskan  tingkat
kepentingan indikator kinerja oleh pengambil keputusan. Hirarki  identifikasi  indikator  kinerja  kunci  ditetapkan  sebelum  dilakukan
perbandingan  berpasangan  pada  fuzzy  AHP.  Perbandingan  elemen  pada  tiap tingkat  kemudian  dilakukan  oleh  para  pakar  menggunakan  perbandingan
berpasangan  untuk  memperkirakan  tingkat  kepentingan  relatifnya  terhadap elemen  pada  tingkat  lain  yang  terkait  secara  langung  dengan  tingkat  tersebut.
Pakar yang melakukan pembandingan ini adalah 12 orang yang mewakili anggota rantai  pasok  atau  orang  yang  mempunyai  keahlian  di  bidang  bisnis  manggis
kuesioner  untuk  mendapatkan  nilai  dari  para  pakar  ini  ditunjukkan  pada Lampiran  1.  Perbandingan  berpasangan  dibuat  menggunakan  skala  rasio.  Skala
yang digunakan adalah 9 Saaty 1989 yang menunjukkan penilaian pakar, yaitu sama  pentingnya,  sedikit  lebih  penting,  lebih  penting,  sangat  lebih  penting,  dan
sangat lebih penting sekali Hirarki  indikator  kinerja  kunci  diidentifikasi  berdasarkan  data  dan
informasi  yang  diperoleh  melalui  wawancara  dan  diskusi  dengan  pakar,  serta tinjauan  pustaka  ditunjukkan  pada  Gambar  10.  Indikator  kinerja  kunci
diidentifikasi  melalui  3  sudut  pandang,  yaitu  tujuan  rantai  pasok  merupakan gabungan  dari  tujuan  setiap  anggota  rantai  pasok,  atribut  kinerja,  dan  indikator
kinerja. Tujuan  rantai  pasok  secara  keseluruhan  ditetapkan  berdasarkan  hasil
diskusi partisipatif dengan para anggota rantai pasok, yaitu: 1.  Meningkatkan nilai tambah produk
2.  Meningkatkan akses pasar 3.  Meningkatkan efisiensi operasional
4.  Membangun kekuatan finansial 5.  Meningkatkan akses informasi
6.  Menurunkan risiko 7.  Kemitraan yang berkelanjutan
Tujuan rantai pasok tersebut dapat dicapai jika rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor meningkatkan kinerjanya.
Berdasarkan Supply-Chain Counci l’s SCOR, indikator kinerja kunci rantai pasok
mempunyai atribut sebagai berikut: 1.  Reliabilitas, yaitu kinerja rantai pasok dalam mengirimkan produk yang tepat
ke  tempat  yang  tepat  pada  waktu  yang  tepat  dalam  kondisi  yang  tepat,  dan kemasan  dalam  jumlah  yang  tepat  dengan  dokumentasi  yang  tepat  pada
pelanggan yang tepat. 2.  Responsiveness,  yaitu  kecepatan  rantai  pasok  dalam  memberikan  produk
kepada pelanggan. 3.  Agility,  yaitu  kecepatan  rantai  pasok  dalam  menanggapi  perubahan  pasar
untuk memperoleh atau mempertahankan keunggulan bersaing. 4.  Biaya, yaitu biaya yang terkait dengan pengoperasian rantai pasok.
5.  Pengelolaan aset, yaitu keefektifan organisasi dalam penegelolaan asset untuk mendukung pemenuhan permintaan.
Tingkat paling akhir hirarki  ini adalah indikator kinerja, yaitu: 1.  Indikator kinerja untuk reliabilitas:
a.  Pemenuhan pesanan secara sempurna, yaitu persentase pesanan yang dapat memenuhi  kinerja  pengiriman  dengan  dokumentasi  yang  lengkap  dan
akurat, serta tidak terdapat kerusakan pada pengiriman. b.  Kualitas  produk,  yaitu  sekumpulan  karakteristik  produk  yang  dapat
memberikan  sumbangan  terhadap  kemampuan  produk  tersebut  untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Kinerja Kunci Rantai Pasok
Membangun Kekuatan Finansial
0,200 Meningkatkan
Akses Informasi 0,176
Meningkatkan Efisiensi Operasional
0,147 Menurunkan Resiko
0,154 Meningkatkan
Akses Pasar 0,110
Kemitraan yang Berkelanjutan
0,088 Meningkatkan Nilai
Tambah Produk 0,125
Agility 0,157
Biaya 0,237
Responsiveness 0,161
Pengelolaan Aset 0,264
Reliabilitas 0,182
Kualitas Produk
0,333 Kualitas
Proses 0,333
Pemenuhan Pesanan
Secara Sempurna
0,333 Siklus Waktu
Pemenuhan Pesanan
0,739 Keterlambatan
Produk 0,261
Kemampuan Adaptasi
Rantai Pasok Hulu
0,224 Kemampuan
Adaptasi Rantai Pasok
Hilir 0,224
Fleksibilitas Rantai Pasok
Hulu 0,553
Biaya Distribusi
0,333 Biaya
Produk Terjual
0,333 Biaya
Produksi 0,333
Pengembalian Aset Tetap
0,333 Pengembalian
Modal Kerja 0,333
Siklus cash
to cash 0,333
Tujuan Analisis
Tujuan Rantai Pasok
Atribut Indikator Kinerja
Indikator Kinerja
Kunci
Bobot kepentingan hasil analisis dengan menggunakan metode Fuzzy AHP Gambar 10. Hirarki indikator kinerja kunci.
c.  Kualitas  proses,  yaitu  cara  suatu  produk  diproses  untuk  memenuhi persyaratan yang terkait dengan standar kualitas dan system sertifikasi.
2.  Indikator kinerja untuk responsiveness: a.  Siklus  waktu  pemenuhan  pesanan,  yaitu  rata
–  rata  waktu  siklus  aktual yang secara konsisten dicapai untuk memenuhi pesanan
b.  Keterlambatan produk, yaitu  rata-rata waktu pesanan diterima setelah due date
yang ditentukan 3.  Indikator kinerja untuk agility:
a.  Fleksibilitas  rantai  pasok  hulu,  yaitu  jumlah  hari  yang  dibutuhkan  untuk memenuhi  peningkatan  kuantitas  produk  yang  dikirim  sebesar  20  tanpa
direncanakan . b.  Kemampuan  adaptasi  rantai  pasok  hulu,  yaitu  maksimum  persentase
peningkatan    kuantitas  produk  yang  dikirim  yang  dapat  dicapai  selama lead time
. c.  Kemampuan  adaptasi  rantai  pasok  hilir,  yaitu  pengurangan  kuantitas
pasokan selama lead time tanpa persediaan atau biaya penalti. 4.  Indikator kinerja untuk biaya:
a.  Biaya  produksi,  yaitu  seluruh  biaya  atas  penggunaan  bahan  baku,  tenaga kerja, dan input lain dalam proses produksi.
b.  Biaya distribusi, yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen untuk memenuhi pesanan konsumen.
c.  Biaya produk terjual, seluruh biaya langsung untuk memproduksi produk yang terjual.
5.  Indikator kinerja untuk pengelolaan aset rantai pasok a.  Siklus waktu cash to cash, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak penanaman
modal hingga modal kembali kepada seluruh anggota rantai pasok setelah dibelanjakan untuk bahan baku.
b.  Pengembalian  aset  tetap,  yaitu  indikator  kinerja  yang  mengukur pengembalian  yang  diterima  oleh  satu  anggota  rantai  pasok  pada  modal
yang ditanamkan untuk aset tetap.