Manajemen Risiko Rantai Pasok

c. Proses pemilihan pemasok kriteria dan pemilihan pemasok. Boer et al. 2001 membagi proses pemilihan pemasok ke dalam 3 tahap, yaitu: Pembentukan pemilihan kriteria yang dapat dilakukan dengan metode interpretative structural modeling dan sistem pakar Penentuan pemasok yang disetujui yang dapat dilakukan dengan metode analisis clustering, data envelopment analysis, dan artificial intelligence Pemilihan akhir pemasok yang dapat dilakukan dengan metode model pembobotan linier, biaya total kepemilikan, model pemrograman matematis pemograman linier, goal programming, data envelopment analysis , dll, dan model simulasi. d. Alokasi pesanan ke pemasok. Setelah pemasok dipilih, maka pembeli harus menentukan cara untuk mengalokasikan kuantitas pesanan pada pemasok terpilih. Risiko pada alokasi pesanan ini diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu permintaan yang tidak pasti, kapasitas pemasok yang tidak pasti, lead time pemasok yang tidak pasti, dan biaya pemasok yang tidak pasti e. Kontrak pemasok. Jenis kontrak pemasok yang dikarakteristikkan berdasarkan aliran bahan dan aliran finansial sebagai berikut: Permintaan yang tidak pasti yang terdiri dari kontrak dengan harga borongan, kontrak pembelian kembali, kontrak pembagian pendapatan, dan kontrak berdasarkan kuantitas fleksibilitas kuantitas dan pemesanan minimum Harga yang tidak pasti. 2. Manajemen permintaan Pelaku dalam rantai pasok dapat melakukan koordinasi atau kolaborasi dengan mitra hilir untuk mempengaruhi permintaan dengan cara yang menguntungkan. Strategi manajemen permintaan digunakan untuk membentuk permintaan yang tidak pasti sehingga pelaku dalam rantai pasok dapat menggunakan pasokan yang tidak fleksibel untuk memenuhi permintaan yang dimodifikasi. Strategi manajemen permintaan dirancang untuk membangkitkan efek sebagai berikut: a. Menarik memindahkan permintaan ke waktu lain b. Menarik memindahkan permintaan ke pasar lain c. Menarik memindahkan permintaan ke produk lain yang dapat dilakukan dengan mekanisme substitusi produk dan membuat paket produk. 3. Manajemen produk Pelaku dalam rantai pasok dapat memodifikasi rancangan produk atau proses agar pasokan lebih mudah memenuhi permintaan. Strategi manajemen produk dapat dilakukan dengan cara: a. Penundaan proses yang diklasifikasikan berdasarkan cara pengoperasian dan peramalan permintaan sebagai berikut: Sistem make to order tanpa perbaruan peramalan Sistem make to stock tanpa perbaruan peramalan Sistem make to order dengan perbaruan peramalan Sistem make to stock dengan perbaruan peramalan. b. Pengurutan proses c. Substitusi produk. 4. Manajemen informasi Pelaku dalam rantai pasok dapat meningkatkan koordinasi atau kolaborasinya jika informasi yang tersedia pada setiap pelaku rantai pasok dapat diakses oleh mitranya. Manajemen informasi dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis produk, yaitu: a. Strategi manajemen informasi untuk pengelolaan produk fashion. Pengurangan simpangan baku permintaan selama lead time pengisian akan menghasilkan pengurangan persediaan untuk seluruh rantai pasok. Pengelolaan produk dengan siklus hidup yang pendek dan lead time pengisian yang pendek dapat membuat pengecer melakukan pemesanan lebih dari satu kali pesanan selama musim penjualan. Pada industri barang- barang fashion , jenis sistem pengisian ini disebut sistem “respon cepat”. b. Strategi manajemen informasi untuk pengelolaan produk fungsional. Dalam pengelolaan produk yang bersiklus hidup panjang, informasi pasar merupakan hal yang kritis untuk membangkitkan peramalan permintaan yang tepat. Karena pedagang besar, distributor, pengolah, dan pengecer semakin jauh dari pasar pelanggan, maka para pelaku pada rantai pasok tersebut biasanya tidak mempunyai informasi pasar pada tangan pertama, seperti data penjualan, preferensi pelanggan, serta tanggapan pelanggan pada berbagai strategi pemberian harga dan promosi. Mitra rantai pasok hulu biasanya membangkitkan peramalan permintaannya berdasarkan pada pesanan yang dilakukan oleh mitra hilir mereka. Perencanaan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh mitra hilir akan membentuk fenomena yang disebut dengan bullwhip effect, yaitu pesanan menunjukkan peningkatan variabilitas seluruh rantai pasok walaupun permintaan pelanggan stabil Stermann 1989. Strategi untuk mengatasi bullwhip effect, yaitu informasi bersama, persediaan pedagang yang dikelola, serta perencanaan peramalan dan pengisian secara bersama. Beberapa penelitian terkait dengan manajemen risiko rantai pasok telah dilakukan, antara lain oleh Aviv 2004, Cachon dan Lariviere 2005, Cheng dan Wu 2005, Chod dan Rudi 2005, Gaur et al. 2005, Gilbert 2005, serta Sahin dan Robinson 2005.

2.7 Nilai Tambah Rantai Pasok

Nilai tambah merupakan perbedaan antara biaya input dan nilai output. Nilai tambah sepanjang rantai pasok dapat berbentuk barang tangible yang ditambahkan dan jasa intangible yang dipasok Hines 2004. Nilai tambah merupakan semua tambahan nilai yang dibuat pada tahap produksi tertentu oleh faktor –faktor produksi, termasuk nilai tangible yang ditambahkan melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal, serta nilai intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual menggunakan aset pengetahuan dan hubungan pertukaran yaitu hubungan kerja sama yang dibangun. Menurut Hayami et al. 1987, nilai tambah tangible dipengaruhi oleh: 1. Faktor teknis, yaitu kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja 2. Faktor pasar, yaitu harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Nilai tambah tangible diperoleh melalui pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan. Beberapa penelitian yang terkait dengan nilai tambah dalam rantai pasok telah dilakukan, antara lain oleh Gurău 2004, Bates et al. 2006, Gloy dan Stephenson 2006, serta Clements dan Price 2007.

2.8 Pengembangan Rantai Pasok

Pengembangan rantai pasok mencakup keputusan yang sangat luas. Beberapa keputusan dalam pengembangan rantai pasok mempunyai karakteristik berefek jangka menengah hingga jangka panjang, mengandung risiko dan ketidakpastian sedang hingga tinggi, serta mempunyai konsekuensi yang relatif besar terhadap organisasi yang terlibat. Semini et al. 2005 mengklasifikasikan keputusan dalam pengembangan rantai pasok sebagai berikut: 1. Keputusan struktur. Keputusan struktur terkait dengan lokalisasi pabrik produksi, gudang, serta pemilihan pemasok dan penyedia jasa transportasi. Keputusan ini berupa: a. Lokalisasi fasilitas. Keputusan ini merupakan keputusan lokalisasi geografis fasilitas dan produksi. Beberapa aspek untuk pertimbangan adalah biaya, waktu, budaya, situasi politik, modal tenaga kerja, dan kapasitas produksi. b. Keputusan membuat atau membeli. Dalam keputusan ini, produksi milik perusahaan sendiri dan kompetensi inti dipertimbangkan dan dievaluasi kemudian dibandingkan dengan pertimbangan jika membeli dari pemasok khusus.