Manajemen Rantai Pasok Buah Manggis .1 Struktur Manajemen

Bogor terdapat 2 kontrak kerjasama, yaitu kontrak kerjasama antara petani dan KBU Al-Ihsan dan kontrak kerjasama antara KBU Al-Ihsan dengan eksportir. Kontrak kerjasama antara petani dan KBU Al-Ihsan didukung oleh HPSP dalam program peningkatan produktivitas manggis sebagai komoditas unggulan melalui pengelolaan kebun bersama. Kesepakatan kerjasama tersebut antara lain meliputi syarat petani sebagai peserta program, lingkup kegiatan, kriteria pohon, kewajiban petani dan ketua kelompok tani, alokasi pendanaan, modal untuk membayar pembelian buah manggis di muka, harga buah manggis, dan pengelolaan hasil panen. Kontrak kerjasama antara KBU Al-Ihsan dan eksportir didukung oleh PKBT IPB. Kontrak kerjasama tersebut juga ditandatangani oleh Kabupaten Bogor dan Direktur Jendral Hortikultura, Kementrian Pertanian. Kontrak kerjasama tersebut berisi tentang penerapan teknologi dan kemitraan usaha untuk meningkatkan daya saing dan ekspor buah manggis. Dalam kontrak kerjasama tersebut disepakati bahwa KBU Al-Ihsan akan memasok buah manggis kepada eksportir dengan jumlah, harga, dan kriteria yang disepakati bersama, eksportir akan melakukan penanganan pasca panen dan pemasaran buah manggis kualitas ekspor, serta PKBT IPB akan melakukan upaya peningkatan produksi buah manggis yang layak ekspor melalui penerapan teknologi dan penelitian pengembangan manggis. Kemitraan yang terjalin antara petani, KBU Al-Ihsan, eksportir, yang didukung oleh HPSP, PKBT IPB, serta pemerintah Kabupaten Bogor dan Diperta memberikan manfaat bagi petani berupa jaminan pasar buah manggis dengan harga yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Petani juga memperoleh tambahan pengetahun dalam mengelola kebun manggisnya sehingga buah manggis dapat dipanen dalam kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Selain petani, KBU Al-Ihsan juga memperoleh tambahan pengetahuan dari pembinaan HPSP dan PKBT IPB dalam mengelola dan mengembangkan bisnis manggis. Bagi eksportir, kemitraan ini dapat memberikan manfaat jaminan pasokan buah manggis dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan permintaan konsumen. Kemitraan ini juga memberikan manfaat bagi PKBT IPB dalam menerapkan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial sebuah lembaga penelitian serta membuka peluang untuk dapat melakukan penelitian dan pengembangan manggsi lebih lanjut.

4.2.4 Sistem Transaksi

Transaksi yang terjadi dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor ini meliputi transaksi pembelian sarana produksi pertanian dan transaksi penjualan buah manggis. Petani dapat membeli sarana produksinya di KBU Al-Ihsan dengan sistem yarnen dibayar panen, yaitu sarana produksi yang dibeli petani dibayar dengan hasil panen buah manggisnya. Sistem yarnen hanya berlaku bagi petani anggota KBU Al-Ihsan. Untuk transaksi pembelian buah manggis, KBU Al-Ihsan masih menerapkan cara yang dilakukan oleh para pemasok buah manggis untuk pasar lokal dan pengumpul, yaitu pembelian buah manggis dibayar sebagian di muka. Petani masih lebih memilih menjual buah manggisnya kepada pembeli yang sudah menjamin kepastian pendapatannya dengan cara membayar pembeliannya di muka walaupun harga pembeliannya rendah. Jika petani tidak menjual buah manggisnya ke KBU Al-Ihsan, maka kuantitas pasokan buah manggis ke eksportir akan berkurang. Oleh karena itu, KBU Al-Ihsan membayar di muka sebagian pembelian buah manggis dari petani. Hal ini menyebabkan KBU Al-Ihsan membutuhkan modal untuk sistem transaksi pembelian ini. Pada saat ini, KBU Al-Ihsan masih melakukan pendekatan kepada eksportir untuk memberikan modal ini dalam jumlah yang lebih besar demi kepentingan bersama. KBU Al-Ihsan melunasi pembayaran buah manggis yang dibeli dari petani secara tidak tunai. Pembayaran tersebut dilakukan setelah KBU Al-Ihsan mengirim buah manggis ke eksportir. Harga beli buah manggis dari petani ditentukan setelah KBU Al-Ihsan mengetahui harga beli buah manggis tersebut dari eksportir. Harga beli buah manggis ditetapkan eksportir berdasarkan proses sortasi dan grading yang dilakukan di tempat eksportir serta berdasarkan harga buah manggis di pasar ekspor. Eksportir membayar pembelian buah manggis dari KBU Al-Ihsan secara kontan. 4.3. Proses Pendukung Bisnis Rantai Pasok Buah Manggis 4.3.1 Layanan Dukungan Mitra, Perencanaan dan Penelitian Bersama Persaingan bisnis yang terjadi pada saat ini cenderung merupakan persaingan antar rantai pasok. Keberhasilan koordinasi, integrasi, dan pengelolaan proses bisnis pada seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor akan menentukan keberhasilan bersaing rantai pasok tersebut. Agar proses bisnis dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor dapat dilakukan secara efektif dan efisien, maka KBU Al-Ihsan sebagai penggerak rantai pasok ini memberikan beberapa pelayanan kepada petani anggotanya berupa penyuluhan yang didukung oleh Diperta dan PKBT IPB, pelatihan untuk peningkatan ketrampilan budidaya manggis dan pengelolaan bisnis manggis yang didukung oleh PKBT IPB dan HPSP, pelayanan pemberian informasi mengenai harga buah manggis di pasar ekspor yang didukung oleh eksportir, serta penyediaan sarana produksi pertanian untuk mengelola kebun manggis petani dan alat bantu panen. Berdasarkan permintan eksportir dan pengarahan dari PKBT IPB, target proses bisnis dan arah pelaksanaan untuk mencapainya ditetapkan bersama antara KBU Al-Ihsan dengan kelompok tani dan petaninya. Setiap 4 bulan, target dan pencapaiannya dievaluasi. Hasil evaluasi dilaporkan secara tertulis kepada semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor. PKBT IPB juga terus melakukan penelitian untuk perbaikan produksi secara kualitas dan kuantitas. Perkembangan budidaya dan bisnis manggis yang diperoleh dari PKBT IPB secara rutin diinformasikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis dalam pertemuan yang diadakan 1 kali dalam sebulan. 4.3.2 Jaminan Identitas Merek Pemberian label merek pada buah manggis dilakukan oleh eksportir.. Merek dagang buah manggis tersebut ditampilkan dalam bahasa mandarin yakni “Tung”. Hal tersebut dilakukan atas permintaan pembeli buah manggis yakni importir yang berasal dari negara Cina. Pada label produk manggis juga terdapat keterangan yang menyatakan bahwa produk tersebut berasal dari Indonesia dengan mencantumkan kalimat “origin from Indonesia”. Pencantuman negara produsen menjadi suatu bentuk tuntutan konsumen terhadap keamanan pangan dan sistem traceability rantai pasok manggis. Keterangan dalam label tersebut juga dapat menjadi suatu bentuk promosi bagi Indonesia untuk lebih dikenal lagi oleh masyarakat dunia sebagai negara produsen manggis. Identitas merek dalam rantai pasokan manggis menjadi sangat penting untuk produk buah manggis karena persepsi konsumen terhadap kualitas produk akan diasosiasikan kepada mereklabel yang tercantum.

4.3.3 Sistem Traceability

Sistem traceability diterapkan pada rantai pasok di Kabupaten Bogor dengan menggunakan kartu pengendali kegiatan pada kegiatan bisnisnya. Pencatatan kegiatan budidaya manggis hingga panen buah manggis dilakukan oleh ketua kelompok tani. Kegiatan yang dicatat adalah pemupukan tanggal pemupukan, nama kelompok tani, luas area yang diberi pupuk, jumlah pohon manggis yang diberi pupuk, usia pohon yang diberi pupuk, dosis dan jenis pupuk, dan orang yang bertanggung jawab pada proses pemupukan tersebut, pengendalian hama dan penyakit pada pohon manggis tanggal pengendalian, nama kelompok tani, jumlah pohon manggis yang ditangani, jenis hama dan penyakit, bagian pohon yang terserang hama dan penyakit, bahan dan dosis yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tersebut, dan orang yang bertangguna jawab melakukan kegiatan ini, serta pemanenan tanggal pemanenan, nama kelompok tani, jumlah pohon yang dipanen, kuantitas buah manggis hasil panen, penanganan buah manggis, dan orang yang bertanggung jawab pada kegiatan tersebut. Sistem traceability ini didukung dengan pendaftaran kebun manggis yang sudah memenuhi syarat sebagai kebun penghasil buah manggis untuk pasar ekspor oleh Dinas Pertanian sehingga penelusuran sumber masalah jika terjadi keluhan dari konsumen dapat lebih mudah dilakukan. Pencatatan kegiatan untuk sistem traceability juga dilakukan oleh pengelola KBU Al-Ihsan, yaitu pelatihan tanggal pelatihan, tempat pelatihan, jenis pelatihan, instansilembagaorang yang melatih, jumlah orang yang hadir dalam pelatihan, dan orang yang bertanggung jawab pada kegiatan tersebut, pelayanan terhadap petani dan kelompok tani tanggal pelayanan, jenis pelayanan, nama kelompok tanipetani yang dilayani, jumlah kelompok tanipetani yang dilayani, orang yang bertanggung jawab pada kegiatan ini, penjualan buah manggis tanggal penjualan, kelompok tani asal buah manggis, kuantitas buah manggis yang diterima dari petani, kuantitas buah manggis yang diterima oleh eksportir, kuantitas buah manggis yang dikembalikan oleh eksportir, hasil penjualan, dan orang yang bertanggung jawab pada kegiatan ini. Hasil pencatatan kegiatan rantai pasok diinformasikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok tersebut secara rutin.

4.3.4 Proses Membangun Kepercayaan Mitra

Kepercayaan antar mitra dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor dibangun melalui pertemuan yang dilakukan secara rutin dan dihadiri oleh wakil dari masing –masing pihak yang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mengevaluasi kegiatan bersama yang telah dilakukan dan target yang telah dicapai. Rencana kegiatan dan target berikutnya kemudian ditetapkan berdasarkan haril evaluasi tersebut. Dengan melakukan pertemuan secara rutin, perbedaan kepentingan antar mitra dalam proses bisnis buah manggis diharapkan dapat diperkecil. Persetujuan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak tertulis menunjukkan bahwa antar mitra dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor telah terbangun kepercayaan untuk melakukan proses bisnis secara bersama sesuai dengan rencana kegiatan dan target yang telah ditetapkan bersama, tetapi pelanggaran terhadap kontrak tersebut masih dimungkinkan terjadi karena kemitraan antar anggota dalam rantai pasok ini baru terbentuk sehingga setiap anggota rantai pasok masih perlu melakukan adaptasi dalam melakukan bisnis manggis ini.

4.4 Sumberdaya Rantai Pasok Buah Manggis

Sumberdaya yang dimiliki oleh masing – masing pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: 1. Petani dan Kelompok Tani Jumlah petani yang terlibat dalam rantai pasok manggis di Kabupaten Bogor sebanyak 75 orang. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga buruh tani yang seringkali dipekerjakan untuk kegiatan pemanenan buah manggis, pemupukan, sortasi hasil panen, dan penyiangan. Sumberdaya manusia yang dimanfaatkan dalam kegiatan pemeliharaan dan pemanenan buah biasanya merupakan anggota keluarga petani. Tenaga kerja yang dimanfaatkan tersebut diupah setiap hari sesuai dengan jam kerja yang dilakukan. Pemanfaatan tenaga kerja tersebut tergantung pada luas lahan manggis yang dibudidayakan serta metode budidaya yang diterapkan. Sebagian besar petani manggis 72 merupakan pemilik kebun manggis dengan luas kebun yang ditanami pohon manggis rata-rata 0,5 hektar dari seluruh luas kebun yang dimilikinya dengan luas rata-rata 1 hektar. Pohon manggis yang dibudidayakan di Kabupaten Bogor ini sebagian besar merupakan warisan yang sudah berusia lebih dari 25 tahun dan budidayanya belum dilakukan secara intensif. Setiap petani rata-rata memiliki 100 pohon manggis produktif. Modal yang digunakan petani manggis yang menjadi anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan modal sendiri serta modal yang berasal dari pinjaman. Pinjaman modal diperoleh anggota dari unit usaha simpan pinjam yang dimiliki oleh KBU Al-Ihsan atau Bank. Dalam melakukan budidaya manggis, hanya 28 petani yang melaksanakannya sesuai dengan pedoman GAP . Para petani manggis tersebut juga belum dapat memaksimalkan potensi sumberdaya alam untuk menghasilkan bibit pohon manggis yang unggul dan bersertifikat. Secara umum, peluang pengembangan kebun manggis di Kabupaten Bogor adalah seluas 1.238 hektar, tetapi pengembangan manggis secara luas membutuhkan teknologi dan biaya yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan kondisi kepemilikan kebun manggis yang terbatas serta kondisi sebagian lahan di Kabupaten Bogor yang rentan terhadap bahaya erosi dan pH tanah yang rendah sehingga memerlukan biaya tinggi untuk perbaikan pH tanah dan atau pembuatan teras. Potensi pengembangan area kebun manggis di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 10. Dukungan sarana dan prasarana untuk bisnis manggis di Kabupaten Bogor pada umumnya cukup memadai. Dalam satu kecamatan terdapat paling tidak satu pasar lokal untuk pemasaran buah manggis, pembelian pupuk dan sarana pra panen lainnya. Dukungan infrastruktur jalan bagi sarana transportasi di Kabupaten Bogor sebagian besar dalam kondisi rusak, tetapi masih dapat dilalui kendaraan roda empat. Sarana prapanen yang dimiliki oleh para petani manggis dan kelompoknya di Kabupaten Bogor di antaranya adalah traktor, cangkul, pompa, dan fogger sprayer, sedangkan sarana panen dan pasca panen yang dimiliki petani pada umumnya adalah karung plastik, pikulan, keranjang bambu, galah pasca panen, timbangan dan box plastik. Sarana dan prasarana bisnis manggis di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 10 Potensi pengembangan kebun manggis di Kabupaten Bogor No Kecamatan Luas Wilayah hektar Potensi Hortikultura hektar Pengusahaan Lahan hektar Peluang Pengembangan hektar 1 Jasinga 13.733 6.931 100 50 2 Cigudeg 8.869 1.857 185 312 3 Sukajaya 10.997 5.176 9 220 4 Leuwiliang 6.645 2.200 338 200 5 Leuwisadeng 4.013 1.807 190 216 6 Nanggung 7.977 2.938 85 60 7 Sukamakmur 9.669 4.003 191 180 Jumlah 61.903 24.372 1.098 1.238 Sumber : Profil Manggis Kabupaten Bogor 2007 Tabel 11 Sarana dan rasarana bisnis manggis di Kabupaten Bogor Kecamatan Sarana Prapanen Sarana Panen dan Pasca Panen Traktor unit Cangkul unit Pompa unit Sprayer unit Box plastik unit Galah unit Timbangan unit Jasinga 6 260 - 9 20 4 2 Cigudeg 8 200 - 10 - - - Sukajaya 3 200 - 20 - - - Leuwiliang - 4.050 - 4 10 12 5 Leuwisadeng 3 2.450 2 4 20 4 2 Nanggung 1 200 - 3 - - - Sukamakmur 6 340 2 54 - - - Sumber : Profil Manggis Kabupaten Bogor 2007 2. KBU Al-Ihsan Anggota KBU Al-Ihsan sebanyak 150 orang petani manggis, tetapi hanya 75 petani yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor yang digerakkan oleh KBU Al-Ihsan ini. Petani manggis yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis terbagi menjadi 7 kelompok yang tersebar di beberapa wilayah. Masing-masing kelompok terdiri dari 8 hingga 13 orang petani manggis yang diketuai oleh seorang penanggung jawab kelompok Fasilitas yang dimiliki oleh KBU Al-Ihsan dalam menjalankan proses bisnis manggis adalah gudang penampungan buah manggis, gedung KBU Al-Ihsan yang dapat digunakan untu berbagai kegiatan pelatihan, pertemuan, sortasi buah manggis, dll., dan sarana pengangkutan yang disewa dari penyedia jasa angkutan. Gudang yang berada di dekat KBU Al-Ihsan dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan alat-alat panen, sprayer, box plastik, dan penampungan buah manggis. Petani anggota KBU Al-Ihsan telah mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari PKBT IPB dalam teknologi pasca panen teknologi pengolahan buah manggis, tetapi teknologi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Para petani tersebut telah mencoba mengolah buah manggis yang tidak memenuhi standar kualitas ekspor menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah. Pengolahan yang dilakukan antara lain pembuatan jus manggis dan bubur manggis yang dapat diawetkan di dalam freezer hingga beberapa bulan lamanya untuk dimanfaatkan sarinya, tetapi kegiatan ini belum dilaksanakan secara berkesinambungan karena mutu hasilnya masih perlu diperbaiki agar dapat diterima oleh konsumen. Sarana teknologi informasi juga belum diperhatikan secara serius oleh semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui harga dan permintaan buah manggis secara online dari waktu ke waktu belum dimiliki oleh semua pelaku yang terlibat dalam rantai pasok ini. Kelancaran arus informasi sebenarnya sangat dibutuhkan untuk menciptakan transparansi yang lebih baik antara pihak yang