panen, sedangkan pelaku yang berperan sebagai pembeli buah manggis dari petani dapat melakukan koordinasi dengan pelaku dalam rantai pasok di
daerah lain berdasarkan informasi pasokan, harga, dan permintaan. Agar kinerja rantai pasok buah manggis dapat ditingkatkan, maka rantai
pasok harus dikelola dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci dan risiko pada rantai pasok tersebut, serta mempertimbangkan nilai tambah yang adil
bagi seluruh pelaku dalam rantai pasok tersebut.
1. 2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah 1. Melakukan analisis kinerja kondisi rantai pasok buah manggis pada saat ini
2. Menyusun pengembangan
rantai pasok
buah manggis
dengan mempertimbangkan kinerja, risiko, dan nilai tambah
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah: 1. Menghasilkan perencanaan pengembangan rantai pasok buah manggis sebagai
alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok tersebut sehingga diharapkan rantai pasok tersebut akan berkesinambungan
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen rantai pasok buah tropis.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Rantai pasok produk pertanian yang diteliti adalah rantai pasok buah manggis
di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 2. Rantai pasok yang diteliti hanya rantai pasok buah manggis segar untuk pasar
ekspor. 3. Rantai pasok yang diteliti adalah dari pemasok awal petani hingga eksportir
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Tropis di Indonesia
Buah tropis di Indonesia merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agroindustri.
Pengelolaan usahatani buah tropis sebagai usaha agroindustri dapat meningkatkan pendapatan petani karena nilai ekonomi buah tropis yang tinggi. Buah tropis
sebagai komoditas hortikultura pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela, tanaman pekarangan, dan kebun.
Pada saat ini, pembangunan agroindustri komoditas buah tropis pada berbagai sentra produksi hampir di seluruh propinsi Indonesia telah mempunyai
fasilitas melalui berbagai program dan kegiatan dengan dukungan dana dari APBN, APBD propinsi dan kabupatenkota atau dukungan dana dari
masyarakat petani dan swasta. Pelaksanaan pengembangan buah tropis sebagai produk hortikultura juga telah didukung dengan kegiatan dari berbagai institusi di
dalam lingkup dan di luar lingkup Kementrian Pertanian. Kegiatan dan pendanaan pembangunan hortikultura telah dilakukan untuk pengembangan budidaya dan
penerapan teknologi, pemberdayaan kelembagaan petani, penguatan modal usaha, fasilitas promosi investasi dan produk, serta fasilitasi kerjasama dan kemitraan
usaha antar produsen dan pelaku usaha di sentra produksi dan sentra pemasaran. Ketersediaan komoditas hortikultura dapat diukur dari ketersediaan produk
per kapita, yaitu angka yang menunjukkan tingkat konsumsi penduduk yang telah memperhitungkan kuantitas produksi, jumlah penduduk, tambahan dari impor dan
pengurangan akibat ekspor serta pengurangan untuk keperluan bibit dan pakan ternak. Ketersediaan buah per kapita meningkat 3,47 dari 72,93 kgth pada
tahun 2007 menjadi 75,46 kgth pada tahun 2008. Peningkatan ketersediaan ini sangat berkaitan dengan upaya peningkatan produksi dan kualitas produk yang
telah dilakukan selama ini Direktorat Jenderal Hortikultura 2009. Secara keseluruhan, luas panen buah tropis di Indonesia menunjukkan
adanya peningkatan, yaitu 756.766 hektar pada tahun 2007 dan 811.408 hektar pada tahun 2008. Secara kuantitas, peningkatan produksi tanaman buah pada
tahun 2008 cukup besar, yaitu 1.124.626 ton. Dalam perdagangan internasional,
impor produk tidak dapat dihindari walaupun terjadi peningkatan produksi nasional. Jika neraca ekspor impor bernilai positif volume dan nilainya, maka
pasar luar negeri dan devisa dapat meningkat. Indonesia termasuk kelompok negara net-importir buah sebagian dalam bentuk produk olahan, tetapi impor
buah Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan produksi nasional, yaitu hanya 3,5.pada tahun 2010 Antara 2011
Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor hortikultura
terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto PDB. Rata-rata peningkatan PDB nasional hortikultura sebesar 10 pada
tahun 2008. Peningkatan ini terjadi karena produksi di berbagai sentra peningkatan dan luas areal panen mengalami peningkatan serta nilai ekonomi
produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya Direktorat Jenderal Hortukultura 2009.
Pada sektor pertanian, PDB sub-sektor hortikultura menempati urutan kedua terbesar setelah PDB sub-sektor perkebunan. Pada tahun 2008 nilai PDB
hortikultura sebesar Rp 80.292 milyar, sedangkan nilai PDB komoditas perkebunan sebesar Rp 106.186 milyar, nilai PDB peternakan dan hasil-hasilnya
Rp 82.835 milyar, serta PDB sub-sektor pertanian lainnya Rp 267.550 milyar. Dilihat dari pendapatan nasional, konstribusi hortikultura pada pembentukan PDB
memperlihatkan kecenderungan meningkat, baik pada keseluruhan PDB hortikultura maupun pada PDB kelompok komoditas hortikultura. Pada
tahun 2005, PDB hortikultura sebesar Rp 61,79 trilyun naik menjadi Rp 89,057 trilyun pada tahun 2009. Dari penyerapan tenaga kerja, sub-sektor hortikultura
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.901.900 orang pada tahun 2005 dan menunjukkan kecenderungan peningkatan selama 5 tahun hingga tenaga kerja
yang terserap sebanyak 3.777.857 orang pada tahun 2008 Direktorat Jenderal Hortukultura 2009.
2.2 Manggis
Buah manggis Garcinia mangoestana L merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Permintaan ekspor buah manggis dari Indonesia sampai