Partisipasi PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

33 f. Sarana berkomunikasi antar anggota msyarakat. Negara, sebagai suatu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga- lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan swasta yang bergerak di berbagai sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat, namun demikian sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kewajiban sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat society terdiri dari individual maupun kelompok baik yang terorganisasi maupun tidak yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat , organisasi profesi dan lain-lain.

1.5.1.4. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Kunci utama memahami Good Governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip Good Governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip Good Governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini: Dalam situs http:www.goodgovernance-or.id UNDP mengemukakan 10 buah prinsip Good Governance, yaitu:

1. Partisipasi

Partisipasi merupakan aspek yang penting dalam mewujudkan Good Governance sebab Good Governance tidak dimaksudkan memberikan Universitas Sumatera Utara 34 kewenangan hanya kepada pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, tetapi lebih dari itu harus memperkuat peran dan kedudukan warga masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kesetaraan politik antara warga dengan pemerintah ini penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena setiap orang sejatinya memiliki hak yang sama dalam hukum dan politik. Artinya, setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk mempengaruhi setiap kebijakan berdasarkan kepada preferensinya dan juga kepentinganya, menurut rambu-rambu yang telah disepakati dalam berbagai peraturan perUndang-Undangan. Masyarakat harus memiliki kesempatan ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan yang ada, mulai pemeriksaan awal masalah, daftar pemecahan yang mungkin diambil, pemilihan satu kemungkinan tindakan, mengorganisasikan pelaksanaan, evaluasi dalam tahap pelaksanaan, hingga memperdebatkan mutu dari mobilisasi atau organisasi lebih lanjut Goulet dalam Prasojo, 2007:3. Prinsip partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan Universitas Sumatera Utara 35 penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral. Partisipasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga wilayah pengambilan keputusan yaitu dalam praktek operasional, keputusan anggaran dan pembuatan kebijakan Burns, Hambleton, dan Hogget, dalam Prasojo 2007:5. Tiga wilayah keputusan tersebut pada dasarnya memiliki keterkaitan yang erat mengingat tujuan strategis tertentu yang harus diambil pada tingkatan pembuatan kebijakan membutuhkan keputusan pada tingkatan anggaran dalam membiayai praktek operasional. Jadi kekuasaan warga pada praktek operasional membutuhkan kekuasaan dalam menentukan anggaran. Kekuasaan warga dalam seluruh wilayah pengambilan keputusan ini sangat menentukan bagi derajat partisipasi yang terjadi di suatu pemerintahan. Berdasarkan ketiga wilayah pengambilan keputusan ini maka partisipasi warga dapat dibagi kedalam beberapa leveltingkatan mulai dari sekedar memberikan infomasi, konsultasi, kemitraan, sampai pada level kendali warga. Menurut Yeremias 2007 partisipasi sangat diperlukan dalam rangka demokrasi. Untuk Indonesia yang sudah menerima ideologi demokrasi, maka partisipasi harus diterima dan dipraktekkan dalam sistem politik, administrasi pemerintahan dan dalam proses pengambilan Universitas Sumatera Utara 36 keputusan publik. Partisipasi harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kepemerintahan. Secara teoritis, partisipasi memberi pengaruh positif terhadap kinerja pencapaian hasil dan kepuasan. Artinya semakin menggunakan atau mempraktekkan partisipasi, maka semakin meningkat kinerja atau pencapaian hasil serta kepuasan. Partisipasi juga penting dalam rangka membangun public trust Wang Wart dalam Yeremias, 2007. Kalau masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi maka mereka merasa bahwa pemerintah tidak menipu mereka, pemerintah dekat dengan mereka, pemerintah dapat dipercaya. Sementara itu, kepentingan mereka mendapatkan perhatian dalam kesempatan itu karena mereka diberi keleluasaan untuk menyampaikan berbagai pendapat, keluhan, dsb. Partisipasi juga diperlukan untuk kepentingan masyarakat sendiri agar masyarakat dapat belajar sesuatu yang baru learning process dan juga bisa mendapatkan keterampilan gain skills, dan juga untuk pemerintah partisipasi diperlukan untuk dapat meyakinkan masyarakat, membangun trus, mengurangi kegelisahan, membangun strategic alliances, memperoleh legitimasi gain legitimacy. Tapi permasalah terkait konsep partisipasi adalah konsep partisipasi itu sendiri juga masih menjadi masalah, karena memiliki arti yang variatif, sebagaimana disampaikan oleh Arnstein dalam Yeremias:2007: mulai dari manipulation, therapy, informing, consultation, placation, partnership, delegated dan citizen control. Dalam kenyataannya, banyak yang melakukan bentuk manipulatif tapi telah Universitas Sumatera Utara 37 mengklaim sebagai partisipasi. Menurut Arnstein dalam Suhirman, 2007, salah satu cara untuk memahami partisipasi adalah dengan menggunakan “tangga partisipasi”. Tangga partisipasi memperlihatkan relasi antara warga dengan pemerintah dalam formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik. 1. Manipulasi, pemerintah memberikan informasi, dalam banyak hal berupa informasi dan kepercayaan yang keliru kepada warga. Dalam beberapa hal pemerintah melakukan mobilisasi warga yang mendukungdibuat mendukung keputusannya untuk menunjukkan bahwa kebijakannya populer memperoleh dukungan. 2. Penentraman, pemerintah memberikan informasi dengan tujuan agar warga tidak memberikan perlawanan atas kepatuhan yang telah ditetapkan. Pemberian informasi sering kali didukung oleh pengerahan kekuatan baik hukum maupun psikologis. 3. Sosialisasi, pemerintah memberikan informasi mengenai keputusan yang telah dibuat dan mengajak warga untuk melaksanakan keputusan tersebut. 4. Konsultasi, pemerintah meminta saran dan kritik dari masyarakat sebelum suatu keputuasan ditetapkan. 5. Kemitraan, masyarakat dilibatkan untuk merancang dan mengambil keputusan bersama dengan pemerintah. 6. Pendelegasian kekuasaan, pemerintah mendelegasikan keputusan untuk ditetapkan oleh warga. 7. Pengawasan oleh warga, warga memiliki kekuasaan mengawasi secara langsung keputusan yang telah diambil dan menolak pelaksanaan keputusan yang bertentangan dengan tujuan yang tekah ditetapkan. Dalam tangga partisipasi, para praktisi umumnya menerima konsep bahwa manipulasi pada dasarnya bukanlah partisipasi. Penentraman, informasi dan konsultasi pada dasarnya adalah bentuk lain dari tokensime yaitu kebijakan sekedarnya berupa upaya superfisial dangkal, pada permukaan atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Sedangkan kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan oleh warga diterima sebagai wujud dari kekuasaan dan partisipasi warga. Universitas Sumatera Utara 38

2. Penegakan Hukum Rule of Law