TUJUAN PENELITIAN MANFAAT PENELITIAN Menyediakan public service dan accountable; Mempengaruhi kebijakan publik; c. Sebagai sarana check and balances pemerintah; DEFENISI KONSEP

26 Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Binjai? 2. Bagaimana Implikasi Tata Pemerintahan Yang Baik Good Governance Terhadap Efektivitas Perencanaan Pembangunan Pada Kota Binjai?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Bagaimanakah Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang BaikGood Governance Transparansi, Partisipasi Pada Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Binjai? 2. Untuk mengetahui Bagaimana Implikasi Tata Pemerintahan Yang BaikGood Governance Terhadap Efektivitas Perencanaan Pembangunan Pada Kota Binjai.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi FISIP USU : Hasil penelitian ini dapat disumbangkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Ilmu Administrasi Negara. 2. Bagi penulis : Penulis dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat di bangku kuliah di lapangan 3. Bagi pemerintah : Dapat memberikan masukan kepada pemerintah Kota Binjai mengenai bagaimanakah implikasi Good Governance terhadap efektivitas perencanaan pembangunan. 1.5 KERANGKA TEORI 1.5.1 GOOD GOVERNANCE 1.5.1.1 PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE Universitas Sumatera Utara 27 Tata kepemerintahan yang baik Good Governance merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa yang lalu, konsep Good Governance ini lebih dekat dipergunakan dalam Reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan menciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi Thoha, 2004: 61. Sejumlah perspektif muncul dari paradigma baru ini dan mendorong ramainya diskusi dan perdebatan di arena politik dan akademisi. Di antara perspektif yang berkaitan dengan struktur pemerintahan yang timbul antara lain Thoha, 2004: 62: 1. Hubungan antara pemerintah dengan pasar. 2. Hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. 3. Hubungan antara pemerintah dengan organisasi voluntary dan sektor privat. 4. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih politisi dan pejabat- pejabat yang diangkat pejabat birokrat. 5. Hubungan antara lembaga pemerintahan daerah dengan penduduk perKotaan dan pedesaan. 6. Hubungan antara Legislatif dan Eksekutif. 7. Hubungan pemerintah nasional dengan lembaga-lembaga internasional. Untuk membahas lebih lanjut mengenai Good Governance perlu diketahui Universitas Sumatera Utara 28 terlebih dahulu pengertian dari Good Governance. Di dalam bahasa Indonesia Good Governance diterjemahkan secara berbeda-beda. Ada yang menerjemahkan Good Governance sebagai Tata Pemerintahan Yang Baik. Ada juga yang menerjemahkan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Akan tetapi ada pula yang menerjemahkan Good Governance sebagai pemerintahan yang amanah. Jika Good Governance diterjemahkan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, maka Good Governance dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan secara partisipatif, efektif, jujur, adil, transparan dan bertanggungjawab kepada semua level pemerintahan Menurut Saifuddin, penyelenggaraan pemerintahan yang baik Good Governance dapat diartikan sebagai suatu mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif secara adil. Oleh karena itu, Good Governance akan tercipta manakala di antara unsur-unsur Negara dan institusi kemasyarakatan ormas, LSM, pers, lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain memiliki keseimbangan dalam proses checks and balances dan tidak boleh satupun di antara mereka yang memiliki kontrol absolut. http:www.goodgovernance-bappenas.go.id Sedangkan United Nations Development Programme UNDP merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah- masalah sosialnya UNDP dalam Thoha, 2004:62 Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk Universitas Sumatera Utara 29 pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnyapelaksanaan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengatur urusan Negara pada semua tingkatan. Dengan demikian jelas sekali, kemampuan suatu Negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi komersial dan civil society. Sedangkan World Bank mendefenisikan Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Eko dalam situs http:ekopadang.wordpress.com20070629 Berdasarkan pengertian-pengertian Good Governance yang telah di paparkan di atas, secara umum dapat dikatakan Good Governance menunjuk pada proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik suatu Negara dan pendayagunaan sumber daya alam, keuangan dan manusia menurut kepentingan semua pihak dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.

1.5.1.2 SEJARAH KEMUNCULAN KONSEP GOOD GOVERNANCE

Membicarakan Good Governance tak bisa dilepaskan dari konteks perbincangan mengenai politik dan paradigma pembangunan yang berkembang di dunia. Bila diteliti, penyebutan Good Governance dalam diskursus soal Universitas Sumatera Utara 30 pembangunan belum lebih dari dua dekade. Diduga, Good Governance pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1991 dalam sebuah resolusi dari The Council of the European Community yang membahas Human Rights, Democracy and Development. Di dalam resolusi itu disebutkan, diperlukan empat prasyarat lain untuk dapat mewujudkan sustainable development, yaitu mendorong penghormatan atas hak asasi manusia, mempromosikan nilai demokrasi, mereduksi budget pengeluaran militer yang berlebihan dan mewujudkan Good Governance. Sejak saat itu, Good Governance mulai diperbincangkan dan diakomodasi dalam berbagai konvensi dan resolusi yang berkaitan dengan pembangunan, baik dalam perbincangan pembangunan di UNDP maupun di Lome Convention, Bantuan Pembangunan yang bersifat Multilateral dan Bilateral. Bahkan, PBB melalui The Committee Development Planning pada tahun 1992 telah mengeluarkan laporan yang mengidentifikasi problem dan tantangan dalam mewujudkan Good Governance. Dalam laporan tersebut dinyatakan, Good Governance tidak bisa diwujudkan antara lain disebabkan adanya sistem kekuasaan yang tersentralisir, autokratik dengan birokrasi yang tidak efisien; disub-ordinasikannya institusi hukum, birokrasi, dan lembaga pelayan publik oleh kepentingan elite dan penguasa tertentu, sehingga mendorong munculnya praktik korupsi dan lemahnya akuntabilitas publik; kompetensi pengetahuan dan keterampilan para pejabat di berbagai jabatan publik dan politik amat rendah; serta tidak adanya partisipasi dan organisasi masyarakat sipil yang cukup kuat dalam proses pembangunan. Bahkan World Bank pada dekade tahun 1990-an, di dalam salah satu Universitas Sumatera Utara 31 review-nya atas berbagai kegagalan proses pembangunan di sebagian besar Negara Afrika menyatakan, salah satu penyebab utama ketidakberhasilan pembangunan disebabkan crisis of governance. Itu sebabnya, mulai diajukan berbagai gagasan untuk mempromosikan dan mewujudkan Good Governance. Bahkan Good Governance juga mulai diduga sebagai salah satu instrumen kondisionalitas dalam pemberian bantuan pembangunan oleh lembaga multilateral dan bilateral. Secara umum, gagasan untuk mewujudkan Good Governance kini berkembang begitu luas, bukan sekadar pada peningkatan kapasitas manajemen pemerintahan dari kekuasaan Eksekutif semata. Good Governance juga menjelajah pada proses yang ditujukan untuk mendemokratiskan sistem dan struktur kekuasaan, hingga Good Governance disinyalir menjadi bagian lain dari proses politik dari suatu bantuan pembangunan.

1.5.1.3 PILAR-PILAR GOOD GOVERNANCE

Institusi dari Good Governance meliputi tiga pilar Sedarmayanti, 2003:5, yaitu state Negara atau pemerintah, private sector sektor swasta atau dunia usaha dan society masyarakat, yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya mesing-masing. Menurut Salam 2004:236 State Negara pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif serta berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaran pelayanan publik, penyelenggaran kekuasaan untuk memerintah, dan membangunan lingkungan yang kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan baik pada level lokal, nasional maupun internasional dan global. Private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan. Peranan sektor swasta sangat penting dalam pola kepemerintahan Universitas Sumatera Utara 32 dan pembangunan, karena perannya sebagai sumber peluang untuk meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, sumber penerimaan, invstasi publik, pengembangan usaha dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Dalam situs http:www.ireyogya.org dijlaskan bahwa Good Governance hanya bermakna bila keberadaanya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut:

1. Negara,

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil; b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;

c. Menyediakan public service dan accountable;

d. Menegakkan HAM; e. Melindungi lingkungan hidup; f. Mengurus standar kesehatan dan keselamatan publik.

2. Sektor swasta,

a. Menjalankan industri; b. Menciptakan lapangan kerja; c. Menyediakan insentif bagi karyawan; d. Meningkatkan standar hidup masyarakat; e. Memelihara lingkungan hidup; f. Menaati peraturan; g. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat; h. Menyediakan kredit bagi pengembngan UKM.

3. Masyarakat madani

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;

b. Mempengaruhi kebijakan publik; c. Sebagai sarana check and balances pemerintah;

d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah; e. Mengembangkan SDM;

Universitas Sumatera Utara 33 f. Sarana berkomunikasi antar anggota msyarakat. Negara, sebagai suatu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga- lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan swasta yang bergerak di berbagai sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat, namun demikian sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kewajiban sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat society terdiri dari individual maupun kelompok baik yang terorganisasi maupun tidak yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat , organisasi profesi dan lain-lain.

1.5.1.4. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Kunci utama memahami Good Governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip Good Governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip Good Governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini: Dalam situs http:www.goodgovernance-or.id UNDP mengemukakan 10 buah prinsip Good Governance, yaitu:

1. Partisipasi

Partisipasi merupakan aspek yang penting dalam mewujudkan Good Governance sebab Good Governance tidak dimaksudkan memberikan Universitas Sumatera Utara 34 kewenangan hanya kepada pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, tetapi lebih dari itu harus memperkuat peran dan kedudukan warga masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kesetaraan politik antara warga dengan pemerintah ini penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena setiap orang sejatinya memiliki hak yang sama dalam hukum dan politik. Artinya, setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk mempengaruhi setiap kebijakan berdasarkan kepada preferensinya dan juga kepentinganya, menurut rambu-rambu yang telah disepakati dalam berbagai peraturan perUndang-Undangan. Masyarakat harus memiliki kesempatan ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan yang ada, mulai pemeriksaan awal masalah, daftar pemecahan yang mungkin diambil, pemilihan satu kemungkinan tindakan, mengorganisasikan pelaksanaan, evaluasi dalam tahap pelaksanaan, hingga memperdebatkan mutu dari mobilisasi atau organisasi lebih lanjut Goulet dalam Prasojo, 2007:3. Prinsip partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan Universitas Sumatera Utara 35 penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral. Partisipasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga wilayah pengambilan keputusan yaitu dalam praktek operasional, keputusan anggaran dan pembuatan kebijakan Burns, Hambleton, dan Hogget, dalam Prasojo 2007:5. Tiga wilayah keputusan tersebut pada dasarnya memiliki keterkaitan yang erat mengingat tujuan strategis tertentu yang harus diambil pada tingkatan pembuatan kebijakan membutuhkan keputusan pada tingkatan anggaran dalam membiayai praktek operasional. Jadi kekuasaan warga pada praktek operasional membutuhkan kekuasaan dalam menentukan anggaran. Kekuasaan warga dalam seluruh wilayah pengambilan keputusan ini sangat menentukan bagi derajat partisipasi yang terjadi di suatu pemerintahan. Berdasarkan ketiga wilayah pengambilan keputusan ini maka partisipasi warga dapat dibagi kedalam beberapa leveltingkatan mulai dari sekedar memberikan infomasi, konsultasi, kemitraan, sampai pada level kendali warga. Menurut Yeremias 2007 partisipasi sangat diperlukan dalam rangka demokrasi. Untuk Indonesia yang sudah menerima ideologi demokrasi, maka partisipasi harus diterima dan dipraktekkan dalam sistem politik, administrasi pemerintahan dan dalam proses pengambilan Universitas Sumatera Utara 36 keputusan publik. Partisipasi harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kepemerintahan. Secara teoritis, partisipasi memberi pengaruh positif terhadap kinerja pencapaian hasil dan kepuasan. Artinya semakin menggunakan atau mempraktekkan partisipasi, maka semakin meningkat kinerja atau pencapaian hasil serta kepuasan. Partisipasi juga penting dalam rangka membangun public trust Wang Wart dalam Yeremias, 2007. Kalau masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi maka mereka merasa bahwa pemerintah tidak menipu mereka, pemerintah dekat dengan mereka, pemerintah dapat dipercaya. Sementara itu, kepentingan mereka mendapatkan perhatian dalam kesempatan itu karena mereka diberi keleluasaan untuk menyampaikan berbagai pendapat, keluhan, dsb. Partisipasi juga diperlukan untuk kepentingan masyarakat sendiri agar masyarakat dapat belajar sesuatu yang baru learning process dan juga bisa mendapatkan keterampilan gain skills, dan juga untuk pemerintah partisipasi diperlukan untuk dapat meyakinkan masyarakat, membangun trus, mengurangi kegelisahan, membangun strategic alliances, memperoleh legitimasi gain legitimacy. Tapi permasalah terkait konsep partisipasi adalah konsep partisipasi itu sendiri juga masih menjadi masalah, karena memiliki arti yang variatif, sebagaimana disampaikan oleh Arnstein dalam Yeremias:2007: mulai dari manipulation, therapy, informing, consultation, placation, partnership, delegated dan citizen control. Dalam kenyataannya, banyak yang melakukan bentuk manipulatif tapi telah Universitas Sumatera Utara 37 mengklaim sebagai partisipasi. Menurut Arnstein dalam Suhirman, 2007, salah satu cara untuk memahami partisipasi adalah dengan menggunakan “tangga partisipasi”. Tangga partisipasi memperlihatkan relasi antara warga dengan pemerintah dalam formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik. 1. Manipulasi, pemerintah memberikan informasi, dalam banyak hal berupa informasi dan kepercayaan yang keliru kepada warga. Dalam beberapa hal pemerintah melakukan mobilisasi warga yang mendukungdibuat mendukung keputusannya untuk menunjukkan bahwa kebijakannya populer memperoleh dukungan. 2. Penentraman, pemerintah memberikan informasi dengan tujuan agar warga tidak memberikan perlawanan atas kepatuhan yang telah ditetapkan. Pemberian informasi sering kali didukung oleh pengerahan kekuatan baik hukum maupun psikologis. 3. Sosialisasi, pemerintah memberikan informasi mengenai keputusan yang telah dibuat dan mengajak warga untuk melaksanakan keputusan tersebut. 4. Konsultasi, pemerintah meminta saran dan kritik dari masyarakat sebelum suatu keputuasan ditetapkan. 5. Kemitraan, masyarakat dilibatkan untuk merancang dan mengambil keputusan bersama dengan pemerintah. 6. Pendelegasian kekuasaan, pemerintah mendelegasikan keputusan untuk ditetapkan oleh warga. 7. Pengawasan oleh warga, warga memiliki kekuasaan mengawasi secara langsung keputusan yang telah diambil dan menolak pelaksanaan keputusan yang bertentangan dengan tujuan yang tekah ditetapkan. Dalam tangga partisipasi, para praktisi umumnya menerima konsep bahwa manipulasi pada dasarnya bukanlah partisipasi. Penentraman, informasi dan konsultasi pada dasarnya adalah bentuk lain dari tokensime yaitu kebijakan sekedarnya berupa upaya superfisial dangkal, pada permukaan atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Sedangkan kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan oleh warga diterima sebagai wujud dari kekuasaan dan partisipasi warga. Universitas Sumatera Utara 38

2. Penegakan Hukum Rule of Law

Penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu. Prinsip penegakan hukum mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

3. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Kesetaraan

Kesetaraan adalah perlakuan yang sama kepada semua unsur tanpa memandang atribut yang menempel pada subyek tersebut. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

5. Daya Tanggap

Daya tanggap responsiveness merupakan kemampuan untuk memberikan reaksi yang cepat dan tepat dalam situasi khusus. Prinsip ini meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat, tanpa kecuali. Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi untuk menampung aspirasi masyarakat dalam hal Universitas Sumatera Utara 39 penyusunan kebijakan. Ini dapat berupa forum masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain. Sebagai fungsi pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan mengoptimalkan pendekatan kemasyarakatan dan secara periodik mengumpulkan pendapat masyarakat.

6. Wawasan ke Depan

Wawasan merupakan cara pandang yang jauh melebihi jangka waktu sekarang. Dalam kaitan dengan prinsip Good Governance wawasan yang dimaksud adalah wawasan ke depan dari pemerintahan Indonesia. Inti prinsip ini adalah membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.

7. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara perodik. Sedarmayanti, 2003:3

8. Efisiensi dan Efektivitas

Terselenggaranya kegiatan instansi publik dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Indikatornya antara lain : pelayanan mudah, cepat, tepat dan murah Dwiyanto, 2005:82

9. Berorientasi konsensus Concencus Orientation

Universitas Sumatera Utara 40 Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

10. Saling ketergantungan Interrelated

Bahwa keseluruhan ciri Good Governance adalah saling memperkuat dan saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. Sedangkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintaan di Indonesia pasca gerakan Reformasi nasional, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik tercermin dalam Ketetapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang memuat asas-asas umum pemerintahan yang mencakup:

1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam Negara hukum yang

mengutamakan lanasan peraturan perUndang-Undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara;

2. Asas tertib penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang menjadi

landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.

3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

4. Asas keterbukan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.

5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.

6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang

Universitas Sumatera Utara 41 berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku;

7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. 1.5.2 EFEKTIVITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN 1.5.2.1 PENGERTIAN EFEKTIVITAS Menurut Nurmandi 1999:193 bila di lihat dari aspek keberhasilan pencapaian tujuan maka efektivitas adalah yang memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan organisasi publik. Tingkat pelayanan dan derajat kepuasan masyarakat merupakan salah satu ukuran efektivitas. Selanjutnya di tinjau dari aspek ketepatan waktu maka menurut Siagian 2002:171 efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah di tentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah di alokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan. Sedangkan bila di tinjau dari aspek manfaat dan kemampuan melaksanakan tugas, maka menurut Arouf dalam Sedarmayanti, 2002:183 efektivitas adalah berkaitan dengan pencapaian tujuan kerja yang maksimal dengan pencapaian kualitas, kuantitas dan waktu. Selanjutnya pendapat Sarwito 1987:45 menyatakan efektivitas sebagai sesuatu yang berhasil guna, yaitu pelayanan bercorak maupun mutu dan kegunaannya benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, ada empat hal yang merupakan unsur-unsur efektivitas, yaitu: 1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat Universitas Sumatera Utara 42 mencapai tujuan sasaran yang telah di tentukan sebelumnya. 2. Ketepatan waktu, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapai tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan. 3. Manfaat, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhannya. 4. Hasil, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberikan hasil. 1.5.2.2 PERENCANAAN PEMBANGUNAN 1.5.2.2.1 DEFENISI PERENCANAAN Salah satu aspek yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama pengelolaan pembangunan adalah perencanaan. Dengan suatu perencanaan yang baik kita dapat lebih mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber dana pembangunan lainnya. Melalui perencanaan akan dirumuskan skala prioritas dan kebijaksanaan pembangunan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang sudah dirumuskan terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman selama ini menunjukan bahwa pembangunan yang mengutamakan pemanfataan instrumen ekonomi tanpa diiringi instrumen sosial politik, ternyata kurang efektif untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Justru yang terjadi adalah ketidak berdayaan ekonomi, ketidakadilan, kesenjangan dan pemusatan kekuasaan Universitas Sumatera Utara 43 pemerintah di atas kekuasaan rakyat. Oleh karena itu diperlukan reposisioning perencanaan dan pembangunan melalui Reformasi politik, sosial dan ekonomi yang dapat mengarahkan kembali tujuan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berkemampuan dan sejahtera. Dalam hal pencapaian kesejahteraan hendaknya dapat diukur melalui suatu kriteria yang menggambarkan kondisi kesejahteraan masyuarakat itu, yang antara lain dapat digunakan indikator indeks pembangunan manusia. Adapun menurut Davidoff dan Rainer dalam Hadi, 2001:18 perencanaan adalah sebagai suatu proses untuk menentukan masa depan melalui suatu urutan pilihan. Sedangkan menurut Ardani dan Iswara dalam Soekartawi, 1990: 21 defenisi perencanaan biasanya mengandung beberapa elemen, antara lain: 1. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif; 2. Perencanan yang dapat diartikan sebagai pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia; 3. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai sasaran; dan 4. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai target sasaran yang dikaitkan dengan waktu masa depan. Defenisi perencanaan lainnya dikemukakan oleh Mooy dalam KOMPAS, 2005 yaitu suatu proses untuk menentukan tindakan tepat yang diperlukan- setelah melihat pelbagai opsi yang ada berdasarkan sumber daya yang tersedia- untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai bisa segera atau bisa di Universitas Sumatera Utara 44 kemudian hari, yang secara umum dapat dikategorikan ke dalam tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan perencanaan adalah sebagai suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu yang melibatkan kebijaksanan dari pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan di susun secara sistematis. Suatu perencanaan di buat berdasarkan tujuan yang jelas karena perencanaan tersebut dipergunakan sebagai arah atau pedoman pelaksanaan pembangunan.

1.5.2.2.2 DEFENISI PEMBANGUNAN

Untuk mencari pengertian pembangunan banyak ilmuwan yang sudah memberikan batasan-batasan, baik yang bersifat umum maupun khusus. Dengan kata lain kata tersebut sudah merupakan kata kunci bagi segala hal yang berhubungan dengan proses meningkatkan taraf hidup. Arief Budiman menyatakan secara umum pembangunan diartikan sebagai upaya untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material. Maka, pembangunan sering diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat dibidang ekonomi Budiman, 1996:1 Sedangkan menurut Hadi pembangunan memiliki makna ganda. Tipe pembangunan pertama lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dimana fokusnya adalah masalah kuantitatif dari produksi dan penggunaan sumber daya. Tipe kedua, pembangunan yang lebih memperhatikan pada perubahan dan pendistribusian barang-barang dan peningkatan hubungan sosial Hadi, 2001: 21. Universitas Sumatera Utara 45 Tjokromindjojo 1994: 57 juga memberikan arti bahwa pembangunan adalah sebagai upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan berNegara. Sedangkan pembangunan yang dilakukan Negara-Negara berkembang secara umum merupakan suatu proses kegiatan yang direncanakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan. Jadi, pada hakekatnya pembangunan mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kalompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik serba baik secara material maupun spiritual.

1.5.2.2.3 DEFENISI PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Perencanan pembangunan dapat didefenisikan sebagai suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan termasuk sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara efisien dan efektif Tjokromidjojo, 1994:57. Perencanaan pembangunan yang efektif mengandung arti suatu perencanan yang bisa membedakan apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan berbagai sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap dan tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para Universitas Sumatera Utara 46 perencananya dengan objek perencanaannya. Adapun landasan yuridis perencanaan pembangunan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam UU tersebut dijelaskan ruang lingkup perencanaan pembangunan nasional yaitu, perencanan pembangunan nasional mencakup perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Perencanaan pembangunan nasional yang dimaksud menghasilkan : a. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional. b. RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian lembaga dan lintas kewilayahan serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. c. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal serta program Kementerian Lembaga, lintas Kementerian Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. d. RPJP Daerah memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP Nasional. e. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional,memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja adalam kerangka regulasi dan kerangka Universitas Sumatera Utara 47 pendanaan yang bersifat indikatif. f. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Perencanaan pembangunan merupakan arena partisipasi, yang sesungguhnya memegang peranan penting dalam memperlihatkan apa yang akan dilakukan di masa depan terhadap sumber daya yang terbatas. Melibatkan masyarakat dalam pembangunan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengelola pembangunan sebagai salah satu upaya kemandirian daerah dengan memberikan peran lebih besar pada inisiatif lokal dan memastikan ikut sertanya dalam penyusunan konsep, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Sejalan dengan hal ini, Pemerintah hendaknya berupaya menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program Perencanaan Pembangunan Partisipatif PPP, dengan membuka lebih banyak ruang bagi masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam proses pembangunan. Contoh forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah adalah Musrenbang. Musrenbang merupakan forum partisipasi masyarakat yang berjenjang untuk menyelaraskan antara proses perencanaan ”dari bawah” bottom up dan ”dari atas” top down. Di forum ini, berbagai pihak menegosiasikan, merekonsiliasikan, dan mengharmonisasikan berbagai kepentingan serta kebutuhan dalam pembangunan, yang hasilnya adalah berupa kesepakatan bersama tentang prioritas program, kegiatan, dan anggaran pembangunan daerah. Abe, 2005: 67 Universitas Sumatera Utara 48 Musrenbang merupakan suatu instrumen penting untuk menghasilkan RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan APBD yang responsif terhadap kepentingan dan aspirasi masyarakat. Musrenbang yang memenuhi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik Good Governance dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran sangat diperlukan untuk menghasilkan RKPD dan APBD yang memenuhi harapan masyarakat. Perencanaan dan penganggaran partisipatif, dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat, merupakan salah satu upaya menegakkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah.

1.5.2.2.4 DIMENSI PERENCANAAN DALAM PEMBANGUNAN

Paradigma baru pembangunan akan menggeser peran pemerintah dari mesin penggerak pembangunan menjadi fasilitator pembangunan. Dengan demikian kemandirian dan peningkatan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam pembangunan ke depan. Sehubungan dengan itu maka perencanaan pembangunan harus diarahkan kepada pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, baik dalam aspek ekonomi maupun sosial budaya dan politik. Dalam pembangunan, keberdayaan dan kemandirian masyarakat akan dipengaruhi beberapa hal antara lain yaitu: a. Kesamaan visi diantara semua komponen pelaku tentang permasalahan yang dihadapi dan perspektif masa depan yang ingin diwujudkan. b. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. c. Kemampuan birokrasi dan manajemen pembangunan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. d. Keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. e. Adanya transparansi dalam pengelolaan sumber daya pembangunan. Universitas Sumatera Utara 49 Berdasarkan hal-hal diatas, dalam proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ideal dilaksanakan memenuhi beberapa dimensi, yaitu: a. Dimensi substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun dari sisi materi nya harus sesuai dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat. b. Dimensi proses, artinya proses penyusunan rencanan pembangunan yang dilaksanakan memenuhi kriteria scientific memenuhi kaidah keilmuan atau rational dan demokrasi dalam pengambilan keputusan. c. Dimensi konteks, artinya rencana pembangunan yang telah disusun benar-benar didasari oleh niat untuk mensejahterakan rakyat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat mekanisme perencanaan perlu memberikan ruang gerak bagi inisiatif dan partisispasi masyarakat dalam merumuskan perencanaan pembangunan. Dalam hal ini perubahan mekanisme perencanaan pembangunan diarahkan kepada: a. Mengembangkan nilai-nilai keterbukaan, demokratisasi dan partisipasi dalam setiap tahap penentuan kebijakan pembangunan. b. Pengembangan forum kelembagaan yang partisipatif yang mampu menciptakan interaksi antar pelaku secara dialogis. c. Peningkatan kapasitas birokrasi aparatur unuk mampu mengakomodasikan model pemberdayaan masyarakat sesuai dengan tuntutanperubahan.

1.5.3 HUBUNGAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Peran Negara yang terlalu dominan dalam perencanaan pembangunan, dimana Negara tidak menghargai partisipasi mesyarakat telah menghasilkan kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada kepentingan elit politik ketimbang aspirasi masyarakat. Akibatnya, lemahnya kontrol masyarakat terhadap Universitas Sumatera Utara 50 proses pembangunan yang mendorong para elit melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang berujung pada korupsi, kolusi dan nepotisme. Abe:2005: 69 Di Indonesia, kasus ketegangan antara pusat dan daerah atau kasus “pemberontakan” daerah terus menerus muncul karena pemerintah memaksakan master plan yang dirumuskan secara sentralistik kepada daerah, atau hanya menempatkan daerah sebagai obyek perencanaan belaka. Di tempat lain sejarah juga mencatat bahwa begitu banyak proyek pembangunan industri, pertambangan, jalan, waduk, energi listrik, sampah dan lain-lain sering bermasalah, menimbulkan ketegangan yang serius antara pemerintah dan rakyat, antara lain karena perencanaan hanya dipahami sebagai mater plan yang disusun tanpa mendengar aspirasi rakyat banyak. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan masalah tersebut terhadap pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik, sebab pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu tuntutan itu adalah sesuatu yang wajar yang harus di respon oleh pemerintah untuk melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik Good Governance. Seiring dengan tuntutan tersebut mengharuskan pemerintah mengubah paradigma pemerintahannya, dari konsep government yang menekankan pada otoritas dan kekuasaan menjadi Good Governance, yang kebih menekankan kerja sama dan saling ketergantungan. Perubahan paradigma di satu sisi harus diikuti juga oleh perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berpartisipasi, sebab tanpa adanya perubahan baik dari sisi pemerintah, sektor swasta maupun civil society maka mustahil Good Universitas Sumatera Utara 51 Governance dapat terwujud. Seiring dengan perubahan paradigma tersebut, paradigma Good Governance membuka ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan. Untuk itu perlunya perencanaan partisipatif untuk membuat perencanaan betul-betul relevan dan legitimate di mata rakyat, serta mengurangi resiko benturan antara pemerintah dan rakyat. Sehingga perencanaan tidak perlu dijadikan medan tempur, melainkan harus di perlakukan sebagai arena mempertemukan antara visi-misi besar pemerintah dengan aspirasi dan prakarsa masyarakat. Perencanaan bukan lagi sebagai sebuah keputusan politik dari pihak yang memerintah untuk diterapkan kepada yang diperintah, melainkan sebagai arena bersama untuk membangun kemitraan antara pemerintah dan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang bermakna tentu harus menggabungkan antara kebijakan pemerintah dan parakarsa masyarakat itu. Menurut Abe 2005:77 partisipasi merupakan jembatan antara kebijakan pemerintah dan kepentingan masyarakat, sehingga perencanaan daerah harus dilakukan dengan model dari bawah bottom-up planning atau sering disebut dengan perencanaan pembangunan partisipatif. Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang bertujuan melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai sebuah kesatuan. Tujuan untuk kepentingan rakyat, yang bila dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat , maka akan sulit dipastikan bahwa rumusannya akan berpihak kepada rakyat. Namun demikian keterlibatan rakyat itu akan mempunyai makna apabila ada prakondisi yang memperkuat rakyat, yakni rakyat yang memperoleh pendidikan politik dan terlatih secara baik. Bagaimanapun, Universitas Sumatera Utara 52 perencanaan partisipatif yang melibatkan rakyat itu akan mempunyai tiga dampak penting: 1 terhindar dari peluang terjadinya manipulasi; 2 memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan, dan 3 meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik rakyat. Dengan demikian partisipasi masyarakat di harapkan dapat menghasilkan perencanaan pembangunan yang efektif, dimana suatu perencanaan yang efektif dalam dimensi ini adalah, perencanaan yang mampu secara tepat menetapkan pilihan, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Data atau informasi akan menjadi penentu dalam proses ini. Semakin akurat data yang ada, akan semakin baik perencanaan bisa disusun. Maka, perencanaan pembangunan harus mengacu pada beberapa variabel kebijakan terkait meliputi: kebutuhan rakyat melalui analisis kebutuhan, kapasitas pemerintahan daerah, kondisi sosial konteks sosial dan eksternalitas dampak kebijakan. Analisis kebutuhan rakyat secara sistemik dapat dibangun melalui pelibatan rakyat berdasarkan disain Peraturan Daerah mengenai partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Eksternalitas kebijakan merupakan salah satu konsekuensi yang harus disadari oleh para perencana. Ateng Syafruddin dalam Abe, 2005:82 mengatakan bahwa para pengambil keputusan dapat mengontrol situasi dan perkembangan kebijakan secara memadai melalui instrumen perencanaan.

1.6 DEFENISI KONSEP

Menurut Singarimbun 1989: 33, defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak di teliti. Adapun defenisi konsep yang penulis kemukakan dalam penelitian ini Universitas Sumatera Utara 53 adalah: 1. Good Governance adalah proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik suatu Negara dan pendayagunaan sumber daya alam, keuangan dan manusia menurut kepentingan semua pihak dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip partisipasi dan transparansi. 2. Efektivitas Perencanaan Pembangunan adalah suatu perencanaan yang bisa membedakan apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan berbagai sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap dan tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan objek perencanaannya.

1.7 DEFENISI OPERASIONAL