Kerangka Teori Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

dalam Sudjianto, 2004:147 mengklasifikasikan kelas kata bahasa Jepang menjadi 10 kata yaitu: 1. Doushi kata kerja 2. Keiyoushi kata sifat yang berakhiran -i 3. Keiyoudouhsi kata sifat yang berakhiran –na 4. Meishi kata benda 5. Fukushi kata keterangan 6. Rentaishi pra kata benda 7. Setuzokushi kata sambung 8. Kandoushi kata serukata serapankata panggilan 9. Jodoushi kata kerja bantu 10. Joshi kata kerja bantu Diantara beberapa jenis kelas kata tersebut, terdapat fukushi kata keterangan. Kata keterangan adalah suatu kata atau kelompok yang menduduki suatu fungsi tertentu, yaitu fungsi menerangkan kata kerja, kata sifat, kata keterangan yang masing-masing menduduki suatu jabatan atau fungsi dalam kalimat Gorys Keraf, 1984:72. Penelitian ini difokuskan pada penggunaan fuksushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat bahasa Jepang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya dalam kalimat.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan atau acuan berpikir untuk menganalisis dan memecahkan sebuah masalah. Oleh karenanya, perlu disusun Universitas Sumatera Utara pokok-pokok pikiran yang dimuat oleh kerangka teori yang mendeskripsikian titik tolak penelitian yang akan diamati. Dalam menganalisis masalah makna dan fungsi yang terdapat pada ketiga fukushi tersebut, maka penulis perlu memaparkan pengertian makna dan fungsi terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah 1 arti, 2 maksud pembicara atau penulis, 3 pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan 2009:864. Fungsi adalah 1 jabatan pekerjaan yang dilakukan, 2 faal kerja suatu bagian tubuh, 3 besaran yang berhubungan, jika besaran satu bertambah besaran yang lain berubah, 4 keguanaan suatu hal, 5 peran subah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas 2009:203. Dari beberapa definisi tersebut, penulis akan coba menganalisis makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang dengan merujuk pada beberapa definisi diatas. Mengingat persoalan yang menjadi tumpuan pelaksanaan penelitian ini berkaitan dengan persoalan makna, maka teori yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut adalah teori semantik. Menurut Ridwan 1997:43 semantik adalah salah satu cabang linguistik yang membicarakan, mengkaji atau menganalisis makna. Sedangkan menurut Subroto 2007:30 semantik pada dasarnya mempelajari masalah arti. Dalam menginterpretasi sebuah makna, perlu diperhatikan konteks atau situasi dimana kata tersebut digunakan. Selain itu, perlu juga diperhatikan makna- makna lain yang tidak ada di dalam kamus makna leksikal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah maksud pembicara atau penulis, 2009:864, jadi jika berbicara mengenai makna kata berarti maksud yang dimiliki setiap kata . Universitas Sumatera Utara Makna yang sama, namun dengan nuansa yang berbeda di dalam kalimat berkaitan dengan hubungan antar makna relasi makna. Relasi makna adalah bermacam-macam hubungan makna yang terdapat pada sebuah kata Yayat Sudaryat, 2009:35 . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa relasi adalah hubungan 1990:943. Semantik memiliki banyak jenis kajian makna, diantara kajian makna tersebut yaitu terdapat makna leksikal dan makna kontekstual. Yang dimaksud dengan makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lainnya yang terlepas dari konteks Djajsudarma, 1999:13. Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam konteks Chaer, 1994:290 atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang memakai ujaran tersebut. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa situasi yang dimaksud dalam makna kontekstual termasuk juga pada tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Kesamaan makna atau disebut dengan sinonim merupakan cakupan dari masalah kajian makna leksikal. Sinonim dalam bahasa Jepang disebut dougigo atau douigo. Sutedi 2003:115 mengemukakan bahwa sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki salah satu imitokucho makna yang sama. Dalam bahasa Jepang terdapat salah satu jenis kelas kata yaitu kata keterangan adverbia. Adverbia dalam bahasa Jepang disebut dengan fukushi. Bunkachou dalam Sudjianto 2004:72 menyatakan bahwa fukushi ialah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen verba, adjektiva-I dan adjektiva-na, tidak dapat menjadi subjek atau tidak mengenal konjugasi atau deklinasi. Lalu menurut Universitas Sumatera Utara Matsuoka dalam Sudjianto dan Dahidi, 2004:165 fukushi adverbia adalah kata- kata yang menerangkan verba, adjektiva, dan adverbia yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana atau perasaan pembicara. Fukushi yang dibahas dalam tulisan ini adalah fukushi taihen, totemo dan nakanaka yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘sangat’, ‘alangkah’ dan ‘benar-benar’. Naoko Chino 1987:17 menyatakan bahwa fukushi taihen, totemo dan nakanaka merupakan fukushi yang mengungkapkan jumlah dan tingkatan. Meskipun dikatakan bersinonim, namun secara makna kontekstual ketiganya memiliki makna yang berbeda. Sehingga ketiga fukushi tersebut tidak hanya didasarkan pada makna leksikalnya tetapi juga harus didasarkan pada makna kontekstualnya.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian