Analisis Makna Dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo Dan Nakanaka Dalam Kalimat Berbahasa Bahasa Jepang Pada Majalah Nihongo Jaanaru Tahun 1995 Edisi 2 S.D. 10

(1)

ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO DAN NAKANAKA DALAM KALIMAT BERBAHASA

BAHASA JEPANG PADA MAJALAH NIHONGO JAANARU TAHUN 1995 EDISI 2 S.D. 10

1995 NEN DAI NIBAN ~ JUUBAN NO NIHONGO JAANARU NO BUNSHOU NI OKERU TAIHEN, TOTEMO, NAKANAKA NO FUKUSHI

NO IMI TO KINOU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian

sarjana bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh

Wahyu Syahputra 070708004

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO DAN NAKANAKA DALAM KALIMAT BERBAHASA

BAHASA JEPANG PADA MAJALAH NIHONGO JAANARU TAHUN 1995 EDISI 2 S.D. 10

1995 NEN DAI NIBAN ~ JUUBAN NO NIHONGO JAANARU NO BUNSHOU NI OKERU TAIHEN, TOTEMO, NAKANAKA NO FUKUSHI

NO IMI TO KINOU NO BUNSEKI

OLEH

WAHYU SYAHPUTRA 070708004

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M. A Drs. Nandi S.

NIP: 196008271991031004 NIP: 196008221988031002

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Disetujui oleh :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum NIP:196009191988031001


(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Pada : Pukul 14. 00 Wib Tanggal : 16 September 2011 Hari : Jumat

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M. A : 195110131976031001

Panitia

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. ( ...) 2. Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M. A. ( ...) 3. Drs. Nandi S. ( ...)


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyeleseaikan skripsi yang berjudul ‘ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO, DAN NAKANAKAN DALAM KALIMAT BERBAHASA JEPANG PADA MAJALAH NIHONGO JAANARU TAHUN 1995 EDISI 2 S.D. 10.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan baik dari segi penulisan, pembahasan maupun pemahaman. Untuk itu, penulis secara terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca agar dapat menutupi kekurangan-kekurangan tersebut.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menerima banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada:

1. Bapak Drs. Syahron Lubis selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M. A. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Nandi S. selaku dosen pembimbing yang juga telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.


(6)

5. Seluruh staf pengajar Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberikan pendidikan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Seluruh staf pegawai Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya yang telah membantu penulis dalam hal non-teknis dalam penulisan skripsi ini. 7. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril dan materil

selama masa pendidikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman seangkatan di Departemen Sastra Jepang, terima kasih atas motivasi dan sarannya kepada penulis. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Medan, Desember 2011

WAHYU SYAHPUTRA NIM: 070708004


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Batasan Masalah ...7

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 8

1.5Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...12

1.6Metode Penelitian ...13

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ADVERBIA BAHASA JEPANG DAN PENGERTIAN ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO DAN NAKANAKA 2.1 Pengertian Adverbia ...15

2.2 Jenis-Jenis Adverbia ...16

2.3 Fungsi Adverbia... 23

2.4 Pengertian dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo dan Nakanaka 2.4.1 Adverbia Taihen ... 25

2.4.2 Adverbia Totemo ...30

2.4.3 Adverbia Nakanaka ... 34

BAB III ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO DAN NAKANAKA DALAM KALIMAT BERBAHASA JEPANG PADA MAJALAH NIHONGO JAANARU (THE NIHONGO JURNAL) TAHUN 1995 EDISI 2 S.D 10 3.1 Adverbia Taihen ... 40


(8)

3.2 Adverbia Totemo ... 46 3.3 Adverbia Nakanaka ...52 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ...59 4.2 Saran ...62 DAFTAR PUSTAKA ... 63 ABSTRAK


(9)

ABSTRAK (要旨)

1995年弟二版~十版の日本語ジャーなるの文章におけるたいへん、とて

も、なかなかの副詞の意味と機能の分析

この研究では「たいへん」、「とても」、「なかなか」の副詞のに 『sangat』と『sekali』という意味の類似

る い じ

のことで 奨 励 しょうれい

された。だが、特 定のコンテキストではその副詞は文章には違いがある。だから、日本語の 学習者はよく

こんなん

困難を経験 けいけん

「たいへん」、「とても」、「なかなか」の副詞はよく日常生活で よく使われているので、他人がわかれるようにそれを使うことでは

している。

徹底 てってい

と せいかくせい

正確性が必要 ひつよう

この研究には一般的の「たいへん」、「とても」、「なかなか」の 副詞の意味

い み

と機能 き の う

」はなにか。そして、「2月号~10月号1995年の 日本語ジャアナルには「たいへん」、「とても」、「なかなか」の副詞の 意味と機能はなにかという二つの問題である。この研究にはデータソース として使われた日本語ジャアナルは一月に一回で出版する日本の雑誌だ。 その雑誌の内容は日本語のレッスンと日本国についての情報のページに分 かれています。


(10)

このデータソースの研究は10冊 さつ

の月号 がつごう

の1995年の日本語ジャ アナルからとられた。データソースとして使われた66の文章の合計は2 8の文章が「たいへん」をつかって、23の文章が「とても」をつかって、 15の文章が「なかなか」をつかう。しかし、その66の文章なかでは1 5の文章だけが分析

ぶんせき

するためのとられる。それぞれは5の文章が「たいへ ん」をつかって、5の文章が「とても」をつかって、5の文章が「なかな か」をつかう。

この研究の結果は「たいへん」の副詞は苦情

くじょう

おどろ

驚 き、 共 感

きょうかん

ゆうじょう

友 情

を 表

あらわ

すための使われる副詞。「たいへん」はインドネシア語で「sangat」

「merepotkan」、「celaka」、「gawat」、「berat」、「sulit」、「luar biasa」

と意味すると表示 ひょうじ

する。

「とても』の副詞は程度がはなはだしことを表すための使われる副 詞で、「sangat」と意味する。そのうえに、「とても」も可能性

か の う せ い

がまった

くない様子を表すための使われる副詞で、後ろに否定 ひ て い

の表現を伴う。「無 理」と意味する。


(11)

「なかなか」の副詞はマイナスイメージの様子を表すための使われ る副詞。「tidak mudah」、「kesulitan」、「jarang」と意味する。そのう えに、「なかなか」も程度がはなはだしことを表すための使われて、 「sangat」と意味する。

特定のコンテキストなかには「たいへん」、「とても」、「なかな

か」の副詞は「sangat」というほぼ同じ意味があって、程度が様子を表す

ための使われる。「たいへん」、「とても」、「なかなか」の副詞は程度 が様子を表すというおなじコンテキストで使われる場合では、それは違い がある。

「たいへん」はことを誇張する暗示があって、プラスこともマイナ スことを表せる。「とても」はことを誇張する暗示がないが、ことを強調 するだけだ。だって、「なかなか」も誇張する暗示がないが、ぷらすこと それともいいことをよく表すための使われる。

このコンテキストのなかには「たいへん」、「とても」、「なかな か」の副詞は文章に互いに交換できる。「たいへん」、「とても」、「な かなか」の副詞は程度が様子を表しないという違うコンテキストで使われ る場合では、それは互いに交換できない。


(12)

2月号から 10月号までの 1995年の日本語ジャアナルには、「たい へん」、「とても」、「なかなか」の副詞は同じコンテキストで使われる 場合で、「たいへん」と「なかなか」の副詞にくらべると、「とても」の 副詞のほうがよく使われる。「たいへん」はことが苦情

くじょう

および 衝 撃 しょうげき

をよ

く表す。だって、「なかなか」は 能 力 のうりょく

を必要 ひつよう

とする様子を表すための使 われて、インドネシア語で「tidak mudah」と「jarang」。


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai dengan yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Pada hakikatnya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan ide, pikiran dan keinginan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Ada berbagai definisi mengenai bahasa yang dinyatakan oleh para pakar linguistik namun hakikat bahasa tetaplah sama. Salah satu diantaranya yaitu bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Gorys Keraf, 1984:16). Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi,

Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya dimasyarakat, kegiatan manusia tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna, dan setiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing. Setiap unsur dalam kalimat


(14)

memiliki fungsinya masing-masing. Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah kalimat yang maknanya dapat dipahami oleh pendengar ataupun lawan bicara. Oleh karena itu, perlu sekali untuk mengetahui tata bahasa dari bahasa yang digunakan penutur bahasa tersebut.

Mengingat betapa pentingnya peranan bahasa tidak hanya sebagai sarana komunikasi tetapi juga sebagai sarana integrasi dan adaptasi dan juga untuk memahami orang lain, maka tidak sedikit orang yang mempelajari bahasa dari bangsa-bangsa lain yaitu bahasa asing, khusunya bahasa dari bangsa-bangsa yang telah maju seperti Inggris, Prancis, Jepang, Jerman dan lain-lain.

Saat ini bahasa Jepang menjadi salah satu bahasa asing yang banyak diminati oleh orang Indonesia baik pelajar, mahasiswa, pekerja ataupun siapa saja yang memiliki minat terhadap bahasa Jepang. Dan untuk selanjutnya, bahasa Jepang dipelajari sebagai ilmu bahasa yang digunakan untuk belajar atau bekerja di Jepang.

Agar kita dapat berkomunikasi dengan orang Jepang dan memahami mereka, maka kita harus mampu menguasai bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak mudah memahami konsep tata bahasa Jepang karena struktur kalimatnya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Strukur kalimat bahasa Jepang menggunakan pola Subjek (S) Objek (O) Predikat (P) tidak seperti bahasa Indonesia yang menggunakan pola Subjek (S) Predikat (P) Objek (O). Disamping masalah struktur kalimat (sintaksis), masalah lainnya yaitu makna kalimat (semantik). Contohnya adalah pemakaian kalimat pasif,


(15)

Ali wa goryoushin ni kompyuutaa wo kawaremashita. Ali dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Kalimat tersebut dari segi struktur sudah benar, tetapi dari segi makna, kalimat tersebut bermakna gangguan bagi sipenderita (Ali) atau sipenderita tidak merasa senang setelah dibelikan komputer oleh sipelaku (orang tuanya). Karena kalimat pasif dalam bahasa Jepang bermakna gangguan. Maka jika ingin menyampaikan makna atau maksud senang, tidak digunakan kalimat pasif seperti yang diatas, tetapi menggunakan ungkapan “...TE MORAU/IMASU”

アリはご両親にコンピューターを買ってもらいました。 Ali wa goryoushin ni kompyuutaa wo kattemoraimashita. Ali dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Pola pikir yang seperti ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, sehingga kesalahan berbahasa seperti yang diatas sering dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia.

Setiap bahasa mempunyai aturan tata bahasanya masing-masing termasuk bahasa Jepang. Untuk itu perlu sekali memahami tentang aturan tata bahasa yang terdapat pada bahasa tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif.

“Tata bahasa adalah pengetahuan atau pembelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat. Maka, jika ingin menguasai suatu bahasa perlu untuk dipahami tata bahsa dari bahasa tersebut” (Poerwadarmita, 1976:1024)

Selain itu, guna lebih memperjelas apa yang disampaikan oleh pengguna bahasa tersebut, terdapat juga keterangan-keterangan yang menjelaskan subjek


(16)

atau objek yang sedang dibicarakan. Keterangan yang dimaksud bisa berupa keterangan waktu, tempat, penyerta, tujuan dan sebagainya. Keterangan seperti ini digolongkan ke dalam kata keterangan. Kata keterangan merupakan kata yang berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Tetapi dalam tulisan ini, kata keterangan yang dimaksud bukanlah seperti kata keterangan yang diuraikan di atas, yang akan dibahas adalah adverbia (kata keterangan) yang dipakai dalam bahasa Jepang yang dikenal dengan istilah fukushi.

Pada tulisan ini akan dibahas mengenai adverbia bahasa Jepang. Adverbia dalam bahasa Jepang disebut fukushi. Pemahaham terhadap adverbia bahasa Jepang secara lebih menyeluruh dan mendalam dianggap sebagai sebuah kebutuhan bagi pembelajar bahasa Jepang mengingat jumlah dan jenis fukushi (adverbia) ini cukup banyak. Frekuensi pemakaian adverbia dalam kalimat bahasa Jepang cukup tinggi, selain itu tidak sedikit pula makna dari masing-masing adverbia tersebut sulit untuk menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia.

Bunkachou dalam Sudjianto (2004:72 ) menyatakan bahwa fukushi merupakan kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan dengan sendirinya dapat menjadi keterangan bagi yougen (verba, I, adjektiva-na) walaupun tanpa mendapat bantuan dari kata-kata yang lain. Berbeda halnya dengan keterangan waktu, tempat dan sebagainya, fukushi tidak dapat menjadi subjek, predikat dan pelengkap.

Tidak hanya itu, fukushi juga dapat menggambarkan peniruan bunyi ataupun suara dari benda-benda yang ada di alam, baik benda hidup maupun


(17)

benda mati. Fukushi jenis ini termasuk kedalam onomatope. Sebagai contoh, peniruan bunyi dari suara kucing yaitu ‘nyaunyau’.

Disamping itu, fukushi juga berpengaruh terhadap pembentukan kalimat. Fukushi yang dimaksud misalnya, fukushi yang berpasangan seperti fukushi mettani yang diikuti bentuk negatif (nai/masen). Dengan demikian, fukushi juga berperan untuk membentuk akhir dari sebuah kalimat. Bukan hanya hal-hal demikian, hal lainnya adalah adanya beberapa fukushi yang memiliki pengertian yang hampir sama (bersinonim), tetapi pemakaiannya berbeda. Bagi pembelajar bahasa Jepang, hal tersebut cukup membingungkan karena tidak semua adverbia yang bersinonim dapat saling dipertukarkan posisinya dalam sebuah kalimat. Salah satu adverbia yang memiliki makna bersinonim tersebut adalah adverbia (fukushi) taihen, totemo, dan nakanaka. Contoh :

1. 春のとき、桜がたいへんきれいです。

Haru no toki, sakura ga taihen kirei desu.

(Pada waktu musim semi, bunga sakura sangat indah.)

2. その映画はとても面白かった。

Sono eiga wa totemo omoshirokatta. (film itu sangat menarik.)

3. アリさんはケーキを作るのがなかなか上手ですね。

Ari san wa keeki wo tsukuru noga nakanaka jouzu desu ne. (Ali sangat pandai membuat kue ya.)

Contoh-contoh diatas menunjukkan pemakaian fukushi taihen, totemo dan nakanaka yang menyatakan ‘sangat’ pada kalimat masing-masing. Namun, muncul pertanyaan apakah ketiga fukushi tersebut dapat saling dipertukarkan


(18)

posisinya dalam kalimat. Atau apakah ada nuansa tersendiri dibalik kalimat-kalimat tersebut sehingga memakai fukushi yang berbeda.

Makna yang sama tetapi memiliki nuansa yang berbeda di dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa yang dimaksud dapat berupa kata, frase maupun kalimat. Hubungan semantik itu dapat menyatakan kesamaan, pertentangan, ketercakupan, kegandaan atau juga kelebihan makna. Dalam pembicaraan tentang relasi makna ada yang disebut dengan istilah sinonim.

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Namun dalam kajian semantik, dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena beberapa fakta, salah satunya adalah faktor nuansa makna (Chaer, 1994:297).

Adanya kesamaan arti ‘sangat’, ‘alangkah’ atau ‘benar-benar’ pada totemo, taihen dan nakanaka tersebutlah yang melatarbelakangai penelitian yang berjudul “Analisis Makna dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo dan Nakanaka dalam Bahasa Jepang pada Majalah Nihongo Jaanaru tahun 1995 edisi 2 s.d. 10” ini. Ketiganya mempunyai perbedaan pemakaian dalam kalimat pada majalah tersebut sehingga tidak sedikit pembelajar bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam menentukan kapan saatnya menggunakan totemo, kapan menggunakan taihen dan kapan saatnya menggunakan nakanaka atau apakah ketiganya dapat dipertukarkan. Fukushi totemo, taihen dan nakanaka sering digunakan dalam kehidupan


(19)

sehari-hari sehingga dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam menggunakannya agar dapat dipahami orang lain yang sama-sama menggunakan bahasa Jepang.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai makna dan fungsi adverbia taihen, totemo dan nakanaka dalam bahasa jepang. adverbia taihen, totemo dan nakanaka memiliki makna yang hampir sama yaitu ‘sangat’, ‘alangkah’, dan ‘benar-benar’. Tetapi masing-masing berbeda pemakaiannya dalam kalimat. Sehingga penggunaan fukushi taihen tidak dapat serta merta digantikan dengan fukushi totemo ataupun nakanaka begitu juga sebaliknya dalam kalimat. Fungsi ketiga fukushi tersebut juga juga berbeda satu sama lain. Sehingga yang menjadi titik permasalahan ketiga fukushi tersebut adalah makna dan fungsi ketiganya dan posisi ketiganya dalam kalimat untuk dapat saling menggantikan.

Untuk membahas permasalahan mengenai fukushi tersebut. Maka dibuat suatu rumusan masalah berupa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka secara umum?

2. Apakah makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang?

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka penulis membuat ruang lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan masalah tidak meluas sehingga objek pembahasan dapat menjadi jelas.


(20)

Fukushi taihen, totemo dan nakanaka dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘sangat’, ‘alangkah’, ‘benar-benar’. Akan tetapi ketiga fukushi tersebut tidak dapat digunakan begitu saja, karena harus didasarkan pada konteks yang tepat dalam bahasa Jepang. Sebelum membahas pokok permasalahan, penulis perlu membahas mengenai pengertian, fungsi dan jenis adverbia (fukushi) dalam bahasa Jepang.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal berikut:

1. Pengertian dan Fungsi adverbia dalam bahasa Jepang 2. Jenis-jenis adverbia dalam bahasa Jepang

3. Pengertian adverbia taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang

4. Masing-masing kalimat diambil sebanyak lima buah kalimat. Seluruh kalimat tersebut diambil dari majalah Nihongo Jaanaru tahun 1995 edisi 2 s.d. 10.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Kajian-kajian yang berhubungan dengan adverbia-adverbia bahasa Jepang yang bersinonim kiranya perlu diteliti lebih banyak dalam kajian linguistik. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 2003:1).

Menurut beberapa pakar bahasa Jepang, dalam tata bahasa Jepang modern ada beberapa jenis kelas kata, salah satu pakar bahasa Jepang adalah Motojiro


(21)

(dalam Sudjianto, 2004:147) mengklasifikasikan kelas kata bahasa Jepang menjadi 10 kata yaitu:

1. Doushi (kata kerja)

2. Keiyoushi (kata sifat yang berakhiran -i) 3. Keiyoudouhsi (kata sifat yang berakhiran –na) 4. Meishi (kata benda)

5. Fukushi (kata keterangan) 6. Rentaishi (pra kata benda) 7. Setuzokushi (kata sambung)

8. Kandoushi (kata seru/kata serapan/kata panggilan 9. Jodoushi (kata kerja bantu)

10.Joshi (kata kerja bantu)

Diantara beberapa jenis kelas kata tersebut, terdapat fukushi (kata keterangan). Kata keterangan adalah suatu kata atau kelompok yang menduduki suatu fungsi tertentu, yaitu fungsi menerangkan kata kerja, kata sifat, kata keterangan yang masing-masing menduduki suatu jabatan atau fungsi dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:72).

Penelitian ini difokuskan pada penggunaan fuksushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat bahasa Jepang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya dalam kalimat.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan atau acuan berpikir untuk menganalisis dan memecahkan sebuah masalah. Oleh karenanya, perlu disusun


(22)

pokok-pokok pikiran yang dimuat oleh kerangka teori yang mendeskripsikian titik tolak penelitian yang akan diamati. Dalam menganalisis masalah makna dan fungsi yang terdapat pada ketiga fukushi tersebut, maka penulis perlu memaparkan pengertian makna dan fungsi terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah 1) arti, 2) maksud pembicara atau penulis, 3) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (2009:864). Fungsi adalah 1) jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, 2) faal (kerja suatu bagian tubuh), 3) besaran yang berhubungan, jika besaran satu bertambah besaran yang lain berubah, 4) keguanaan suatu hal, 5) peran subah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas (2009):203). Dari beberapa definisi tersebut, penulis akan coba menganalisis makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang dengan merujuk pada beberapa definisi diatas.

Mengingat persoalan yang menjadi tumpuan pelaksanaan penelitian ini berkaitan dengan persoalan makna, maka teori yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut adalah teori semantik. Menurut Ridwan (1997:43) semantik adalah salah satu cabang linguistik yang membicarakan, mengkaji atau menganalisis makna. Sedangkan menurut Subroto (2007:30) semantik pada dasarnya mempelajari masalah arti.

Dalam menginterpretasi sebuah makna, perlu diperhatikan konteks atau situasi dimana kata tersebut digunakan. Selain itu, perlu juga diperhatikan makna-makna lain yang tidak ada di dalam kamus (makna-makna leksikal). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah maksud pembicara atau penulis, (2009:864), jadi jika berbicara mengenai makna kata berarti maksud yang dimiliki setiap kata.


(23)

Makna yang sama, namun dengan nuansa yang berbeda di dalam kalimat berkaitan dengan hubungan antar makna (relasi makna).

Relasi makna adalah bermacam-macam hubungan makna yang terdapat pada sebuah kata (Yayat Sudaryat, 2009:35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa relasi adalah hubungan (1990:943).

Semantik memiliki banyak jenis kajian makna, diantara kajian makna tersebut yaitu terdapat makna leksikal dan makna kontekstual. Yang dimaksud dengan makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lainnya yang terlepas dari konteks (Djajsudarma, 1999:13). Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam konteks (Chaer, 1994:290) atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang memakai ujaran tersebut. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa situasi yang dimaksud dalam makna kontekstual termasuk juga pada tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

Kesamaan makna atau disebut dengan sinonim merupakan cakupan dari masalah kajian makna leksikal. Sinonim dalam bahasa Jepang disebut dougigo atau douigo. Sutedi (2003:115) mengemukakan bahwa sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki salah satu imitokucho (makna) yang sama.

Dalam bahasa Jepang terdapat salah satu jenis kelas kata yaitu kata keterangan (adverbia). Adverbia dalam bahasa Jepang disebut dengan fukushi. Bunkachou dalam Sudjianto (2004:72) menyatakan bahwa fukushi ialah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen (verba, adjektiva-I dan adjektiva-na), tidak dapat menjadi subjek atau tidak mengenal konjugasi atau deklinasi. Lalu menurut


(24)

Matsuoka dalam Sudjianto dan Dahidi, (2004:165) fukushi (adverbia) adalah kata-kata yang menerangkan verba, adjektiva, dan adverbia yang lainnya, tidak dapat berubah, dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana atau perasaan pembicara.

Fukushi yang dibahas dalam tulisan ini adalah fukushi taihen, totemo dan nakanaka yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘sangat’, ‘alangkah’ dan ‘benar-benar’. Naoko Chino (1987:17) menyatakan bahwa fukushi taihen, totemo dan nakanaka merupakan fukushi yang mengungkapkan jumlah dan tingkatan. Meskipun dikatakan bersinonim, namun secara makna kontekstual ketiganya memiliki makna yang berbeda. Sehingga ketiga fukushi tersebut tidak hanya didasarkan pada makna leksikalnya tetapi juga harus didasarkan pada makna kontekstualnya.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini berutujuan untuk:

1. Mengetahui makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka secara umum

2. Mengetahui makna dan fungsi fukushi taihen, totemo dan nakanaka dalam kalimat berbahasa Jepang pada majalah Nihongo Jaanaru.

2. Manfaat Penelitian


(25)

1. Menambah pengetahuan mengenai arti, fungsi dan pemakaian fukushi dalam bahasa Jepang, khsusunya fukushi taihen, totemo, dan nakanaka. 2. Membantu menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik

khsususnya kajian semantik untuk menunjang proses pembelajaran bahasa Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah peneltian deskriptif (descriptive research). Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sestematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu (Isyandi, 2003:13).

Penelitian deskriptif mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui metode kepustakaan (library research) atau dokumentasi, dalam hal ini dikumpulkan dan dianalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, terutama buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang maupun yang menggunakan bahasa Indonesia.

Khusus buku-buku atau data-data yang menggunakan bahasa Jepang, maka harus terlebih dahulu diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar mempermudah penulisan. Menurut Nida dan Taber dalam Widyadarmarta, (2000:11), menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gaya bahasanya.


(26)

Penelitian kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.

Setelah proses menterjemahkan selesai, maka selanjutnya data-data dianalisis, kemudian dilanjutkan mencari, mengumpulkan dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan fukushi dalam bahasa Jepang, lalu dipilih data yang diperoleh dari teks berbahasa Jepang sebagai salah satu sumber data yang utama. Tahap berikutnya adalah proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan.

Lalu yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG ADVERBIA BAHASA JEPANG DAN PENGERTIAN ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO DAN NAKANAKA

2.1. Pengertian Adverbia

Adverbia merupakan salah satu golongan kelas kata dalam bahasa Jepang. Kelas kata tersebut meliputi verba, nomina, adjektiva, adverbia dan sebagainya. Sebelum menelaah fungsi adverbia taihen totemo dan nakanaka penulis akan menerangkan pengertian adverbia yang diambil dari beberapa sumber. Dalam bahasa Jepang adverbia mempunyai beberapa batasan atau definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli linguistik bahasa Jepang.

Adverbia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan kata keterangan. Dalam bahasa Jepang kata keterangan atau adverbia disebut fukushi. Fukushi ialah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen (verba, adjektiva I dan adjektiva II) tidak dapat menjadi subjek dan tidak mengenal konjugasi/deklinasi (Bunkachou dalam Sudjianto,1955:72).

Uehara Takeshi berpendapat hampir sama dengan definisi Bunkacho tersebut. Ia mengatakan bahwa fukushi ialah kata yang menerangkan yougen, termasuk jenis kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Fukushi didalam kalimat dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu (klausa) yang menerangkan kata lain (Takeshi dalam Sudjianto,1995:72). 品詞の一つ。自立語で活用がなく、主語になることがない語うち、 主として運用修飾語として用いられるもの。

(Hinsi no hitotsu. Jiritusgo de katsuyou ga naku, shugo ni naru koto ga nai go uchi, shu toshite renyoushuu shokugo toshite mochiirareru mono: salah satu jenis kata. Sebagaian besar kata yang menerangkan secara terus menerus, tidak


(28)

mengalami perubahan, berdiri sendiri dan tidak dapa menjadi subjek). (Nihongo Dai Jiten, 1989:1699)

Sedangkan Masuoka Takashi (1999:41) menyebtukan bahwa adverbia (fukushi) adalah kata yang berperan untuk menerangkan predikat atau sebutan.

Mc Clan Yoko (1981:193) menjelaskan bahwa adverbia adalah kata keterangan Bahasa Jepang yang mirip dengan kata keterangan Bahasa Inggris yang tidak mengalami perubahan, tidak memodifikasi verba, adjektiva, dan adverbia yang lainnya. Tetapi ada beberapa adverbia Bahasa Jepang yang juga memodifikasi nomina yang ada. Banyak kata keterangan Bahasa Jepang yang mempunyai batasan yang lebih nyata dalam penggunaannya dibandingkan dengan adverbia bahasa Inggris.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan seperti dalam buku karya ilmiah yang berjudul Bunyi dan Kata dalam Bahasa Jepang bahwa yang dimaksud dengan fukushi ialah kata yang berdiri sendiri untuk mengalami perubahan dan tidak dapat menjadi subjek, predikat dan pelengkap. Berfungsi untuk menerangkan yogen. (Hamzon,1997:27) menyebutkan juga bahwa fukushi juga dapat berfungsi menerangkan taigen (nomina) dan adverbia lain.

2.2. Jenis-jenis Adverbia

Ada beberapa pakar linguisik bahasa Jepang yang membagi adverbia bahasa Jepang menjadi beberapa macam. Masao (1985:155-156) mengelompokkan adverbia menjadi tiga macam yaitu joutai fukushi, teido o arawasu fukushi, dan nobekata o shuushokusuru fukushi. Kemudian Motojiro (1986:93-96) membagi adverbia menjadi tiga macam yakni joutai no fukushi,


(29)

teido no fukushi, dan tokubetsuna iikata o youkyuu suru fukushi. Sedangkan Hirohsi (2000:344) juga mengkasifikasikan adverbia menjadi tiga macam yaitu youtai fukushi, teido fukushi, dan yuudo fukushi.

Dalam buku Masuoka Takashi (1999:41) adverbia dalam Bahasa Jepang dibagi menjadi 3 jenis:

1. Joutai no Fukushi

Joutai no Fukushi adalah kata keterangan yang menerangkan kata kerja, menerangkan secara jelas keadaan tersebut. Joutai no Fukushi juga banyak terdapat pada kata-kata giongo yaitu kata yang mengungkapkan bunyi suatu gerakan/tindakan.

Contoh:

Bunyi sesuatu yang jatuh (dosunto)

Dan gitaigo yaitu kata yang diungkapkan secara simbolis dengan bunyi menyerupai keadaan orang atau benda atau gerakan sesuatu.

Contoh:

Gussuri to (keadaan tidur dengan nyenyak)

Didalam joutai no fukushi terdapat kata yang mengungkapkan ada tidaknya kemauan dari subjek yang bergerak. Ungkapan untuk menyatakan suatu perilaku/kegiatan atas kesadaran, seperti:

- Waza to

- Wazawaza (susah payah, repot-repot, jauh-jauh) dan sebagainya

Dalam buku Nihongo Bunpou (1990:1987) dijelaskan bahwa joutai no fukushi terbagi menjadi empat bagian, yaitu:


(30)

a. Joutai no Fukushi yang menunjukkan keadaan

1. ゆっくりと歩く。

Yukkurito aruku.

(Berjalan dengan perlahan).

2. はっきりと見える。

Hakkiri to mieru.

(Kelihatan dengan jelas)

3. おもむろに話す。

Omomuro ni hanasu. (Berbicara dengan pelan).

4. ずっと休んでいる。

Zutto yasunde iru. (terus menerus istirahat).

b. Joutai no Fukushi yang menunjukkan Waktu

1. じきに帰る。

Jikini kaeru.

(Pulang dengan segera).

2. とうと夜があけた。

Touto yoru ga aketa. (Akhirnya malampun tiba).

3. しばらく待った。

Shibaraku matta.


(31)

4. さっそく読んだ。 Sassoku yonda

(Membaca dengan segera)

5. いそいそ働く。

Isoiso hataraku.

(Bekerja dengan senang hati).

c. Joutai no Fukushi yang menyatakan petunjuk

1. こう書く。

Kou kaku.

(Tulislah seperti ini).

2. そう言う。

Sou iu.

(Katakan seperti itu).

3. どう泳ぐ?

Dou oyogu.

(Bagaimana caranya berenang).

2. Teido no Fukushi

Teido no Fukushi adalah adverbia yang digunakan untuk menyatakan tingkat/derajat dan keadaan suatu kata yang diterangkannya.

Berikut adalah contoh Teido no Fukushi:

1. もっと安いのはありませんか。


(32)

2. きゅうよがあるからすぐ来てください。 Kyuuyo ga arukara sugu kite kudasai.

(Karena ada urusan yang penting segeralah datang).

3. 前よりだいぶから大丈夫になった。

Mae yori daibu karada go daijoobu ni natta.

(Dibanding sebelumnya, badannya menjadi lebih sehat.

4. Jojutsu no Fukushi/Chinjutsu no Fukushi

Jojutsu no Fukushi/Chinjutsu no Fukushi adalah adverbia yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan pembicara. Selalu dipergunakan dengan cara pengucapan tertentu. Jojutsu no Fukushi ini juga merupakan fukushi yang berpasangan dengan predikat dan menerangkan predikat itu sendiri.

Contoh:

あしたはたぶんあめだろう。 Ashita wa tabun ame darou (Besok kemungkinan hujan)

Berikut ini Jojutsu no Fukushi lainnya:

a. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan penegasan

1. 明日はきっと晴れる。

Ashita wa kitto hareru (Besok pasti cuacanya cerah)

2. 必ず5時に起きる。


(33)

(Selalu bangun pagi pukul 05.00)

b. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan Sangkalan

1. さっぱりわからない。

Sappari wakaranai

(Sama sekali tidak mengerti)

2. だんじてしあわせない。

Danjite shiawasenai

(Tidak pernah merasa bahagia)

c. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan larangan ぜったい怠けるな。

Zettai namakeru na. (Jangan malas, ya!)

d. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan perkiraan negatif

1. まさかそんなことはしないだろう。

Masaka sonna koto wa shinai darou (Masa iya hal seperti itu tidak dilakukan)

2. 決して失敗しない。

Kesshite shippai shinai. (sama sekali tidak gagal)


(34)

1. 明日はたぶん晴れるだろう。 Ashita wa tabun hareru darou (Besok kemungkinan cuaca cerah)

2. おそらく帰らないでしょう。

Osoraku kaeranai deshou (Mungkin saya tidak pulang)

3. さぞうおわせるでしょう。

Sazoo owasure deshou (Barangkali sudah lupa, ya)

f. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan pernyataan/pertanyaan

1. どうして働かないのでしょうか。

Doushite hatarakanai no deshouka. (Kenapa kamu tidak bekerja)

2. なぜ笑わないのか。

Naze warawanai no ka (Mengapa kamu tertawa)

g. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan pengandaian

1. たとえ雨が降っても、まいります。

Tatoe ame ga futtemo, mairimasu

(Sekalipun hujan turun, saya tetap berkunjung)


(35)

Moshi yasumu you nara renrakushimasu (Kalau ada waktu luang saya akan hubungi)

h. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan perumpamaan

1. まるで夢のようだ。

Marude yume no youda (Seperti dalam mimpi)

i. Jojutsu no Fukuhsi yang menyatakan permohonan

1. ぜひ遊びにきてください。

Zehi asobi ni kite kudasai (Datanglah bermain ke sini!)

2. どうぞ召し上がってください。

Douzo meshiagatte kudasai (Silahkan dimakan)

2.3 Fungsi Adverbia

Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2.1 (Pengertian Adverbia) digunakan untuk menerangkan kata yang ada di depannya, yaitu verba, adjektiva, nomina dan adverbia lain. Contoh:

a. Menerangkan Keiyoshi (Adjektiva-na dan Adjektiva-i)

1. とても静かだ。

Totemo shizukada. (sangat sepi)


(36)

2. 非常に明るい。 Hijou ni akarui. (Sangat cerah).

3. だいぶに元気になった。

Daibu ni genki ni natta. (Menjadi sangat sehat). b. Menerangkan Doushi (verba)

1. ますます増える。

Masumasu fueru. (Semakin bertambah).

2. みっきり衰える。

Mikkiri otoroeru. (Amat layu).

c. Menerangkan Adverbia Lain

1. ひどくぼんやりしている。

Hidoku bonyari shiteiru. (Amat kurang perhatian). d. Menerangkan Taigen (nomina)

a. Menyatakan waktu ずっと昔のことだ。 Zutto mukashi no koto da. (Hal yang sudah lama berlalu). b. Menyatakan arah


(37)

Motto migi e arukinasai.

(Berjalanlah lebih ke sebelah kanan). c. Menyatakan Jumlah/Kualitas

もう一週間先にしてください。 Mou isshuukan saki ni shite kudasai. (Berilah waktu seminggu lagi).

Adapula Adverbia yang menerangkan taigen yang diselipi partikel no. Contoh:

1. しばらくのあいだ。

Shibaraku no aida.

(Jangka waktu yang sebentar).

2. かねての約束。

Kanete no yakushoku. (Perjanjian dari dulu).

2.4 Pengertian dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo dan Nakanaka 2.4.1 Adverbia Taihen

Naoko Chino dkk (1987:18) mengatakan bahwa pengertian adverbia taihen adalah

程度および数量を表す副詞。強調を表す言い方。

“teido oyobi suuryou wo arawasu fukushi. Kyouchou wo arasasu iikata”: Adveriba yang menyatakan kuantitas dan derajat. Ucapan yang mengungkapkan penekanan terhadap suatu kondisi.


(38)

Contoh:

毎日大変暑い日が続いておりますが、お天気でいらっしゃいますか。 Mainichi taihen atsui hi ga tsuzuite orimasuga, otenki de irasshaimasuka. Setiap hari cuaca yang sangat panas terus berlanjut, apakah cuaca bagus akan datang?

Pada kalimat tersebut, taihen memiliki arti ‘sangat’.

Teori tersebut juga didukung oleh Yoshifumi Hida dkk (1994:258) yang menyatakan

1. 程度がはなはだしことを誇張する様子を表す。程度が非常にはな

はだしいことを誇張的に表し、話者の慨嘆・驚き・感動・丁重な どの暗示がこもる。この「たいへん」は「とても」「ひじょうに」 「たいそう」など似ているが、「とても」はかなり冷静な表現で、 誇張の暗示はない。「ひじょうに」はややかたい表現で、公式の 発言などによく用いられる。「たいそう」はやや古風な表現だ。 “Teido ga hanahadashi koto wo kochousuru yousu wo arawasu. Teido ga hijouni hanahadashii koto wo kochouteki ni arawashi, washa no gaitan / odoroki / kandou / teichou nado no anji ga komoru. Kono [taihen] wa [totemo] [hijouni] [taisou] ga nite iru ga, [totemo] ha kanari resei na hyougen de, kochou no anji wa nai. [hijouni] ha yaya katai hyougen de, koushiki no hatsugen nado ni yoku mochiirareru. [taisou] wa yaya kofuu na hyougen da ”: mengungkapkan keadaan yang melebih-lebihkan/menekankan suatu hal yang besar derajatnya. Mengungkapkan secara berlebihan suatu hal yang sangat besar derajatnya dan mengandung indikasi keramah-tamahan / keterharuan / keterkejutan / keluhan


(39)

dan sebagainya oleh sipembicara. Taihen mirip dengan totemo, hijouni dan taisou, namun totemo merupakan ungkapan yang sedikit santai dan tidak ada indikasi melebih-lebihkan/membesar-besarkan. Hijouni merupakan ungkapan yang sedikit serius dan sering dipakai dalam ucapan formal. Taisou merupakan ungkapan gaya lama.

Contoh

1. 今度の彼の絵はたいへんにすばらしい。

Kondo no kare no e wa taihen ni subarashii. Lukisan dia kali ini sangat hebat.

2. 御迷惑をおかけしてたいへん申し訳ありません。

Omeiwaku wo okakeshite taihen moushiwake arimasen. Saya benar-benar minta maaf karena telah merepotkan Anda.

Selain uraian tersebut, Yoshifumi Hida dkk menambahkan fungsi adverbia taihen lainnya, yaitu

2. 慨嘆すべき様子を表す。 対象の状態が慨嘆すべきであることを誇

張的に述べ、慨嘆・危惧・同情・驚きなどの暗示がこもる。

“Gaitansubeki yousu wo arawasu. Taishou no joutai ga gaitansubeki de aru koto wo kochouteki ni nobe, gaitan / kigu / doujou / odoroki nado no anji ga komoru”: mengungkapkan keadaan yang patut disesalkan. Mengungkapkan secara berlebihan suatu hal yang patut disesalkan dari keadaan suatu objek, dan mengandung indikasi keterkejutan, simpati, kekhawatiran, keluhan/penyesalan. Contoh


(40)

Tabako wo sutteru no ga mama ni baretara taihen da. Kalau saya sampai ketahuan merokok oleh ibu, bisa celaka.

2. あらたいへん、ガスをつけっ放しで来ちゃったわ。

Ara taihen, gasu wo tsukeppanashi de kichattawa.

Wah gawat, saya datang dengan membiarkan gas tetap hidup.

Yuriko Sunagawa (1998:184) mengatakan bahwa taihen memiliki tiga jenis, yaitu:

1. Taihen (たいへん)

程度がはなはだしことを表す。ややかたい表現で、話しことば では「とても」「すごく」のほうがよく使われる。

“Teido ga hanadashi koto arawasu. Yaya katai hyougen de, hanashi kotoba de wa ‘totemo’ ‘sugoku’ no hou ga yoku tsukawareru”: mengungkapkan suatu hal yang derajatnya menyolok atau besar. Digunakan dalam ungkapan yang sungguh-sungguh, didalam percakapan totemo dan sugoku lebih sering digunakan. Contoh

先日は大変結構なものをちょうだいし、ありがとうございました。 Senjitsu wa taihen kekkou na mono wo choudaishi, arigatou gozaimashita.

Karena saya telah menerima sesuatu yang sangat bermanfaat beberapa hari yang lalu, saya ucapkan terima kasih banyak.


(41)

2. Taihen da (たいへんだ)

普通ではないこと、意外なことに対して、驚き、同情、感慨な どを表す。

“futsuu dewanai koto, igaina koto ni taishite, odoroki, doujou, gankai nado wo arawasu”: mengungkapkan rasa haru, simpati, keterkejutan dan sebagainya terhadap hal-hal yang di luar dugaan dan hal-hal yang tidak biasa. Contoh

え? あそこのうち、子供が3人とも大学に行ってるの? 親は大

変だ。

E? Asoko no uchi, kodomo ga sannin tomo daigaku ni itteru no? Oya wa taihen da.

Hah? Keluarga itu, menyekolahkan ketiga anaknya sekaligus ke perguruan tinggi? Orang tuanya luar biasa repot.

3. Taihen na + N (たいへんな+N)

普通ではない、意外なものごとに対して使われる。プラス評価 にもマイナス評価にも使われる。

“futsuu dewanai, igaina monogoto ni taishite tsukawareru. Purasu hyouka ni mo mainasu hyouka ni mo tsukawareru”: digunakan terhadap segala hal yang di luar dugaan dan tidak biasa. Digunakan baik dalam penilaian yang negatif maupun penilaian yang positif.

Contoh


(42)

Ano pianisuto no sainou wa taihen na mono da. Bakat pemain piano itu benar-benar hebat.

2.4.2 Adverbia Totemo

Naoko Chino (1987:18) mengatakan bahwa adverbia totemo memiliki pengertian, yaitu

1. 程度および数量を表す副詞。強調を表す言い方。

“teido ooyobi suuryou wo arawasu fukushi. Kyouchou wo arasasu iikata”: Adveriba yang menyatakan kuantitas dan derajat. Cara mengungkapkan penekanan terhadap suatu kondisi.

Contoh

あの映画は評判通り、とてもおもしろかった。 Ano eiga wa hyouban douri, totemo omoshirokatta. Film itu sangat menarik sesuai dengan reputasinya.

2. 決まった言い方を伴う副詞。否定を伴う言い方。どうしても無

理だという気持ち 。

“kimatta iikata wo tomonau fukushi. Hitei wo tomonau iikata. Doushitemo muri da to iu kimochi”: Adverbia yang disertai dengan ucapan yang telah diputuskan. Ucapan yang disertai dengan bentuk menyangkal. Perasaan yang menyatakan ketidakmungkinan.

Contoh

こんな難しい問題は私にはとてもできません。


(43)

Soal sesulit ini tidak mungkin saya bisa.

Pada kalimat tersebut totemo berarti ‘tidak mungkin’ yang selalu diikuti oleh bentuk negatif.

Pendapat tersebut juga didukung oleh Yuriko Sunagawa (1998:346) mengatakan bahwa totemo memiliki dua jenis, yaitu:

1. Totemo (とても)

程度がはなはだしことを表す。

“teido ga hanahadashi koto wo arawasu”: mengungkapkan suatu hal yang derajatnya menyolok.

Contoh

今度の新入社員はとてもよく働く。

Kondo no shinnyuushain wa totemo yoku hataraku. Karyawan yang baru masuk kali ini bekerja sangat giat.

2. Totemo ... nai (とても ... ない)

どのような方法を尽くしても無理だ、できないという話し手の

主観な判断を表す。書きことばでは「とうて ... ない」と言いか

えられる。

“donou youna houhou wo tsukushitemo muri da, dekinai to iu hanashi te no shukan na handan wo arawasu. Kaki kotoba de wa [toute ... nai] to iikaerareru”: mengungkapkan penilaian subjektif si pembicara yang menyatakan


(44)

tidak sanggup, meskipun melakukan cara seperti apapun tetap tidak mungkin. Dalam ragam tulisan dapat dipakai [toute ... nai].

Contoh

一度にこんなにたくさんの単語はとても(とうてい)覚えられませ ん。

Ichido ni konnani takusan no tango wa totemo (toutei) oboeraremasen. Kosa kata sebanyak ini tidak mungkin bisa diingat dalam satu kali.

Disamping itu, Yoshifumi Hida (1994:359) secara spesifik mengatakan mengenai totemo yaitu,

1.後ろに打消しや否定の表現を伴って、可能性がまったくない様

子を表す。ややマイナスイメージの語。

“ushiro ni uchikeshi ya hitei no hyougen wo tomonatte, kanousei ga mattakunai yousu wo arawasu. Yaya mainasu imeeji no go”: mengungkapkan keadaan yang tidak memiliki kemampuan sama sekali dan disertai dengan ungkapan negatif dan menyangkal dibelakangnya. Ungkapan yang memiliki kesan/citra sedikit negatif.

Contoh

私には捨て犬などとてもできそうもない。 Watashi ni sute inu nado totemo dekisoumonai.

Anjing saya sepertinya sangat tidak siap setelah ditinggalkan oleh saya.


(45)

「ひじょうに」「たいへん」「すごく」などに似ているが、「ひじ ょうに」はややかたい文章語で、公式の発言などに多用され、程度 がはなはだしことを誇張する様子を表す。「たいへん」も誇張的で、 慨嘆・驚き・感動・丁重などさまざまの暗示を伴う。「すごく」は くだけた表現で日常会話中心に用いれら、やはり程度を誇張し、感 嘆・あきれなどの暗示を伴う。

“teido ga hanahadashii yousu wo arawasu. Purasu mainasu no imeeji ha nai. Nichjoukaiwa de wa shibashiba [tottemo] hatsuonsareru. [totemo] wa [hijouni] [taihen] [sugoku] nado ni niteiru ga, [hijouni] wa yaya katai bunshougo de, koushiki no hatsugen nado ni tayousare, teido ga hanadashii koto wo kochousuru yousu wo arawasu. [taihen] mo kochouteki de. Kaitan / odoroki / kandou / teichou nado samazama no anji wo tomonau. [sugou] wa kudaketa hyougen de nichijou kaiwa chuushin ni mochiirare, yahari teido wo kochoushi, kantan/akire nado no anji wo tomonau”: mengungkapkan keadaan yang menyolok derajatnya. Tidak memiliiki kesan negatif atau positif. Dalam percakapan sehari-hari lebih sering diucapkan “tottemo”. totemo mirip dengan hijouni, taihen dan sugoku, tetapi hijouni banyak dipakai dalam ucapan-ucapan formal dan dalam ragam tulisan dan mengungkapkan keadaan yang menekankan suatu hal yang besar derajatnya. Taihen disertai dengan indikasi keramahan / keterharuan / keterkejutan / penyesalan dan sebagainya secara berlebihan. Sugoku merupakan ungkapan santai dan dipakai dalam percakapan sehari-hari dan juga melebih-lebihkan derajat dan disertai dengan indikasi keheranan / kekaguman dan sebagainya.


(46)

1. 彼はパーティにとても素敵な女性を連れて来た。 Kare wa paati ni totemo suteki na josei wo tsurete kita. Dia mengajak seorang wanita yang sangat cantik ke pesta

2. A:今のお気持ちは?

B:とっても幸せです。 A :ima no okimochi wa? B :tottemo shiawase desu.

A : bagaimana perasaan Anda sekarang? B: sangat senang

2.4.3 Adverbia Nakanaka

Naoko Chino dkk (1987:22) mengatakan bahwa adverbia nakanaka memiliki dua pengertian, yaitu:

1. 程度および数量を表す副詞。程度をやわらげる言い方。実際の

結果が期待や予想した以上の場合で、良いことを表すために多 く使われる。

“teido oyobi suuryou wo arawasu fukushi. Teido wo yawarageru iikata. Jissai no kekka ga kitai ya yosou shita ijou no baai de, yoi koto wo arawasu tame ni ooku tsukawareru”: Adverbia yang menyatakan kuantitas dan derajat. Ucapan untuk melembutkan suatu derajat. Digunakan untuk mengungkapkan suatu keadaan dimana hasil sebenarnya terjadi di luar dari yang diperkirakan dan diharapkan dan banyak digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang baik.


(47)

Shinnnyuushain ga konna ookina shigoto wo suru to wa, nakanaka taishita mono da.

Kalau karyawan baru mengerjakan pekerjaan sebesar ini, benar-benar serius.

2. 決まった言い方を伴う副詞。否定を伴う言い方。簡単に物事が

いかない(進まない)様子。

“kimatta iikata wo tomonau fukushi. Hite wo tomonau iikata. Kantan ni monogoto ga ikanai (susumanai) yousu”: adverbia yang disertai dengan ucapan yang telah diputuskan. Ucapan yang disertai bentuk menyangkal. Keadaan yang segalanya tidak berjalan dengan mudah.

Contoh

寒い朝は目が覚めても、布団からなかなか出られない。 Samui asa wa me ga sametemo, futon kara nakanaka derarenai.

Pagi yang dingin meskipun saya sudah terbangun, tapi susah sekali bangkit dari kasur.

Seiichi Makino & Michio Tsutsui (2003:206) mengatakan “Nakanaka is an adverb used to indicate the speaker’s feelings that something is impressive or his annoyance at slowness or difficulty in achieving something” (2003:206). Nakanaka adalah kata keterangan yang digunakan untuk menunjukkan perasaan si pembicara mengenai sesuatu yang mengesankan atau kekesalannya terhadap lambatnya atau sulitnya dalam memperoleh sesuatu.


(48)

1. ブラウンさんは日本語がなかなか上手ですね。 Buraun san wa nihongo ga nakanaka jouzu desune. Tuan Brown bahasa Jepangnya sangat mahir.

2. 今年は桜の花がなかなか咲きません。

Kotoshi wa sakura no hana ga nakanaka sakimasen. Tahun ini bunga sakura tidak kunjung mekar.

Seiichi Makino & Michio Tsutsui menambahkan “when nakanaka is used with an affirmative predicate, it can be replaced by the five adverbs: totemo, hijouu ni, kanari, taihen and kekkou. But when nakanaka is used with a negative verb as in 2) above, it can not be replaced by the either of the five adverbs”: ketika nakanaka digunakan bersama predikat positif, nakanaka dapat digantikan oleh kelima adverbia berikut: totemo, hijou ni, kanari, taihen dan kekkou. Tetapi ketika nakanaka digunakan bersama kata kerja negatif seperti pada nomor 2) diatas, nakanaka tidak bisa digantikan oleh kelima adverbia tersebut.

Lebih lanjut Seiichi Makino & Michio Tsutsui mengatakan “nakanaka modifies only adjectives with positive meanings. Thus, nakanaka in the following examples is unacceptable”: nakanaka hanya terbatas pada kata sifat yang memiliki makna positif. Dengan demikian, nakanaka tidak berterima dalam contoh berikut ini,

1. この本はなかなか面白くない。×

Kono hon wa nakanaka omoshirokunai. Buku ini sangat tidak menarik.


(49)

Juunigatsu ni nattara, nakanaka samukunatta.

Begitu bulan Oktober datang, suhunya menjadi sangat tidak dingin.

Pendapat Naoko Chino dkk dan Seiichi Makino & Michio Tsutsui juga didukung oleh Yoshifumi Hida dkk. Yoshifumi Hida dkk (1994:382) mengatakan:

1. 程度が平均を上回っている様子を表す。ややプラスイメージの語。

程度が平均を上回っていることを上から見て評価する暗示があり、 目上に向かって用いる場合には注意を要する。

“teido ga heikin wo uwamawatte iru yousu wo arawasu. Yaya purasu imeeji no go. Teido ga heikin wo uwamawatte iru koto wo ue kara mite hyouka suru anji ga ari, meue ni mukatte mochiiru baai ni wa chuui wo yousuru”: Mengungkapkan keadaan yang melampaui derajat rata-rata (normal). Ungkapan yang sedikit memiliiki kesan positif. Memiliki unsur penilaian setelah melihat secara langsung suatu hal yang melampaui derajat normal dan memiliki unsur kehati-hatian ketika digunakan terhadap orang yang kedudukannya lebih tinggi. Contoh

1. この企画はなかなかに面白いね。

Kono kikaku wa nakanaka ni omoshiroi ne. Rencana ini sangat menarik ya.

2. 部長はゴルフがなかなかお上手ですね。

Buchou wa gorufu ga nakanaka ojouzu desu ne. Bapak direktur sangat mahir main golf ya.


(50)

3. 物事の解決や目標達成に時間・労力や能力などを必要とする様子を 表す。ややマイナスイメージの語。しばしば後ろに打消しや否定の 表現を伴う。物事の解決や目標の達成を期待する暗示があり、それ が簡単には実現しないことについて慨嘆の暗示がこもる。

“monogoto no kaiketsu ya mokuhyoutassei ni jikan / rouryoku ya nouryoku nado wo hitsuyou to suru yousu wo arawasu. Yaya mainasu imeeji no go. Shibashiba ushiro ni uchikeshi ya hitei no hyougen wo tomonau. Monogoto no kaiketsu ya mokuhyou no tassei wo kitakusuru anji ga ari, sore ga kantan ni wa jitsugenshinai koto ni tsuite gaitan anji ga komoru”: mengungkapkan keadaan yang membutuhkan kemampuan dan tenaga / waktu dalam mencapai suatu tujuan dan penyeselaian masalah. Ungkapan yang sedikit memiliki kesan negatif. Sering disertai dengan ungkapan negatif dan menyangkal dibelakangnya. Memiliki indikasi mengharapkan suatu pencapaian tujuan dan pemecahan masalah dan mengandung unsur keluhan mengenai suatu hal yang tidak terealisasi dengan mudah.

Contoh

この事件のなぞはなかなか解けない。 Kono jiken no nazo wa nakanaka tokenai. Teka-teki masalah ini tidak mudah dipecahkan.


(51)

BAB III

ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI ADVERBIA TAIHEN, TOTEMO DAN NAKANAKA DALAM KALIMAT BERBAHASA JEPANG PADA

MAJALAH NIHONGO JAANARU (THE NIHONGO JURNAL) TAHUN 1995 EDISI 2 S.D 10

Kalimat-kalimat yang dianalisis berikut ini diambil dari majalah Nihongo Jaanaru. Majalah Nihongo Jaanaru merupakan majalah bulanan yang ditujukan pada pembelajar bahasa Jepang. Isi dari majalah tersebut dibagi ke dalam dua bagian yaitu bagian pelajaran bahasa Jepang dan bagian kolom informasi. Bagian pelajaran bahasa Jepang memuat tentang hal-hal pembelajaran bahasa Jepang yang meliputi keterampilan membaca, mendengar, menulis dan berbicara baik untuk tingkat pemula, menengah ataupun tingkat atas (mahir). Sedangkan bagian kolom informasi memuat tentang berita, laporan sebuah peristiwa, biografi tokoh-tokoh Jepang, kuis, jadwal kegiatan, kolom pembaca dan sebagainya. Sebagian besar kalimat-kalimat yang dianalisis berikut ini diambil dari bagian kolom informasi khususnya dari kolom pembaca yang berisi mengenai komentar, kritik, dan saran dari pembaca majalah Nihongo Jaanaru.

Dari majalah edisi 2 s.d.10 tersebut terdapat 66 kalimat yang menggunakan ketiga adverbia tersebut dengan rincian 28 kalimat menggunakan adverbia taihen, 23 kalimat menggunakan adverbia totemo, dan 15 kalimat menggunakan adverbia nakanaka. Namun, diantara 66 kalimat tersebut, hanya 15 kalimat yang digunakan sebagai data untuk dianalisis yang masing-masing 5


(52)

kalimat yang menggunakan adverbia taihen, 5 kalimat yang menggunakan adverbia totemo, dan 5 kalimat yang menggunakan adverbia nakanaka.

3.1 Adverbia Taihen

Cuplikan 1 (The Nihongo Jurnal edisi 3 1995 hal 113)

わたしはスミルノフ・ロマンです。日本の文化に大変興味があり、 独学で日本語を勉強しています。

Watashi wa Sumirunofu Roman desu. Nihon no bunka ni taihen ga kyoumi ga ari, dokugaku de nihongo wo benkyoushite imasu ...

(Nama saya Sumirunofu Roman. Saya memiliki minat yang serius terhadap budaya Jepang dan saya belajar bahasa Jepang secara otodidak ...)

Pada cuplikan kalimat 1, kalimatnya diambil dari kolom pembaca (Reader’s Plaza). Kolom pembaca adalah kumpulan dari seluruh komentar-komentar pembaca majalah Nihongo Jaanaru, bagian dimana para pembaca bebas menyampaikan pendapat, kritik, saran, keluhan, pujian dan sebagainya.

Analisis:

Si pembicara dalam kalimat tersebut memiliki minat yang besar terhadap budaya Jepang. Jika merujuk pada teori Yuiko Sunagawa (1), taihen dalam kalimat tersebut bermakna ‘serius’ (Goro Taniguchi;233) yang diungkapkan secara sungguh-sungguh/ serius bahwa si pembicara benar-benar tertarik dengan budaya Jepang. Jika menganalis makna kalimat tersebut dengan menggunakan teroi Yoshifumi Hida (1) maka makna taihen dalam kalimat tersebut mungkin


(53)

sangat besar terhadap budaya Jepang. Fungsi taihen dalam kalimat itu untuk menekankan frase dibelakangnya ‘memiliki minat’.

Cuplikan 2 (The Nihongo Jurnal edisi 1995 hal 111)

2年前に日本に来ましたが、円高が進んで困っています。日本に来 る前にためたお金では足りなくなってしまい、国から送金してもら ったこともあります。映画を見たり、旅行をしたりといったと娯楽 費を節約し、できるだけ生活を切り詰めました。家庭教師のアルバ イトもしましたが、それでも生活は大変です。最近はいつもお金の ことばかり考えています。

Ninen mae ni nihon ni kimashitaga, endaka ga susunde komatte imasu. Nihon ni kuru mae ni tameta okane de wa tarinakunatte shimai, kuni kara soukinshite moratta koto mo arimasu. Eiga wo mitari, ryokou wo sitari to itta to gorakuhi wo setsuyakushi, dekiru dake seikatsu wo kiritsumemashita. Kateikyoushi no arubaito mo shimashitaga, soredemo seikatsu wa taihen desu. Saikin wa itsumo okane no koto bakari kangaemasu.

Saya datang ke Jepang dua tahun yang lalu, tetapi karena nilai yen terhadap dolar terus meningkat saya mengalami kesulitan. Uang yang saya kumpulkan sebelum datang ke Jepang menjadi tidak cukup, meskipun saya juga sudah menabung. Saya telah menghemat biaya-biaya hiburan saya seperti menonton film dan bepergian, dan sedapat mungkin meminimalisasi biaya hidup saya. Saya juga melakukan pekerjaan


(54)

sambilan dengan memberikan les pelajaran tetapi kehidupan saya tetap berat. Akhir-akhir ini, saya selalu memikirkan uang terus menerus.

Analisis:

Cuplikan kalimat 2 diambil dari kolom pembaca. Jika menganalisis dengan menggunakan teori Yoshifumi Hida (2) yang menyatakan bahwa taihen digunakan untuk mengungkapkan secara berlebihan suatu hal yang patut disesalkan dari keadaan suatu objek, dan mengandung indikasi keterkejutan, simpati, kekhawatiran, keluhan/penyesalan. Maka, taihen dalam kalimat tersebut bermakna ‘berat’ maksudnya si pembicara mengungkapkan keluhan-keluhannya sejak dia datang ke Jepang dan situasi yang tidak baik kerap kali menghampirinya. Sehingga di akhir kalimat dia mengatakan kehidupannya menjadi berat atau susah karena hal yang selau dia pikirkan adalah uang untuk memenuhi biaya hidupnya. Fungsi taihen dalam kalimat tersebut adalah menerangkan kata seikatsu (kehidupan) yang merujuk pada keadaannya secara keseluruhan.

Cuplikan 3 (The Nihongo Jurnal edisi 6 1995 hal 110)

来日して半年あまりがたちますが、言葉のことで苦労しています。 特に、野球、相撲など、テレビのスポツ中継で使われる専門用語が 難しいのです。一つ一つ調べるのは大変ですし、速くて聞き取れな いものもあります。できれば、『日本語ジャーナル』で特集してく ださい。

Rainichishite hantoshi amari ga tachimasuga, kotoba no koto de kuroushite imasu. Tokuni, yakyuu, sumou nado, terebi no supotsu chuukei


(55)

de tsukawareru senmon yougo ga muzukashii no desu. Hitotsu hitotsu shiraberu no ha taihen desu shi, hayakute kikitorenai mono mo arimasu. Dekireba, Nihongo Jaanaru de tokushuushite kudasai,

Meskipun belum sampai setengah tahun sejak saya datang ke Jepang, tapi saya sudah mengalami kesusahan karena kosakata bahasa Jepang. Terutama Istilah-istilah khusus yang digunakan dalam televisi olahraga seperti sumo, baseball dan lainnya sulit dimengerti. Mencari satu per satu istilah tersebut merepotkan dan juga tidak bisa memahaminya dengan cepat. Sedapat mungkin, tolong buatkan edisi tambahan mengenai masalah tersebut dalam Nihongo Jaanaru.

Analisis:

Cuplikan kalimat 3 tersebut juga diambil dari kolom pembaca. Taihen dalam kalimat tersebut tidak mudah menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Namun jika menggunakan teori Yuriko Sunagawa (2) yang menyatakan taihen digunakan terhadap hal-hal yang tidak biasa, maka kata taihen dalam kalimat itu dapat dimaknai dengan kata ‘merepotkan’ atau ‘tidak efektif’. Si pembicara merasa kesulitan ketika menjumpai istilah-istilah dalam olah raga, sehingga ketika dia harus memeriksanya di kamus atau sesuatu yang lain, dia merasa hal itu merepotkan atau tidak efektif karena susah dipahami. Taihen dalam kalimat tersebut juga mengandung indikasi keluhan. Fungsi taihen dalam kalimat tersebut untuk menjelaskan verba shiraberu (mencari atau memeriksa).


(56)

女:キムさんは日本に来てから、もう3ヶ月ですよね。一人で生活 するのは大変でしょう。

男:せんたくや料理なんかは少しなれましたけど···。... Onna : Kimu san wa nihon ni kite kara, mou sankagetsu desune. Hitori

de seikatsu suru no wa taihen deshou.

Otoko : sentaku ya ryouri nanka wa sukoshi naremashita kedo. ... Perempuan : Tuan Kimu sudah tiga bulan ya, sejak datang ke Jepang.

Hidup sendiri itu merepotkan ya.

Laki-laki : Tapi, kalau untuk masak dan mencuci sih saya bisa sedikit.

Analisis:

Cuplikan 4 diambil dari kolom pembelajaran. Jika menggunakan teori Yoshifumi Hida (2) yang menyatakan bahwa taihen digunakan untuk mengungkapkan secara berlebihan suatu hal yang patut disesalkan dari keadaan suatu objek, dan mengandung indikasi keterkejutan, simpati, kekhawatiran, keluhan/penyesalan. Maka, taihen dalam kalimat ini bermakna ‘merepotkan’. Sesuatu yang dianggap lawan bicara sebagai keluhan dan simpati karena mengurus segala sesuatunya sendiri. Teori Yoshifumi Hida juga didukung oleh teori Yuriko Sunagawa (2) yang menyatakan bahwa taihen digunakan untuk mengungkapkan rasa haru, simpati, keterkejutan dan sebagainya terhadap hal-hal yang di luar dugaan dan hal-hal yang tidak biasa. Fungsi taihen pada kalimat tersebut yaitu menerangkan kalimat sebelumnya yaitu hitori de seikatsu suru (hidup sendiri).


(57)

Cuplikan 5 (The Nihongo Jurnal edisi 4 1995 hal 43) A:けさ新聞で読んで感激したんですげど···。 B:ええ。

A:目の見えない人の苦労を体験する講習会に参加した人の話が、 出ていました。

B:目にマスクをするとが···。

A:ええ、まず日にマスクをして食事をしてみたら、大変だったそ うだ。

A : Kesa shinbun de yondde kangekishitan desu kedo···. B : Ee.

A : Me no mienai hito no kurou wo taikensuru koushuukai ni sankashitai hito no hanashi ga, dete imashita

B : Me ni masuku wo suru to ga···.

A : Ee, mazu me ni masuku wo shite shokuji wo shite mitara, taihen dattasouda.

A : Saya membaca artikel di koran tadi pagi yang membuat saya terkejut. B : Oh?

A : Ada berita mengenai orang yang mengikuti kursus mengatasi kesulitan karena cacat mata.

B : Apakah mereka menggunakan penutup mata?

A : Ya. Pertama mereka makan sambil menggunakan penutup mata. Artikel tersebut mengatakan hal itu sangatlah sulit.


(58)

Analisis:

Pada cuplikan 5, kalimatnya diambil dari kolom pembelajaran. Taihen dalam kalimat tersebut bermakna ‘sangat sulit’, sesuai dengan teori Yuriko Sunagawa (2) yang menyatakan taihen digunakan untuk mengungkapkan rasa haru, simpati, keterkejutan dan sebagainya terhadap hal-hal yang di luar dugaan dan hal-hal yang tidak biasa. Dalam konteks percakapan tersebut taihen muncul karena adanya suatu hal yang tidak biasa yang membuat si pembicara terkejut bahwa makan dengan keadaan mata tertutup adalah hal yang susah. Fungsi taihen dalam kalimat itu adalah menjelaskan kalimat sebelumnya yakni keadaan makan sambil menutup mata.

3.2 Adverbia Totemo

Cuplikan 1 (The Nihongo Jurnal edisi 7 1995 hal 106) 園城先生からのコメント

「チョんさんは文学作品なども読め、とても日本語が上手です。で も、助詞の使い方を間違えることがあるので、そんなところに注意 して教えています」

Sonoshiro sensei kara no komento

Chon san wa bungaku sakubun nado mo yome, totemo nihongo ga jouzu desu. Demo, joushi no tsukaikata wo machigaeru koto ga aru node, sonna tokoro ni chuuishite oshiete imasu.


(59)

Tuan Chon dapat membaca karangan-karangan sastra dan bahasa Jepangnya dengan sangat mahir. Tetapi, karena adal kesalahan dalam penggunaan partikel, jadi saya memberikan perhatian terhadap hal-hal seperti itu.

Analisis:

Cuplikan kalimat 1 diambil dari kolom informasi yaitu kolom liputan peristiwa. Tuan Chon adalah seorang pembelajar bahasa Jepang yang datang dari Thailand yang sedang mengikuti kursus bahasa Jepang dari Sonoshiro Sensei. Totemo dalam kalimat itu bermakna ‘sangat’. Jika menggunakan teori Yoshifumi Hida (2) totemo dalam kalimat itu tidak memiliki unsur positif atau negatif artinya bahwa tidak ada unsur subjektif dari si pembicara. Si pembicara mengatakan secara netral (objektif) bahwa kemampuan bahasa Jepang Tuan Chon memang sangat mahir. Di samping itu, totemo dalam kalimat itu tidak mengandung indikasi membesar-besarkan hanya sebatas menerangkan kemampuan seseorang bahwa bahasa Jepangnya sangat mahir. Fungsi totemo dalam kalimat tersebut menerangkan kata sifat jouzu (mahir).

Cuplikan 2 (The Nihongo Jurnal edisi 3 1995 hal 19)

渡辺 :学園祭でバザーをしたそうですね。どうでしたか。

ジョン:国の料理を作って販売したんですが、とても好評でした。 お客さんが大勢

たいせい

で、目が回るほど忙しかったんです。 Watanabe : Gakuensai de bazaa wo shita sou desu ne. Doudeshitaka.


(60)

Jhon : kuni no ryouri wo tsukutte hanbai shitan desu ga, totemo kouhyou deshita. Okyaku sanga taisei de, me ga mawaru hodo isogashiikattandesu.

Watanabe : Saya dengan kamu menyelenggarakan bazar di kampus. Bagaimana bazarnya?

John : Saya memasak dan menjual beberapa makanan khas negara saya. Makanan tersebut sangat populer. Pelanggan saya banyak. Saya sibuk sampai kepala saya pusing.

Analisis:

Cuplikan 2 diambil dari kolom pembelajaran. Totemo dalam percakapan tersebut bermakna ‘sangat’ yang mengungkapkan suatu hal yang derajatnya besar sesuai dengan teori Yuriko Sunagawa (1). Jika menganalisis dengan menggunakan teori Yoshifumi Hida, maka totemo dalam kalimat tersebut juga bermakna ‘sangat’ yang mengungkapkan keadaan yang menekankan suatu hal yang besar derajatnya dan tidak ada maksud negatif atau positif artinya si pembicara hanya mengatakannya secara netral. Jadi totemo dalam kalimat tersebut hanya sebatas menekankan kata kouhyou (populer) tidak ada maksud melebih-lebihkan bahwa makanan yang dijual oleh si John luar biasa populernya. Fungsi totemo dalam kalimat tersebut yaitu menjelaskan kata sifat kouhyou (populer).


(61)

Cuplikan 3 (The Nihongo Jurnal edisi 7 1995 hal 111)

わたしは漢字を使わない国の出身です。ですから、漢字の読み書き を覚えるのはとても大変です。『日本語ジャーナル』で漢字の勉強 法を取り上げてください。

Watashi wa kanji wo tsukawanai kuni no shussin desu. Desukara, kanji no yomikaki wo oboeru no wa totemo taihen desu. [Nihongo Jaanaru] de kanji no benkyouhou wo toriagete kudasai.

Saya berasal dari negara yang tidak menggunakan huruf Kanji. Oleh karena itu, menghafal bacaan dan tulisan huruf Kanji sangatlah sulit. Tolong muat cara belajar huruf Kanji dalam Nihongo Jaanaru.

Analisis:

Pada cuplikan 3, kalimatnya diambil dari kolom pembaca (Reader’s Plaza). Pada kalimat ini adverbia totemo diikuti oleh adverbia taihen. Pada kalimat tersebut totemo bermakna ‘sangat’ sesuai dengan teori Yuriko Sunagawa (1) yang mengungkapkan suatu hal yang derajatnya besar/menyolok dan juga didukung oleh teori Yoshifumi Hida yang mengungkapkan keadaan yang menekankan suatu hal yang besar derajatnya. Namun, karena totemo dalam kalimat tersebut menerangkan kata taihen yang pada dasarnya taihen digunakan untuk mengungkapkan suatu hal secara berlebihan dan mengandung indikasi keluhan, maka bisa disimpulkan bahwa si pembicara ingin menyampaikan keluhannya bahwa menghafal atau mengingat bacaan dan tulisan huruf Kanji benar-benar luar biasa sulitnya. Fungsinya untuk menerangkan sekaligus menekankan adverbia taihen dibelakangnya.


(62)

Cuplikan 4 (The Nihongo Jurnal edisi 2 1995 hal 112)

「読書の時間」をいつも楽しく読んでいます。ふりがなと解説があ ってとても分かりやすく、読書の楽しさが味わえます。

[Dokusho no jikan] wo itsumo tanoshiku yonde imasu. Furigana to kaisetsu ga atte totemo wakariyasuku, dokusho no tanoshisa ga ajiwaemasu.

Saya selalu membaca kolom “waktunya membaca” dengan persaaan gembira. Terdapat penjelasan dan furigana sehingga sangat mudah dipahami dan saya merasakan kenikmatan membaca dan menulis.

Analisis:

Cuplikan 4 diambil dari kolom informasi. Totemo dalam kalimat tersebut bermakna ‘sangat’. Penulis merujuk pada teori yang digunakan Yoshifumi Hida maupun Yuriko Sunagawa. Keduanya sama-sama berpendapat bahwa totemo mengungkapkan suatu hal yang derajatnya besar/menyolok dan mengungkapkan keadaan yang melebih-lebihkan suatu hal yang besar derajatnya. Namun, Yoshifumi Hida menambahkan bahwa totemo tidak memiliki unsur melebih-lebihkan atau membesar-besarkan seperti halnya pada taihen. Sehingga, totemo dalam kalimat tersebut tidak ada indikasi membesar-besarkan. Fungsinya untuk menerangkan kata kerja wakariyasui (mudah dipahami).


(63)

Cuplikan 5 (The Nihongo Jurnal edisi 8 1995 hal 113)

はじめまして、わたしは日本の大学生です。台湾の文化や風俗にと ても興味があります。こんなわたしにぜひ台湾のことをいろいろ教 えてください。日本語か英語でお手紙ください。

Hajimemashite, watashi wa nihon no daigakusei desu. Taiwan no bunka ya fuuzoku ni totemo kyoumi ga arimasu. Konna watashi ni zehi Taiwan no koto wo iroiro oshitete kudasai. Nihongo ka eigo de otegami kudasai.

Salam kenal, saya seorang mahasiswa. Saya sangat tertarik dengan adat dan budaya Taiwan. Harap ajarkan saya hal-hal yang berhubungan dengan Taiwan. Silahkan kirimkan surat baik dalam bahasa Inggris ataupun bahasa Jepang.

Analisis:

Cuplikan 5 diambil dari kolom informasi yaitu kolom pembaca (Reader’s Plaza). Totemo dalam kalimat tersebut bermakna ‘sangat’ (Kenji Matsura;1105). Si pembicara dalam kalimat tersebut sedang memperkenalkan diri dan mengatakan bahwa dia sangat tertarik pada adat dan budaya Taiwan. Totemo dalam kalimat tersebut bermakna ‘sangat’ dengan merujuk pada teori Yuriko Sunagawa dan Yoshifumi Hida yang mengatakan bahwa totemo digunakan untuk mengungkapkan suatu hal yang derajatnya besar/menyolok dan mengungkapkan keadaan yang menyolok derajatnya. Namun, tidak memiliki indikasi membesar-besarkan. Fungsinya secara struktural yaitu menerangkan frase kyoumi ga arimasu (berminat;memiliki minat).


(64)

3.2 Adverbia Nakanaka

Cuplikan 1 (The Nihongo Jurnal edisi 6 1995 hal 106)

参加者の一人、中国の邱元暉さんは現在、専門学校で勉強中。来日 して3年たつが、アルバイトが忙しいこともあって、なかなか日本 人のが友達できず、日本語もあまり上達しない。そこで、『日本人 友達が一人でもできたら』と参加した。

Sankasha no hito, chuugoku no Qiu Yuan Hui san wa genzai, senmongakkou de benkyouchuu. Rainichishite sannen tatsu ga, arubaito ga isogashii koto mo atte, nakanaka nihonjin no tomodachi ga dekizu, nihongo mo amari joutatsushinai. Sokode, [nihonjin tomodachi ga hitori demo dekitara] to sankashita.

Salah satu peserta, Qiu Yuan Hui dari Cina sedang menuntut ilmu di sekolah kejuruan. Sejak dia datang ke Jepang tiga tahun yang lalu, dia telah sibuk dengan sekolahnya dan kerja paruh waktunya, sehingga membuatnya sulit untuk bisa berteman dengan orang Jepang dan meningkatkan bahasa Jepangnya. Tujuannya menghadiri kegiatan tersebut adalah berusaha untuk mencari teman setidaknya satu orang.

Analisis:

Cuplikan kalimat tersebut diambil dari kolom informasi yang khusus melaporkan kegiatan terakhir komunitas pembacannya. Kegiatan tersebut bernama Nihongo de oshaberi. Sesuai dengan teori Seiichi Makino & Michio Tsutsui, nakanaka pada kalimat tersebut bermakna ‘sulit’ yang jika diikuti oleh bentuk negatif maka menjadi suatu keadaan yang tidak berjalan dengan mudah


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Adverbia dalam bahasa Indonesia adalah kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat. Sedangkan Adverbia dalam bahasa Jepang (fukushi)adalah kata yang menerangkan yougen (verba, adjektiva-i, dan adjektiva-na). Berbeda dengan adverbia dalam bahasa Indonesia yang dapat menjadi subjek. Adverbia dalam bahasa Jepang tidak dapat menjadi subjek. Di satu sisi, adverbia dalam bahasa Indonesia tidak dapat menerangkan adverbia lainnya. Namun, adverbia dalam bahasa Jepang dapat menerangkan adverbia lainnya.

2. Secara umum adverbia dalam bahasa Jepang terdiri dari tiga jenis yaitu

joutai no fukushi, teido no fukushi, chinjutsu no fukushi.

3. Adverbia taihen adalah adverbia yang digunakan untuk mengungkapkan secara berlebihan suatu hal yang derajatnya melebihi derajat normal dan mengungkapkan suatu hal yang patut disesalkan dari keadaan suatu objek dan mengandung indikasi keluhan, keterkejutan, simpati, dan keramahan.

Teihen memiliki arti yang bervariasi ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tergantung pada konteks dimana dan kapan kata taihen

digunakan. Taihen dapat bermakna ‘sangat’, ‘merepotkan’, ‘celaka’, ‘gawat’, ‘berat’, ‘sulit’, ‘luar biasa’.

4. Adverbia totemo adalah adverbia yang digunakan untuk mengungkapkan suatu hal yang menyolok derjatnya namun tidak ada unsur membesar-besarkan atau


(2)

melebih-lebihkan yang dimaknai dengan kata ‘sangat’. Selain itu, totemo juga dapat digunakan untuk mengungkapkan keadaan yang tidak memiliki kemampuan sama sekali (ketidaksanggupan) yang selalu disertai dengan ungkapan negatif dibelakangnya yang dimaknai dengan kata ‘tidak mungkin’, pada majalah Nihongo Jaanaru tidak ditemukan adverbia totemo yang menggunakan konteks ini.

5. Adverbia nakanaka adalah adverbia yang digunakan untuk mengungkapkan keadaan yang membutuhkan kemampuan dan tenaga / waktu dalam mencapai suatu tujuan dan penyeselaian masalah dan sedikit memiliki kesan negatif dan dimaknai dengan kata ‘tidak mudah’, ‘kesulitan’, dan ‘jarang’. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengungkapkan keadaan yang melampaui derajat rata-rata (normal) dan memiliki kesan yang positif (hal-hal yang baik) yang dimaknai dengan kata ‘sangat’.

6. Dalam konteks tertentu, adverbia taihen, totemo, dan nakanaka memiliki makna yang hampir sama yaitu ‘sangat’ yang digunakan untuk mengungkapkan keadaan yang derajatnya melebihi derajat normal. Ketika adverbia taihen, totemo, dan nakanaka digunakan dalam konteks yang sama yaitu mengungkapkan keadaan yang derajatnya melebihi derajat normal, terdapat makna spesifik dari masing-masing ketiganya. Taihen

mengandung indikasi membesar-besarkan suatu hal yang melebihi derajat normal dan dapat mengungkapkan hal-hal yang positif maupun negatif.

Totemo tidak mengandung indikasi membesar-besarkan suatu hal tetapi hanya sebatas menekankan hal tersebut dan juga tidak memiliki kesan positif maupun negatif tetapi netral. Sedangkan nakanaka juga tidak


(3)

mengandung indikasi membesar-besarkan namun sering digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang baik atau positif seperti memuji kemampuan seseorang dan lebih halus atau sopan khususnya ketika digunakan terhadap orang lain. Dalam konteks ini, adverbia taihen, totemo, dan nakanaka

dapat saling dipertukarkan posisinya dalam kalimat.

7. Ketika adverbia taihen, totemo, dan nakanaka digunakan dalam konteks yang berbeda yaitu konteks yang tidak mengungkapkan keadaan yang melebihi derajat normal maka ketiganya tidak dapat saling dipertukarkan. 8. Pada majalah Nihongo Jaanaru tahun 1995 edisi 2 s.d 10, ketika adverbia

taihen, totemo dan nakanaka digunkaan dalam konteks yang sama yakni konteks yang mengungkapkan suatu hal yang melebihi derajat normal, maka adverbia totemo lebih sering digunakan dibandingkan dengan adverbia taihen dan nakanaka. Taihen lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan keluhan dan keterkejutan terhadap suatu hal. Sedangkan

nakanaka lebih banyak digunakan dalam konteks yang mengungkapkan keadaan yang membutuhkan kemampuan dan tenaga/waktu dalam mencapai suatu tujuan dan penyeselaian masalah dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata ‘tidak mudah’, ‘kesulitan’, dan ‘jarang’.


(4)

4.2. Saran

1. Mengingat ada begitu banyaknya adverbia dalam bahasa Jepang yang memiliki makna yang bersinonim diharapkan para pembelajar bahasa Jepang untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan adverbia-adverbia yang bersinonim lainnya dalam bahasa Jepang.

2. Skripsi ini juga diharapkan memberikan manfaat kepada pembelajar bahasa Jepang yang ingin melakukan penelitian lebih dalam mengenai adverbia

taihen, totemo dan nakanaka dan juga bagi yang ingin melakukan penelitian mengenai adverbia-adverbia yang bersinonim lainnya dalam bahasa Jepang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul. 1994. Tata Bahasa Prkatis Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

De Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik II. Jakarta: Refika.

Emiko, Oyama., dkk. 1993. Practical Japanese Workbooks 3. Tokyo: Senmon Kyouiku Shuppan.

Emiko, Oyama dan Watanabe Setsu. 1993. Practical Japanese Workbooks 4. Tokyo: Senmon Kyouiku Shuppan.

Hiroshi, Matsuoka. dkk. 2001. Shokyuu wo Oshieru Hito no Tame no Nihongo Bunpou Handobukku. Tokyo: Suriiee Nettowaaku.

Iori, Isao. dkk. 2000. Nihongo Bunpo Handbuku. Tokyo: Suriiee Nettowaku. Isyandi. 2003. Strategi Penyusunan Rencana Penelitian Berdaya Saing Tinggi. Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

Koyama, Satoru. 2007. J Bridge For Beginners Vol. I. Tokyo: Bonjinsha.

Makino, Seiichi, dkk. 2003. A Dictionary of Intermediate Japanese Grammar.


(6)

M.S, Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Naoko, Chino. dkk. 1987. Adverb Japanese For Foreigners. Tokyo: Aratake Shuppan.

Otadao, Umesa. dkk. 1989. Nihongo Dai Jiten. Tokyo: Karaa-pan.

Poerwadarmita, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ridwan. T. A. 1997. Dasar-dasar Linguistika. Medan: USU Press.

Sudjianto. 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri A. Jakarta: Kesaint Blanc.

Sudjianto dan A. Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.

Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press.

Yoshifumi Hida, dkk. 1994. Gendai Fukushi Youhou Jiten. Tokyo: Tokyo Doshuppan.

Yuriko Sunagawa, dkk. 1998. Nihongo Kyoushi to Gakushusha no Tame no Bunkei Jiten. Tokyo: Kuroshio Shuppan.