Latar Belakang Masalah Analisis Makna Dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo Dan Nakanaka Dalam Kalimat Berbahasa Bahasa Jepang Pada Majalah Nihongo Jaanaru Tahun 1995 Edisi 2 S.D. 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai dengan yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Pada hakikatnya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan ide, pikiran dan keinginan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Ada berbagai definisi mengenai bahasa yang dinyatakan oleh para pakar linguistik namun hakikat bahasa tetaplah sama. Salah satu diantaranya yaitu bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia Gorys Keraf, 1984:16. Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi, Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya dimasyarakat, kegiatan manusia tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna, dan setiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing. Setiap unsur dalam kalimat Universitas Sumatera Utara memiliki fungsinya masing-masing. Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah kalimat yang maknanya dapat dipahami oleh pendengar ataupun lawan bicara. Oleh karena itu, perlu sekali untuk mengetahui tata bahasa dari bahasa yang digunakan penutur bahasa tersebut. Mengingat betapa pentingnya peranan bahasa tidak hanya sebagai sarana komunikasi tetapi juga sebagai sarana integrasi dan adaptasi dan juga untuk memahami orang lain, maka tidak sedikit orang yang mempelajari bahasa dari bangsa-bangsa lain yaitu bahasa asing, khusunya bahasa dari bangsa-bangsa yang telah maju seperti Inggris, Prancis, Jepang, Jerman dan lain-lain. Saat ini bahasa Jepang menjadi salah satu bahasa asing yang banyak diminati oleh orang Indonesia baik pelajar, mahasiswa, pekerja ataupun siapa saja yang memiliki minat terhadap bahasa Jepang. Dan untuk selanjutnya, bahasa Jepang dipelajari sebagai ilmu bahasa yang digunakan untuk belajar atau bekerja di Jepang. Agar kita dapat berkomunikasi dengan orang Jepang dan memahami mereka, maka kita harus mampu menguasai bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak mudah memahami konsep tata bahasa Jepang karena struktur kalimatnya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Strukur kalimat bahasa Jepang menggunakan pola Subjek S Objek O Predikat P tidak seperti bahasa Indonesia yang menggunakan pola Subjek S Predikat P Objek O. Disamping masalah struktur kalimat sintaksis, masalah lainnya yaitu makna kalimat semantik. Contohnya adalah pemakaian kalimat pasif, アリはご両親にコンピューターを買われました。 Universitas Sumatera Utara Ali wa goryoushin ni kompyuutaa wo kawaremashita. Ali dibelikan komputer oleh orang tuanya. Kalimat tersebut dari segi struktur sudah benar, tetapi dari segi makna, kalimat tersebut bermakna gangguan bagi sipenderita Ali atau sipenderita tidak merasa senang setelah dibelikan komputer oleh sipelaku orang tuanya. Karena kalimat pasif dalam bahasa Jepang bermakna gangguan. Maka jika ingin menyampaikan makna atau maksud senang, tidak digunakan kalimat pasif seperti yang diatas, tetapi menggunakan ungkapan “...TE MORAUIMASU” アリはご両親にコンピューターを買ってもらいました。 Ali wa goryoushin ni kompyuutaa wo kattemoraimashita. Ali dibelikan komputer oleh orang tuanya. Pola pikir yang seperti ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, sehingga kesalahan berbahasa seperti yang diatas sering dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia. Setiap bahasa mempunyai aturan tata bahasanya masing-masing termasuk bahasa Jepang. Untuk itu perlu sekali memahami tentang aturan tata bahasa yang terdapat pada bahasa tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif. “Tata bahasa adalah pengetahuan atau pembelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat. Maka, jika ingin menguasai suatu bahasa perlu untuk dipahami tata bahsa dari bahasa tersebut” Poerwadarmita, 1976:1024 Selain itu, guna lebih memperjelas apa yang disampaikan oleh pengguna bahasa tersebut, terdapat juga keterangan-keterangan yang menjelaskan subjek Universitas Sumatera Utara atau objek yang sedang dibicarakan. Keterangan yang dimaksud bisa berupa keterangan waktu, tempat, penyerta, tujuan dan sebagainya. Keterangan seperti ini digolongkan ke dalam kata keterangan. Kata keterangan merupakan kata yang berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Tetapi dalam tulisan ini, kata keterangan yang dimaksud bukanlah seperti kata keterangan yang diuraikan di atas, yang akan dibahas adalah adverbia kata keterangan yang dipakai dalam bahasa Jepang yang dikenal dengan istilah fukushi. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai adverbia bahasa Jepang. Adverbia dalam bahasa Jepang disebut fukushi. Pemahaham terhadap adverbia bahasa Jepang secara lebih menyeluruh dan mendalam dianggap sebagai sebuah kebutuhan bagi pembelajar bahasa Jepang mengingat jumlah dan jenis fukushi adverbia ini cukup banyak. Frekuensi pemakaian adverbia dalam kalimat bahasa Jepang cukup tinggi, selain itu tidak sedikit pula makna dari masing-masing adverbia tersebut sulit untuk menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Bunkachou dalam Sudjianto 2004:72 menyatakan bahwa fukushi merupakan kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan dengan sendirinya dapat menjadi keterangan bagi yougen verba, adjektiva-I, adjektiva- na walaupun tanpa mendapat bantuan dari kata-kata yang lain. Berbeda halnya dengan keterangan waktu, tempat dan sebagainya, fukushi tidak dapat menjadi subjek, predikat dan pelengkap. Tidak hanya itu, fukushi juga dapat menggambarkan peniruan bunyi ataupun suara dari benda-benda yang ada di alam, baik benda hidup maupun Universitas Sumatera Utara benda mati. Fukushi jenis ini termasuk kedalam onomatope. Sebagai contoh, peniruan bunyi dari suara kucing yaitu ‘nyaunyau’. Disamping itu, fukushi juga berpengaruh terhadap pembentukan kalimat. Fukushi yang dimaksud misalnya, fukushi yang berpasangan seperti fukushi mettani yang diikuti bentuk negatif naimasen. Dengan demikian, fukushi juga berperan untuk membentuk akhir dari sebuah kalimat. Bukan hanya hal-hal demikian, hal lainnya adalah adanya beberapa fukushi yang memiliki pengertian yang hampir sama bersinonim, tetapi pemakaiannya berbeda. Bagi pembelajar bahasa Jepang, hal tersebut cukup membingungkan karena tidak semua adverbia yang bersinonim dapat saling dipertukarkan posisinya dalam sebuah kalimat. Salah satu adverbia yang memiliki makna bersinonim tersebut adalah adverbia fukushi taihen, totemo, dan nakanaka. Contoh : 1. 春のとき、桜がたいへんきれいです。 Haru no toki, sakura ga taihen kirei desu. Pada waktu musim semi, bunga sakura sangat indah. 2. その映画はとても面白かった。 Sono eiga wa totemo omoshirokatta. film itu sangat menarik. 3. アリさんはケーキを作るのがなかなか上手ですね。 Ari san wa keeki wo tsukuru noga nakanaka jouzu desu ne. Ali sangat pandai membuat kue ya. Contoh-contoh diatas menunjukkan pemakaian fukushi taihen, totemo dan nakanaka yang menyatakan ‘sangat’ pada kalimat masing-masing. Namun, muncul pertanyaan apakah ketiga fukushi tersebut dapat saling dipertukarkan Universitas Sumatera Utara posisinya dalam kalimat. Atau apakah ada nuansa tersendiri dibalik kalimat- kalimat tersebut sehingga memakai fukushi yang berbeda. Makna yang sama tetapi memiliki nuansa yang berbeda di dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa yang dimaksud dapat berupa kata, frase maupun kalimat. Hubungan semantik itu dapat menyatakan kesamaan, pertentangan, ketercakupan, kegandaan atau juga kelebihan makna. Dalam pembicaraan tentang relasi makna ada yang disebut dengan istilah sinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Namun dalam kajian semantik, dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak persis sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena beberapa fakta, salah satunya adalah faktor nuansa makna Chaer, 1994:297. Adanya kesamaan arti ‘sangat’, ‘alangkah’ atau ‘benar-benar’ pada totemo, taihen dan nakanaka tersebutlah yang melatarbelakangai penelitian yang berjudul “Analisis Makna dan Fungsi Adverbia Taihen, Totemo dan Nakanaka dalam Bahasa Jepang pada Majalah Nihongo Jaanaru tahun 1995 edisi 2 s.d. 10” ini. Ketiganya mempunyai perbedaan pemakaian dalam kalimat pada majalah tersebut sehingga tidak sedikit pembelajar bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam menentukan kapan saatnya menggunakan totemo, kapan menggunakan taihen dan kapan saatnya menggunakan nakanaka atau apakah ketiganya dapat dipertukarkan. Fukushi totemo, taihen dan nakanaka sering digunakan dalam kehidupan sehari- Universitas Sumatera Utara hari sehingga dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam menggunakannya agar dapat dipahami orang lain yang sama-sama menggunakan bahasa Jepang.

1.2. Rumusan Masalah