SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN TAHUN 1917 1942

(1)

commit to user

i

DI PRAJA MANGKUNEGARAN

TAHUN 1917-1942

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

ADI GUNANTO C0506003

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

DI PRAJA MANGKUNEGARAN

TAHUN 1917-1942

Disusun oleh

ADI GUNANTO C0506003

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Sri Agus, M.Pd

NIP.19590813986031001

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum


(3)

commit to user

iii

DI PRAJA MANGKUNEGARAN

TAHUN 1917-1942

Disusun oleh

ADI GUNANTO C.0506003

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 20 Januari 2011

Jabatan Nama TandaTangan

Ketua Penguji Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum (………....)

NIP.195402231986012001

Sekretaris Penguji Insiwi Febriary Setiasih, S.S, M.A (………....)

NIP.198002272005012001

Penguji Drs.Sri Agus, M.Pd (………....)

NIP.19590813986031001

Penguji II Dr.Warto, M.Hum (………) NIP.196109251986031001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.


(4)

commit to user

iv

Nama : Adi Gunanto NIM : C.0506003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Sistem Pemungutan

Pajak Penghasilan di Praja Mangkunegaran Tahun 1917-1942 adalah betul-betul

karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

Adi Gunanto


(5)

commit to user

v

“Bayar Pajak, Awasi Penggunaanya” (Direktorat Jenderal Pajak)

“Tiada Keimanan, Tanpa Kesabaran”

“Perjuangkanlah setiap jengkal waktu yang Dia berikan kepada kita karena perjuangan itu tidak hanya menyelamatkan kita di dunia

tapi juga di akhirat ’’ (Penulis)


(6)

commit to user

vi

Skripsi ini saya persembahkan untuk: Ayah dan Ibu serta Adikku tercinta


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam penyusunan skripsi.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan arahan dan petunjuk.

3. Drs. Sri Agus, M.Pd selaku Pembimbing Skripsi yang dengan penuh

kesabaran telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

4. Widhi Waskito Wardjojo, S.S selaku Pembimbing Akademis yang selalu

memberikan motivasi selama menempuh pendidikan.

5. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Segenap Staf UPT Perpustakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Segenap Staf UPT Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret.

8. Ibu Koestrini Soemardi (alm), Bapak Basuki, Ibu Darweni, Bpk. Waluyo,


(8)

commit to user

viii

kepada penulis serta terimakasih atas kehangatannya selama ini.

9. Bapak dan Ibu serta adikku yang selalu memberikan kasih sayang dengan

tulus ikhlas serta doa yang tidak pernah putus kepada penulis.

10.Teman-teman angkatan Ilmu Sejarah ’06, Memik, Indras, Lissa, Septa,

Endah, Dyah, Putut, Ari, Helmy, Embri, Lia, Hasri, Veri, Aga, Bagus, Adit, Gilang P, Gilang W, Bayu, Yudis, Candra, Ulwa, Mira, Anton, Eko, Edi, Trisna, Wawan, Soma, Jarot, Benny, Ellyas, Andi Pramono, Sunu, dan teman-teman 2006 yang lain, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

11.Teman-teman jurusan Ilmu Sejarah ’03, ’04, ’05, dan ’07.

12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, semua saran dan kritik yang sifatnya membangun akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga karya ini dapat berguna untuk civitas akademika. AMIN.

Wassalamualikum wr.wb

Surakarta, Maret 2011

Penulis


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DARTAR TABEL ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 6

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. GAMBARAN UMUM PERPAJAKAN MANGKUNEGARAN .. 14

A. Wilayah Mangkunegaran dan Perkembangannya ... 14

B. Perekonomian Penduduk Mangkunegaran ... 20


(10)

commit to user

x

BAB III. MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN DI

PRAJA MANGKUNEGARAN ... 27

A. Sistem Pemungutan Pajak Penghasilan ... 27

1.Pengertian Pajak Penghasilan ... 27

2.Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penghasilan ... 30

3.Subjek Pajak Penghasilan ... 31

4.Objek Pajak Penghasilan ... 32

a. Penghasilan Kena Pajak ... 32

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 34

B. Petugas Penarik Pajak Penghasilan ... 35

C. Mekanisme Pemungutan Pajak Penghasilan ... 38

1. Pendaftaran ... 38

2. Pemeriksaan Buku Kekayaan ... 43

3. Penetapan Pajak ... 45

4. Perhitungan Pajak ... 48

5. Pengurangan Pajak ... 56

6. Pembayaran Pajak... 59

D. Sanksi Atas Pelanggaran... 74

BAB IV. KASUS-KASUS PENYIMPANGAN PAJAK PENGHASILAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN TAHUN 1917-1942... .. 76

A. Kasus Tunggakan Pajak ... 76

B. Kasus Penggelapan Pajak oleh Pejabat Desa ... 83

C. Kasus Penggelapan Pajak oleh Mantri Martanimpuna ... 106

BAB V. KESIMPULAN ... 110

DAFTAR PUSTAKA... 112


(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

1. Luas desa Babok tahun 1757... ... 15

2. Keadaan tenaga kerja pertanian dan perkebunan Praja Mangkunegaran Tahun 1930... 22

3. Tarif pajak penghasilan tahun 1919... 51

4. Tarif pajak penghasilan tahun 1933... 53

5. Tarif pajak penghasilan tahun 1935... 55

6. Rekapitulasi pajak penghasilan di Kota Mangkunegaran tahun 1934... 62

7. Rekapitulasi pajak penghasilan di Wonogiri tahun 1934... 64

8. Rekapitulasi pajak penghasilan di Karanganyar tahun 1934... 65

9. Pajak Penghasilan dalem Mangkunegaran tahun 1917-1942... 67

10.Perbandingan Pemasukan Pajak Penghasilan ke kas Praja Mangkunegaran tahun 1939 dan 1940... 70

11.Pajak Penghasilan (Inkomstenbelasting) Praja Mangkunegaran Tahun 1917-1942... 72

12.Rincian Tunggakan Pajak Penghasilan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja tahun 1933... 82

13.Pajak Penghasilan yang digelapkan Raden Mas Parmokoesoemo... 89

14.Hasil penjualan tanah kas desa yang hasilnya digelapkan Raden Mas Parmokoesoemo... 92


(12)

commit to user

xii

15.Susunan pejabat Pengadilan dalem pradata Mangkunegaran atas kasus

Raden Parmokoesoemo... 94

16.Nama desa, wajib pajak dan jumlah uang pajak yang digelapkan Raden Mas Parmokoesoemo... 99

17.Rincian Uang yang digelapkan Raden Mas Parmokoesoemo... 100

18.Rincian pajak penghasilan yang digelapkan Martadisastro…... 103


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR ISTILAH

Aangifte bilyet : surat pemberitahuan objek pajak.

Aanslag bilyet : surat ketetapan pajak.

Apanage : tanah jabatan yang diberikan untuk pegawai kerajaan.

Bau : ukuran luas tanah (7096 M2), tenaga.

Bekel : orang yang mendapat wewenang menjaga kebaikan desa, petani

penghubung antara pemilik atau penguasa tanah dengan penggarap tanah.

Brutto : penghasilan kotor.

Bumi Sudiyan : tanah cadangan.

Bupati Patih : sebutan patih di Praja Mangkunegaran.

Cacah : ukuran luas tanah (7096 M2), jumlah kepala keluarga.

Carik : pejabat desa yang bertugas mengurusi surat-surat, sekretaris desa.

Comandite : persekutuan dagang.

Desa Babok : desa inti atau desa induk.

Devide et empera : politik adu domba.

Dwangschrift : surat paksa untuk membayar pajak.

Enclave : daerah kantong, sebidang tanah yang ada di tengah-tengah tanah

milik orang lain.

Gunung : polisi, pejabat keamanan.

Inkomstenbelasting : pajak penghasilan.

Innatura : uang, bukan barang.

Jung : ukuran luas tanah (28.384 M2), 1 jung = 4 karya, 1 karya = 4 bau, 1 jung =16 bau.

Kamitua : sesepuh desa, wakil lurah desa.


(14)

commit to user

xiv

Kohir : surat pajak.

Landrente : pajak tanah.

Lijfrente : tunjangan seumur hidup.

Legiun : tentara, korps militer.

Lungguh : tanah jabatan sebagai gaji, kedudukan.

Mantri : pejabat rendahan untuk fungsi tertentu dibawah panewu.

Mantri Gunung : pejabat kepolisian di bawah wedana gunung.

Martanimpuna : kantor inspektur pajak.

Narakarya : petani penggarap.

Narapraja : birokrat.

Netto : penghasilan bersih.

Obligasen : surat obligasi.

Onderdistrik : kapanewon (kecamatan).

Onderregentshap : kabupaten.

Onderneming : perkebunan.

Panewu : abdi dalem yang mempunyai lungguh 1000 cacah.

Pangrehpraja : pemerintah dalam negeri.

Patuh : pemegang tanah lungguh.

Pethuk : kartu pembayaran.

Pikukuh : surat keputusan.

Pranatan : peraturan.

Rijksblad : lembaran kerajaan.


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rijksblad Mangkunegaran No. 10 tahun 1919... 116

2. Rijksblad Mangkunegaran No. 3 tahun 1935... 130

3. Rijksblad Mangkunegaran No. 4 tahun 1935... 139

4. Surat pemberitahuan objek pajak penghasilan (Aangifte Bilyet)... 141

5. Surat keputusan perkara tunggakan pajak atas nama Raden Mas Ngabei Atmasoetardja... 143

6. Proses-verbaal Pengadilan dalem pradoto atas nama Raden Mas Parmokoesoemo ... 147


(16)

commit to user

xvi

ABSTRAK

Adi Gunanto, C0506003, 2011, Sistem Pemungutan Pajak Penghasilan di Praja

Mangkunegaran Tahun 1917-1942, Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan

Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang berusaha mendeskripsikan serta menganalisa tentang sistem pemungutan pajak penghasilan di praja Mangkunegaran pada tahun 1917-1942. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum perpajakan di praja Mangkunegaran, (2) Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran tahun 1917-1942, dan (3) Kasus-kasus penyimpangan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran tahun 1917-1942.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik sumber baik intern maupun ekstern, intrepretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumen dan studi pustaka. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisis dan diintrepretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, hukum, dan sosiologi.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa latar belakang diberlakukannya pajak penghasilan adalah adanya pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara IV dengan menarik tanah-tanah apanage yang semula digunakan sebagai gaji bagi kerabat dan narapraja Mangkunegaran. Dengan adanya penarikan tersebut, maka penduduk Mangkunegaran juga terkena dampaknya karena tanah-tanah apanage yang semula dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga penduduk Mangkunegaran beralih ke sektor perkebunan. Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai diberlakukannya sistem uang sebagai gaji penduduk Mangkunegaran. Dengan diberlakukannya sistem uang tersebut maka diperlukan suatu pajak penghasilan sebagai sebuah cara bagi praja Mangkunegaran untuk tetap memungut penghasilan rakyat sebagai pemasukan kas praja. Pajak penghasilan ini merupakan salah satu sumber pemasukan besar bagi praja Mangkunegaran. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada rakyat maupun perkumpulan yang mengerjakan kegiatan untuk mendatangkan keuntungan.Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan tindakan pelanggaran dalam ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam mekanisme pajak penghasilan maka akan dikenakan sanksi. Selain berdampak positif untuk pembangunan praja Mangkunegaran, pajak penghasilan juga berdampak negatif karena beban yang dipikul rakyat semakin berat, keadaan tersebut diperparah dengan ditemukannya berbagai kasus penyimpangan pajak penghasilan yang dilakukan petugas pemungut pajak. Bagi petugas pajak yang terbukti melakukan tindakan penyimpangan pajak maka Praja Mangkunegaran akan memberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.


(17)

Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Adi Gunanto, C0506003, 20111 Drs. Sri Agus, M.Pd2

ABSTRAK

2011. Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang berusaha mendeskripsikan serta menganalisa tentang sistem pemungutan pajak penghasilan di praja Mangkunegaran pada tahun 1917-1942. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum perpajakan di praja Mangkunegaran, (2) Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran tahun 1917-1942, dan (3) Kasus-kasus penyimpangan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran tahun 1917-1942.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik sumber baik intern maupun ekstern, intrepretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumen dan studi pustaka.

Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisis dan

diintrepretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, hukum, dan sosiologi.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa latar belakang diberlakukannya pajak penghasilan adalah adanya pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara IV dengan menarik tanah-tanah apanage yang semula digunakan sebagai gaji bagi kerabat dan narapraja Mangkunegaran. Dengan adanya penarikan tersebut, maka penduduk Mangkunegaran juga terkena dampaknya karena tanah-tanah apanage yang semula dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga penduduk Mangkunegaran beralih ke sektor perkebunan. Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai

1

Mahasiswa Jururan Ilmu Sejarah dengan NIM C0506003

2

Pembimbing Skripsi

maka diperlukan suatu pajak penghasilan sebagai sebuah cara bagi praja Mangkunegaran untuk tetap memungut penghasilan rakyat sebagai pemasukan kas praja. Pajak penghasilan ini merupakan salah satu sumber pemasukan besar bagi praja Mangkunegaran. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada rakyat maupun perkumpulan yang mengerjakan kegiatan untuk

mendatangkan keuntungan.Mekanisme pemungutan pajak

penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan tindakan pelanggaran dalam ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam mekanisme pajak penghasilan maka akan dikenakan sanksi. Selain berdampak positif untuk pembangunan praja Mangkunegaran, pajak penghasilan juga berdampak negatif karena beban yang dipikul rakyat semakin berat, keadaan tersebut diperparah dengan ditemukannya berbagai kasus penyimpangan pajak penghasilan yang dilakukan petugas pemungut pajak. Bagi petugas pajak yang terbukti melakukan tindakan penyimpangan pajak maka Praja Mangkunegaran akan memberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu yang sudah bekerja wajib menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya untuk diserahkan kepada Negara. Penyerahan sebagian penghasilan tersebut dilakukan sebagai balas jasa kepada Negara karena telah memberikan fasilitas untuk memperoleh penghasilan tersebut. Penyerahan sebagian penghasilan kepada Negara tersebut diwujudkan dengan adanya pajak penghasilan.

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah

ada sejak zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama

tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 SM. Pengenaan pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax

ditemukan di Inggris pada tahun 1799.

Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's

faculty, personal faculties and abilitites", pada tahun 1646 di Massachusett dasar

pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Personal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak penghasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform,


(19)

terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan

(tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak

Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.

Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Hindia-Belanda dimulai dengan adanya Paten Recht pada tahun 1878. Kemudian peraturan pajak penghasilan diperbaharui dengan Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang tertuang dalam Staatsblad tahun 1908. Berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam Staatsblad tahun 1908 tersebut maka pada tahun 1917 Praja Mangkunegaran mulai memberlakukan pemungutan pajak penghasilan dengan mengeluarkan

Peraturan Bab Pajeg Penghasilan.1

Pajak penghasilan yang diterapkan di Praja Mangkunegaran merupakan dampak adanya perubahan sistem uang sebagai gaji bagi penduduk Mangkunegaran. Perubahan sistem gaji tersebut terjadi akibat adanya pembaharuan pada masa Mangkunegara IV yaitu adanya penarikan tanah-tanah apanage yang semula digunakan sebagai gaji bagi para narapraja dan kerabat Mangkunegaran. Dengan adanya penarikan tanah apanage tersebut, maka para narapraja dan kerabat

Mangkunegaran digaji dengan menggunakan uang. 2

Penarikan tanah apanage tersebut tidak berdampak pada narapraja dan kerabat Mangkunegaran saja. Selain itu, penarikan tanah apanage juga berdampak pada rakyat yang semula menggarap tanah apanage tersebut kemudian banyak beralih ke

1 Peraturan bab pajeg penghasilan, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No. DI 256.

2 Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra (Perubahan Masyarakat Mangkunegaran) , Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, hlm.37-38


(20)

bidang perkebunan. Peralihan tersebut dikarenakan banyak dibukanya area perkebunan, bukan saja oleh pihak swasta tetapi juga Praja Mangkunegaran. Hal tersebut didukung dengan adanya peraturan baru dari Praja Mangkunegaran yang mewajibkan semua pihak perkebunan harus menggaji tenaga kerjanya dengan

menggunakan uang.3 Dengan adanya perubahan tersebut maka pada saat

Mangkunegara VII berkuasa, Praja Mangkunegaran mulai memberlakukan pajak penghasilan.

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada rakyat maupun perkumpulan yang mengerjakan kegiatan untuk mendatangkan keuntungan. Pajak penghasilan tersebut merupakan pajak yang dipungut atas harta bergerak, harta tidak

bergerak, pekerjaan, dan hasil pembayaran tidak tetap. 4

1. Harta tidak bergerak

Pajak yang dipungut berdasarkan atas penghasilan yang berasal dari harta yang sifatnya tidak bergerak, misalnya sawah, rumah, dan pamelikan.

2. Harta bergerak

Pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan yang berasal dari harta yang sifanya bergerak, misalnya hasil dari piutang, obligasen, dan mandeel.

3 Th.Metz, 1987, Mangkunegaran: Analisis Sebuah Kerajaan Jawa, Surakarta: Reksopustaka. Hlm.43


(21)

3. Pekerjaan

Semua pembayaran atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh termasuk gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya yang diperoleh karena melakukan sebuah pekerjaan.

4. Hasil pembayaran tidak tetap.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak tetap berupa gratifikasi, tunjangan cuti, wachtgeld, bonus, premi-premi, sumbangan, pensiunan, bunga dari

lijfrente dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.

Pemungutan pajak penghasilan (Inkomstenbelasting)5 dilaksanakan oleh

Mantri Martanimpuna dengan membentuk komisi-komisi pajak (aanslag commisie)

di setiap wilayah Kapanewon. Komisi pajak tersebut beranggotakan 5 sampai 7 orang, sudah termasuk ketuanya. Sebagai ketuanya harus dari golongan

Martanimpuna. Bupati patih akan menetapkan wilayah kerja dari komisi-komisi

tersebut. Komisi tersebut bertugas untuk menjalankan dan mengawasi pemungutan pajak. Dalam penarikan pajak, komisi pajak dibantu pejabat desa yang berada di

wilayahnya masing-masing. 6

Sistem pemungutan pajak penghasilan yang diterapkan di Praja Mangkunegaran sudah dilaksanakan secara modern dan pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran ini merupakan satu-satunya pemungutan pajak penghasilan yang diterapkan di bekas wilayah Vorstenlanden.

5 Dalam Rijksblad Mangkunegaran, Pajak penghasilan (Inkomstenbelasting) disebut juga

pajak kaskoyo dan pajak pametu.


(22)

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka pokok permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang munculnya pemungutan pajak penghasilan di praja

Mangkunegaran tahun 1917-1942 ?

2. Bagaimana mekanisme pemungutan pajak penghasilan di praja

Mangkunegaran tahun 1917-1942 ?

3. Bagaimana kasus-kasus penyimpangan pajak penghasilan di praja

Mangkunegaran tahun 1917-1942 ?

C. Tujuan Penelitian

Dari perumusan permasalahan diharapkan kajian tentang pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran dapat memberikan jawaban atas beberapa masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya pemungutan pajak penghasilan

di praja Mangkunegaran tahun 1917-1942.

2. Untuk mengetahui mekanisme pemungutan pajak penghasilan di praja

Mangkunegaran tahun 1917-1942.

3. Untuk mengetahui kasus-kasus penyimpangan pajak penghasilan di praja


(23)

D. Manfaat Penelitian

Dari kajian mengenai pajak penghasilan di praja Mangkunegaran diharapkan mampu memberikan manfaat yaitu memberikan pengetahuan tentang sistem pemungutan pajak penghasilan di praja Mangkunegaran tahun 1917-1942 sehingga masyarakat dapat mengetahui mekanisme pemungutan pajak penghasilan pada masa kerajaan tradisional khususnya di praja Mangkunegaran. Dengan demikian pemahaman masyarakat terhadap pajak akan lebih lengkap.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji.

Rijksblad Mangkoenegaran tahun 1917-1940 (tt) yang memuat berbagai

peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Mangkunegara VII, yang salah satunya adalah peraturan mengenai pemungutan pajak termasuk pajak penghasilan. Peraturan ini juga memuat tentang tata cara pemungutan pajak, ketentuan-ketentuan pemungutan pajak serta perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pemungutan pajak serta besarnya tarif pajak. Pranatan yang dikeluarkan oleh praja Mangkunegaran tersebut sangat bermanfaat bagi penulis karena menguraikan pokok-pokok masalah yang berkaitan dengan mekanisme pemungutan pajak terutama pajak penghasilan di praja Mangkunegaran. Selain itu, dalam pranatan ini juga diatur mengenai pembentukan petugas pajak yang melaksanakan pemungutan pajak di praja Mangkunegaran.


(24)

Mangkunegaran : Analisis Sebuah Kerajaan Jawa karya Th. Metz yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh R.Tg.Muhammad Husudo Prnggokusumo Tahun 1987. Buku ini berisi mengenai praja Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VII. Buku ini dibagi dalam 6 bab yaitu meliputi sejarah Mangkunegaran, pribadi Sri Mangkunegara VII, daerah dan rakyat Mangkunegaran, hubungan dengan pemerintah Hindia-Belanda dan organisasi swapraja bagian terpenting dari pemerintahan Mangkunegaran, dan penutup. Secara umum, buku ini berisi tentang gambaran umum praja Mangkunegaran dan kondisi sosial ekonomi rakyat di Praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII. Buku ini mempermudah penulis untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi di praja Mangkunegaran.

Buku Kapitalisme Bumi Putra (Perubahan Masyarakat Mangkunegaran), Buku karya Wasino yang diterbitkan tahun 2008. Buku ini secara garis besar menjelaskan tentang perekonomian rakyat di Praja Mangkunegaran terutama di wilayah perkebunan. Selain itu, buku ini juga menjelaskan tentang wilayah awal Mangkunegaran pada awal terbentuk, pola kepemilikan tanah, perkembangan penduduk di wilayah Praja Mangkunegaran, perubahan sosial dan gerakan politik. Buku ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk mengetahui pola perekonomian penduduk di wilayah Praja Mangkunegaran.

Skripsi karya Sumantri Ibnu R (2004) yang berjudul Sistem Perpajakan dan

Pemanfaatannya di Praja Mangkunegaran Tahun 1917-1942. Skripsi ini menjelaskan


(25)

tahun 1917-1942. Dalam skripsi ini juga menjelaskan tentang jenis-jenis pajak yang diterapkan di Praja Mangkunegaran meliputi pajak tanah, pajak tanah perkotaan, dan pajak penghasilan, dan lain-lain. Selain itu, skripsi ini juga membahas tentang peranan inspektur pajak dalam penarikan pajak. Pembahasan dalam skripsi ini kemudian dilanjutkan pada manfaat pemungutan pajak bagi pembangunan sarana dan prasarana di praja Mangkunegaran. Dampak dari pembangunan tersebut adalah meningkatnya kesejahteraan hidup rakyat Mangkunegaran dalam bidang pendidikan, pertanian dan kehutanan. Skripsi ini mempermudah penulis untuk mengetahui jenis-jenis pajak yang diterapkan di Mangkunegaran.

Skripsi tentang pajak lainnya karya Evi Widyaningsih (2008) yang berjudul ”Pajak Tanah Perkotaan di Praja Mangkunegaran Tahun 1917-1942”. Dalam skripsi ini dibahas mengenai mekanisme pemungutan pajak tanah perkotaan meliputi penetapan pajak, pemungutan pajak dan pembayaran pajak. Selain itu, skripsi ini juga membahas peranan penting Mantri Martanimpuna dalam penarikan pajak dan juga sistem pemungutannya. Dijelaskan pula tentang dampak adanya pemungutan pajak tanah perkotaan yang tidak hanya berdampak positif untuk pembangunan sarana dan prasarana tetapi juga berdampak negatif yaitu bertambah beratnya beban hidup rakyat Mangkunegaran. Skripsi ini mempermudah penulis untuk mengetahui tentang mekanisme pemungutan pajak di praja Mangkunegaran.


(26)

F. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah kumpulan prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu

sintesa daripada hasil-hasil dalam bentuk tertulis. 7

Metode historis terdiri dari 4 tahap yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya:

a. Heuristik yaitu suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah.

Penulis mengumpulkan bahan di perpustakaan Reksopustaka, karena ditempat tersebut terdapat sumber penulisan baik sumber primer maupun sekunder yang membantu dalam penulisan penelitian ini.

b. Kritik sumber yaitu usaha pencarian keaslian atau otentitas sumber yang

diperoleh melalui kritik intern dan ekstern. Kritik intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber sedangkan kritik ekstern bertujuan mencari keaslian sumber.

c. Intrepretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data

yang sudah terseleksi. Tujuan dari intrepretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori

7Louis Gottschalk, 1986, Mengerti Sejarah,edisi terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, hal. 32


(27)

disusunlah fakta tersebut ke dalam intrepretasi yang menyeluruh.8 Ketepatan teknik analisa dalam penulisan sangat menentukan bobot penelitian sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan penelitian yang sejalan dengan permasalahan yang dirumuskan.

d. Historiografi yaitu penulisan sejarah kedalam suatu tulisan yang bermakna

berdasarkan data-data dan fakta yang ada.9 Data yang telah diseleksi dan diuji

kebenarannya itu adalah fakta-fakta yang diuraikan dan dihubungkan menjadi

kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.10

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan studi pustaka.

a. Studi Dokumen

Dalam penelitian sejarah penggunaan dokumen adalah penting. Dokumen berfungsi menyajikan data untuk memperoleh pengertian historis

tentang fenomena unik.11

Keberadaan dokumen dalam penelitian ini adalah sebagai sumber utama. Dokumen dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumen dalam arti

8 Dudung Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu , hlm 58.

9 Louis Gottshalk, op.cit, hlm 17.

10 Helius Syamsudin, 2007, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, hlm.156. 11 Louis Gottshalk, op.cit, hlm 35.


(28)

sempit dan dokumen dalam arti luas. Dokumen dalam arti sempit meliputi surat, catatan harian, memoar dan laporan sedangkan dokumen dalam arti luas meliputi monumen, foto, dan lain-lain.

Penggunaan dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen dalam arti sempit. Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang sangat penting, sebab selain bahan dokumen menyimpan sejumlah besar fakta dan data sejarah, bahan ini juga dapat untuk menjawab pertanyaan apa, kapan dan

mengapa.12

Dokumen-dokumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917-1940, Staatsblad Mangkunegaran, Peraturan bab pajak penghasilan arsip Mangkunegaran No.DI 256, Bundel pajak penghasilan arsip Mangkunegaran No.K 333, Berkas masalah pajak penghasilan arsip Mangkunegaran No. P 1548 , Bundel daftar penerimaan pajak penghasilan arsip Mangkunegaran No.1427 , Bundel daftar tunggakan pajak penghasilan tahun 1934 arsip Mangkunegaran No.1536, buku-buku penarikan pajak penghasilan arsip Mangkunegaran No.P 3033, dan

sumber-sumber lain yang berhubungan dengan tema ini. Sumber-sumber-sumber tersebut diperoleh dari arsip perpustakaan Reksopustaka.

b. Studi pustaka

Selain menggunakan studi bahan dokumen, penelitian ini juga menggunakan studi pustaka dalam mengumpulkan data. Dalam penelitian ini studi pustaka bertujuan untuk melengkapi data-data yang belum terungkap


(29)

dari sumber primer. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data yang teoritis. Studi pustaka yaitu pengumpulan data melalui buku, majalah, surat kabar, artikel dan sumber sekunder lainnya yang masih ada relevansi dengan permasalahan yang akan diteliti. Dengan melakukan studi pustaka dapat menambah teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini dijelaskan beberapa permasalahan yang dituangkan dalam tiap bab. Adapun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang gambaran umum perpajakan Mangkunegaran yang meliputi, wilayah Mangkunegaran dan perkembangannya, perekonomian penduduk Mangkunegaran,dan latar belakang pemungutan pajak penghasilan.

Bab III berisi mengenai pengertian pajak penghasilan, dasar hukum pemungutan pajak penghasilan, obyek dan subjek pajak penghasilan, petugas penarik

pajak penghasilan, mekanisme pemungutan pajak penghasilan di praja

Mangkunegaran, yang meliputi pendaftaran, pemeriksaan buku kekayaan, penetapan pajak, pengurangan pajak dan pembayaran pajak penghasilan serta sanksi-sanksi bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan dalam perpajakan.


(30)

Bab IV berisi mengenai kasus-kasus penyimpangan pajak penghasilan meliputi kasus tunggakan pajak penghasilan oleh wajib pajak serta penggelapan uang pajak penghasilan yang dilakukan oleh pejabat desa serta petugas pajak.


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERPAJAKAN MANGKUNEGARAN

A.Wilayah Mangkunegaran dan Perkembangannya

Berdirinya Praja Mangkunegaran ditandai dengan dilaksanakannya perjanjian Salatiga antara Raden Mas Said, Belanda, dan Sunan Paku Buwono III. Perjanjian tersebut menyepakati beberapa hal yang meliputi:

1. Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji, yang berkedudukan di

bawah Sunan. Raden Mas Said bergelar Pangeran Adipati Mangkunegara.

2. Raden Mas Said mendapatkan tanah sebesar 4000 karya1, yang terletak di

Keduwang, Laroh, Matesih dan Gunung Kidul.

3. Raden Mas Said harus bersumpah setia kepada Sunan, Sultan, dan Belanda.

Raden Mas said juga harus tunduk kepada perintah raja. Ia juga harus tinggal

dan berkedudukan di ibukota Surakarta.2

Berdasarkan perjanjian Salatiga tersebut disepakati bahwa Raden Mas Said mendapat tanah lungguh (apanage) seluas 4000 karya. Tanah apanage yang diberikan kepada Raden Mas Said merupakan tanah yang pernah dikuasai oleh Raden

1 Luas satu karya sekitar 7.096,5 M2 atau sama dengan satu bau (3/4 hektar). Lihat Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra, (Perubahan Masyarakat Mangkunegaran), Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara.

2 A.K.Pringgodigdo, 1938, Lahir Serta Tumbuhnya Praja Mangkunegaran , Surakarta: Reksopustaka, hlm 8.


(32)

Mas Said. Wilayah awal praja Mangkunegaran disebut sebagai desa Babok (desa inti atau desa induk).

Tabel 1

Luas desa Babok tahun 1757

Nama Wilayah Luas (jung) Luas (karya)

Keduwang 141 564

Laroh 115,5 462

Matesih 218 872

Wiraka 60,5 242

Haribaya 82,5 330

Hanggabayan 25 100

Sembuyan 133 532

Gunung Kidul 71,5 286

Pajang (Sebelah selatan jalan besar Surakarta -Kartasura)

58,8 235,2

Pajang (sebelah utara jalan Surakarta - Kartasura)

64,5 258

Mataram (pertengahan Yogyakarta) 64,5 258

Kedu 8,5 34

Jumlah 975,5 3,918 = 4000

Sumber : Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra, (Perubahan Masyarakat

Mangkunegaran), Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, hlm 13.

Di bawah pemerintahan Mangkunegara II (1756-1835), wilayah praja Mangkunegaran mengalami pertambahan wilayah sebanyak dua kali. Pada tahun

1813, Praja Mangkunegaran mendapat tambahan tanah sebesar 240 jung3 atau 1000

karya sehingga luasnya menjadi sekitar 5.000 karya. Wilayah tambahan ini terpencar

3 Satu jung sekitar 28.386 M2 atau 4 karya. Lihat Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra


(33)

di sejumlah tempat, yaitu yang terletak di Keduwang (72 jung), Sembuyan (12 jung), Mataram (2,5 jung), Sukawati bagian barat (28,5 jung) dan daerah di lereng gunung Merapi bagian timur (29,5 jung). Tambahan tanah ini sebagai hadiah karena jasa Mangkunegara II yang mengirimkan prajuritnya membantu Inggris dalam konflik

melawan Sultan Sepuh di Yogyakarta dan Susuhunan Pakubuwana IV.4

Penambahan kedua terjadi pada tahun 1830, masih dalam pemerintahan Mangkunegara II. Ketika itu, wilayah Mangkunegaran bertambah luasnya 120 jung atau 500 karya lagi sehingga luas wilayah secara keseluruhan menjadi sekitar 5.500

karya atau 3.850 hektar. Tambahan wilayah kedua ini terletak di Sukawati bagian

utara. Penambahan wilayah ini sebagai hadiah atas jasa Sri Mangkunegara mengirimkan prajuritnya membantu Belanda dalam menumpas perlawanan Diponegoro. Berbeda dengan tanah-tanah babok yang umumnya tanah yang kurang subur, tanah-tanah tambahan ini terdiri dari tanah-tanah yang subur di lembah Bengawan Solo.

Oleh Karena banyak lokasi tanah Mangkunegaran yang berada dalam administrasi Sunan dan Sultan maka pada tahun 1831 diadakan saling tukar wilayah untuk mempermudah kontrol administrasi terhadap wilayah tersebut. Adapun pertukaran wilayah itu antara lain : (1) Tanah Mangkunegaran sebanyak 64 jung yang terletak di Gunung kidul bagian barat, yaitu Ponjong dan Semanu ditukar dengan tanah Sultan Yogyakarta yang terletak di Sembuyan selatan (sebelah timur Surakarta), (2) Tanah-tanah di wilayah Gubernemen, yakni Kedu (8,5 jung), dan


(34)

tanah Kalitan (Majak, Ketinggi, dan Tuk Sanga) diserahkan pada pemerintah Belanda

dan pihak Mangkunegaran mendapatkan ganti rugi sebesar f 1.297,98.5

Pada masa pemerintahan Mangkunegara III tepatnya pada tahun 1847, secara administrasi Praja Mangkunegaran dibagi menjadi tiga daerah Onderregentschap yang meliputi Wonogiri ( Laroh, Hanggabayan, Keduwang ), Karanganyar (Sukawati, Matesih, Haribaya) dan Malangjiwan. Sedangkan pada masa Mangkunegara IV tepatnya pada tahun 1875 terjadi perubahan lagi dengan dihapuskannya

Onderregentschap Malangjiwan dan kemudian dibentuk Onderregentschap

Baturetno yang wilayahnya meliputi tanah Wiraka dan Sembuyan. Hal ini berarti pada masa Mangkunegara IV Praja Mangkunegaran terbagi menjadi tiga wilayah

meliputi Wonogiri, Karanganyar, dan Baturetno. 6

Pada masa pemerintahan Mangkunegara V, yaitu tepatnya pada tahun 1891

Onderregentschap Baturetno dihapuskan dan wilayahnya digabungkan dengan Onderregentschap Wonogiri. Saat pemerintahan Mangkunegara VI tepatnya tahun

1903 terjadi perubahan wilayah lagi yaitu dibentuknya Onderregentschap kota Mangkunegaran sehingga wilayah Mangkunegaran pada tahun tersebut terbagi menjadi tiga Onderregentschap yaitu Kota Mangkunegaran, Karanganyar, dan

Wonogiri ditambah enclave Ngawen.7

5 Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra (Perubahan Masyarakat Mangkunegaran) , Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, hlm.15.

6 Sutrisno Adiwardoyo, 1974, Pertumbuhan Kadipaten Mangkunegaran Sampai Masuknya ke

Provinsi Jawa Tengah, Surakarta: IKIP, hlm 30.

7 Wasino, 1994, Kebijaksanaan Pembaharuan Pemerintahan Praja Mangkunegaran (Akhir


(35)

Pada awal abad XX batas-batas antara daerah Mangkunegaran dengan daerah swapraja lainnya semakin dipertegas, terutama dengan menghilangkan daerah-daerah

enclave.8 Wilayah Mangkunegaran meliputi daerah seluas 2815,14 Km2, yang meliputi lereng barat dan selatan gunung Lawu yang meluas sampai daerah hulu Bengawan Solo menuju Gunung Kidul. Bagian selatan dari praja ini membentang pada bagian timur gunung Sewu yang sangat tandus hingga Samudra Hindia. Di sebelah barat, daerahnya sebagian menuju barat melalui dataran rendah Bengawan Solo sampai pada ujung kaki Gunung Merapi dan Merbabu yang keadaanya sangat subur. 9

Pada tahun 1917 Praja Mangkunegaran masih tetap membawahi 3 kabupaten yaitu kabupaten Karanganyar, kabupaten Wonogiri dan kabupaten Kota Mangkunegaran. Pada tahun 1929 terjadi perubahan kembali, praja Mangkunegaran menghapus kabupaten Kota Mangkunegaran. Wilayah yang semula kabupaten Kota Mangkunegaran digabungkan dengan wilayah kabupaten Karanganyar, sehingga pada waktu itu Praja Mangkunegaran membawahi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri.

Penggabungan kabupaten Kota Mangkunegaran dengan kabupaten

Karanganyar tersebut dilakukan oleh Mangkunegara VII dalam rangka penghematan anggaran pemerintahan dikarenakan saat itu dampak-dampak krisis ekonomi yang terjadi di seluruh penjuru dunia sudah mulai dirasakan di Praja Mangkunegaran. Akan tetapi, perubahan ini tidak berlangsung lama, setahun kemudian diadakan

8 Enclave adalah sebidang tanah yang berada di wilayah orang lain atau daerah kantong. 9Wasino,op.cit, 2008, hlm 52.


(36)

perubahan lagi yaitu dengan dihidupkannya lagi kabupaten Kota Mangkunegaran.

Bekas daerah kabupaten Karanganyar menjadi daerah kabupaten kota

Mangkunegaran.10

Tatanan pemerintahan Praja Mangkunegaran berkembang sampai tingkat desa. Hal ini terlihat dengan dibentuknya susunan desa. Pada tahun 1920 praja Mangkunegaran memiliki 561 desa sedangkan pada tahun 1926 telah memiliki sebanyak 738 desa. Dalam perkembangannya sampai tahun 1933, praja Mangkunegaran telah memiliki seluruhnya 754 desa dan kampung. Kemudian diadakan penggabungan kelurahan-kelurahan tersebut. Sampai tahun 1939, Praja

Mangkunegaran telah membentuk 154 kalurahan baru.11

Reorganisasi desa-desa tersebut dilakukan Mangkunegara VII untuk memperkuat moral masyarakat desa agar tidak jatuh karena masuknya pengaruh dunia luar terhadap desa-desa di Mangkunegaran. Mangkunegara VII yang memerintah tahun 1916-1944 memiliki harapan agar desa tetap bertahan berdasarkan

moral lama.12

10 Wasino, op.cit,1994, hlm 54.

11 Mohamad Dalyono, 1977, Ketataprajaan Mangkunegaran, Surakarta: Reksopustaka, hlm.110.


(37)

B. Perekonomian Penduduk Mangkunegaran

Wilayah Mangkunegaran secara ekologis terdiri dari dua bentang alam yang kontras, yaitu dataran tinggi dan rendah. Daerah pegunungan lokasinya sangat jauh dari kota Praja yaitu terletak di sebelah timur dan bagian selatan kota Mangkunegaran. Di pegunungan kondisi tanahnya berkontur tidak rata sehingga persediaan air tidak banyak seperti di dataran rendah. Di wilayah ini penduduknya bermata pencaharian sebagai petani lahan kering atau tegalan. Tanaman yang ditanam oleh rakyat adalah tanaman tahunan, seperti kelapa, melinjo, dan tanaman palawija, jenis padi-padian hanya ditanam dalam bentuk gaga. Sedangkan tanaman perkebunan yang cocok adalah tanaman kopi.

Dataran rendah Mangkunegaran yang berlokasi di distrik Karanganyar dan Kota Mangkunegaran merupakan daerah persawahan. Daerah ini tanahnya cukup subur dengan aliran air yang memadai. Aliran air terutama dari sungai-sungai kecil dari lereng gunung Lawu untuk distrik Karanganyar dan Bengawan Solo untuk distrik Kota Mangkunegaran. Sebagai daerah persawahan, tanaman utama penduduk di wilayah tersebut adalah padi. Penanaman padi tampaknya telah menjadi tradisi berabad-abad pada masyarakat Surakarta yang tinggal di lembah Bengawan Solo. Daerah Mangkunegaran bagian selatan yaitu Sembuyan dan Baturetna wilayah kurang subur karena tanahnya mengandung batu kapur sehingga wilayah ini kurang

cocok untuk pertanian padi. 13


(38)

Dasar ekonomi praja Mangkunegaran adalah pertanian.14 Penghasilan petani di Praja Mangkunegaran berasal dari panen padi dan palawija. Namun, setelah adanya pembukaan areal perkebunan oleh pihak Eropa muncul lingkungan perkebunan baru yang mengusahakan tanaman ekspor.

Pembukaan areal oleh pihak swasta dilakukan dengan cara menyewa tanah-tanah di wilayah Mangkunegaran. Tanah-tanah-tanah yang disewa meliputi tanah-tanah yang berada di Batujamus, Tarikngarum, dan Manggis. Sebagian besar lahan yang disewa oleh pengusaha swasta tersebut digunakan sebagai perkebunan kopi. Selain untuk perkebunan kopi, lahan yang disewa oleh pemodal swasta juga digunakan untuk usaha perkebunan lain, seperti tembakau, nila, dan tebu.

Selain perkebunan yang dikelola perkebunan swasta tersebut, Praja Mangkunegaran juga memiliki beberapa perusahaan perkebunan milik langsung Mangkunegaran, antara lain pabrik gula Colomadu yang berada di wilayah Pajang Utara ( Malangjiwan) dan Tasikmadu berada di wilayah Sukawati bagian timur (Karanganyar, Afdeeling Sragen). Keberadaan industri di Praja Mangkunegaran tersebut sangat membantu penghasilan Praja. Keuntungan yang diperoleh dari pabrik gula sebagian digunakan raja untuk membayar gaji para bangsawan dan pepanci bagi

kerabat dekatnya. 15

Selain perusahaan-perusahaan di atas, Praja Mangkunegaran masih mempunyai perusahaan-perusahaan lainnya misalnya perusahaan beras Mojoretno,

14 Th.Metz, op.cit, hlm.37. 15 Wasino, op.cit, 2008, hlm 51.


(39)

perusahaan Polokarto, perusahaan kapuk randu Wonogiri, perusahaan Hutani, dan

perusahaan-perusahaan lainnya yang skalanya lebih kecil.16

Sektor perkebunan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Tenaga kerja pada perkebunan di wilayah Mangkunegaran diambil dari penduduk yang berada disekitar perkebunan. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan ditiap-tiap perkebunan berbeda-beda perubahan tergantung bagaimana keadaan perkebunan saat itu. Untuk mengetahui keadaan tenaga kerja pertanian dan perkebunan di praja Mangkunegaran tahun 1930 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2

Keadaan tenaga kerja pertanian dan perkebunan Praja Mangkunegaran tahun 1930

No Jenis Tenaga

Kerja Pria Tenaga Kerja Wanita % dari seluruh Tenaga Kerja %dari penduduk 1. 2. 3.

Pertanian rakyat di luar kota:

a. Kabupaten Wonogiri

b. KabupatenKota

Mangkunegaran Perkebunan-perkebunan tebu:KabupatenKota Mangkunegaran

Perkebunan-perkebunan lain bukan milik Bumiputera : KabupatenKota Mangkunegaran 101.104 46.738 9.498 3.603 20.745 4.433 4.702 5.439 72,5 43,4 10,7 21,2 16,2

Sumber: Th. M. Metz, 1987, Mangkunegaran : Analisis Sebuah Kerajaan Jawa, Surakarta: Reksopustaka hlm 38.


(40)

Sektor pertanian rakyat di kabupaten Wonogiri dapat menyerap tenaga kerja tenaga kerja pria sebanyak 101.104 jiwa sedangkan tenaga kerja wanita jumlahnya 20.745. Pertanian rakyat Kota Mangkunegaran dapat menyerap tenaga kerja pria sebanyak 46.738 jiwa sedangkan tenaga kerja wanita jumlahnya 4.433 sedangkan untuk perkebunan tebu di kabupaten Mangkunegaran dapat menyerap tenaga kerja pria sebanyak 9.498 dan tenaga kerja wanita sebanyak 4.702. Untuk perkebunan-perkebunan lain bukan milik bumiputera yang berada di kabupaten Kota Mangkunegaran dapat menyerap tenaga kerja pria sebanyak 3.603 dan tenaga kerja wanita sebanyak 5.439.

Sektor pertanian dan perkebunan tersebut dapat menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini disebabkan oleh kebijakan dari Mangkunegara VII yang mewajibkan seluruh perkebunan dan perusahaan yang ada di Praja Mangkunegaran untuk

menggaji tenaga kerjanya dengan menggunakan uang.17 Hal ini mengakibatkan

terjadinya pergeseran perekonomian desa ke arah ekonomi pasar.

Selain dalam bidang pertanian dan perkebunan, rakyat Mangkunegaran juga mempunyai pekerjaan lain yaitu pekerjaan dalam bidang industri batik dan kerajinan tangan seperti dalam bidang perkayuan, perkulitan,dan bambu, sedangkan sektor

perdagangan sebagian besar dikuasai golongan Cina dan Arab.18 Akan tetapi, sektor

industri ini skalanya lebih kecil daripada bidang pertanian dan perkebunan.

17 Th.Metz, op.cit, hlm.43.

18 Larson,G.D, 1990, Masa Menjelang Revolusi (Keraton dan Kehidupan Politik di Surakarta) Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm 23.


(41)

C. Latar Belakang Diberlakukan Pajak Penghasilan

Ketika perjanjian Salatiga ditandatangani pada tahun 1757, hukum pertanahan yang berlaku di Mangkunegaran masih mengikuti hukum pertanahan yang berlaku di Kasunanan. Berdasarkan hukum tersebut, tanah adalah milik raja. Raja merupakan pemilik mutlak atas tanah.

Semula tanah-tanah Mangkunegaran merupakan tanah lungguh atau tanah jabatan Mangkunegara I dari Kasunanan. Sebagai tanah jabatan, tanah-tanah milik Mangkunegara secara hukum dapat diambil kembali oleh Sunan. Akan tetapi dalam perkembangannya, status tanah jabatan itu mengalami perubahan. Tanah tersebut diberikan sepenuhnya kepada Mangkunegara. Sebagai hak milik mutlak maka tanah Mangkunegara dapat diwariskan kepada keturunannya.

Seperti halnya Kasunanan, tanah-tanah Mangkunegaran ada yang dikuasai secara langsung oleh raja dan ada yang diserahkan kepada para bangsawan dan pejabat sebagai tunjangan lungguh.Tanah-tanah yang dikuasai langsung disebut siti

daleman, sedangkan tanah yang tidak dikuasai secara langsung disebut tanah apanage.19

Tanah apanage merupakan tanah gaji bagi para bangsawan dan pejabat praja. Luas tanah apanage tiap pejabat atau bangsawan tidak sama. Luas tanah apanage bagi bangsawan tergantung dari kedekatan dengan sang raja dan tinggi rendahnya

jabatan mereka. 20

19 Wasino, op.cit, 2008, hlm 22- 23.

20 Suhartono, 1991, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920, Yogyakarta: Tiara Wacana hlm.35


(42)

Penerima tanah apanage disebut patuh. Patuh tersebut berhak menikmati hak-hak yang muncul dari tanah itu yang semula menjadi hak-hak milik raja, seperti hasil bumi dan tenaga kerja dari penduduk yang mengerjakan tanah tersebut. Akan tetapi, hak ini hanya bersifat sementara artinya hanya diberikan selama mereka masih memegang jabatan.

Patuh tidak mengerjakan tanahnya sendiri karena mereka tidak tinggal didekat

tanah lungguhnya, para patuh biasanya tinggal di pusat kerajaan. Oleh karena itu, para patuh mempercayakan pengolahan tanah tersebut kepada para bekel. Bekel yang diserahi tugas oleh para patuh ini, diangkat dan dikukuhkan dengan piagem pengangkatan. Bekel inilah yang sesungguhnya bertindak sebagai manager organisasi produksi pertanian di pedesaan Mangkunegaran. Bekel merupakan orang yang membagikan tanah-tanah apanage kepada para petani penggarap. Tanah-tanah

apanage biasanya dibagi dalam plot-plot kecil dan tersebar diberbagai tempat.21

Para bekel berhak menerima seperlima dari luas tanah yang digarap oleh penduduk yang mendapat tanah apanage. Bekel juga mempunyai kewajiban untuk menarik pajak hasil tanah apanage. Pemungutan pajak dapat berupa uang ataupun hasil tanah (natura). Pajak yang dipungut berupa uang disebut dengan majegan,

sedangkan pajak yang dipungut berupa hasil tanah disebut maron. 22

Penduduk yang memperoleh tanah apanage beserta kewajiban yang melekat dari tanah tersebut disebut sebagai cacah atau narakarya. Cacah merupakan keluarga

21Suhartono, op.cit, hlm 28. 22 Pringodigdo, op.cit, hlm 6.


(43)

petani yang menggarap tanah milik raja. Meskipun cacah tidak memiliki hak milik atas tanah, keberadaan mereka dianggap cukup penting bagi kerajaan.

Tanah-tanah apanage tersebut kemudian ditarik kembali oleh Mangkunegara IV. Mangkunegara IV mempunyai pandangan bahwa model gaji berupa tanah

apanage kepada para kerabat dan narapraja kurang menguntungkan bagi praja dan

rakyat Mangkunegaran. Para pemegang tanah apanage mulai saat itu digaji dengan uang yang disesuaikan dengan lebar kecilnya tanah apanage yang pernah dikuasai. Hal ini berarti, gaji para kerabat dan nara praja Mangkunegaran berubah yang semula berupa tanah apanage menjadi gaji yang berupa uang yang diberikan setiap

bulannya.23

Adanya perubahan sistem apanage menjadi sistem uang, maka Praja Mangkunegaran menganggap perlunya suatu peraturan mengenai pajak untuk tetap memungut penghasilan dari rakyat. Sehubungan dengan hal itu, maka pada saat Mangkunegara VII berkuasa, praja Mangkunegaran mengeluarkan peraturan tentang pajak penghasilan yaitu peraturan bab pajeg penghasilan sebagai peraturan resmi tentang pemungutan pajak penghasilan yang dikenakan kepada rakyat yang bertempat

tinggal di seluruh kawasan Praja Mangkunegaran.24

23 Wasino, op.cit, 2008, hlm.37-38.

24 Peraturan bab pajeg penghasilan, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No. DI 256.


(44)

BAB III

MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

DI PRAJA MANGKUNEGARAN

A. Sistem Pemungutan Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, menurut peraturan yang telah ditetapkan serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik secara langsung, melainkan untuk memelihara

kesejahteraan umum.1

Pengenaan pajak secara teratur dan permanen sudah dilakukan sejak zaman kolonial. Akan tetapi, perlu juga diingat bahwa ketika wilayah nusantara masih terdiri dari kerajaan pun sudah ada pungutan semacam pajak. Ungkapan yang menggambarkan hal itu tercermin dalam kata-kata bahasa Jawa, misalnya:”asok

glondhong pengareng-areng, peni-peni rojo peni, guru bakal guru dadi, ngaturaken putri tondho lintuning sih katresnan”. Persembahan itu disampaikan kepada raja

dengan maksud sebagai wujud rasa hormat dan upeti, yang disampaikan oleh rakyat

di wilayah kekuasaan kerajaan.2

1 Siti Resmi, 2009, Perpajakan :Teori dan Kasus, Jakarta: Salemba Empat, hlm 1.

2 Y.Sri Pudyatmoko , 2006, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta : C.V.Andi Offset, hlm 91. 27


(45)

Bagi Praja Mangkunegaran, pajak merupakan salah satu primadona bagi pemasukan kas Praja Mangkunegaran. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis pajak yang diberlakukan di wilayah ini. Banyaknya jenis pajak yang diterapkan tersebut menyebabkan perlu adanya perbaikan sistem perpajakan yang ada dengan

membentuk Mantri Martanimpuna.3 Mantri Martanimpuna bertugas dalam

melaksanakan pemungutan semua jenis pajak yang diterapkan di praja Mangkunegaran, termasuk pajak penghasilan.

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima seseorang yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan seseorang

yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.4 Pajak penghasilan merupakan

pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak. Pajak penghasilan juga dapat diartikan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam suatu tahun pajak.5

Pajak penghasilan merupakan pajak yang bersifat persooniljk yaitu pajak yang dalam penetapannya memperhatikan keadaan dari diri serta keluarga wajib pajak, keadaan dan kemampuan wajib pajak harus diperhatikan misalnya status wajib pajak, berapa tanggungannya, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan penghasilan yang diperoleh.

3 Rijksblad Mangkoenegaran No.5 Tahun 1917, Surakarta: Reksopustaka, Mangkunegaran. 4 Rochmat Soemitro, 1993, Pajak Penghasilan, Bandung: Eresco, hlm 18-19.


(46)

Tahun pajak penghasilan adalah jangka 1 tahun takwim, dimulai sejak tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember. Penetapan pajak penghasilan dilakukan pada awal tahun. Hal ini berarti bahwa pajak penghasilan merupakan pajak terutang karena penetapan pajak dilakukan diawal tahun pajak. Pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak meskipun penetapan besarnya pajak sudah dilakukan pada awal

tahun pajak. 6

Pajak penghasilan di praja Mangkunegaran dipungut atas dasar asas domisili yaitu suatu asas pemungutan pajak di mana negara tempat tinggal wajib pajak berwenang untuk memungut pajak atas segala penghasilan yang diperoleh wajib pajak yang berdomisili di negara itu, tak pandang di mana penghasilan itu diperoleh baik dari wilayah Mangkunegaran maupun luar Mangkunegaran.

Pajak penghasilan mulai diberlakukan di wilayah praja Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VII memegang tampuk kekuasaan. Tepatnya pada tahun 1917, Mangkunegara VII mengeluarkan Peraturan Bab Pajeg Penghasilan sebagai suatu peraturan yang mengatur tentang pemungutan Pajak Penghasilan di wilayah Praja Mangkunegaran. Pajak penghasilan mulai dilaksanakan di Praja Mangkunegaran dikarenakan sistem gaji yang diterapkan menggunakan sistem uang.


(47)

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penghasilan

Pajak atas penghasilan di Hindia Belanda mulai dipungut dengan diberlakukannya Paten Recht pada tahun 1878. Kemudian peraturan pajak penghasilan diperbaharui dengan Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang dituangkan dalam Staatsblad tahun 1908. Berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam Staatsblad tahun 1908 tersebut maka pada tahun 1917 Praja Mangkunegaran mulai memungut pajak penghasilan dengan mengeluarkan Peraturan Bab Pajeg Penghasilan.

Selain peraturan bab pajeg penghasilan tersebut, dasar hukum pemungutan pajak penghasilan meliputi Rijksblad Mangkunegaran No.10 tahun 1919, Rijksblad Mangkunegaran No.1 tahun 1922, Rijksblad Mangkunegaran No.10 tahun 1933,

Rijksblad Mangkunegaran No.3 tahun 1935, Rijksblad Mangkunegaran No.8 tahun

1936, Rijksblad Mangkunegaran No.13 tahun 1937 dan Rijksblad Mangkunegaran No. 1 tahun 1940. Rijksblad Mangkunegaran tersebut mengatur tentang perubahan-perubahan dalam pemungutan pajak penghasilan. Perubahan tersebut mengenai perubahan tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak yang disesuaikan dengan peningkatan penghasilan yang diperoleh subjek pajak.

Pemungutan pajak penghasilan menggunakan fictieve stelsel yaitu penetapan pajak dilaksanakan dengan sistem anggapan. Sekalipun dasarnya anggapan, akan tetapi anggapan ini tidak dilakukan dengan sembarangan yaitu anggapan bahwa penghasilan yang diterima oleh setiap wajib pajak adalah sama besarnya untuk setiap tahun pajak. Oleh karenanya, begitu tahun pajak berakhir dapat diketahui besarnya penghasilan dari wajib pajak yang bersangkutan maka sudah dapat ditentukan


(48)

besarnya pajak penghasilan untuk tahun berikutnya. Fictie lain yang dapat digunakan, misalnya bagi wajib pajak yang menerima gaji bulanan, penghasilan dalam satu tahun pajak adalah sama dengan penghasilan pada bulan pertama dikalikan duabelas. Dengan demikian setelah bulan pertama berakhir dapat diketahui semua penghasilan bulan itu maka sudah dapat digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan setahun. Dengan demikian stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan (voor heffing).

3. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Subjek pajak sering disebut juga wajib pajak. Subjek pajak penghasilan meliputi:

a. Subjek pajak orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak yang bertempat tinggal di Praja Mangkunegaran.

b. Subjek pajak badan

Badan adalah sekumpulan orang dan modal yang merupakan kesatuan yang melakukan usaha untuk memperoleh keuntungan. Badan usaha yang dimaksud meliputi vennootschap, maatschap, firma dan commandite serta badan usaha dengan nama dan bentuk apapun.


(49)

c. Subyek pajak harta warisan yang belum dibagi

Warisan tersebut mendatangkan penghasilan, sehingga penghasilan tersebut

dikenakan pajak. 7

Menurut peraturan praja Mangkunegaran, ada beberapa golongan yang dibebaskan dari pungutan pajak penghasilan oleh pihak praja Mangkunegaran. Golongan tersebut meliputi:

a. Pengageng trah Mangkunegaran dan permaisuri.

b. Penduduk praja yang mempunyai penghasilan kecil sehingga penghasilan

tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.8

c. Penduduk praja yang meninggal dunia meskipun penghasilannya masih

diterima. 9

4. Objek Pajak Penghasilan a. Penghasilan Kena Pajak

Obyek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak tersebut. Objek pajak tersebut dapat berupa uang ataupun barang yang mempunyai nilai uang.

7 Rijksblad Mangkoenegaran No.10 Tahun 1919, Surakarta: Reksopustaka, Mangkunegaran. 8 Penghasilan yang tidak dikenakan pajak pada tahun 1919 ditentukan sebesar f.90.


(50)

Berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran No.10 tahun 1919, objek pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran adalah pungutan berdasarkan penghasilan yang diperoleh dari:

1. Harta Tidak Bergerak

a. Hasil dari penyewaan rumah/penginapan yang di peroleh wajib pajak.

b. Hasil dari sawah dan pekarangan yang dimiliki.

c. Hasil yang diterima dari pemelikan (tambak, umbul dan sejenisnya)

d. Sewa gudang yang digunakan sebagai tempat usaha.

2. Harta Bergerak

a. Hasil keuntungan (bunga) dari piutang, hasil dari sewa barang-barang

bergerak, hasil keuntungan dari uang yang digunakan untuk usaha, serta keuntungan apapun yang berasal dari barang-barang bergerak yang digunakan untuk pekerjaan.

b. Pembagian uang dari sebuah perkumpulan misalnya koperasi atau

perkumpulan dagang (comandhiter) ataupun pembagian uang dari kepemilikan saham dalam sebuah perkumpulan.

c. Hasil dari obligasen, mandeel atau effechten lainnya.

d. Pengembalian hutang yang lebih dari jumlah hutang semula.

e. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau


(51)

3. Pekerjaan

Semua pembayaran atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh termasuk gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya yang diperoleh

karena melakukan sebuah pekerjaan. 10

Pajak penghasilan yang dikeluarkan dari pekerjaan misalnya buruh pabrik, pegawai negeri, dokter, penjual jamu, pekerjaan membuat kapal, berdagang, pekerjaan dalam bidang pertanian, pekerjaan dalam bidang kesenian, dan pekerjaan lainnya.

4. Pembayaran tidak tetap

Yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak tetap berupa gratifikasi, tunjangan cuti, wachtgeld, bonus, premi-premi, sumbangan, pensiunan, bunga dari lijfrente dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap. Apabila

penghasilan tersebut terhenti maka pajak yang dibebankan akan dihilangkan.11

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan yang dibebaskan dari pemungutan pajak yang biasa disebut penghasilan tidak kena pajak antara lain:

1. Hasil dari tanah yang sudah dibebani pajak landrente maupun pajak tanah

perkotaan, penghasilan dari rumah-rumah yang berada diatas tanah tersebut.12.

10 Rijksblad Mangkoenegaran No.1 tahun 1922, Surakarta: Reksopustaka, Mangkunegaran. 11 Rijksblad Mangkonegaran No.10 Tahun 1919, Surakarta: Reksopustaka, Mangkunegaran. 12 Pada tahun 1919 ditetapkan penghasilan yang berasal dari tanah dan rumah yang lebih dari


(52)

2. Keuntungan dari naiknya nilai suatu barang yang tidak digunakan untuk pekerjaan.

3. Keuntungan dari jual beli barang bergerak maupun tidak bergerak, kecuali

jual beli barang tersebut untuk keperluan usaha.

4. Hasil dari menggadaikan barang yang sudah dipotong sesuai dengan peraturan

gadai tanggal 12 November 1902 angka 19/Q.

5. Penghasilan legiun yang pangkatnya di bawah opsir.

6. Uang pertolongan (onderstand) karena meninggal dunia, kecelakaan atau

jompo.

7. Upah yang diterima sebagai utusan dari praja.

8. Pemberian dari sanak-saudara, pasangan atau orang lain yang bertempat

tinggal di Praja Mangkunegaran.13

B. Petugas Penarik Pajak Penghasilan

Petugas penarik pajak di Praja Mangkunegaran dibentuk oleh Mangkunegara VII melalui Rijksblad Mangkunegaran No.5 Tahun 1917. Petugas pemungut pajak tersebut selanjutnya disebut Mantri Martanimpuna.

Pemungutan pajak penghasilan dilaksanakan oleh Mantri Martanimpuna dengan membentuk komisi-komisi pajak (Aanslag Comissie) di setiap daerah


(53)

Kapanewon. Komisi pajak tersebut terdiri dari 5 sampai 7 orang, sudah termasuk

ketuanya. Sebagai ketuanya harus dari golongan Martanimpuna.14

Sebelum ditetapkan sebagai petugas penarik pajak, anggota komisi diwajibkan mengucap sumpah setia kepada praja Mangkunegaran. Sumpah tersebut diucapkan di depan Bupati Patih. Sumpah tersebut berisi kesanggupan komisi pajak untuk melaksanakan tugas pemungutan pajak dengan sebaik-baiknya dan siap dikenakan sanksi apabila melakukan pelanggaran yang merugikan praja Mangkunegaran. Bupati Patih dapat sewaktu-waktu mengganti anggota komisi, anggota komisi yang kinerjanya dianggap baik akan dipertahankan sedangkan anggota komisi yang kinerjanya buruk dapat dikeluarkan.

Dalam menetapkan pajak, komisi tidak boleh memutuskan banyaknya pajak jika belum dimusyawarahkan kepada minimal 5 anggota termasuk sang ketua. Tetapi jika anggotanya hanya terdiri dari 5 orang maka pengambilan keputusan minimal 3 orang. Apabila tidak terjadi kesepakatan bersama antara anggota komisi maka akan diadakan pengambilan keputusan dengan cara votting, jika dengan votting pun suaranya sama besar maka ketua komisi berhak sepenuhnya mengambil keputusan akhir.

Komisi pajak datang ke desa-desa untuk memungut pajak setiap tanggal 1 pada bulan-bulan yang telah ditentukan yaitu April, Juni, Agustus, Oktober, dan

Desember.15 Pada hari yang telah ditentukan, komisi pajak datang ke kelurahan untuk

14 Rijksblad Mangkonegaran no.10 Tahun 1919 , Surakarta: Reksopustaka, Mangkunegaran.


(54)

memungut pajak dari jam 8 pagi sampai jam 12 siang. 16 Komisi Pajak berkewajiban memungut pajak hanya di daerah yang sudah ditentukan oleh Bupati Patih.

Selain itu, dalam penarikan pajak komisi pajak juga dibantu pejabat desa setempat misalnya lurah atau carik. Kerjasama pejabat desa sangat dibutuhkan mengingat pejabat desa tersebut memegang kontrol sosial penduduk di kelurahannya. Pejabat desa tersebut dilibatkan untuk mempermudah proses penarikan karena biasanya penduduk sangat patuh terhadap perintah pejabat desa.

Setelah menerima uang pajak, Komisi Pajak menyerahkan ke Kantor Mantri

Martanimpuna. Mantri Martanimpuna kemudian menyerahkan uang pajak yang

sudah masuk kepada Panewu Martanimpuna. Selanjutnya uang pajak tersebut disetorkan kepada Bupati patih. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Bagan 1. Struktur Martanimpuna

Bupati Patih

Panewu Martanimpuna

Mantri Martanimpuna Wedana dan

Panewu Gunung

bertindak sebagai controller Komisi Pajak (Aanslag Commisie)

Lurah dan carik


(55)

Tugas masing-masing jabatan meliputi:

1. Bupati Patih : Mengangkat dan menetapkan Panewu dan Mantri

Martanimpuna serta menerima uang pajak yang selanjutnya diserahkan ke kas

Praja Mangkunegaran.

2. Panewu Martanimpuna : Mengawasi kinerja Mantri Martanimpuna dan

menerima setoran uang dari Mantri Martanimpuna.

3. Mantri Martanimpuna : Mengawasi aanslag commisie dan menerima uang

pajak dari komisi.

4. Komisi Pajak : Menetapkan besarnya pajak dan melakukan pungutan

pajak kepada para wajib pajak.

5. Lurah dan Carik : Membantu komisi pajak dalam memungut pajak

khususnya dalam proses pencatatan.

B. Mekanisme Pemungutan Pajak Penghasilan

Pajak merupakan perikatan yang lahir dari sebuah peraturan sehingga mekanisme pemungutan pajaknya pun harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemungutan pajak penghasilan di praja Mangkunegaran dilakukan oleh komisi pajak (Comissie aanslag) dan dibantu pejabat desa yang ada di wilayahnya masing-masing. Mekanisme pemungutan pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Pendaftaran

Setiap orang yang tinggal di praja Mangkunegaran yang sudah menerima surat pemberitahuan objek pajak (aangifte bilyet) wajib memberikan pelaporan penghasilan. Wajib pajak memberikan pelaporan pajaknya dengan mengisi surat


(56)

pemberitahuan objek pajak (aangifte bilyet). Pelaporan tersebut dilakukan satu tahun sekali.17

Pengisian aangifte bilyet harus dilakukan secara jujur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak meliputi:

a. Nama kecil, nama tua, nama istri dan alamat wajib pajak.

b. Jenis Pekerjaan dan lokasi kantor yang digunakan untuk bekerja, sudah

bekerja mulai awal tahun atau saat pertengahan tahun pemungutan pajak, atas usaha sendiri atau ikut orang lain.

c. Tafsiran banyaknya penghasilan (penghasilan Brutto).

d. Asal penghasilan yang dijelaskan secara rinci.

e. Banyaknya penghasilan bersih (penghasilan Netto).

f. Biaya-biaya yang dikurangkan terhadap penghasilan Brutto sehingga menjadi

penghasilan Netto.

g. Uang tabungan yang dimiliki dan bunga yang diperoleh jika uang tersebut

disimpan di bank.

h. Penghasilan yang diperoleh dalam tahun pajak yang sudah berlalu dan kantor

pajak yang mengurusi.

i. Warisan yang belum dibagi dan keuntungan yang didapat dari warisan

tersebut.

j. Nama-nama orang yang tinggal satu rumah dengan wajib pajak.


(57)

k. Anggota keluarga yang sudah bekerja sendiri dan besarnya penghasilannya.

l. Apabila pekerjaan dilakukan bersama-sama maka harus mencantumkan nama

rekan kerja dan alamatnya.

m. Orangtua wajib pajak.

n. Tandatangan wajib pajak sehingga pelaporan tersebut dianggap sah.18

Apabila ada kekurangan dalam pelaporan tersebut dapat dilengkapi belakangan sehingga tidak menghilangkan kewajiban membayar pajak, tetapi dalam melengkapi kekurangan harus pada bulan yang sama dengan bulan pelaporan.

Aangifte bilyet yang sudah diisi harus ditandatangani oleh wajib pajak. Apabila aangifte bilyet tersebut tidak ditandatangani wajib pajak atau ditandatangani orang

lain maka pelaporan tersebut dianggap tidak sah.

Bagi wajib pajak yang tidak bisa menulis maka surat pemberitahuan objek pajak (aangifte bilyet) akan diisi oleh petugas pajak tetapi harus atas permintaan wajib pajak. Setelah petugas pajak selesai mengisi aangifte bilyet tersebut, maka petugas pajak harus membacakan serta menunjukkan kepada wajib pajak apakah isi

aangifte bilyet tersebut sudah sesuai dengan pelaporan wajib pajak. Apabila dianggap

sudah sesuai dengan pelaporan, maka wajib pajak harus menandatangani aangifte

bilyet tersebut serta disaksikan oleh satu orang saksi yang juga harus tandatangan.19

18

Surat Pertanyaan untuk Menentukan Banyaknya Pajak Penghasilan, Surakarta : Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No.P 1572.


(1)

commit to user

107

yaitu 1933, 1934, 1935 dan 1936. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 19

Pajak Penghasilan yang digelapkan Raden Mas Ngabei Soemowinoto Jenis Pajak Tahun Uang Pajak

(f)

1933 4,99

1934 7,51

1935 149,08 Pajak penghasilan

(Inkomstenbelasting)

1936 18,06

Jumlah 179,64

Sumber: Diambil dari arsip” kasus-kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak”, Koleksi arsip Mangkunegaran No.K344.

Pajak penghasilan yang digelapkan Raden Mas Ngabei Soemowinoto terjadi dalam kurun waktu 4 tahun yaitu tahun 1933 sebesar f.4,99, tahun 1934 sebesar f.7,51, berikutnya tahun 1935 sebesar f.149,08, dan yang terakhir tahun 1936 sebesar f.18,06. Total pajak penghasilan (Inkomstenbelasting) yang digelapkan Mantri Martanimpuna Raden Mas Ngabei Soemowinoto tersebut adalah f.179,64

Setelah melalui proses persidangan pengadilan dalem pradata, Raden Mas Ngabei Soemowinoto dinyatakan bersalah dan diharuskan mengganti seluruh uang pajak yang telah digelapkan yaitu sebesar f. 179,64. Meskipun terdakwa dinyatakan


(2)

bersalah dan diharuskan mengganti uang pajak, tetapi terdakwa tidak dihukum kurungan penjara.40

Selain kasus penggelapan pajak penghasilan yang dilakukan lurah desa dan Mantri Martanimpuna secara sendiri-sendiri, terdapat pula kasus penggelapan pajak penghasilan yang dilakukan sebagai hasil konspirasi antara lurah desa dengan Mantri Martanimpuna. Kasus tersebut terjadi di desa Berdjo onderdistrik Ngargojoso distrik Karangpandan.

Kasus penggelapan pajak penghasilan tersebut dilakukan oleh seorang lurah desa Berdjo yang bernama Hartomokarojo dan seorang Mantri Martanimpuna Ngargojoso yang bernama Raden Ngabei Sastrosowondo. Kasus penggelapan pajak tersebut terjadi pada tahun 1933 dan 1934. Dengan rincian pada tahun 1933, pajak penghasilan yang digelapkan oleh kedua pejabat Praja Mangkunegaran tersebut sebesar f.109,03 dan pada tahun 1934 sebesar f.30,20.

Pada perkembangan, Hartomokarojo dan Raden Ngabei Sastrosowondo meninggal dunia sehingga kasus penggelapan pajak penghasilan tersebut tidak dapat diajukan ke pengadilan dalem pradata Mangkunegaran sehingga keduanya dinyatakan bebas oleh pengadilan dalem pradata Mangkunegaran. 41

40 Surat keterangan penggelapan pajak oleh Raden Mas Ngabei Soemowinoto dalam kasus

kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak”,Surakarta: Reksopustaka Koleksi arsip Mangkunegaran

No.K344.

41


(3)

commit to user

109

Kasus-kasus penggelapan pajak yang terjadi di Praja Mangkunegaran tersebut mengakibatkan menurunnya pemasukan kas Praja Mangkunegaran khususnya dari sektor pajak. Penurunan pemasukan kas Praja tersebut cukup signifikan karena kasus-kasus penggelapan pajak terjadi hampir di seluruh pos-pos pajak yang tersebar di seluruh kawasan praja Mangkunegaran. Keadaan ini mengakibatkan pembangunan fasilitas Negara mengalami kendala karena keterbatasan dana. Hal ini bertentangan dengan asas pemungutan pajak yang bersifat keadilan karena uang pajak yang dipungut dari rakyat seharusnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Mangkunegaran.

Setiap bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang sudah sepantasnya mendapat sanksi yang setimpal dengan pelanggaran tersebut. Hukuman yang dijatuhkan kepada pejabat penarik pajak baik pejabat desa maupun mantri Martanimpuna merupakan sebuah bentuk penegakan hukum yang dilaksanakan di Praja Mangkunegaran.


(4)

BAB V

KESIMPULAN

Pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran dilaksanakan sebagai akibat dari penarikan tanah-tanah apanage pada masa Mangkunegara IV. Penarikan tanah-tanah apanage tersebut berdampak kepada seluruh rakyat Mangkunegaran karena tanah-tanah apanage yang semula dikerjakan penduduk ditarik kembali sehingga banyak penduduk Mangkunegaran beralih ke sektor perkebunan. Dengan adanya peralihan tersebut maka mulai diberlakukannya sistem uang sebagai gaji penduduk Mangkunegaran.

Adanya perubahan sistem apanage menjadi sistem uang, maka Praja Mangkunegaran menganggap perlunya suatu peraturan mengenai pajak penghasilan untuk tetap memungut penghasilan dari rakyat. Sehubungan dengan hal itu, maka pada saat Mangkunegara VII berkuasa, Praja Mangkunegaran mengeluarkan peraturan tentang pajak penghasilan yaitu peraturan bab pajeg penghasilan sebagai peraturan mengenai pemungutan pajak penghasilan yang dikenakan kepada rakyat yang tinggal di wilayah Praja Mangkunegaran.

Pajak penghasilan (Inkomstenbelasting) merupakan salah satu jenis pajak yang diterapkan di praja Mangkunegaran. Pajak ini merupakan salah satu jenis pajak yang memberikan pemasukan besar terhadap keuangan praja Mangkunegaran. Pajak penghasilan semula diterapkan di Hindia Belanda berdasarkan Paten Recht tahun 1878 yang kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Ordonantie Op De Inkomsten Belasting No.298 tahun 1908 yang dituangkan dalam Staatsblad tahun


(5)

commit to user

111

1908. Sedangkan di Praja Mangkunegaran pajak penghasilan mulai diterapkan setelah Praja mengeluarkan peraturan bab pajeg penghasilan pada tahun 1917. Dalam pranatan ini diatur mengenai mekanisme pemungutan pajak penghasilan. Apabila terjadi perubahan mekanisme pemungutannya diatur dalam Rijksblad Mangkunegaran setiap tahunnya. Dalam Rijksblad tersebut juga diatur perubahan besarnya tarif pajak yang disesuaikan dengan perkembangan perekonomian.

Pajak penghasilan adalah pajak yang dipungut kepada rakyat atau perkumpulan yang melakukan usaha untuk mendatangkan keuntungan. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut atas penghasilan yang diperoleh dari : (1) Harta tidak bergerak yaitu pajak yang dipungut berdasarkan atas penghasilan yang berasal dari harta yang sifatnya tidak bergerak, misalnya sawah, rumah, dan pamelikan, (2) Harta bergerak yaitu pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan yang berasal dari harta yang sifanya bergerak, misalnya hasil dari piutang, obligasen, dan mandeel, (3) Pekerjaan yaitu semua pembayaran atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh termasuk gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya yang diperoleh karena melakukan sebuah pekerjaan, dan (4) Pembayaran tidak tetap yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak tetap berupa gratifikasi, tunjangan cuti, wachtgeld, bonus, premi-premi, sumbangan, pensiunan, bunga dari lijfrente dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap. Segala jenis penghasilan tersebut harus dikenakan pajak penghasilan. Besarnya pajak ditentukan sesuai dengan besar kecilnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam jangka waktu satu tahun.


(6)

Pemungutan pajak penghasilan dilaksanakan oleh Mantri Martanimpuna dengan membentuk komisi-komisi pajak (Aanslag Commisie) di wilayah Kapanewon. Dalam pemungutan pajak penghasilan, aanslag commisie dibantu oleh pejabat desa setempat. Aanslag commisie datang ke kelurahan-kelurahan setiap tanggal 1 pada bulan-bulan yang telah ditentukan yaitu April, Juni, Agustus, Oktober, dan Desember.

Mekanisme pemungutan pajak penghasilan di Praja Mangkunegaran meliputi pendaftaran objek pajak yang dilakukan dengan pengisian aangifte bilyet, pemeriksaan buku-buku kekayaaan, penetapan pajak, perhitungan pajak, pengurangan pajak, dan pembayaran pajak. Bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran terhadap mekanisme pajak penghasilan yang telah ditetapkan tersebut maka akan dikenakan sanksi berupa denda dan kurungan.

Pajak penghasilan yang diterapkan di Praja Mangkunegaran mengakibatkan sebagian rakyat Mangkunegaran merasa keberatan dengan pemungutan pajak penghasilan tersebut. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus-kasus tunggakan pajak penghasilan yang terjadi di setiap pos pemungutan pajak. Kasus-kasus tunggakan pajak tersebut mengakibatkan pemasukan kas praja Mangkunegaran dari sektor pajak berkurang. Keadaan tersebut diperparah dengan ditemukan kasus-kasus pengelapan pajak yang melibatkan para pejabat penarik pajak baik pejabat desa maupun Mantri Martanimpuna. Bagi pejabat penarik pajak yang diketahui melakukan tindakan penyimpangan pajak maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat penyimpangan yang dilakukan petugas penarik pajak penghasilan tersebut.