14
menemukan permasalahan baru, yaitu fungsi pemakaian ungkapan emosi negatif yang digunakan masyarakat Karangawen Demak dalam ranah pasar. Penelitian
yang dikaji ini juga menggunakan teori baru. Kebaruan permasalahan dan teori yang dikaji tentang pemakaian ungkapan emosi negatif masyarakat tutur dalam
ranah pasar ini, diharapkan agar dapat menguatkan dan melengkapi penelitian sebelumnya.
2.2 Landasan Teoretis
Teori yang menjadi dasar penelitian ini meliputi konsep-konsep tentang 1 konsep sosiolinguistik, 2 komponen tutur, 3 hakikat ungkapan emosi
negatif, 4 bentuk ungkapan emosi negatif, 5 fungsi sosial pemakaian ungkapan emosi negatif, 6 faktor yang mempengaruhi munculnya penggunaan ungkapan
emosi negatif.
2.2.1 Konsep Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat
Chaer dan Agustina 2004: 2. Menurut Sumarsono 2004: 61, tidak hanya kajian tentang hubungan
bahasa dengan masyarakat, sosiolinguistik juga mengkaji hubungan antara gejala- gejala bahasa fonem, kata, morfem, frase, klausa, kalimat dan gejala-gejala
sosial umur, jenis kelamin, kelas sosial, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, sikap, dan sebagainya.
15
Pride dan Holmes dalam Sumarsono dan Partana 2004: 2 merumuskan sosiolinguistik secara sederhana, yaitu kajian bahasa sebagai bagian dari
kebudayaan dan masyarakat. Di sini ada penegasan, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan language in culture, bahasa bukan merupakan suatu yang
berdiri sendiri language and culture. Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya
dengan pemakaiannya di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi,
serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Pemakaian bahasa language use yang dimaksud adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi
dalam situasi konkret Appel dalam Suwito 1991: 3. Bahasa dan pemakaian bahasa tidak diamati secara individual, tetapi
selalu dihubungkan dengan kegiatan di dalam masyarakat. Dengan kata lain, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual tetapi juga merupakan
gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya
ditentukan oleh faktor-faktor linguistik tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, antara lain yaitu faktor-faktor sosial. Faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan lain-lain. Di samping itu, pemakaian
bahasa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana dan mengenai masalah apa
Fishman dalam Suwito 1991: 3.
16
Dalam konferensi sosiolinguistik pertama tahun 1964 yang berlangsung di University of California, Los Angles, telah dirumuskan adanya tujuh dimensi
dalam penelitian sosiolinguistik, yaitu: 1 identitas sosial dari penutur, 2 identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, 3
lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, 4 analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, 5 penilaian sosial yang berbeda oleh penutur
akan bentuk-bentuk ujaran, 6 tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan 7 penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik Dittmar dalam Chaer dan
Agustina 2004: 5. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa dalam masyarakat dari faktor-faktor sosial yang mendukung.
2.2.2 Komponen Tutur