70
P2 : “Wis ngerti regane, Mas?”
[wIs ηərti rəgane mas]
‘Sudah tahu
harganya, Mas?’
Data 31 Wacana pada konteks 25 mengandung ungkapan emosi negatif yang
berfungsi menyindir. Tuturan “Wis ngerti regane, Mas?” dilontarkan penjual P2 setelah mengetahui kalau pembeli P1 tidak jadi membeli duriannya. Dari awal,
penjual merasa kesal karena pembeli menawar dengan harga kurang. Setelah cukup lama tawar-menawar harga, pada akhirnya pembeli pun tidak jadi membeli.
Penjual merasa telah dibohongi atas sikap pembeli yang datang hanya untuk bertanya harga duriannya kemudian berlalu pergi begitu saja untuk
membandingkan harga durian di toko lain.
4.2.4 Fungsi Mengumpat
Mengumpat adalah mengeluarkan kata-kata kotor sebagai pelampiasan kemarahan atau kejengkelan, bahkan mengutuk orang karena merasa diperlakukan
kurang baik. Ungkapan-ungkapan negatif yang digunakan masyarakat Karangawen Demak dalam ranah pasar sebagian besar digunakan untuk memaki.
Salah satu bentuk data pemakaiannya dapat dilihat pada tuturan 26 di bawah ini.
26 KONTEKS : SEORANG IBU SEDANG MEMARAHI ANAKNYA KARENA LUPA MENGHITUNG
BARANG DAGANGAN
P1 : “Mau wes tekan pira sing wis mbok lebokke
kerdhus, Mi?” [mau wIs t
əkan pir ⊃ sIη wIs mb⊃? ləb⊃?ke kərdUs
mi] ‘Tadi sudah sampai berapa yang sudah kamu
71
masukkan ke kardus, Mi?’ P2
: “Mboh ki, Mak. Lali ra tak itung ik.” [mb
⊃h ki ma? lali ra ta? ItUη i?] ‘Nggak tau, Bu. Tadi lupa tidak aku hitung.’
P1 : “Utegmu nggon ndi to, Mi, Mi”
[ut əgmu ηg
⊃n ndi t⊃ mi mi] ‘Otak kamu dimana to, Mi, Mi’
“Kemplu Mindho gaweni wae.”
[k əmplu mindo gaweni wae]
‘Bodoh Bikin kerja dua kali saja.’ Data 14
Dalam wacana percakapan 26, tuturan “Utegmu nggon ndi to, Mi, Mi” diucapkan oleh seorang ibu P1 untuk mengumpat anaknya P2 karena lupa
menghitung barang dagangan yang sudah dimasukkan ke dalam kardus. Si ibu merasa jengkel harus dua kali bekerja. Kata umpatan uteg ini berarti ‘otak’
sedangkan kemplu berarti ‘bodoh’. Uteg atau ‘otak’ merupakan salah satu anggota tubuh manusia yang digunakan untuk berpikir. Kata ini menjadi kata makian yang
sebenarnya terdengar sangat tabu atau kotor, jika mitra tutur yang diumpat benar- benar sangat bodoh. Demikian juga halnya dengan kata kemplu, umpatan yang
seharusnya tabu untuk diucapkan. Namun karena si ibu marah dan menganggap anaknya tidak pintar menghitung, beliau tega melontarkan dua kata makian itu
dengan intonasi yang meninggi. Tuturan emosi negatif yang berfungsi untuk mengumpat juga terdapat
dalam konteks berikut ini.
27 KONTEKS : SEORANG PENJUAL MENGUMPAT PEMBELI YANG MENAWAR HARGA
BARANG DAGANGANNYA SANGAT
72
RENDAH P1
: “Halah, patang ewu Jeruk cilik ne kok”
[halah, pata
η εwu jərU? cili? ne k⊃?]
‘Halah, empat ribu Jeruk kecil kok’
P2 : “Ra entuk yo Nek tak omongi paling yo ra percaya. Ra tekan semono”
[ra entU? y ⊃ nε? ta? ⊃m⊃ηi palIη y⊃ ra
p ərc
⊃y⊃ ra təkan səmono] ‘Nggak boleh Kalau saya omongi nanti tidak
percaya. Nggak sampai segitu
P1 : “Aku yo ra reti wong du bakule”
[aku y
⊃ ra rəti w⊃η du bakule]
‘Aku ya tidak tahu orang bukan penjualnya’
P2 : “Ooo.... Telakmu ireng kuwi”
[Ooo...t
əla?mu irəη kuwi]
‘Ooo.... Tenggorokanmu hitam’
Data 28 Tuturan di atas merupakan contoh pemakaian ungkapan emosi negatif
yang berfungsi untuk mengumpat. “Ooo.... Telakmu ireng kuwi” diucapkan penjual buah jeruk P1 untuk mengumpat pembeli P2 karena jawaban pembeli
yang menyakitkan. Penjual merasa sakit hati karena pembeli menuturkan “Aku yo ra reti wong du bakule” yang terdengar halus namun sangat menyakitkan.
Umpatan telakmu ireng berasal dari kata telak yang berarti ‘tenggorokan’ dan ireng yang bermakna ‘hitam’. Arti telak ini dihubungkan dengan mulut yang
digunakan seseorang untuk berbicara. Oleh karena itu, umpatan telakmu ireng ini mengibaratkan mulut seseorang yang suka berbicara kotor atau suka menyakiti
orang lain melalui perkataan. Selain data di atas, tuturan yang mengandung ungkapan emosi negatif
berfungsi untuk mengumpat juga dapat dilihat pada penggalan wacana di bawah
73
ini.
28 KONTEKS : SEORANG PENJUAL SAYURAN MARAH KARENA MERASA DIFITNAH
P1 : “He, Yu. Jare anakmu meteng?”
[he yu jare ana?mu m ətəη]
‘He, Mbak. Katanya anakmu hamil?’ P2
: “Lambemu wi”
[lambemu wi]
‘Mulutmu itu’
P1 : “Bothok sing ngomong.”
[b ⊃t⊃? sIη η⊃m⊃η]
‘Bothok yang
bilang.’ P2
: “Ooo... Lambene bothok ki mang lumer”
[Ooo... lambene
b ⊃t⊃? ki maη lumεr]
‘Ooo... Mulutnya bothok itu memang sisa’ ..... Data 32
Konteks 28 di atas merupakan bentuk pemakaian ungkapan emosi negatif yang bertujuan untuk mengumpat. Tuturan “Lambemu wi” dituturkan
oleh seorang penjual sayuran P1 kepada temannya P2 karena dia sakit hati merasa difitnah. Lambemu yang berarti ‘mulutmu’ mengarah kepada sikap
seseorang untuk menjaga pembicaraannya agar tidak menimbulkan fitnah. Umpatan ini dilontarkan penjual sayuran atas pertanyaan temannya yang terkesan
menuduh. Kata lumer juga merupakan bentuk umpatan yang berarti ‘sisa’. ‘Sisa’ di sini bukan menunjuk kepada ‘sesuatu apa yang tertinggal’, namun mengarah ke
‘sesuatu yang lebih’. Lambe lumer mengibaratkan seseorang yang suka berbicara asal tanpa bukti atau kenyataan.
4.2.5 Fungsi Memanggil