Hubungan antara Kontrol Gula Darah dengan GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah

merekomendasikan untuk mengontrol kadar gula darah dan menjaga kadar HbA1C kurang dari 7 untuk mencegah komplikasi mikrovaskular. Selain itu gula darah yang tidak terkontrol juga telah diduga berkontribusi sebagai penyebab terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita DM. Pada penelitian ini di dapatkan bahwa kadar gula darah tidak terkontrol secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya GFK 3,66 kali dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah dengan kadar gula darah terkontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Cukierman-Yaffe dkk 2009, melaporkan suatu penelitian terhadap 3000 penderita DM tipe 2 menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan GFK. Peningkatan 1 HbA1c mempunyai hubungan yang signifikan dengan penurunan 1,75 poin pada Digit Symbol Subtitusion Test DSST IK 95: 1,22- 2,88; p 0, 0001, penurunan sebesar 0,20 poin pada MMSE IK 95: 0,11- 0,28; p 0, 0001, penurunan sebesar 0,11 poin pada memory score IK 95: 0,02- 0,19; p= 0, 0142. Yaffe dkk 2012, melakukan penelitian untuk melihat hubungan kontrol gula darah yang diukur menggunakan kadar HbA1c dengan GFK. Yafee membagi kadar HbA1c menjadi rendah HbA1c 7, sedang 7-8 dan tinggi 8, didapatkan bahwa kelompok dengan kadar HbA1c sedang atau tinggi secara signifikan mempunyai rata-rata nilai yang rendah dibandingkan dengan kelompok dengan kadar HbA1c rendah pada pemeriksaan The Modified Mini-Mental State Examination 3MS rendah 87,1; sedang 86,2; tinggi 85,7; p=0,003 dan The Digit Symbol Substitution Test DSST rendah 29,5; sedang 29,0; tinggi 28,0; p=0,04. Nilai yang rendah pada kedua pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi kognitif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanz dkk 2013 pada penderita DM usia 35 hingga 64 tahun, mendapatkan bahwa kadar HbA1c yang tinggi berhubungan dengan rendahnya fungsi kognitif yang diukur pada pemeriksaan dengan menggunakan DSST OR 1,75; IK 95 1,03-2,96. Dari hasil analisis statistik multivariat pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar gula darah tidak terkontrol memiliki hubungan bermakna untuk terjadinya GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah OR=3,81; IK 95 1,466-9,11. 6.3 Hubungan Faktor-faktor Lain yang Berpengaruh Terhadap Kejadian GFK pada Penderita DM Tipe 2 Usia Dewasa Menengah Faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kejadian GFK antara lain lama menderita DM, tingkat pendidikan, hipertensi dan dislipidemia. Lama menderita DM secara konsisten telah dihubungkan sebagai prediktor tejadinya komplikasi mikrovaskuler terutama retinopati dan nefropati dan neuropati pada penderita DM tipe 2. Pada San Luis Valley cross-sectional study didapatkan bahwa durasi DM lebih dari 5 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya neuropati pada penderita DM OR=1,3; IK 95 1-1,6 Wheeler dkk, 2007. Pada penelitian cross-sectional yang dilakukan Bruce dkk 2008a, didapatkan bahwa lama menderita DM lebih dari 5 tahun merupakan prediktor terjadinya MCI dan demensia pada penderita DM tipe 2 dengan usia 70 tahun. Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara statistik lama menderita DM tidak berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena umur subyek yang digunakan adalah kelompok usia dewasa menengah umur 40 sampai 60 tahun dimana pada umur ini baru terdiagnosis menderita DM. Hal ini sesuai dengan hasil survei oleh Centers for Disease Control and Prevention 2011, yang menyebutkan kejadian DM terbanyak didiagnosa adalah pada rentang umur 55-59 tahun 15,4 dari seluruh kejadian DM pada usia 18 hingga 79 tahun di Amerika, hal yang serupa mungkin juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan 22 orang 51,2 pada kelompok kasus dan 8 orang 18,2 berpendidikan rendah. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian GFK OR=4,71; IK 95=1,784-12,459; p=0,001. Tingkat pendidikan yang rendah telah diketahui sebagai faktor risiko yang kuat untuk terjadinya GFK. Pada penelitian yang dilakukan oleh Xu dkk 2010, untuk mencari efek dari DM terhadap MCI mendapatkan hasil bahwa subyek dengan tingkat pendidikan rendah 8 tahun berhubungan dengan kejadian MCI pada penderita DM OR= 2,13; IK 95= 1,15-3,15. Manly 2005, yang meneliti insiden MCI pada penduduk usia lanjut daerah urban di Manhattan Amerika Serikat mendapatkan bahwa MCI lebih banyak dijumpai pada usia lanjut yang memiliki masa pendidikan formal 9 tahun ke bawah. Bruce dkk 2008b, melakukan penelitian dengan menggunakan data yang digunakan pada Fremantle Diabetes Study FDS untuk menghetahui prediktor-prediktor terjadinya gangguan fungsi kognitif pada penderita DM usia lanjut 70 tahun. Dari analisis multivariat, didapatkan bahwa tingkat pendidikan di bawah pendidikan dasar merupakan satu satunya faktor independen terhadap kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia tua p0,001. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko kejadian GFK pada usia lanjut. Obisesan dkk 2008, dalam penelitian untuk mengetahui hubungan hipertensi, tekanan darah tinggi dan tekanan nadi tinggi terhadap kejadian GFK menyatakan bahwa hipertensi, berhubungan dengan kejadian GFK terutama pada populasi lansia 60tahun p0,01. Performa kognitif terbaik didapatkan pada kelompok tekanan darah yang optimal 12080 mmHg sedangkan performa kognitif terburuk didapatkan pada kelompok dengan hipertensi berat. Witari 2014, juga melaporkan bahwa hipertensi sebagai faktor risiko kejadian GFK pada usia lanjut 60 tahun di RSUP Sanglah OR=5,08; p=0,040; IK 95 1,08-24,03. Pada penelitian yang lain mengatakan bahwa pemberian antihipertensi mempunyai efek proteksi terhadap kejadian GFK. Khachaturian dkk 2006, melaporkan bahwa pemberian antihipertensi menurunkan kejadian Alzheimer’s Dementia pada 3308 subyek usia 65 tahun RR=0,64; IK95= 0,41-0,98. Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara statistik hipertensi tidak berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena kelompok umur pada subyek yang digunakan adalah kelompok usia dewasa menengah yaitu umur 40 sampai 60 tahun yang mungkin saja tekanan darah telah terkontrol dengan pemberian antihipertensi. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa jumlah subyek tanpa hipertensi lebih banyak daripada subyek dengan hipertensi. Hal ini sesuai Rahajeng dan Tuminah 2009, yang menyebutkan bahwa pada usia 45 hingga 54 tahun risiko terjadinya hipertensi sebesar 6,12 lebih besar dibandingkan dengan usia 18 hingga 24 tahun, risiko hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya usia dimana pada usia 75 memiliki risiko terjadinya hipertensi sebesar 11,53 kali. Pada penelitian ini juga didapatkan sebanyak 15 orang 34,9 pada kelompok kasus dan 19 orang 43,2 pada kelompok kontrol menderita dislipidemia. Pada penelitian ini didapatkan bahwa secara statistik dilipidemia tidak berhubungan dengan kejadian GFK pada penderita DM tipe 2 usia dewasa menengah. Dik dkk 2007, dalam sebuah penelitian untuk mencari hubungan antara komponen sindrom metabolik dengan GFK pada usia tua mendapatkan bahwa kadar HDL darah yang rendah scara statistik berhubungan dengan GFK p0,005. Sedangkan Witari 2014, mendapatkan melaporkan bahwa secara statistik dislipidemia bukan merupakan faktor independen terhadap kejadian GFK pada usia lanjut p=0,066; IK 95 0,94-6,91. Pada penelitian yang dilakukan oleh Witari dan penelitian ini tidak dilakukan analisis profil lemak terhadap kejadian GFK.

6.3 Faktor Risiko Independen Terhadap GFK

Beberapa risiko untuk terjadinya GFK pada penderita DM usia dewasa menengah telah didapatkan pada penelitian ini. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa faktor risiko independen terhadap kejadian GFK pada penderita DM tpe 2 usia dewasa menengah adalah kadar gula darah tidak terkontrol dan tingkat pendidikan rendah. Pada penelitian ini didapatkan tingkat pendidikan merupakan faktor risiko yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol gula darah dimana pada penelitan ini digunakan pembagian kelompok pendidikan berdasarkan tingkat pendidikan dasar di Indonesia yaitu 12 tahun selain itu pada penelitian ini tidak dilakukan matching terhadap variabel tingkat pendidikan subyek. Tingkat pendidikan yang rendah sering dikaitkan dengan kemiskinan atau status ekonomi rendah, yang berhubungan dengan tingkat kesehatan yang rendah, akses kesehatan yang rendah dan peningkatan risiko terjadinya GFK Kalaria dkk, 2008. Farfel dkk 2013, juga menduga bahwa tingginya kejadian GFK pada orang dengan tingkat pendidikan rendah dikaitkan dengan rendahnya akses untuk diagnosis dan terapi yang efektif untuk mengontrol hipertensi, diabetes dan dislipidemia. Pada penelitian ini didapatkan jumlah subyek pada kelompok kasus terbanyak adalah tamat SD. Kelemahan pada penelitian ini adalah tidak menggunakan seluruh tes neuropsikologi untuk membandingkan dan mengkonfirmasi hasil penelitian. Kelemahan yang lain tidak dilakukan analisis pada faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh pada kejadian GFK seperti hilangnya alel ApoE4, resistensi insulin, merokok, alkohol dan lain-lain. Selain itu pada penelitian ini tidak dilakukan matching, untuk menghilangkan pengaruh dari variabel lain terhadap kejadian gangguan fungsi kognitif.