Karakteristik Siswa SD KAJIAN PUSTAKA

36 Perkembangan personal-sosial anak pada usia 9-10 tahun dijelaskan oleh Allen Marotz 2010: 199-200 sebagai berikut. 1. Anak senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya, mencari persahabatan berdasarkan minat yang sama dan kedekatan. 2. Anak mempunyai beberapa teman baik dan beberapa “musuh” yang bisa berubah dalam waktu singkat. 3. Anak mulai menunjukkan ketertarikan dalam peraturan dan aturan permainan yang sederhana. 4. Anak saling menanggapi godaan teman bila diprovokasi, lebih jarang menggunakan kekerasan fisik daripada tahun sebelumnya dan mengerti bahwa bahwa perilaku tersebut dapat menyakiti perasaan temannya. 5. Anak mulai membentuk penalaran moral, mengikuti adat istiadat dan nilai moral yang dianut masyarakat. 6. Anak membangun kedekatan dengan guru dan memandang mereka sebagai “pahlawan” sering melakukan hal yang tidak lazim untuk mandapatkan perhatian. 7. Anak bersikap percaya diri. 8. Anak menganggap kritik sebagai serangan pribadi, perasaannya mudah terluka, dan frustasi menghadapi kegagalan. Perkembangan personal-sosial anak pada usia 11-12 tahun dijelaskan oleh Allen Marotz 2010: 208-209 sebagai berikut. 1. Anak senang mengorganisir permainan kelompok tetapi bisa mengubah aturan ketika permainan sedang berlangsung. 37 2. Anak memandang gambaran diri sangat penting, mendefinisikan dirinya dari penampilan, dan membandingkan dirinya dengan sosok yang dikagumi. 3. Anak lebih sadar diri dan fokus pada diri sendiri, mengerti kebutuhan untuk bertanggung jawab, dan menyadari adanya konsekuensi bagi setiap perbuatan. 4. Anak mulai berpikir dan membicarakan rencana karier serta membayangkan masa depannya. 5. Anak membangun cara pandang yang kritis dan idealis, menyadari dan berminat terhadap budaya dan hal-hal di luar lingkungannya. 6. Anak cenderung meniru gaya dan sikap dari tokoh populer. 7. Anak menyadari bahwa kesetiaan, kejujuran, bisa dipercaya, dan menjadi pendengar yang baik adalah syarat untuk menjadi teman yang baik. 8. Anak menghadapi frustasi dengan lebih sedikit ledakan emosi, mampu mengutarakan hal yang mengganggu pikirannya menggunakan kata-kata, ekspresi, dan gerak tubuh. Perkembangan siswa SD ditinjau dari segi moral disampaikan oleh Piaget Hurlock, 1978: 79 yang menjelaskan bahwa seseorang mengalami dua tahapan, yaitu tahap realisme moral dan tahap moralitas otonomi. Pada tahap realisme moral, siswa cenderung mematuhi peraturan secara otomatis atas dasar konsekuensi. Siswa akan mematuhi peraturan yang diberlakukan karena menghindari hukuman yang akan diberikan jika ia melanggarnya. Sebagai contoh, seorang siswa berangkat ke sekolah karena menghindari 38 hukuman atau kemarahan orang tua jika dia tidak berangkat sekolah. Sesuai dengan tahap realisme moral, siswa tersebut belum memahami tujuan dari bersekolah dan melaksanakannya sekadar untuk menghindari hukuman atau konsekuensi. Tahapan kedua adalah moralitas otonomi atau timbal balik. Pada tahap ini, siswa cenderung mematuhi peraturan dan berperilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya bukan sekadar menghindari hukuman. Tahap moralitas otonom bertepatan dengan tahap operasional formal dalam perkembangan kognitif yang juga diajukan oleh Piaget. Pada tahap operasional formal, siswa telah mampu menalar dan mempertimbangkan berbagai hal dalam pemecahan masalah. Berkaitan dengan nilai, siswa akan dapat berperilaku sesuai peraturan dengan mempertimbangkan tujuan dari pemberlakuan peraturan tersebut. Sebagai contoh, siswa berangkat dan tiba di sekolah sebelum bel tanda masuk berbunyi menyadari bahwa ia harus melakukannya karena bertujuan baik bagi dirinya. Dalam hal ini, siswa telah melibatkan kesadaran dalam menetukan perilakunya. Pendapat selanjutnya diajukan oleh Kohlberg yang mendukung teori Piaget. Kohlberg Hurlok, 1978: 80 menyampaikan bahwa perkembangan moral dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu moralitas prakonvensional, moralitas konvensional, dan moralitas pascakonvensional. Pada tingkat moralitas prakonvensional, siswa cenderung mematuhi peraturan karena menghindari hukuman. Selain itu, siswa mematuhi peraturan karena berorientasi pada penghargaan yang akan diperolehnya. Pada tingkat 39 moralitas konvensional, siswa cenderung mematuhi atau menyesuaikan diri dengan peraturan agar diterima oleh orang lain di sekitarnya. Pada tingkat moralitas pascakonvensional, siswa telah mampu mengadakan modifikasi dalam kepatuhan terhadap peraturan selama hal tersebut tidak merugikan. Ketika mematuhi peraturan, siswa telah melibatkan idealisme dan mempertimbangkan kepuasan dalam dirinya, bukan sekadar agar diterima oleh lingkungan. Siswa sekolah dasar menurut teori yang diajukan oleh Kohlberg berada pada tingkat moralitas konvensional. Pada tingkat ini, siswa cenderung menyesuaikan dirinya dengan peraturan. Siswa berperilaku sesuai peraturan agar diterima oleh orang lain atau lingkungan sosialnya. Konsep nilai yang baik yang dimengerti oleh siswa yaitu nilai-nilai yang disetujui oleh lingkungan sosialnya. Sebagai contoh, seorang siswa berangkat sekolah dan masuk kelas sebelum bel tanda masuk berbunyi agar diterima dan tidak dikucilkan oleh teman-temannya. Berkenaan dengan hal tersebut, lingkungan sosial seharusnya mengakui nilai-nilai yang positif karena keterkaitan erat dengan pola perilaku yang akan dikembangkan oleh siswa. Dalam konteks lingkungan sekolah, sekolah harus mengembangkan lingkungan yang baik untuk mengakomodasi penanaman sikap disiplin kepada siswa.

D. Kerangka Pikir

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam mewujudkan tujuan pendidikan yaitu menjadikan siswa menjadi baik dalam ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Salah satu sikap 40 yang harus ditanamkan adalah disiplin. Sikap disiplin merupakan kecenderungan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penanaman sikap disiplin dapat dilaksanakan melalui pembelajaran, budaya sekolah meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian, kegiatan ekstrakurikuler, serta manajemen sekolah. Penanamkan sikap disiplin dapat dilakukan dengan cara otoriter, permisif, atau demokratis. Penentuan cara penanaman sikap disiplin membutuhkan berbagai pertimbangan terkait dengan karakteristik siswa sekolah dasar SD. Siswa SD mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan senang membentuk kelompok teman sebaya. Siswa berada pada tingkat moralitas konvensional yaitu cenderung menyesuaikan dirinya dengan peraturan agar diterima oleh lingkungan sosialnya. Siswa SD mengalami perkembangan kognitif pada tahap operasional formal yaitu mampu menalar dan mempertimbangkan berbagai hal dalam pemecahan masalah.

E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana guru menanamkan sikap disiplin kepada siswa melalui proses pembelajaran di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I? 2. Bagaimana sekolah menanamkan sikap disiplin kepada siswa melalui budaya sekolah di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I? 3. Bagaimana penanaman sikap disiplin kepada siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I? 41 4. Bagaimana sekolah menanamkan sikap disiplin kepada siswa melalui manajemen sekolah di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I? 42

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian komparatif dan metode deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Imam Gunawan 2014: 85-87 adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah manusia dan sosial. Penelitian kualitatif dilakukan dalam latar setting yang alamiah naturalistic. Penelitian komparatif menurut Suharsimi Arikunto 2010: 6 adalah penelitian yang bermaksud untuk mengadakan perbandingan kondisi yang ada di dua tempat. Metode deskriptif menurut Arif Rohman 2013: 101 dilakukan dengan cara menggambarkan dan menguraikan apa adanya yang terjadi pada obyek yang diteliti secara mendetail. Data yang terkumpul dalam penelitian dianalisis dan disajikan dalam uraian naratif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Peneliti menganalisis data dengan membandingkan penanaman sikap disiplin di kedua sekolah tersebut.

B. Sumber Data Penelitian

Penentuan sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari Sugiyono 2013: 300 bahwa purposive adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.