STUDI KOMPARASI PENANAMAN SIKAP DISIPLIN DI SDN PUJOKUSUMAN I DAN SDN WONOSARI I.

(1)

STUDI KOMPARASI PENANAMAN SIKAP DISIPLIN DI SDN PUJOKUSUMAN I DAN SDN WONOSARI I

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Agericharisma NIM 12108241077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Waktu tidak berhenti sampai tiba saatnya terhenti. Jadi, jangan menghentikan dirimu untuk berbuat baik.”

(Agericharisma)

“Taat pada peraturan akan mendapat ganjaran kebaikan, tidak taat pada peraturan akan mendapat sanksi.”


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk: 1. Allah SWT, Pemilik segala ilmu. 2. Bapak dan ibuku tercinta.


(7)

STUDI KOMPARASI PENANAMAN SIKAP DISIPLIN DI SDN PUJOKUSUMAN I DAN SDN WONOSARI I

Oleh Agericharisma NIM 12108241077

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif komparatif. Sumber data penelitian ditentukan secara purposive meliputi 1 kepala sekolah, 2 guru kelas, 1 guru pembimbing ekstrakurikuler, dan 3 siswa setiap sekolah di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data sesuai Miles dan Huberman, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I menunjukkan penanaman sikap disiplin melalui proses pembelajaran yaitu terencana dalam RPP, serta terlaksana dalam pembelajaran dan evaluasi, serta tidak melalui penilaian sikap disiplin. Penanaman sikap disiplin melalui budaya sekolah yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian lingkungan sekolah. SDN Wonosari I menerapkan peraturan dan pemberian hukuman untuk semua bentuk ketidakdisiplinan, sedangkan penerapan peraturan dan hukuman di SDN Pujokusuman I masih perlu ditingkatkan. SDN Wonosari I memberi penghargaan kepada siswa. Penanaman sikap disiplin melalui ekstrakurikuler melalui disiplin waktu, serta penerapan peraturan dan hukuman. Manajemen Berbasis Sekolah mendukung penanaman sikap disiplin kepada siswa.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Studi Komparasi Penanaman Sikap Disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan guru sekolah dasar di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Terselesaikannya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Bapak Fathurrohman, M.Pd., dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kepala sekolah, guru, dan siswa di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. 6. Bapak dan ibuku tercinta yang telah memberikan do’a dan dukungan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan ibu dosen program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan ilmu selama masa studi penulis.

8. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga amal dan budinya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.


(9)

Penulis berharap semoga karya ini dapat memberi manfaat bagi dunia pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Maret 2016


(10)

DAFTAR ISI

hal.

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Fokus Penelitian ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sikap Disiplin ... 6

1. Sikap ... 6

a. Pengertian Sikap ... 6

b. Komponen Sikap ... 8

2. Disiplin ... 10

a. Pengertian Disiplin ... 10

b. Unsur Disiplin ... 12

3. Sikap Disiplin ... 21

B. Penanaman Sikap Disiplin ... 23


(11)

3. Penanaman Sikap Disiplin melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 28

4. Penanaman Sikap Disiplin melalui Manajemen Sekolah ... 29

5. Cara Penanaman Sikap Disiplin ... 30

C. Karakteristik Siswa SD ... 33

D. Kerangka Pikir ... 39

E. Pertanyaan Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 42

B. Sumber Data Penelitian ... 42

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Instrumen Penelitian ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 48

G. Keabsahan Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 51

1. Profil SDN Pujokusuman I ... 51

2. Profil SDN Wonosari I ... 52

B. Deskripsi Sumber Data Penelitian ... 53

1. Sumber Data Penelitian di SDN Pujokusuman I ... 53

2. Sumber Data Penelitian di SDN Wonosari I ... 54

C. Hasil Penelitian ... 55

1. Hasil Penelitian di SDN Pujokusuman I ... 56

a. Pandangan Siswa tentang Sikap... 56

b. Penanaman Sikap Disiplin melalui Proses Pembelajaran ... 56

c. Penanaman Sikap Disiplin melalui Budaya Sekolah ... 69

d. Penanaman Sikap Disiplin melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 81

e. Penanaman Sikap Disiplin melalui Manajemen Sekolah ... 84

2. Hasil Penelitian di SDN Wonosari I ... 86

a. Pandangan Siswa tentang Sikap... 86

b. Penanaman Sikap Disiplin melalui Proses Pembelajaran ... 87


(12)

d. Penanaman Sikap Disiplin melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 110

e. Penanaman Sikap Disiplin melalui Manajemen Sekolah ... 114

D. Pembahasan ... 115

1. Pandangan Siswa tentang Disiplin ... 115

2. Penanaman Sikap Disiplin melalui Proses Pembelajaran ... 116

3. Penanaman Sikap Disiplin melalui Budaya Sekolah ... 132

4. Penanaman Sikap Disiplin melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 146

5. Penanaman Sikap Disiplin melalui Manajemen Sekolah ... 151

E. Keterbatasan Penelitian ... 154

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 155

B. Saran ... 157

DAFTAR PUSTAKA ... 158


(13)

DAFTAR TABEL

hal. Tabel 1. Kisi-Kisi Instumen Penelitian ... 46 Tabel 2. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator dalam

RPP Kelas I Semester 2 Tema “Pengalamanku” Subtema “Pengalaman di Sekolah” Pembelajaran ke-2 yang

Memuat Penanaman Sikap Disiplin ... 57 Tabel 3. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator dalam

RPP Kelas I Semester 2 Tema “Pengalamanku” Subtema “Pengalaman di Sekolah” Pembelajaran ke-2 yang


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal.

Gambar 1. Komponen Analisis Data Miles & Huberman ... 48

Gambar 2. Catatan Siswa Kelas VC yang Tidak Memakai Ikat Pinggang ... 62

Gambar 3. Presensi Kelas VC ... 63

Gambar 4. Plakat tentang Disiplin di SDN Pujokusuman I ... 75

Gambar 5. Peraturan Sekolah Tertempel di Dinding Kelas IB ... 77

Gambar 6. Presensi Kepala Sekolah dan Guru ... 102

Gambar 7. Daftar Siswa yang Datang Terlambat ... 104

Gambar 8. Plakat tentang Disiplin di SDN Wonosari I ... 104

Gambar 9. Peraturan SDN Wonosari I ... 107

Gambar 10. Pandangan Siswa tentang Disiplin ... 116

Gambar 11. Penanaman Sikap Disiplin melalui Proses Pembelajaran di .SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I ... 117

Gambar 12. Penanaman Sikap Disiplin Terintegrasi dalam .Pembelajaran ... 119

Gambar 13. Penanaman Sikap Disiplin dengan Pemberlakuan .Peraturan, Hukuman, dan Penghargaan dalam .Pembelajaran ... 123

Gambar 14. Penanaman Sikap Disiplin dengan Kegiatan Rutin... 133

Gambar 15. Penanaman Sikap Disiplin dengan Kegiatan Spontan ... 135

Gambar 16. Penanaman Sikap Disiplin melalui dengan Pengondisian ... 138

Gambar 17. Penanaman Sikap Disiplin melalui Pemberlakuan .Peraturan, Hukuman, dan Penghargaan dalam Lingkup .Sekolah ... 141

Gambar 18. Penanaman Sikap Disiplin melalui Kegiatan .Ekstrakurikuler di SDN Pujokusuman I dan SDN .Wonosari I ... 147


(15)

Gambar 19. Penanaman Sikap Disiplin dengan Pemberlakuan .Peraturan, Hukuman, dan Penghargaan dalam Kegiatan .Ekstrakurikuler di SDN Pujokusuman I dan SDN

.Wonosari I ... 150 Gambar 20. Manajemen Berbasis Sekolah Mendukung Penanaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 162

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 163

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ... 166

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan ... 167

Lampiran 5. Triangulasi Data SDN Pujokusuman I ... 175

Lampiran 6. Triangulasi Data SDN Wonosari I ... 186

Lampiran 7. Hasil Wawancara SDN Pujokusuman I ... 198

Lampiran 8. Hasil Wawancara SDN Wonosari I ... 232

Lampiran 9. Hasil Observasi SDN Pujokusuman I ... 255

Lampiran 10. Hasil Observasi SDN Wonosari I ... 268

Lampiran 11. Peraturan SDN Pujokusuman I ... 283

Lampiran 12. Peraturan SDN Wonosari I ... 288

Lampiran 13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 293

Lampiran 14. Jadwal Kelas I SDN Pujokusuman I ... 318

Lampiran 15. Jadwal SDN Wonosari I ... 319


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki fungsi dan tujuan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berkaitan dengan pernyataan tersebut, pendidikan bukan hanya proses yang berfungsi untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan, tetapi juga merupakan proses pembentukan watak serta peradaban bangsa. Pendidikan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan praktiknya dalam kehidupan serta mencakup pengamalan sikap, penguasaan keterampilan, dan kecakapan hidup. Dengan demikian, pendidikan merupakan suatu proses yang dialami untuk menjadikan seseorang menjadi baik dalam ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Tujuan akhir dari pendidikan salah satunya yaitu berkembangnya potensi seseorang sesuai dengan nilai-nilai karakter yang baik yaitu menguasai sikap religi, sikap sosial, dan kecakapan. Tujuan tersebut diharapkan dicapai melalui proses pendidikan baik formal, non formal, maupun informal. Pencapaian tujuan pendidikan dapat dikatakan merupakan


(18)

tanggung jawab dari seluruh elemen meliputi sekolah, lingkungan, dan keluarga.

Namun demikian, pendidikan di Indonesia masih belum berhasil sepenuhnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal tersebut dibuktikan dengan fenomena siswa yang masih mengalami masalah terkait penguasaan kompetensi sikap. Masalah yang muncul contohnya sikap tidak disiplin yang siswa yang ditunjukkan dengan siswa berkelahi. Hal ini dibuktikan dengan kasus perkelahian pada siswa kelas dua SD Negeri Pagi 02 Kebayoran Lama Utara. Siswa berinisial AN berkelahi dengan temannya berinisial R saat pelajaran olah raga pada 18 September 2015. Korban (AN) sempat dibawa ke rumah sakit karena menderita luka pada bagian perut dan kepala hingga akhirnya meninggal dunia (Anwar Khumaini, 2015).

Selain itu, juga terjadi penganiayaan oleh dan terhadap siswa di SDN 02 Bintara Jaya. Siswi kelas V berinisial CA menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya pada 21 Oktober 2015 hingga mengalami luka lebam di bagian mata kiri dan luka lecet di sekitar mata kanan. Awalnya korban sering diejek dengan kata “burik” karena kulitnya sensitif dan dijahili oleh teman-temannya (Joko Sadewo, 2015).

Kasus-kasus di atas mencerminkan sikap tidak mematuhi aturan sehingga dapat dikategorikan sebagai sikap tidak disiplin siswa SD. Menghadapi ketidakdisiplinan tersebut, sekolah tetap berupaya untuk menanamkan sikap yang baik pada siswa. Sebagai contoh yaitu SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Berdasarkan data SD/MI DIY tahun


(19)

ajaran 2014/2015 kategori SPM (Dinas Dikpora DIY, 2015), terdapat 76 sekolah dasar negeri di wilayah Kotamadya Yogyakarta yang terakreditasi A. Salah satu sekolah tersebut adalah SDN Pujokusuman I. Sekolah tersebut adalah sekolah inti dalam gugusnya di kecamatan Mergangsan. Di wilayah Kabupaten Gunungkidul terdapat 148 sekolah dasar negeri yang terakreditasi A. Salah satu sekolah tersebut adalah SDN Wonosari I. Sekolah tersebut adalah sekolah inti dalam gugusnya di kecamatan Wonosari.

Observasi pra penelitian dilaksanakan pada 13 Oktober 2015 di SDN Pujokusuman I terhadap siswa yang berbaris di sisi timur halaman sekolah untuk melaksanakan kegiatan Salam Pagi. Siswa yang terdiri atas 11 kelas berbaris menghadap ke timur sesuai kelasnya. Di hadapan siswa berdiri masing-masing guru kelas yang berjumlah 10 dan dua siswa. Dua siswa yang berdiri di depan selanjutnya memimpin siswa-siswa lain dan guru-guru untuk menyanyikan lagu nasional berjudul Indonesia Pusaka. Siswa mengikuti kegiatan tersebut dengan tertib. Setelah itu, siswa-siswa secara bergiliran berjabat tangan dengan guru-guru dan masuk ke ruang kelas masing-masing.

Observasi pra penelitian juga dilakukan di SDN Wonosari I pada 12 Oktober 2015. Pada pukul 06.30 terdapat dua guru dan beberapa siswa yang tiba di sekolah lebih awal sedang menyapu halaman sekolah di sisi selatan dan timur. Selanjutnya beberapa guru dan siswa bersiap-siap untuk upacara pengibaran bendera. Beberapa guru membantu siswa berbaris sesuai sesuai kelas masing-masing. Siswa mengikuti upacara dengan tertib.


(20)

Setelah upacara pengibaran bendera di SDN Wonosari I selesai, disampaikan pengumuman peserta upacara yang paling tertib. Guru mengumumkan peserta upacara yang paling tertib pada hari tersebut yaitu siswa-siswa kelas 2B. Selanjutnya perwakilan kelas 2B menerima penyematan pin penghargaan peserta upacara yang paling tertib.

Berdasarkan hasil observasi pra penelitian, siswa SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I bersikap disiplin. Akan tetapi, belum diketahui secara jelas penanaman sikap disiplin yang dilakukan SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Berangkat dari hal tersebut, peneliti mengangkat judul “Studi Komparasi Penanaman Sikap Disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.

1. Siswa berkelahi di SD Negeri Pagi 02 Kebayoran Lama Utara dan SDN 02 Bintara Jaya.

2. Siswa SDN Pujokusuman I mengikuti pelaksanaan kegiatan Salam Pagi. 3. Siswa SDN Wonosari I mengikuti upacara pengibaran bendera.

4. SDN Wonosari I memberikan penghargaan kepada siswa yang bersikap disiplin.

5. Belum diketahui secara jelas penanaman sikap disiplin yang dilakukan SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I.


(21)

C. Fokus Penelitian

Masalah yang berhasil diidentifikasi cukup banyak dan terlalu luas untuk diteliti. Agar penelitian terfokus dan mendalam, maka penelitian difokuskan pada sekolah menanamkan sikap disiplin kepada siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan fokus masalah di atas, maka dalam penelitian ini diajukan rumusan masalah yaitu bagaimanakah penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I? E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut. 1. Secara teoritis

Memberi sumbangan pemikiran tentang penanaman sikap disiplin di sekolah.

2. Secara praktis

a. Bagi kepala sekolah

Sebagai panduan dalam penanaman sikap disiplin yang diintegrasikan dengan kebijakan dan program kegiatan sekolah. b. Bagi guru

Sebagai panduan dalam penanaman sikap disiplin yang diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Sikap Disiplin

1. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap mempunyai beberapa pengertian. Sikap ditinjau dari bahasa, menurut Hornby (Hadiwinarto, 2009: 112) berasal dari bahasa Itali attitudline yang berarti cara menempatkan atau membawa diri atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Pengertian tersebut didukung oleh Zaim Elmubarok (2009: 47) yang mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil dari interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling bereaksi di dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Hal senada juga diungkapkan oleh Triandis (Hadiwinarto, 2009: 113) yang menjelaskan sikap sebagai ide yang berkaitan dengan emosi yang mendorong dilakukannya tindakan-tindakan tertentu dalam suatu situasi sosial.

Sikap dijelaskan oleh Yudrik Jahja (2013: 67) sebagai penentu tingkah laku atau cara seseorang untuk merespon sesuatu. Sikap sebagai reaksi terhadap sesuatu berkaitan dengan like dan dislike atau suka dan tidak suka. Sikap sebagai reaksi melibatkan perasaan seseorang.


(23)

Pengertian lain disampaikan oleh Allport (Hadiwinarto, 2009: 113) yang mendefinisikan sikap sebagai kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon terhadap semua objek dan situasi yang terkait. Pendapat tersebut didukung oleh Aiken (Hadiwinarto, 2009: 113) yang menjelaskan sikap sebagai kecenderungan yang dipelajari dari seseorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Kedua pendapat di atas menyebutkan adanya proses pembentukan sikap seseorang yang diawali dengan pengalaman dan respon terhadap suatu gejala. Selain itu, pembentukan sikap membutuhkan pengalaman dan respon yang cenderung sama terjadi berulang kali dan mempengaruhi mental seseorang.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti mengartikan sikap sebagai konsep yang dimengerti dan mempengaruhi perasaan seseorang untuk melakukan tindakan atau memberikan respon terhadap suatu objek sikap. Objek sikap dapat berupa benda, gagasan, tindakan, kondisi di lingkungan, dan sebagainya. Sikap seseorang dapat terbentuk karena pengalaman atau kondisi yang berpengaruh terhadap perasaan. Seseorang memahami konsep berdasarkan pengalaman dan cenderung memberikan respon yang sama terhadap pengalaman atau kondisi atau objek sejenis.


(24)

b. Komponen Sikap

Komponen sikap telah disinggung pada pembahasan awal tentang terdiri atas kognitif, afektif, dan konatif. Menurut Hadiwinarto (2009: 113), sikap terdiri atas tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan, ide atau gagasan, dan konsep. Komponen afektif berkaitan dengan aspek emosional atau perasaan. Komponen konatif berkaitan dengan kemauan dan keinginan. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Secord and Baman (Zaim Elmubarok, 2009: 46) yang membagi sikap menjadi tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif adalah komponen yang akan membentuk pengetahuan. Pengetahuan tersebut selanjutnya akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap. Komponen afektif adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap.

Komponen sikap juga diulas oleh Kluytmans (2006: 102) yang menyebutkan bahwa sikap mengacu pada a) pandangan seseorang terhadap sesuatu, b) perasaan seseorang terhadap sesuatu, dan c) perilaku seseorang untuk merespon sesuatu. Pendapat di atas dikuatkan oleh Yudrik Jahja (2013: 67) yang menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen dasar yaitu kognisi, afeksi, dan


(25)

konasi psikomotorik. Komponen kognisi berhubungan dengan beliefs, ide, dan konsep. Komponen afeksi berhubungan dengan dimensi emosional seseorang. Komponen konasi psikomotorik berhubungan dengan kecenderungan untuk bertingkah laku.

Komponen sikap juga dijelaskan oleh Sears, Freedman, & Peplau (1985: 138) yang menyebutkan bahwa sikap terhadap suatu objek merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki oleh seseorang mengenai objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Komponen afektif berkaitan dengan penilaian positif dan negatif terhadap objek sikap. Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, sikap mempunyai tiga komponen utama yaitu kognitif atau pengetahuan, afektif atau perasaan, dan konatif atau keenderungan untuk bertindak. Kognitif atau pengetahuan sikap seseorang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh afektif atau perasaan sikap seseorang. Kedua komponen tersebut selanjutnya dapat menentukan konatif psikomotor seseorang.


(26)

2. Disiplin

a. Pengertian Disiplin

Disiplin menurut Riberu (Maria J. Wantah, 2005: 139) diartikan sebagai penataan perilaku dan peri hidup sesuai dengan ajaran yang dianut. Penataan perilaku berkaitan dengan ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap tata tertib atau peraturan sehari-hari. Hal senada juga disampaikan oleh Moh. Shochib (2000: 36) yang menyebutkan bahwa disiplin ditampilkan dengan perilaku patuh dan taat terhadap nilai moral, yang diupayakan melalui latihan, pembiasaan, dan penyadaran kepada seseorang. Kedua pernyataan tersebut didudukung oleh Dolet Unaradjan (2003: 10) yang menyebutkan bahwa disiplin diri adalah tingkah laku manusia yang terkontrol, terkendali, serta teratur yang berpijak pada kesadaran dan maksud luhur dari pribadi yang bersangkutan agar keberadaannya selalu membahagiakan dirinya dan orang lain.

Disiplin diartikan oleh Mohamad Mustari (2014: 36) yang berpendapat bahwa “disiplin diri merujuk pada latihan yang membuat orang merelakan dirinya untuk melaksanakan tugas tertentu atau menjalankan pola perilaku tertentu ...”. Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa dalam konsep disiplin terdapat suatu keputusan seseorang untuk mengondisikan dirinya agar mematuhi aturan tertentu. Dengan demikian, disiplin mengandung unsur kesadaran diri seseorang untuk melaksanakannya.


(27)

Secara spesifik Ali Imron (2011: 173) mengartikan disiplin bagi siswa yaitu suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki oleh siswa di sekolah tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap siswa dan sekolah. Sementara itu, Hurlock (1978: 82) menyebutkan bahwa disiplin sebagai dua konsep yang berbeda, yaitu positif dan negatif. Disiplin positif diartikan sebagai pengendalian dari dalam diri seseorang dengan bentuk pendidikan dan bimbingan untuk menekankan pertumbuhan disiplin diri. Konsep disiplin positif cenderung melahirkan motivasi dari dalam diri seseorang untuk bertindak sesuai aturan yang berlaku. Sedangkan disiplin negatif diartikan sebagai pengendalian dengan kekuasaan dari luar diri seseorang dengan bentuk pengekangan atau hukuman. Konsep disiplin negatif cenderung menimbulkan perlawanan dan keinginan untuk bertindak tidak sesuai aturan.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan sebelumnya, terdapat poin penting dalam disiplin yaitu kepatuhan terhadap aturan. Peneliti mendefinisikan disiplin sebagai suatu sikap untuk mengkondisikan diri agar mematuhi tata tertib atau aturan yang berlaku. Berkaitan dengan setting penelitian yang ditetapkan, disiplin yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah disiplin di sekolah. Dengan demikian, disiplin dibatasi pada pengkondisian diri untuk mematuhi peraturan di sekolah.


(28)

b. Unsur Disiplin

Disiplin terdiri dari beberapa unsur. Menurut Kurtines dan Greif (Hurlock, 1978: 84) disiplin mengandung unsur pokok yaitu “... peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajarkan dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan, dan penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku.” Pendapat tersebut dikuatkan oleh Maria J. Wantah (2005: 150) yang merumuskan unsur disiplin yaitu aturan sebagai pedoman tingkah laku, hukuman untuk pelanggaran aturan, penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan aturan yang berlaku, kebiasaan-kebiasaan, dan konsistensi dalam menjalankan aturan.

Unsur-unsur disiplin tersebut membentuk pola perilaku siswa agar menyesuaikan dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, peraturan, hukuman, dan penghargaan membentuk disiplin siswa khususnya dalam komponen kognitif dan konatif sikap disiplin siswa yaitu dengan membentuk pengetahuan dan pola perilaku siswa. Berikut pembahasan mengenai unsur-unsur disiplin.

1) Peraturan

Peraturan menurut Hurlock (1978: 85) merupakan pola yang ditetapkan untuk tingkah laku dengan tujuan membekali seseorang dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi


(29)

tertentu. Pernyataan senada disampaikan oleh Maria J. Wantah (2005: 150) yang berpendapat bahwa “peraturan adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata tingkah laku seseorang dalam suatu kelompok ...”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peraturan mengandung nilai pendidikan yaitu memperkenalkan seseorang pada pola perilaku yang diinginkan oleh kelompoknya. Selain itu, peraturan juga membantu mengekang pola perilaku yang tidak diinginkan agar dihindari.

Agar peraturan dapat berfungsi dengan baik, maka peraturan harus dimengerti sepenuhnya oleh seseorang. Selain itu, seseorang juga harus mengingat peraturan tersebut agar dapat melakukan perilaku yang diperbolehkan dan menghindari perilaku yang dilarang. Hal penting lainnya adalah kesediaan seseorang untuk menerima peraturan tersebut. Hurlock (1978: 85) menekankan bahwa peraturan harus dimengerti, diingat, dan diterima.

Agar peraturan dapat berfungsi dengan baik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan menurut Woolfson (2005: 40-41) yang disarikan sebagai berikut.

1. Peraturan yang sederhana akan lebih mudah dipahami oleh anak karena tidak ada ambiguitas dalam pengartiannya. 2. Peraturan harus dipahami dan dapat dibuktikan dengan cara


(30)

3. Peraturan yang diterapkan harus dilandasi latar belakang atau alasan yang masuk akal.

4. Peraturan dibuat sejelas mungkin agar anak sejak awal mengetahui bagaimana harus bertingkah laku sesuai aturan. 5. Peraturan sebaiknya mempunyai fleksibilitas, namun harus

disertai alasan yang tepat untuk melonggarkan peraturan tersebut.

Peraturan sekolah merupakan unsur penting dalam penanaman sikap disiplin di sekolah. Peraturan sekolah dituangkan dalam tata tertib yang mengatur tindakan atau komponen konatif sikap agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Tata tertib sekolah harus disampaikan dengan jelas agar siswa sepenuhnya mengerti, mengingat, dan bersedia untuk mematuhinya.

2) Hukuman

Hukuman atau punishment dalam bahasa Inggris menurut Hurlock (1978: 86) berasal dari bahasa Latin punire yang berarti menjatuhkan ganjaran atau pembalasan pada seseorang karena melakukan kesalahan atau pelanggaran (yang disengaja). Melalui hukuman, seseorang mengetahui bahwa sikap yang mendapatkan hukuman merupakan sikap yang tidak diinginkan atau melanggar aturan. Hal tersebut didukung oleh Dolet Unaradjan (2003: 15) yang menyatakan bahwa hukuman


(31)

mempunyai beberapa fungsi yaitu (a) bersifat membatasi atau menghalangi perilaku yang tidak diinginkan, (b) bersifat mendidik atau membelajarkan siswa terhadap perilaku baik dan buruk, serta (c) pembangkit motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diinginkan.

Apabila diterapkan secara konsisten, hukuman juga dapat memotivasi seseorang agar menghindari pelanggaran. Konsep Hukuman menurut Woolfson (2005: 44) berkaitan dengan tanggung jawab yaitu seseorang harus (a) menyadari bahwa setiap tindakannya akan berdampak pada orang di sekitarnya dan menimbulkan reaksi dari orang lain, (b) mengakui bahwa dirinya memegang kendali atas tindakannya dan memutuskan untuk menaati aturan, serta (c) mengakui akibat tindakannya dan berusaha untuk memperbaiki kesalahan.

Lebih lanjut, Hurlock (1978: 89) menjelaskan mengenai pokok-pokok hukuman yang baik sebagai berikut.

1. Hukuman harus disesuaikan dengan pelanggaran dan diberikan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran agar seseorang dapat mengetahui hubungan keduanya.

2. Hukuman yang diberikan harus konsisten agar seseorang mengetahui bahwa hukuman tidak bisa dihindarkan apabila terjadi pelanggaran.


(32)

3. Hukuman harus bersifat impersonal untuk menghindari interpretasi yang tidak tepat mengenai hukuman.

4. Hukuman harus konstruktif sehingga memberi motivasi untuk disetujui di masa selanjutnya.

5. Hukuman harus disertai alasan yang tepat mengapa hukuman tersebut diberikan.

6. Hukuman harus mengarah ke pengendalian dari dalam diri seseorang atau motivasi internal.

7. Hukuman sebaiknya tidak mengarah pada kekerasan secara fisik dan psikis serta tidak menimbulkan sikap permusuhan.

Pemberian hukuman yang tidak mengarah pada kekerasan secara fisik dan psikis dijelaskan oleh Maria J. Wantah (2005: 160-161) melalui dua cara, yaitu restitusi dan deprivasi. Restitusi merupakan cara hukuman dengan melaksanakan ganti rugi dan permohonan maaf atas sikapnya. Dengan kata lain, hukuman yang diberikan adalah menempatkan seseorang pada posisi orang yang mendapatkan kerugian karena sikapnya. Deprivasi merupakan cara hukuman dengan membatalkan hak seseorang dalam kegiatan yang menyenangkan. Cara-cara pemberian hukuman tersebut dapat membelajarkan seseorang tentang adanya akibat yang disebabkan sikap tertentu.


(33)

Hukuman mempunyai keterkaitan dengan peraturan. Hukuman juga perlu disampaikan kepada siswa agar dimengerti, diingat, dan diterima. Dalam peraturan sekolah perlu dicantumkan hukuman sebagai konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan.

3) Penghargaan

Penghargaan diartikan oleh Hurlock (1978: 90) sebagai sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk suatu hasil yang baik. Pendapat tersebut didukung oleh Maria J. Wantah (2005: 164) yang mengartikan penghargaan sebagai cara untuk menunjukkan kepada seseorang bahwa ia telah menunjukkan hal yang baik. Dari kedua pendapat tersebut, terdapat kesamaan konsep yaitu penghargaan mengikuti suatu hasil yang baik.

Penghargaan mempunyai nilai pendidikan yaitu penghargaan mengisyaratkan bahwa sikap seseorang baik atau sesuai dengan aturan yang berlaku. Lebih lanjut, pemberian penghargaan dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk mengulangi sikap yang sesuai dengan aturan. Dengan demikian, pemberian penghargaan dapat memperkuat sikap yang sesuai aturan dan sebaliknya.

Menurut Woolfson (2005: 51) terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memberikan penghargaan sebagai berikut.


(34)

1. Berikan penghargaan ketika anak melakukan tindakan disiplin, bukan untuk menghentikan tindakan tidak disiplin yang dilakukan.

2. Berikan penghargaan yang tidak berlebihan dan sesuai dengan tindakan disiplin yang dilakukan siswa agar siswa akan memahami bahwa yang terpenting adalah tindakan bukan penghargaan yang akan didapat.

3. Berikan kesempatan kepada siswa untuk berdisiplin tanpa menjanjikan penghargaan apapun.

4. Berikan penghargaan atas usaha siswa untuk berdisiplin baik gagal maupun berhasil.

Pemberian penghargaan menurut Maria J. Wantah (2005: 165) memiliki fungsi untuk mendidik, memotivasi, dan memberi penguatan. Penghargaan yang mendidik yaitu untuk menunjukkan kepada siswa bahwa sikap yang mendapatkan penghargaan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penghargaan yang memotivasi yaitu untuk memotivasi siswa agar mengulangi atau mempertahankan sikap yang sesuai aturan. Penghargaan yang memberi penguatan atau reinforcement yaitu untuk memperkuat sikap siswa yang konsisten sesuai dengan peraturan sehingga siswa dapat mempertahankan konsistensinya dalam bersikap disiplin.


(35)

Penghargaan mempunyai keterkaitan dengan peraturan dan hukuman. Penghargaan bagi siswa yang telah mematuhi peraturan juga perlu disampaikan agar siswa memahami bahwa mematuhi peraturan bukan semata-mata untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan bagi siswa yang telah mematuhi peraturan merupakan motivasi meningkatkan sikap disiplinnya. 4) Konsistensi

Konsistensi diartikan oleh Hurlock (1978: 91) sebagai tingkat stabilitas atau kecenderungan menuju kesamaan. Hal senada juga disampaikan oleh Maria J Wantah (2005: 167) yang mengartikan konsekuensi sebagai kesamaan dalam isi dan penerapan sebuah aturan. Konsistensi harus terdapat pada unsur disiplin yang lain, yaitu konsistensi dalam menetapkan dan memberlakukan peraturan, konsistensi dalam memberikan hukuman, serta konsistensi dalam memberi penghargaan.

Sebagaimana hukuman dan penghargaan, konsistensi juga mempunyai nilai pendidikan. Apabila peraturan diterapkan secara konsisten, hukuman dan penghargaan juga diberikan secara konsisten, maka siswa dapat terpacu untuk mempelajari sikap yang sesuai aturan. Lebih lanjut, konsistensi juga memotivasi siswa untuk mengulangi sikap yang sesuai dengan aturan. Selain itu, adanya konsistensi dapat mempertinggi


(36)

penghargaan dan kepercayaan siswa terhadap peraturan dan sekolah sebagai pihak yang menerapkannya.

Unsur-unsur disiplin ditambahkan oleh Maria J. Wantah (2005: 156) yaitu kebiasaan. Kebiasaan merupakan hal-hal tidak formal yang menjadi peraturan di suatu kelompok. Kebiasaan telah menjadi kultur di suatu kelompok. Kebiasaan terbentuk karena dilakukan berulang-ulang sehingga secara tidak disadari terpolakan dalam kehidupan seseorang atau kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, unsur-unsur disiplin yaitu peraturan, hukuman, penghargaan, dan konsistensi saling mempengaruhi satu sama lain. Peraturan, hukuman, dan penghargaan berpengaruh langsung dalam kognitif dan konatif sikap disiplin siswa yaitu dengan membentuk pengetahuan dan pola perilaku siswa. Apabila peraturan, hukuman, dan penghargaan yang diterapkan secara konsisten dapat menjadikan siswa memiliki perasaan untuk disiplin. Dengan demikian, penerapan peraturan, hukuman, dan penghargaan secara konsisten dapat membentuk pengetahuan atau komponen kognitif sikap disiplin, perasaan atau komponen afektif sikap disiplin, dan tindakan atau komponen konatif sikap disiplin. Peraturan, hukuman, dan penghargaan juga dipengaruhi oleh budaya di lingkungan sekolah. Walaupun demikian, konsistensi dalam pemberlakuan peraturan, penerapan hukuman, dan pemberian penghargaan harus tetap dijalankan.


(37)

3. Sikap Disiplin

Peneliti mendefinisikan sikap disiplin sebagai kecenderungan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sikap disiplin terdiri atas komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif sikap disiplin merupakan pengetahuan dan pandangan seseorang tentang mematuhi peraturan yang berlaku dan menerima konsekuensinya. Komponen afektif sikap disiplin merupakan perasaan seseorang untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan menerima konsekuensinya. Komponen konatif sikap disiplin merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak atau memberikan respon kepada peraturan yang berlaku dan menerima konsekuensinya. Konsekuensi dari peraturan yang berlaku dapat berupa hukuman bagi orang yang melanggarnya dan penghargaan bagi pelanggar peraturan.

Sikap disiplin dapat dikembangkan di sekolah. Sikap disiplin di sekolah dijelaskan sebagai kecenderungan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan peraturan sekolah. Sikap disiplin di sekolah terkait unsur peraturan sekolah dengan konsekuensinya yaitu hukuman dan penghargaan disertai konsistensi dalam pemberlakuan peraturan sekolah. Kondisi di mana siswa mengetahui adanya peraturan sekolah dan keharusan untuk mematuhi peraturan sekolah merupakan komponen kognitif sikap disiplin. Jika siswa mengetahui bahwa melanggar peraturan sekolah merupakan tindakan tidak disiplin maka sikap tersebut termasuk dalam komponen kognitif. Jika siswa dihadapkan pada kasus


(38)

pelanggaran peraturan sekolah seperti perkelahian antar siswa, kemudian siswa tersebut merasa berempati mendengar kasus tersebut atau merasa ikut bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan, maka sikap disiplin siswa tersebut termasuk dalam komponen afektif. Jika siswa mengingatkan teman untuk tidak berkelahi karena hal itu melanggar peraturan sekolah, maka sikap tersebut termasuk dalam komponen konatif.

Sikap disiplin siswa terkait hukuman sebagai konsekuensi jika melanggar peraturan sekolah. Kondisi di mana siswa mengetahui adanya hukuman apabila melanggar peraturan sekolah merupakan komponen kognitif. Jika siswa merasa senang atau tidak senang mengetahui adanya hukuman, maka sikap disiplin siswa tersebut termasuk dalam komponen afektif karena sudah melibatkan perasaan. Jika siswa melaksanakan hukuman karena melanggar peraturan sekolah, maka sikap tersebut termasuk dalam komponen konatif.

Sikap disiplin siswa terkait dengan penghargaan sebagai konsekuensi dari peraturan sekolah. Kondisi di mana siswa mengetahui adanya penghargaan apabila mematuhi peraturan sekolah merupakan komponen kognitif. Jika siswa merasa senang atau tidak senang mengetahui adanya penghargaan bagi siswa yang mematuhi peraturan sekolah, maka sikap disiplin siswa tersebut termasuk dalam komponen afektif. Jika siswa mendapatkan penghargaan karena melaksanakan


(39)

peraturan sekolah, maka sikap tersebut termasuk dalam komponen konatif.

Sikap disiplin juga terkait dengan konsistensi untuk mematuhi peraturan sekolah. Kondisi di mana siswa mengetahui bahwa dirinya harus mematuhi peraturan sekolah secara konsisten merupakan komponen kognitif. Jika siswa merasa bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan sekolah secara konsisten, maka sikap disiplin tersebut termasuk dalam komponen afektif. Jika siswa mematuhi peraturan sekolah secara konsisten, maka sikap tersebut termasuk dalam komponen konatif.

B. Penanaman Sikap Disiplin

Penanaman sikap disiplin dapat ditinjau dari pendidikan karakter. Hal tersebut karena disiplin merupakan salah satu nilai yang harus dikembangkan yang terdapat dalam pendidikan karakter. Dharma Kesuma, Cepi Triatna, & Johar Permana (2013: 36) menyebutkan bahwa pendidikan karakter dilaksanakan melalui mata pelajaran yang ada dalam kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengembangan diri. Pernyataan tersebut berkaitan dengan Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa (H.E. Mulyasa, 2011: 266) bahwa pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstrakurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. Kedua pendapat di atas didukung oleh Zainal Aqib dan Sujak (2011: 15) yang manyampaikan bahwa


(40)

penyelenggaraan pendidikan karakter secara terpadu melalui tiga jalur yaitu pembelajaran, manajemen sekolah, dan ekstrakurikuler. Berdasarkan pendapat di atas, pendidikan karakter tidak hanya dilaksanakan di sekolah tetapi juga di rumah dan masyarakat. Penanaman sikap disiplin dalam penelitian ini dilaksanakan di sekolah mengacu pada pendidikan karakter yaitu melalui pembelajaran (kurikuler), budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan manajemen sekolah.

1. Penanaman Sikap Disiplin melalui Pembelajaran

Penanaman sikap disiplin secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran mengacu pada pendapat Novan Ardy Wiyani (2013: 90) yaitu pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Selain untuk menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, proses pembelajaran juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan siswa mengenal dan menyadari sikap disiplin serta menjadikannya perilaku. Penanaman sikap disiplin melalui pembelajaran juga mengacu pada pendapat Zainal Aqib dan Sujak (2011: 57) bahwa pelaksanaan pendidikan karakter yang dintegrasikan dengan pembelajaran meliputi perencaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Penanaman sikap disiplin terkait perencanaan pembelajaran yaitu menyusun silabus, RPP, dan bahan ajar agar muatan dan kegiatan


(41)

pembelajarannya berwawasan sikap disiplin. Cara praktis dalam penyusunan pembelajaran yang membantu siswa mengembangkan sikap disiplin adalah dengan memodifikasi indikator pencapaian, kegiatan pembelajaran, dan teknik penilaian yang tercantum dalam silabus dan RPP agar memungkinkan pengembangan sikap disiplin siswa.

RPP Kurikulum 2013 diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. RPP Kurikulum 2013 harus mencakup (1) identitas sekolah, mata pelajaran, dan kelas/semester, (2) alokasi waktu, (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi, (4) materi pembelajaran, (5) kegiatan pembelajaran, (6) penilaian, dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Selanjutnya, pada prinsip penyusunan RPP serta komponen dan sistematika RPP mengatur hal-hal sebagai berikut.

“Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4). ... setiap KD harus dikembangkan indikator. Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2 dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang memuat nilai dan sikap yang gejalanya dapat teramati sebagai pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4. Indikator untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur.”

Silabus, RPP, dan bahan ajar yang telah disusun selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran. Penanaman sikap disiplin ketika kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa guru sebagai model orang yang bersikap disiplin. Selain itu, guru


(42)

selama pembelajaran. Penanaman sikap disiplin dilakukan melalui materi ajar dan aktivitas dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun pelaksanaan pembelajaran menurut Agus Wibowo (2013: 183) terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup sesuai standar proses. Kegiatan pendahuluan berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 meliputi (1) menyiapkan fisik dan psikis siswa, (2) mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, (3) menjelaskan tujuan atau kompetensi dasar yang akan dicapai, dan (4) menyampaikan cakupan materi dan kegiatan. Kegiatan inti merupakan pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan penututp meliputi (1) membuat simpulan materi, (2) melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan pembelajaran, (3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, (4) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk remedi, pengayaan, layanan konseling atau tugas, dan (5) menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.

Penanaman sikap disiplin juga dilaksanakan dengan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran mencakup penilaian hasil belajar. Berdasarkan Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah pasal 5 menyebutkan bahwa penilaian hasil belajar dilakukan terhadap kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.


(43)

Penanaman sikap disiplin dapat dilaksanakan dalam evaluasi pembelajaran dengan melakukan penilaian sikap, khususnya sikap sosial. Namun demikian, penanaman sikap disiplin juga dapat dilakukan melalui penilaian terhadap kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Teknik dan instrumen evaluasi dalam pembelajaran dapat disusun untuk memfasilitasi penanaman sikap disiplin kepada siswa.

2. Penanaman Sikap Disiplin melalui Budaya Sekolah

Penanaman sikap disiplin dapat dilaksanakan melalui budaya sekolah. Pelaksanaannya mengacu pada pendapat Novan Ardy Wiyani (2013: 100) yaitu budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat antar-anggota sekolah saling interaksi. Interaksi tersebut terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Pengembangan budaya sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yang meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian.

Kegiatan rutin menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 104) merupakan kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Penanaman sikap disiplin dengan kegiatan rutin misalnya upacara hari Senin. Berbeda dengan kegiatan rutin, kegiatan spontan menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 104) dilakukan siswa secara spontan pada saat itu juga. Penanaman sikap disiplin melalui keteladanan sesuai pendapat Novan Ardi Wiyani (2013: 105) merupakan perilaku guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam memberikan contoh


(44)

bersikap disiplin sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain. Keteladanan juga terkait dalam semboyan yang disampaikan oleh RMP. Sosrokartono (Dwi Siswoyo, dkk, 2011: 180) yaitu “Ing ngarsa sung tuladha”. Semboyan tersebut berarti di depan memberi teladan. Berlandaskan pada semboyan tersebut, guru sebagai teladan untuk siswa dalam bersikap disiplin. Selanjutnya, pengondisian yang dijelaskan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 105) sebagai penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan penanaman sikap disiplin, misalnya jam yang menunjukkan waktu dengan benar, dan sebagainya.

3. Penanaman Sikap Disiplin melalui Kegiatan Ekstrakurikuler

Penanaman sikap disiplin juga dapat dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 110), kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan yang tercakup dalam kurikulum yang dilaksanakan di luar mata pelajaran untuk mengembangkan bakat, minat, kreativitas, dan karakter siswa di sekolah agar berguna untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Hal senada juga disampaikan oleh Zainal Aqib dan Sujak (2011: 14) bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh guru atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.


(45)

Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan sesuai dengan kebijakan sekolah. Penanaman sikap disiplin melalui kegiatan ektrakurikuler terkait dengan peraturan kegiatan ekstrakurikuler serta konsekuensi yang menyertai peraturan tersebut. Penanaman sikap disiplin melalui kegiatan ekstrakurikuler contohnya pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sesuai jadwal, pemberian hukuman bagi siswa yang tidak tertib ketika mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, dan sebagainya.

4. Penanaman Sikap Disiplin melalui Manajemen Sekolah

Penanaman sikap disiplin dalam kaitannya dengan manajemen sekolah mengacu pada pendapat dari Novan Ardy Wiyani (2013: 89) yaitu strategi yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan karakter yang diselenggarakan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai luhur untuk mewujudkan misi sosial sekolah melalui kegiatan manajemen. Zainal Aqib dan Sujak (2011: 30) menguatkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui manajemen sekolah bahwa setiap manajemen komponen pendidikan dapat mengandung nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan kepada warga sekolah secara terpadu melalui pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengelolaan sekolah secara keseluruhan.

Penanaman sikap disiplin melalui manajemen meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi. Perencanaan penanaman sikap disiplin yaitu merencanakan program meliputi unsur kurikulum dan pembelajaran serta pembinaan siswa. Pelaksanaan


(46)

penanaman sikap disiplin melalui manajemen sekolah yaitu melaksanakan program yang telah disusun dan dipertanggungjawabkan dengan laporan. Pengawasan dan evaluasi merupakan langkah yang tidak dapat dipisahkan dalam penanaman sikap disiplin melalui manajemen sekolah. Pengawasan dan evaluasi menggunakan instrumen evaluasi manajemen sekolah terkait penanaman sikap disiplin.

Salah satu contoh manajemen sekolah adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah menurut (Nurkolis, 2003: 11) adalah model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung. Dengan demikian, sekolah dapat memiliki tanggung jawab dan partisipasi dalam program-program sekolah.

5. Cara Penanaman Sikap Disiplin

Cara penanaman sikap disiplin dijelaskan oleh Hurlock (1978: 93) dengan cara otoriter, permisif, dan demokratis. Penanaman disiplin secara otoriter yaitu pengendalian perilaku seseorang sesuai dengan standar atau aturan yang berlaku tanpa memberikan kebebasan. Penanaman disiplin otoriter ditandai dengan pengondisian yang keras untuk memaksakan peraturan dan menitikberatkan pada penerapan hukuman. Dalam implementasinya di sekolah, guru mempunyai kebebasan untuk memberi tekanan pada siswa agar mematuhi apa yang dikehendaki guru dan siswa harus melaksanakannya serta tidak boleh


(47)

membantah. Kondisi tersebut memungkinkan siswa berdisiplin karena keterpaksaan dan ketakutan terhadap hukuman yang akan didapatkan bila melakukan tindakan tidak disiplin.

Penanaman disiplin secara permisif merupakan lawan dari otoriter, yaitu memberikan kebebasan pada seseorang untuk mematuhi peraturan. Menurut konsep penanaman disiplin secara permisif, “... siswa haruslah diberi kebebasan seluas-luasnya di dalam kelas dan sekolah (Ali Imron, 2011: 173).” Dalam implementasinya di sekolah, tata tertib dan peraturan di sekolah dilonggarkan dan bersifat tidak mengikat sehingga siswadibiarkan untuk melakukan tindakan apa pun jika menurutnya baik. Kondisi tersebut memungkinkan siswatidak terbiasa dengan peraturan sehingga sulit untuk dikondisikan.

Penanaman disiplin secara demokratis merupakan pengendalian dengan melibatkan proses diskusi dan penalaran agar seseorang mengerti perilaku yang sesuai aturan. Penanaman disiplin secara demokratis lebih menekankan pada aspek edukatif daripada hukuman serta memungkinkan pemberian penghargaan untuk perilaku yang sesuai aturan. Menurut Ali Imron (2011: 174), cara ini dibangun berdasarkan konsep kebebasan terkendali dan bertanggung jawab. Penanaman disiplin secara demokratis memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan dan melakukan tindakan sekehendak hatinya tetapi konsekuensi atas tindakannya harus dipertanggungjawabkan. Kebebasan yang diberikan bukan merupakan


(48)

kebebesan mutlak, tetapi memiliki batas tertentu. Siswa harus memperhatikan batasan-batasan terkait kehidupan sosial di sekolah.

Colvin (2008: 54-57) menjelaskan praksis penanaman sikap disiplin. Langkah-langkah penanaman sikap disiplin di tingkat kelas rendah (kelas I sampai dengan III) yaitu (a) jelaskan peraturan yang diberlakukan, (b) sebutkan perilaku yang diharapkan dengan jelas, (c) berilah kesempatan siswa untuk mempraktikkan, (d) pantaulah perilaku siswa, dan (e) tinjaulah perrkembangan perilaku siswa secara periodik. Sedangkan langkah-langkah penanaman sikap disiplin di tingkat kelas tinggi (kelas IV sampai dengan VI) yaitu (a) mengingatkan, (b) mengawasi, dan (c) memberi umpan balik.

Berdasarkan uraian di atas, sikap disiplin ditanamkan melalui pembelajaran, budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan manajemen sekolah. Penanaman disiplin yang diintegrasikan dengan pembelajaran meliputi persiapan dalam silabus dan RPP, pelaksanaan proses pembelajaran yang memuat sikap disiplin, serta evaluasi pembelajaran yang terkait penanaman sikap disiplin. Penanaman sikap disiplin melalui budaya sekolah mencakup pengembangan diri meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian. Penanaman sikap disiplin melalui kegiatan ektrakurikuler terkait dengan peraturan kegiatan ekstrakurikuler serta konsekuensi yang menyertai peraturan tersebut. Penanaman sikap disiplin melalui manajemen meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi dari unsur kurikulum dan pembelajaran, guru dan tenaga


(49)

kependidikan, dan pembinaan siswa. Adapun cara penanaman sikap disiplin yaitu otoriter, permisif, atau demokratis yang digunakan sesuai dengan kondisi.

C. Karakteristik Siswa SD

Karakteristik siswa usia sekolah dasar (SD) menurut Abu Ahmadi & Munawar Sholeh (2005: 139) dibedakan menjadi dua masa yaitu masa kelas rendah dan kelas tinggi. Karakteristik masa kelas rendah sekolah dasar atau rentang usia 6 hingga 8 tahun, yiatu

1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi di sekolah.

2. Anak tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional. 3. Anak cenderung memuji diri sendiri.

4. Anak cenderung suka membandingkan dirinya dengan anak lain jika hal tersebut dirasa menguntungkan.

5. Jika anak tidak dapat menyelesaikan suatu masalah, maka masalah tersebut dianggap tidak penting.

6. Anak selalu menghendaki nilai yang baik untuk dirinya tanpa

mempertimbangkan apakah prestasi memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

Adapun karakteristik siswa pada masa kelas tinggi sekolah dasar atau rentang usia 9 hingga 12 tahun, yaitu

1. Anak berminat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret sehingga cenderung membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.


(50)

2. Anak amat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar.

3. Anak berminat terhadap bidang atau mata pelajaran khusus.

4. Anak membutuhkan bimbingan orang dewasa dalam menyelesaikan masalah. Anak mulai mandiri dalam menyelesaikan masalahnya setelah memasuki usia 11 tahun.

5. Anak memandang nilai rapor sebagai prestasi di sekolah. 6. Anak gemar membentuk kelompok teman sebaya.

Pendapat di atas menjelaskan secara umum karakteristik siswa SD ditinjau dari segi kognitif dan sosial. Siswa SD mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan umumnya memandang bahwa keberhasilan ditentukan dan dilambangkan dengan nilai yang tertera dalam rapor. Siswa SD secara umum senang membentuk kelompok teman sebaya dan memandang bahwa menjadi sesuatu yang berbeda dari teman-temannya adalah sebuah hal yang tidak wajar.

Karakteristik siswa SD disampaikan secara lebih spesifik oleh Allen & Marotz (2010: 177-178) yang menjelaskan perkembangan personal-sosial anak pada usia 7 tahun diantaranya.

1. Anak senang menjadi “asisten guru”, mencari perhatian dan persetujuan guru.

2. Anak mencari persahabatan namun demikian anak bisa melakukan banyak hal bila tidak ada teman.

3. Anak lebih jarang bertengkar daripada ketika usia di bawahnya walaupun masih terjadi perselisihan dan suka mengadu dalam kelompok.


(51)

4. Anak menyalahkan orang lain atas kesalahannya dan beralibi untuk menutupi kekuarangannya.

5. Anak lebih senang bermain dalam kelompok dan memilih teman bermain yang berjenis kelamin sama.

6. Anak khawatir jika tidak disukai dan mudah sakit hati.

7. Anak sudah dapat dipercaya untuk melakukan arahan dan komitmen. Perkembangan personal-sosial anak pada usia 8 tahun dijelaskan oleh Allen & Marotz (2010: 186-187) sebagai berikut.

6. Anak membentuk pendapat mengenai nilai dan sikap moral, menyatakan suatu perbuatan benar atau salah.

7. Anak cenderung membentuk kelompok dengan dua atau tiga teman yang berumur dan berjenis kelamin sama.

8. Anak mudah frustasi bila mengerjakan tugas namun hasilnya tidak sesuai harapan.

9. Anak beranggapan bahwa keanggotaan kelompokdn penerimaan oleh teman sangat penting.

10.Anak masih menyalahkan orang lain atas kesalahannya dan beralibi untuk menutupi kekuarangannya.

11.Anak mampu memahami dan menghargai anak lain yang berbakat dalam bidang tertentu.

12.Anak menginginkan perhatian dan pengakuan orang dewasa, senang menampilkan kemampuannya di depan orang dewasa.


(52)

Perkembangan personal-sosial anak pada usia 9-10 tahun dijelaskan oleh Allen & Marotz (2010: 199-200) sebagai berikut.

1. Anak senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya, mencari persahabatan berdasarkan minat yang sama dan kedekatan.

2. Anak mempunyai beberapa teman baik dan beberapa “musuh” yang bisa berubah dalam waktu singkat.

3. Anak mulai menunjukkan ketertarikan dalam peraturan dan aturan permainan yang sederhana.

4. Anak saling menanggapi godaan teman bila diprovokasi, lebih jarang menggunakan kekerasan fisik daripada tahun sebelumnya dan mengerti bahwa bahwa perilaku tersebut dapat menyakiti perasaan temannya.

5. Anak mulai membentuk penalaran moral, mengikuti adat istiadat dan nilai moral yang dianut masyarakat.

6. Anak membangun kedekatan dengan guru dan memandang mereka sebagai “pahlawan” sering melakukan hal yang tidak lazim untuk mandapatkan perhatian.

7. Anak bersikap percaya diri.

8. Anak menganggap kritik sebagai serangan pribadi, perasaannya mudah terluka, dan frustasi menghadapi kegagalan.

Perkembangan personal-sosial anak pada usia 11-12 tahun dijelaskan oleh Allen & Marotz (2010: 208-209) sebagai berikut.

1. Anak senang mengorganisir permainan kelompok tetapi bisa mengubah aturan ketika permainan sedang berlangsung.


(53)

2. Anak memandang gambaran diri sangat penting, mendefinisikan dirinya dari penampilan, dan membandingkan dirinya dengan sosok yang dikagumi.

3. Anak lebih sadar diri dan fokus pada diri sendiri, mengerti kebutuhan untuk bertanggung jawab, dan menyadari adanya konsekuensi bagi setiap perbuatan.

4. Anak mulai berpikir dan membicarakan rencana karier serta membayangkan masa depannya.

5. Anak membangun cara pandang yang kritis dan idealis, menyadari dan berminat terhadap budaya dan hal-hal di luar lingkungannya.

6. Anak cenderung meniru gaya dan sikap dari tokoh populer.

7. Anak menyadari bahwa kesetiaan, kejujuran, bisa dipercaya, dan menjadi pendengar yang baik adalah syarat untuk menjadi teman yang baik.

8. Anak menghadapi frustasi dengan lebih sedikit ledakan emosi, mampu mengutarakan hal yang mengganggu pikirannya menggunakan kata-kata, ekspresi, dan gerak tubuh.

Perkembangan siswa SD ditinjau dari segi moral disampaikan oleh Piaget (Hurlock, 1978: 79) yang menjelaskan bahwa seseorang mengalami dua tahapan, yaitu tahap realisme moral dan tahap moralitas otonomi. Pada tahap realisme moral, siswa cenderung mematuhi peraturan secara otomatis atas dasar konsekuensi. Siswa akan mematuhi peraturan yang diberlakukan karena menghindari hukuman yang akan diberikan jika ia melanggarnya. Sebagai contoh, seorang siswa berangkat ke sekolah karena menghindari


(54)

hukuman atau kemarahan orang tua jika dia tidak berangkat sekolah. Sesuai dengan tahap realisme moral, siswa tersebut belum memahami tujuan dari bersekolah dan melaksanakannya sekadar untuk menghindari hukuman atau konsekuensi.

Tahapan kedua adalah moralitas otonomi atau timbal balik. Pada tahap ini, siswa cenderung mematuhi peraturan dan berperilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya bukan sekadar menghindari hukuman. Tahap moralitas otonom bertepatan dengan tahap operasional formal dalam perkembangan kognitif yang juga diajukan oleh Piaget. Pada tahap operasional formal, siswa telah mampu menalar dan mempertimbangkan berbagai hal dalam pemecahan masalah. Berkaitan dengan nilai, siswa akan dapat berperilaku sesuai peraturan dengan mempertimbangkan tujuan dari pemberlakuan peraturan tersebut. Sebagai contoh, siswa berangkat dan tiba di sekolah sebelum bel tanda masuk berbunyi menyadari bahwa ia harus melakukannya karena bertujuan baik bagi dirinya. Dalam hal ini, siswa telah melibatkan kesadaran dalam menetukan perilakunya.

Pendapat selanjutnya diajukan oleh Kohlberg yang mendukung teori Piaget. Kohlberg (Hurlok, 1978: 80) menyampaikan bahwa perkembangan moral dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu moralitas prakonvensional, moralitas konvensional, dan moralitas pascakonvensional. Pada tingkat moralitas prakonvensional, siswa cenderung mematuhi peraturan karena menghindari hukuman. Selain itu, siswa mematuhi peraturan karena berorientasi pada penghargaan yang akan diperolehnya. Pada tingkat


(55)

moralitas konvensional, siswa cenderung mematuhi atau menyesuaikan diri dengan peraturan agar diterima oleh orang lain di sekitarnya. Pada tingkat moralitas pascakonvensional, siswa telah mampu mengadakan modifikasi dalam kepatuhan terhadap peraturan selama hal tersebut tidak merugikan. Ketika mematuhi peraturan, siswa telah melibatkan idealisme dan mempertimbangkan kepuasan dalam dirinya, bukan sekadar agar diterima oleh lingkungan.

Siswa sekolah dasar menurut teori yang diajukan oleh Kohlberg berada pada tingkat moralitas konvensional. Pada tingkat ini, siswa cenderung menyesuaikan dirinya dengan peraturan. Siswa berperilaku sesuai peraturan agar diterima oleh orang lain atau lingkungan sosialnya. Konsep nilai yang baik yang dimengerti oleh siswa yaitu nilai-nilai yang disetujui oleh lingkungan sosialnya. Sebagai contoh, seorang siswa berangkat sekolah dan masuk kelas sebelum bel tanda masuk berbunyi agar diterima dan tidak dikucilkan oleh teman-temannya. Berkenaan dengan hal tersebut, lingkungan sosial seharusnya mengakui nilai-nilai yang positif karena keterkaitan erat dengan pola perilaku yang akan dikembangkan oleh siswa. Dalam konteks lingkungan sekolah, sekolah harus mengembangkan lingkungan yang baik untuk mengakomodasi penanaman sikap disiplin kepada siswa.

D. Kerangka Pikir

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam mewujudkan tujuan pendidikan yaitu menjadikan siswa menjadi baik dalam ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Salah satu sikap


(56)

yang harus ditanamkan adalah disiplin. Sikap disiplin merupakan kecenderungan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penanaman sikap disiplin dapat dilaksanakan melalui pembelajaran, budaya sekolah meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian, kegiatan ekstrakurikuler, serta manajemen sekolah. Penanamkan sikap disiplin dapat dilakukan dengan cara otoriter, permisif, atau demokratis. Penentuan cara penanaman sikap disiplin membutuhkan berbagai pertimbangan terkait dengan karakteristik siswa sekolah dasar (SD).

Siswa SD mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan senang membentuk kelompok teman sebaya. Siswa berada pada tingkat moralitas konvensional yaitu cenderung menyesuaikan dirinya dengan peraturan agar diterima oleh lingkungan sosialnya. Siswa SD mengalami perkembangan kognitif pada tahap operasional formal yaitu mampu menalar dan mempertimbangkan berbagai hal dalam pemecahan masalah.

E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana guru menanamkan sikap disiplin kepada siswa melalui proses pembelajaran di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I?

2. Bagaimana sekolah menanamkan sikap disiplin kepada siswa melalui budaya sekolah di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I?

3. Bagaimana penanaman sikap disiplin kepada siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I?


(57)

4. Bagaimana sekolah menanamkan sikap disiplin kepada siswa melalui manajemen sekolah di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I?


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian komparatif dan metode deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Imam Gunawan (2014: 85-87) adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah manusia dan sosial. Penelitian kualitatif dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic). Penelitian komparatif menurut Suharsimi Arikunto (2010: 6) adalah penelitian yang bermaksud untuk mengadakan perbandingan kondisi yang ada di dua tempat. Metode deskriptif menurut Arif Rohman (2013: 101) dilakukan dengan cara menggambarkan dan menguraikan apa adanya yang terjadi pada obyek yang diteliti secara mendetail. Data yang terkumpul dalam penelitian dianalisis dan disajikan dalam uraian naratif.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Peneliti menganalisis data dengan membandingkan penanaman sikap disiplin di kedua sekolah tersebut.

B. Sumber Data Penelitian

Penentuan sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari Sugiyono (2013: 300) bahwa purposive adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.


(59)

Sumber data dalam penelitian ini berjumlah 14 orang yang terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 2 orang guru kelas, 1 orang guru pembimbing ekstrkurikuler, dan 3 orang siswa dari masing-masing sekolah. Penentuan sumber data dalam penelitian ini menggunakan pertimbangan untuk mendapatkan data yang valid tentang penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Kepala sekolah dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa kepala sekolah sebagai pihak yang paling mengetahui penanaman sikap disiplin di sekolah tersebut baik melalui proses pembelajaran, budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, maupun manajemen sekolah. Guru kelas dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa guru sebagai pihak yang secara langsung terlibat dalam penanaman sikap disiplin khususnya di dalam proses pembelajaran. Guru pembimbing ekstrakurikuler dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa guru sebagai pihak yang secara langsung terlibat dalam penanaman sikap disiplin khususnya di dalam penyelenggaraan ekstrakurikuler. Siswa dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa sebagai sasaran dalam penanaman sikap disiplin. Siswa yang dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa tersebut awalnya bersikap tidak disiplin dan saat ini telah bersikap disiplin.


(60)

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. SDN Pujokusuman I beralamat di Jalan Kolonel Sugiono No. 9, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. SDN Wonosari I beralamat di Jalan Brigjen Katamso No. 11, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2016.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Peneliti melaksanakan observasi partisipasi pasif dalam penelitian ini. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh data tentang situasi umum dari objek yang diteliti, yaitu penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Hal ini sesuai dengan penjelasan Sugiyono (2013: 312) bahwa dalam observasi partisipasi pasif peneliti datang di tempat kegiatan subjek yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.


(61)

2. Wawancara

Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam kepada kepala sekolah, guru, dan siswa untuk mengumpulkan data tentang penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Wawancara mendalam menurut Imam Gunawan (2014: 165) memungkinkan berlangsungnya diskusi terarah antara peneliti dan narasumber menyangkut masalah yang diteliti. Pertanyaan dalam wawancara terarah merupakan pertanyaan terbuka sehingga narasumber dapat mengutarakan pendapat dan ide-idenya.

3. Dokumentasi

Peneliti melakukan pengambilan data melalui dokumen sekolah, berupa RPP dan berkas-berkas sekolah tentang SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I berkaitan dengan penanaman sikap disiplin di sekolah tersebut. Teknik ini disebut dokumentasi, sesuai dengan penjelasan dari Suharsimi Arikunto (2010: 274) yaitu dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data hasil observasi dan wawancara agar lebih kredibel. E. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti, namun selanjutnya Sugiyono (2013: 307) menyebutkan bahwa perlu dikembangkan instrumen penelitian yang diharapkan dapat melengkapi data. Adapun


(62)

instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi.

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Aspek Sub Aspek

Wawancara Doku

menta si

Obser vasi Kepsek Gr.

Kelas Gr. Ekskul Siswa Penanaman sikap disiplin melalui proses pembelajaran Perencanaan pembelajaran memuat penanaman sikap disiplin

1 1 - - 1 -

Pelaksanaan pembelajaran memuat penanaman sikap disiplin, penerapan peraturan, serta pemberian hukuman dan penghargaan 2, 4, 5 2, 4, 5

- 3, 4 1, 3, 4 1 a 1 c 1 d Evaluasi pembelajaran memuat penanaman sikap disiplin

3 3 - - 1 1 b

Penanaman sikap disiplin melalui budaya sekolah

Kegiatan rutin untuk menanamkan sikap disiplin

6 6 - 7 4 2 a

Kegiatan spontan untuk menanamkan sikap disiplin

7 7 - 9 2 b

Keteladanan untuk menanamkan sikap disiplin

8 8 - 11 2 c

Pengondisian lingkungan sekolah untuk menanamkan sikap disiplin

9 9 - 12 2 d

Peraturan sekolah 10 10 - 14 2 2 e

Hukuman dan penghargaan dalam lingkup sekolah

11 11 - 15 2 2 f

Penanaman sikap disiplin melalui kegiatan ekstrakurikul er Penyelenggaraan ekstrakurikuler memuat penanaman sikap disiplin, penerapan peraturan, serta pemberian 12, 13, 14

- 1,

2, 3

19, 20

4 3 a 3 b 3 c


(63)

penghargaan Penanaman sikap disiplin melalui manajemen sekolah Manajemen sekolah memuat penanaman sikap disiplin

15 12 - - - -

Sikap disiplin siswa

Kognitif sikap disiplin siswa

- - - 1 - -

Afektif sikap disiplin siswa terkait

penanaman sikap disiplin melalui proses pembelajaran

- - - 2,

5, 6

- -

Afektif sikap disiplin siswa terkait

penanaman sikap disiplin melalui budaya sekolah

- - - 8,

10, 13, 16, 17

- -

Afektif sikap disiplin siswa terkait

penanaman sikap disiplin melalui kegiatan

ekstrakurikuler

- - - 18,

21, 22

- -

Konatif sikap disiplin siswa terkait

penanaman sikap disiplin melalui proses pembelajaran

- - - 1a

1b 1c 1d Konatif sikap disiplin

siswa terkait penanaman sikap disiplin melalui budaya sekolah

- - - 2a

2b 2c 2d 2e 2f Konatif sikap disiplin

siswa terkait penanaman sikap disiplin melalui kegiatan

ekstrakurikuler

- - - 3a

3b 3c


(64)

F. Teknik Analisis Data

Data yang diiperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori Miles & Huberman. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan dilanjutkan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu (Imam Gunawan, 2014: 210). Miles & Huberman (Sugiyono, 2013: 337) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas hingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan/verifikasi. Aktivitas analisis data ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2. Komponen Analisis Data Miles dan Huberman (Sumber: Sugiyono, 2013: 337)

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.

2. Reduksi data

Reduksi data yaitu kegiatan merangkum dan memilah data yang sesuai dengan topik penelitian, menyusun data terpilah secara sistematis


(65)

sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tentang hasil penelitian. Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3. Penyajian data

Data dalam penelitian kualitatif dapat disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, flowchart, atau bentuk lain yang sederhana dan mudah dipahami.

4. Pengambilan kesimpulan/verifikasi

Pengambilan kesimpulan terhadap data yang direduksi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan data untuk mengetahui penanaman sikap disiplin di SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji menggunakan uji kredibilitas dengan cara triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas menurut Sugiyono (2013: 372) adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik.

Triangulasi sumber adalah cara menguji kreadibilitas data menggunakan melalui pengecekan data kepada sumber-sumber yang berbeda. Triangulasi sumber dalam penelitian ini digunakan untuk menguji data hasil wawancara mendalam dengan kepala sekolah, guru kelas, guru pembimbing ekstrakurikuler, dan siswa.


(66)

Triangulasi teknik adalah cara menguji kreadibilitas data menggunakan melalui pengecekan data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda-beda. Triangulasi teknik dalam penelitian ini digunakan untuk menguji data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Apabila ketiga teknik tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti perlu melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data yang dianggap benar dan tepat.


(67)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah SDN Pujokusuman I dan SDN Wonosari I. Berikut adalah deskripsi dari kedua tempat penelitian tersebut.

1. Profil SDN Pujokusuman I

SDN Pujokusuman I beralamat di Jalan Kolonel Sugiono No. 9, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Sekolah ini merupakan hasil regrouping dari empat sekolah yaitu SDN Pujokusuman I, SDN Pujokusuman II, SDN Pujokusuman III, dan SDN Percobaan pada tahun 2012. Visi SDN Pujokusuman I adalah “Unggul dalam prestasi terwujudnya insan beriman dan bertaqwa, bertanggung jawab terhadap kelestariaan alam, santun dalam pergaulan”. Visi tersebut dijabarkan dalam misi-misi sebagai berikut.

1. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan sehingga unggul dalam prestasi akademik dan nonakademik.

2. Memberikan tambahan jam pelajaran.

3. Membina bibit unggul untuk persiapan lomba mata pelajaran. 4. Membina bibit unggul untuk persiapan lomba olimpiade sains. 5. Membina bibit unggul untuk persiapan lomba keagamaan. 6. Membina bibit unggul untuk persiapan lomba olah raga. 7. Membentuk tim sukses UN.


(68)

9. Membiasakan siswa berkata dan berbuat sesuai dengan kenyataan. 10. Membudayakan taat pada aturan agama dan malu melakukan

perbuatan dosa.

11. Membiasakan sejak kecil menanam pohon.

12. Membudayakan rasa kecintaan terhadap lingkungan alam sekitar. 13. Membiasakan berprilaku santun termasuk berlalu lintas.

SDN Pujokusuman I mempunyai 49 orang tenaga pendidik, 18 orang tenaga kependidikan, dan 736 siswa. Sekolah ini membuka empat rombongan belajar pada setiap tingkat kelas. Bangunan di sekolah ini terdiri atas 25 ruang kelas, laboratorium komputer, laboratorium multimedia, perpustakaan, laboratorium sains, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, aula, ruang UKS, musholla, koperasi, gudang, rumah penjaga, dan toilet.

2. Profil SDN Wonosari I

SDN Wonosari I beralamat di Jalan Brigjen Katamso No 11 Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Visi SDN Wonosari I adalah “menjadi sekolah yang berkualitas”. Visi tersebut dijabarkan dengan misi-misi sebagai berikut.

1. Menanamkan sikap terpuji dan saling menghargai dan toleransi. 2. Mengembangkan keterampilan proses dalam pembelajaran. 3. Mengembangkan kecerdasan bidang IPTEK.


(69)

5. Memotivasi dan membantu peserta didik untuk mengenali potensi dengan memberikan wadah dalam kegiatan ekstrakurikuler.

6. Memberikan pelayanan prima dan membangun citra sekolah.

7. Memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan aspek kecerdasan spiritual, intelektual, sosial, emosional, dan kinestetik secara optimal.

8. Mengembangkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan.

9. Melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jujur, profesional. 10.Membangun budaya sekolah berwawasan global berbasis kearifan

lokal.

11.Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.

SDN Wonosari I mempunyai 25 orang tenaga pendidik, 5 orang tenaga kependidikan, dan 475 orang siswa. Sekolah ini membuka tiga rombongan belajar pada setiap tingkat kelas. Bangunan di sekolah ini terdiri atas 18 ruang kelas, laboratorium komputer dan bahasa, perpustakaan, laboratorium sains, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, ruang pramuka dan konseling, ruang UKS, musholla, ruang agama kristiani, dapur, kantin, dan toilet.

B. Deskripsi Sumber Data Penelitian

1. Sumber Data Penelitian di SDN Pujokusuman I

AK adalah kepala SDN Pujokusuman I. AK dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa kepala sekolah


(70)

merupakan pihak yang berwenang menetapkan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. AK memberikan informasi mengenai proses pembelajaran, budaya sekolah, ekstrakurikuler, dan manajemen sekolah.

HR adalah guru kelas IB dan E adalah guru kelas VC di SDN Pujokusuman I. E dan HR dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa guru tersebut telah melaksanakan penanaman sikap disiplin dengan baik.

U adalah guru pembimbing ekstrakurikuler TPA. U dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa U terlibat secara langsung dalam penanaman sikap disiplin melalui ekstrakurikuler. Selain itu, esktrakurikuler TPA adalah ekstrakurikuler yang telah berjalan pada waktu penelitian di SDN Pujokusuman I.

DF adalah siswa kelas IB. PJ dan VN adalah siswa kelas VC di SDN Pujokusuman I. DF, PJ, dan VN dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa siswa-siswa tersebut awalnya bersikap tidak disiplin dan saat ini telah bersikap disiplin karena sekolah menanamkan sikap disiplin melalui proses pembelajaran, budaya sekolah, dan penyelenggaraan ektrakurikuler.

2. Sumber Data Penelitian di SDN Wonosari I

DRES adalah kepala SDN Wonosari I. DRES dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa kepala sekolah merupakan pihak yang berwenang menetapkan kebijakan dan


(71)

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. DRES memberikan informasi mengenai proses pembelajaran, budaya sekolah, ekstrakurikuler, dan manajemen sekolah.

IM adalah guru kelas dan IC M adalah guru kelas VIC di SDN Wonosari I. M dan IM dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa guru tersebut telah melaksanakan penanaman sikap disiplin dengan baik.

AMS adalah guru pembimbing ekstrakurikuler TIK. AMS dipilih sebagai sumber data penelitian dengan pertimbangan bahwa AMS terlibat secara langsung dalam penanaman sikap disiplin melalui ekstrakurikuler. Selain itu, esktrakurikuler TIK adalah ekstrakurikuler yang telah berjalan pada waktu penelitian di SDN Wonosari I.

OM adalah siswa kelas IC. IS dan ND adalah siswa kelas VC di SDN Wonosari I. OM, IS, dan ND dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa siswa-siswa tersebut awalnya bersikap tidak disiplin dan saat ini telah bersikap disiplin karena sekolah menanamkan sikap disiplin melalui proses pembelajaran, budaya sekolah, dan penyelenggaraan ektrakurikuler.

C. Hasil Penelitian

Penelitian ini tentang penanaman sikap disiplin yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran, budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan manajemen sekolah. Data hasil penelitian diperoleh melalui kegiatan


(1)

Hari/Tgl : Selasa 19 Januari 2016

Tema/sb/pb :Pengalamanku/3 ( Pengalaman di sekolah)/ 2 Nama :...

No :...

Kerjakan sesuai pertanyaan!

1. Rantai emas merupakan lambang Pancasila sila ke...

2. Bunyi sila Pancasila yang kedua adalah kemanusian yang adil dan ... 3. Lani membagikan makanannya kepada Siti.

Siti mengucapkan ... Lani 4. 35–8 = ...

35,34,...,...,...,....,....,...,.... 5. 3 3

5 -...


(2)

Lampiran 14. Jadwal Kelas I SDN Pujokusuman I KELAS I

WAKTU SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU

06.50-07.00 SALAM PAGI SALAM PAGI SALAM PAGI SALAM PAGI SALAM PAGI

07.00-07.35 UPACARA KBM KBM KBM KBM KBM

07.35-08.10 KBM KBM KBM KBM KBM KBM

08.10-08.45 KBM KBM KBM KBM KBM KBM

08.45-09.00 ISTIRAHAT ISTIRAHAT ISTIRAHAT ISTIRAHAT ISTIRAHAT ISTIRAHAT

09.40-09.45 KBM KBM KBM KBM KBM KBM

09.45-10.10 KBM KBM KBM KBM KBM KBM


(3)

(4)

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian

Siswa dan guru SDN Pujokusuman I melakukan kegiatan rutin Salam Pagi.


(5)

Guru dan siswa di SDN Wonosari I melakukan Semutlis.

Penyematan penghargaan kepada perwakilan peserta upacara yang paling tertib di SDN Wonosari I.


(6)

Siswa kelas IC SDN Wonosari I yang disiplin (menyelesaikan tugas) mendapat penghargaan yaitu kesempatan menyanyi di depan kelas.