31
2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 2.3.1. Tujuan Komunikasi Organisasi
Ada tiga tujuan utama dari komunikasi organisasi yaitu a Sebagai tindakan
koordinasi, b Membagi informasi information sharing, c Menyatakan perasaan
dan emosi. Liliweri,2004:64
2.3.2. Fungsi Komunikasi Organisasi 1.
Fungsi Informatif
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi
yang lebih banyak, lebih baik dan lebih tepat.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif
Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message, pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,
maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah.
Universitas Sumatera Utara
32
d. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik. Alo
Liliweri, 2004
2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal
Komunikasi dalam organisasi atau disebut juga komunikasi manajemen meliputi dua bagian berdasarkan tempat di mana khalayak sasaran berada, yaitu
Komunikasi Internal Internal Communication untuk khalayak anggota organisasi dan Komunikasi Eksternal External Communication untuk khalayak di luar anggota
organisasi.
2.4.1. Komunikasi Internal
Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan para tenaga kesehatan secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi dalam tiga kegiatan :
1. Komunikasi Vertikal adalah komunikasi secara timbal balik two way traffic communication dari atas pimpinan atau manajer ke bawah karyawan atau
tenaga kesehatan disebut Upper Communication atau Downward Communication, dan komunikasi dari bawah karyawan atau tenaga kesehatan ke
atas pimpinan atau manajer disebut Down Up Communication atau Upward Communication. Dalam proses komunikasi vertikal secara Upper Communication
atau Downward Communication tersebut pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, pengarahan, informasi, penjelasan, teguran, dan lain-lain pada bawahan.
Universitas Sumatera Utara
33
Dalam proses komunikasi vertikal secara Down Up Communication atau Upward Communication tersebut bawahan memberikan laporan, gagasan, usul atau saran
kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal balik dalam organisasi sangat penting sekali. Pimpinan harus mengetahui laporan, tenggapan, gagasan,
saran dari bawahan sebagai petunjuk efektif tidaknya atau effisien tidaknya kebijakan yang telah dilakukan. Oleh karena itu jika komunikasi hanya satu arah
saja dari pimpinan ke bawahan maka proses manajemen dalam organisasi besar kemungkinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Komunikasi vertikal
dapat dilakukan secara langsung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh tenaga kesehatan, atau juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui kepala biro,
bagian, sub bagian, seksi, dan sub seksi. Komunikasi vertikal yang timbal balik dua arah merupakan pencerminan dari kepemimpinan demokratis democratic
leadership suatu jenis kepemimpinan yang sementera ini dianggap yang paling baik diantara kepemimpinan lainnya.
2. Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar diantara tenaga kesehatan dalam suatu unit atau antara anggota staf dengan anggota staf lainnya.
Kalau dalam komunikasi vertikal lebih bersifat formal, maka dalam komunikasi horizontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Sering tampak
dilakukan dalam waktu istirahat, sedang dalam perjalanan pulang, atau waktu rekreasi. Yang dibicarakan lebih banyak hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau
tindakan pimpinan. Gravevenis mengenai kebijakan pimpinan sering muncul dalam komunikasi horizontal, kadang tidak mempunyai dasar sama sekali.
Universitas Sumatera Utara
34
3. Komunikasi Diagonal atau disebut juga dengan komunikasi silang cross communication adalah komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan
lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya. Komunikasi diagonal tidak menunjukkan kekakuan sebagaimana dalam komunikasi vertikal,
tetapi tidak juga menunjukkan keakraban sebagaimana dalam komunikasi horizontal. Dilain hal komunikasi diagonal dapat terjadi penyimpangan dari jalur
prosedur birokrasi, misalnya, seorang tenaga kesehatan suatu unit mengeluhkan masalah pekerjaan kepada kepala unit lain. Hal ini termasuk dalam
miscommunication dan jika diketahui oleh pimpinan unitnya maka mungkin akan terjadi benturan psikologis.
2.4.2. Komunikasi Eksternal
Komunikasi Eksternal adalah komunikasi antara pimpinan atau pejabat lain yang mewakilinya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Yang termasuk
khalayak di luar organisasi meliputi : khalayak sekitar community, instansi pemerintah government, pers, dan pelanggan customer. Komunikasi eksternal
terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik, yaitu Komunikasi dari organisasi ke khalayak, pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan
sedemikian rupa sehingga khalayak atau publik merasa terlibat atau sedikitnya terjadi hubungan batin. Bagi suatu perusahaan komunikasi booking bersifat informatif
semata tetapi juga bersifat persuasif dalam bentuk penyiaran iklan komersial commercial advertisement Komunikasi dari khalayak ke organisasi, yaitu
Universitas Sumatera Utara
35
merupakan proses umpan balik feedback yang disebut sebagai public opinion Effendi, dalam Ruslan, 2002:52.
2.5. Kinerja
Ada beberapa pendapat tentang kinerja yaitu: 1.
Mangkunegara 2004:67 memberikan pengertian tentang kinerja yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Teori Robbins menyebutkan mengenai beberapa faktor yang saling berkaitan
diantaranya kepemimpinan leadership, motivasi motivation, kemampuan ability, dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi menjadi satu fungsi
kinerja pada tenaga kesehatan Robbins, 1996:95. 3.
Kinerja menurut As’ad 2001:48 keberhasilan seseorang pekerja terkait dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. 4.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja Depdiknas 2002:570.
5. Sedangkan Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara 2004:67
menyatakan kinerja merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi.
Universitas Sumatera Utara
36
Kinerja performance sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak
terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya
secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya
bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, peneliti menggunakan indikator kinerja klinis sebagai langkah untuk mewujudkan
komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu
mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja
klinis SPMKK bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat First Line Manager, karena produktifitas jasa berada
langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim. Komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan
kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor-faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi
Universitas Sumatera Utara
37
obyektif terhadap pelaksanaan fungsitugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.
2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson 2001:308 banyak faktor yang mempengaruhi kenerja diantaranya 1 Jumlah kerja, 2 Kualitas kerja, 3 Kecocokan dengan rekan
kerja, 4 Kehadiran, 5 Masa bakti, 6 Fleksibilitas.
Sedangkan menurut Bernardin dalam Robbins 1996:260, ada enam kriteria dalam kinerja diantaranya :
1. Kualitas Kerja