2.2. Hubungan IMT dengan Produktivitas Kerja
Jelliffe 1966 dikutip Baliwati dkk, 2010, mengatakan status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat dari keseimbangan antara masukan makanan dan
penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi. Status gizi dapat dinilai dari setiap jenis zat gizi, baik gizi makro maupun mikro. Zat gizi makro yang
utama adalah energi, protein, lemak dan karbohidrat. Lemak dan karbohidrat adalah unsur utama sebagai penghasil energi.
Pemenuhan kebutuhan akan zat makanan dapat menentukan status gizi. Status gizi sangat tergantung pada latar belakang pendidikan, kondisi sosial ekonomi,
budaya masyarakat dan derajat kesehatan. Unsur terpenting bagi penilaian status gizi adalah tinggi badan dan berat badan yang menentukan indeks massa tubuh. Penilaian
dengan antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan energi protein terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot dan jumlah air. Pengukuran antropometri gizi dilakukan untuk mengetahui status gizi masa lampau dan saat ini.
Pengukuran dengan metode antropometri dapat dilakukan antara lain : 1 Pengukuran Tinggi Badan Panjang Badan TBPB
Pengukuran tinggi badan dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal pertumbuhan tinggi badan akan beriringan dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi. Istilah tinggi badan digunakan bagi seseorang diatas
Universitas Sumatera Utara
dua tahun sedangkan panjang badan untuk anak di bawah dua tahun. Alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah mikrotoise dan untuk mengukur
panjang badan adalah infantometer. 2 Pengukuran Berat Badan BB
Berat badan dapat memberikan gambaran tentang massa tubuh, karena sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya terserang penyakit,
menurunnya nafsu makan. Dalam keadaan normal berat badan akan berkembang mengikuti pertumbuhan umur sedangkan dalam keadaan abnormal terdapat dua
kemungkinan yaitu berkembang lebih cepat atau lambat. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan.
3 Pengukuran Indeks Massa Tubuh IMT Pengukuran ini digunakan berdasarkan rekomendasi FAOWHOUNO tahun 1985
bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh. Merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
diatas 18 tahun, berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Tidak dapat digunakan pada bayi, bumil, remaja, olahragawan serta penderita
oedema, asites dan hepatomegali. IMT menurut FAO membedakan antara laki-laki dan perempuan. Ambang normal pada laki-laki adalah 20,1-25,0 sedangkan untuk
perempuan adalah 18,7-23,8. Di Indonesia diindikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Rumus IMT adalah :
Universitas Sumatera Utara
Secara umum kategori IMT adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Kategori IMT Kategori
Batas Ambang
Kurus sekali 17,0
Kurus 17,0-18,4
Normal 18,5-25,0
Gemuk 25,1-27,0
Gemuk sekali 27,1
Sumber : Baliwati dkk, 2010. 4 Penggunaan indeks antropometri gizi
Berdasarkan interpretasi di atas dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi yang disajikan dalam tiga cara yaitu
persen terhadap median nilai tengah dari suatu populasi, persentil median nilai tengah dari jumlah populasi berada di atas dan tengah, standar deviasi unit Z-skor
dimana WHO menyarankan untuk menggunakan cara ini dalam meneliti dan memantau pertumbuhan. Waterlow juga merekomendasikan penggunaan standar
deviasi untuk menyatakan hasil pengukuran pertumbuhan. 2.3. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Kerja
Berdasarkan hasil observasi tahun 1966–1967 bahwa banyak tenaga kerja yang absensi karena sakit dimana ada 3–8 tenaga kerja yang absen setiap harinya karena
sakit. Suma’mur dalam Riris 2008, tidak masuk kerja karena sakit dapat menurunkan produktivitas perusahaan. Dalam bekerja tenaga kerja membutuhkan
Universitas Sumatera Utara
asupan makanan yang cukup, apabila tenaga kerja mengalami kekurangan asupan makanan maka tenaga yang dihasilkan oleh tubuh akan berkurang dan badan menjadi
cepat lelah dan produktivitas kerjapun menurun. Hemoglobin adalah senyawa protein terkonjugasi yang memberi warna merah
pada darah. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit mampu hidup rata-rata 120 hari. Dengan demikian apabila eritrosit hancur maka hemoglobin juga ikut pecah.
Hemoglobin diperlukan tubuh untuk melakukan transport oksigen ke jaringan tubuh. Di dalam jaringan oksigen berfungsi sebagai zat pembakar bagi unsur gizi sumber zat
tenaga seperti karbohidrat, protein dan lemak. Tubuh orang dewasa mengandung kira-kira 4,5 gram zat besi dari jumlah tersebut 73 diantara terdapat di dalam Hb
dan 2 di dalam otot, enzim tubuh sedangkan 25 sisanya disimpan di dalam hati, sumsum tulang dan limpa Setyohadi, 1997.
Kadar Hb normal untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar Hb ini sangat bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun, WHO 1999 telah menetapkan
patokan batas kadar anemia berdasarkan umur, jenis kelamin, sebagai berikut :
Tabel 2.2 Batas Kadar Hemoglobin Kelompok
Batas Nilai Hb grdl
Anak 6 bulan-6 tahun 11
Anak 6 tahun-14 tahun 12
Pria dewasa 13
Ibu hamil 11
Wanita dewasa 12
Sumber : WHO, 1999 dalam Riris 2008.
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi normal Hb pada orang dewasa adalah 14-16 gramdl darah yang semuanya terdapat di dalam eritrosit. Diperkirakan terdapat 750 gram Hb yang
beredar di dalam seluruh tubuh manusia dengan asumsi berat badan 70 kg dan sekitar
6,25 gram akan dibentuk kemudian dipecah setiap harinya Setyohadi, 1997.
Kekurangan zat gizi makanan akan berdampak terjadinya gangguan kesehatan dan penurunan produktivitas kerja. Rendahnya kadar Hb dalam tubuh sering disebut
dengan anemia. Tanda dan gejala seseorang mengalami anemia adalah lesu, lemah, letih, lelah dan lalai 5 L, sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang,
gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat. Pada orang dewasa akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit
dan produktivitas kerja Sampoerna, 2004. Wirakusumah 1999, beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
mengalami anemi adalah : a. Makanan yang banyak mengandung zat besi namun tidak dapat diserap usus
dengan baik. b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi seperti pada masa pertumbuhan dan
pada ibu hamil. c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari dalam tubuh seperti perdarahan dan pada
penderita kecacingan. d. Pola konsumsi makanan yang kurang beragam
e. Kebutuhan yang meningkat akibat masa pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
Usaha yang dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan anemi adalah meningkatkan konsumsi makanan bergizi, mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung zat besi dari bahan makanan hewani daging, ikan, ayam, hati, dan telur dan bahan makanan nabati sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe.
Asupan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nenas sangat bermanfaat
untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus Olivia dkk, 2004. Agar tetap sehat dan mampu mempertahankan kesehatannya, manusia
memerlukan sejumlah zat gizi. Untuk itu jumlah zat gizi yang diperoleh harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk dapat melakukan kegiatan internal dan eksternal,
pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan. Kegiatan internal adalah kegiatan organ dalam tubuh yang melakukan
kegiatan secara rutin dalam keadaan tubuh istirahat seperti kegiatan jantung, paru- paru, metabolisme dan lainnya. Sedangkan kegiatan eksternal adalah kegiatan fisik
tubuh seperti duduk, berjalan, berlari, belajar, makan. 2.4. Hubungan Lingkungan Fisik dengan Produktivitas Kerja
Undang-undang No.1 tahun 1970, berisikan syarat keselamatan kerja adalah tenaga kerja memperoleh keserasian antara alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerja. Lingkungan kerja sering kurang membantu untuk meningkatkan produktivitas optimal tenaga kerja. Manusia, beban kerja dan faktor didalamnya merupakan satu
Universitas Sumatera Utara
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lingkungan kerja adalah kondisi tempat pelaksanaan kerja berlangsung meliputi faktor fisik, sosial, psikologi dan lingkungan.
Nitisemito 1996 dalam Suseno 2000, mengatakan lingkungan fisik merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar pekerja dapat memengaruhi individu
dalam menjalankan tugas yang dibebankan mencakup pencapaian tingkat produktivitas kerja dari tenaga kerja itu sendiri. Lingkungan yang sering menggangu
kenyamanan kerja seperti lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap, pengap, lembab akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan produktivitas kerja. Sutrisno 2010,
lingkungan kerja yang baik dan bersih mencakup cahaya yang cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan yang akan memotivasi pekerja dalam melakukan pekerjaan
dengan baik. Suma’mur 2009, mengungkapkan untuk dapat bekerja secara produktif
pekerjaan harus dilakukan dengan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan, apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi gangguan kesehatan dan
daya kerja akhirnya berpengaruh buruk terhadap produktivitas. Lingkungan fisik yang memengaruhi produktivitas kerja antara lain :
1. Iklim Kerja
Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem pengatur tubuh. Produksi panas dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan,
berbagai bahan kimia dan gangguan pada sistem pengatur panas misalnya pada keadaan demam. Iklim kerja merupakan suatu komponen dari faktor fisik di
Universitas Sumatera Utara