Perencanaan Campuran Aspal Hotmix

2.3.4. Perencanaan Campuran

Prosedur perencanaan campuran Asphalt Mixing Plant menurut metode Bina Marga Ditjen Bina Marga, 2007 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemilihan Agregat dan Penentuan Sifat-Sifatnya Harus sesuai dengan Spesifikasi Material.

Adapun standard yang menjadi parameter perencanaannya adalah: - Berat jenis agregat - Nilai absorbsi air dari agregat - Sifat-sifat agregat yang umumnya harus dipenuhi untuk lapisan perkerasan jalan - Gradiasi butir dari masing-masing kelompok agregat kasar, sedang, pasir dan abu batu. Berikut adalah tabel batas distribusi partikel agregat kasar dan halus: Tabel 2.2. Batas Distribusi Partikel Agregat Kasar dan Halus Tapisan Bukaan Ukuran ASTM Agregat Kasar Loloas Saringan Agregat HalusAbu Batu Lolos Saringan 34 12 38” No. 4 No. 4 No. 30 No. 70 No. 200 100 30 – 100 0 – 55 0 – 10 100 90 – 100 40 – 100 25 – 100 7 – 60 5 – 11 Universitas Sumatera Utara

2. Penentuan Campuran Nominal.

Rencana campuran nominal ini diperlukan sebagai: - Saringan tingkat pertama, apakah agregat yang tersedia dapat dipergunakan atau tidak. - Resep awal untuk campuran percobaan dilaboratorium yang memenuhi persyaratan gradasi campuran dan kadar aspal seperti yang ditetapkan dalam spesifikasi.

3. Pemeriksaan Sifat Campuran di Laboratorium Tahap Pertama.

Pemeriksaan campuran tahap pertama ini dilakukan dengan mengambil kadar aspal tetap yaitu kadar aspal efektif + persen absorpsi aspal yang diperkirakan 40 absorbsi air. Untuk dapat menggambarkan sifat campuran sehubungan dengan variasi campuran agregat pada kondisi kadar aspal tetap, maka dibuatkan variasi campuran agregat dengan basis campuran nominal. Umumnya dibuatkan untuk 3 tiga proporsi agregat kasar yaitu: - Proporsi agregat kasar campuran nominal - Proporsi agregat kasar untuk campuran nominal + 10 - Proporsi agregat kasar untuk campuran nominal – 10

4. Pemeriksaan Sifat Campuran di Laboratorium Tahap Kedua.

Pemeriksaan sifat campuran di laboratorium tahap kedua ini bertujuan untuk menentukan kadar aspal optimum dan persentase penambahan bahan pengisi jika Universitas Sumatera Utara diperlukan terhadap proporsi agregat kasar dan perbandingan pasir dan abu batu terbaik yang merupakan hasil pemeriksaan tahap pertama.

5. Korelasi Hasil Perencanaan Campuran di Laboratorium dengan Mesin Pencampur

Asphalt Mixing Plant AMP. Ketepatan pengaturan dari bagian-bagian AMP sangat menentukan kualitas produksi. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: - Kalibrasi dan pengaturan cold bin sesuai dengan hasil perencanaan campuran di laboratorium - Penentuan proporsi penakaran agregat panas pada hot bin jika ada - Kalibrasi dan pengaturan hot bin sesuai dengan hasil perencanaan

6. Pemeriksaan Percobaan Produksi Mesin Pencampur.

Sifat dari campuran yang diproduksi seringkali berbeda dengan sifat yang diperoleh di laboratorium. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan produksi sebelum mesin pencampur berproduksi penuh. dengan demikian diharapkan rencana campuran dapat dikoreksi sehingga menjadi resep campuran akhir. Untuk lebih jelas mengenai alur perencanaan campuran dengan metode Bina Marga dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Alur Perencanaan Campuran Metode Bina Marga 2.3.5. Jarak Industri dengan Pemukiman Berkembangnya suatu Kawasan Industri tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan industri yang dikembangkan, karena sangat dipengaruhi oleh beberapa factorvariabel di wilayah lokasi kawasan. Selain itu dikembangkannya suatu Kawasan Industri juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di sekitar lokasi kawasan. Oleh sebab itu, beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam Universitas Sumatera Utara pemilihan lokasi Kawasan Industri, salah satu diantaranya adalah Jarak terhadap Pemukiman. Pertimbangan jarak terhadap pemukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan industri, pada prinsipnya memilikki dua tujuan pokok, yaitu: 1. Berdampak positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan aspek pamasaran produk. Dalam hal ini juga perlu dipertimbangkannya adanya kebutuhan tambahan akan perumahan sebagai akibat dari pembangunan kawasan industri. Dalam kaitannya dengan jarak terhadap pemukiman disini harus mempertimbangkan masalah pertumbuhan perumahan, dimana sering terjadi areal tanah disekitar lokasi industry menjadi kumuh dan tidak ada lagi jarak antara perumahan dengan kegiatan industri. 2. Berdampak negative karena kegiatan industri menghasilkan polutan dan limbah yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. 3. Jarak terhadap pemukiman yang ideal minimal 2 dua Km dari lokasi kegiatan industri Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No: 35M- INDPER32010. Universitas Sumatera Utara

2.4. Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Pencegahan Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Kelurahan Aek Nauli Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematangsiantar tahun 2013

3 102 120

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

17 141 71

Analisa kecenderungan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ispa) pada bayi dan balita tahun 2002-2006 untuk peramalan pada tahun 2007-2011 di kota Medan

1 45 92

Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 41 79

Kajian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Kota Medan & Kabupaten Deli Serdang

0 33 3

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya

0 38 8

ANALISIS MODEL EPIDEMI SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA), RECOVERED) PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA).

1 9 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Rsud Panembahan Senopati Bantul.

1 2 14

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Infeksi, Saluran Pernafasan, Infeksi Akut, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota Medan Tahun 2002-2012

0 0 14