BAB II URAIAN TEORITIS
2.1. Penelitian Terdahulu
Ali 2007 melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Sistem Insentif Profit Sharing terhadap Peningkatan Kinerja SDM pada PT Perkebunan Nusantara IV
Persero”. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sistem insentif profit sharing dapat meningkatkan produktivitas SDM secara signifikan dengan syarat
cukup tersedia pekerjaan, karena sesungguhnya masalah produktivitas SDM hanyalah salah satu aspek dari rantai nilai bisnis. Untuk meningkatkan daya saing harus
dilakukan penanganan secara menyeluruh dari pengadaan bahan baku, proses produksi.
Sambas 2008 melakukan penelitian dengan judul: ”Pengaruh Kompetensi dan Iklim Kerja Terhadap Kinerja Staf di Unit Penunjang Medik Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: variabel
kompetensi yaitu pendidikan formal dan pengetahuan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja karyawan. Dalam lingkup iklim kerja diperoleh bahwa
kompensasi, kerjasama tim, dan kebijakan organisasi memberi nilai yang cukup besar terhadap kinerja organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Insentif 2.2.1. Pengertian Insentif
Insentif merupakan perangsang yang diberikan kepada pegawai atas prestasi kerjanya dengan tujuan agar para pegawai bekerja lebih giat dan efisien yang pada
umumnya diberikan dalam bentuk uang Simamora, 2004. Pemberian insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak yang merangsang terciptanya pemeliharaan
karyawan. Karena dengan pemberian insentif karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap
loyal karyawan akan lebih baik. Pelaksanaan pemberian insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahan karyawan yang mempunyai produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. Insentif itu sendiri
merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk mendorong karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan perusahaan
Hasibuan, 2004. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi
bagi perusahaan. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai insentif seperti:
1. Menurut Sarwoto 1996, Insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa
perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja
Universitas Sumatera Utara
agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi”.
2. Menurut Mathis dan Jackson 2002, insentif adalah kompensasi yang dikaitkan dengan kinerja individu, kelompok ataupun kinerja organisasi. Insentif adalah
gaji variabel yang merupakan upaya untuk mengaitkan imbalan yang nyata diberikan kepada karyawan untuk kinerja yang melampaui harapan.
3. Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie 2003 adalah : “Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more
itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand”. Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung
untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.
3. Menurut Hasibuan 2004, insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka
timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan
salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan kepada karyawan untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka bekerja lebih produktif lagi,
meningkatkan prestasinya dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Mathis dan Jackson 2002, asumsi dasar dari pemberian insentif adalah sebagai berikut:
a. Beberapa pekerjaan memberikan kontribusi kepada keberhasilan perusahaan
dibandingkan yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Beberapa orang berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya.
c. Karyawan yang melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik harus
menerima kompensasi yang lebih juga. d.
Bagian dari total kompensasi karyawan harus diberikan untuk memberikan imbalan bagi kinerja yang berada di atas memuaskan.
2.2.2. Jenis-Jenis Insentif
Menurut Dessler 2007 terdapat 3 tiga jenis insentif yaitu: 1. Financial incentive
Setiap orang cenderung pada finansial insentif, karena uang merupakan alat utama yang dapat membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Bentuk dari pemberian insentif ini adalah: a.
Bonus. Dalam pemberian bonus sebagai insentif ini setiap orang akan memperolehnya berdasarkan hasil yang dicapai perusahaan tanpa
memperhitungkan upah aktual seseorang. b.
Komisi. Adalah sejenis bonus yang dibayarkan pihak yang menghasilkan penjualan yang melebihi standar. Kondisi irii biasanya diberikan kepada
pegawai bagian penjualanmarketingsalesman. c.
Profit Sharing. Merupakan salah satu jenis insentif yang tertua. Dalam hal pembayarannya terdiri dari bermacam-macam bentuk, tetapi biasanya
mencakup berupa sebagian dari laba yang disertakan ke dalam suatu dana dan dimasukkan ke dalam daftar pendapatan setiap peserta.
Universitas Sumatera Utara
d. Pembayaran yang ditangguhkan. Merupakan program balas jasa yang
mencakup pembayaran di kemudian hari. 2. Non financial incentive
Suatu ganjaran bagi pegawai yang bukan berbentuk keuangan, dalam hal ini merupakan kebutuhan pegawai yang bukan berwujud uang, misalnya:
a. Terjaminnya tempat kerja.
b. Terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan.
c. Adanya penghargaan berapa ujian atau pengakuan atas hasil kerja yang baik.
3. Social incentive Sosial insentif ini tidak jauh berbeda dengan non financial incentive, tetapi sosial
insentif lebih cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekan-rekan sekerjanya. Setelah melihat uraian diatas mengenai jenis-jenis insentif, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ketiga jenis insentif sama pentingnya, yaitu pada dasarnya untuk mencapai kepuasan kerja bagi para pegawainya, karena dengan kepuasan
kerja, mereka akan melaksanakan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Sehubungan dengan penelitian ini pembahasan difokuskan pada faktor yang
berhubungan langsung dengan perusahaan, yaitu pemberian insentif finansial yaitu sebagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pegawai.
2.2.3. Program Insentif yang Efektif
Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika
beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada
Universitas Sumatera Utara
kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif ekstra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu:
motivasi yang meningkat menyebabkan melejitnya kinerja dan pengakuan merupakan faktor utama dala motivasi. Sayangnya, banyak program insentif yang dirancang
secara tidak tepat, dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat. Seperti yang diungkapkan oleh Simamora 2004 bahwa program insentif
yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut: a.
Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas, dan dapat dimengerti. b.
Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan supaya mereka kerjakan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu. d.
Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian
spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
2.3. Insentive Profit Sharing
Menurut Wietzman dalam Kuncoro 2002, pada prinsipnya, sistem bagi hasil [SBH] profit sharing membagi sebagian keuntungan perusahaan kepada tenaga
kerja sebagai tambahan penghasilan di luar upah yang secara periodik diterimanya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa negara industri maju telah berhasil menerapkan sistem ini guna memelihara stabilitas penyerapan tenaga kerja sekaligus meningkatkan pendapatan tenaga kerja.
Pembagian keuntungan merupakan sistem insentif yang diberikan kepada sekelompok pekerja atau tim kerja. Bagian tertentu dari laba perusahaan
didistribusikan kepada tenaga kerja sebagai tambahan upah pokoknya. Ide dasar mengenai SBH ini pada awalnya dikembangkan oleh Wietzman pada akhir dasawarsa
delapan puluhan Kuncoro, 2002. Menurut Wietzman, sebuah perusahaan yang menerapkan SBH akan cenderung mengurangi hasrat untuk memecat tenaga
kerjanya, sungguhpun permintaan akan produk yang dihasilkannya bergejolak. Menurut Mathis dan Jackson 2002 pembagian keuntungan adalah
mendistribusikan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan. Biasanya persentase keuntungan yang dibagikan kepada karyawan disetujui pada akhir tahun
sebelum didistribusikan. Dalam sebuah program bagi keuntungan, karyawan menerima bagian keuntungan di akhir tahun.
Untuk memulai program pembagian keuntungan, manajemen haruslah mengidentifikasikan cara-cara yang diperlukan dimana peningkatkan produktivitas,
kualitas, dan kinerja finansial dapat terjadi dan memutuskan bahwa beberapa hasil tadi haruslah dibagi-bagi dengan para karyawan. Langkah yang paling kritis adalah
melibatkan seluruh karyawan pada seluruh tingkat pekerjaan dalam proses bagi hasil ini, kadangkala dengan membentuk satuan tugas yang khusus menangani pembagian
keuntungan tersebut, yang terdiri dari para manajer maupun non manajer. Begitu satuan tugas terbentuk, maka ada dua keputusan penting yang harus dibuat: 1
Universitas Sumatera Utara
bagaimana keuntungan itu akan dibagi diantara para karyawan, dan 2 pengukuran kinerja apa yang akan digunakan. Dengan demikian, unsur utama sebagai dasar dalam
penentuan insentif profit sharing adalah pengukuran kinerja yang digunakan oleh perusahaan.
Menurut Mathis dan Jackson 2002, pembagian keuntungan dapat didistribusikan dalam 4 empat cara, yaitu:
a. Jumlah yang merata untuk seluruh karyawan
b. Persentase yang sama untuk seluruh gaji pokok karyawan
c. Persentase dari hasil sesuai dengan kategori karyawan.
d. Jumlah persentase berdasarkan kinerja karyawan sesuai dengan pengukuran.
Menurut Dessler 2007, insentif profit sharing pembagian keuntungan adalah insentif yang melibatkan karyawan dalam sebuah upaya bersama untuk
mencapai tujuan produktivitas dan berbagi keuntungan. Dalam hal ini, semua atau hampir semua karyawan menerima sebuah bagian dari keuntungan tahunan
perusahaan. Terdapat beberapa jenis pembagian keuntungan, yaitu: dalam bentuk tunai atau tertunda. Dalam pembagian tunai, perusahaan hanya membagikan suatu
persentase keuntungan biasanya 15 hingga 20 sebagai pembagian keuntungan kepada karyawan secara teratur. Sedangkan pembagian keuntungan tertunda adalah
perusahaan menyiapkan suatu bagian keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya dalam rekening setiap karyawan di bawah pengawasan perwalian.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama program insentif profit sharing pembagian keuntungan menurut Mathis dan Jackson 2002 adalah: meningkatkan produktivitas, merekrut
atau melatih kembali para karyawan, meningkatkan kualitas produkjasa, dan meningkatkan semangat karyawan.
Selanjutnya kerangka program pembagian keuntungan dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Mathis dan Jackson 2002.
Gambar 2.1. Kerangka Program Pembagian Keuntungan
2.4. Teori Tentang Iklim Kerja 2.4.1. Pengertian Iklim Kerja