Critical To QualityCTQ Measure

3. Sebagai alat untuk latihan kerja. 4. Sebagai alat untuk menentukan tata letak kerja. Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut: 1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar. 2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses. 3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses. 4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi. 5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

3.8.2. Measure

3.8.2.1. Critical To QualityCTQ

7 Critical To Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk yang diperlukan oleh pelanggan. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman 7 Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 31 Universitas Sumatera Utara akan suara pelanggan voice of customer yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri. Perusahaan yang bersangkutan harus dengan jelas mendefinisikan bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Pada akhirnya, perusahaan tersebut harus menghubungkan pengukuran CTQ pada kunci proses dan pengendalian sehingga perusahaan dapat menentukan bagaimana meningkatkan proses. 3.8.2.1.Uji Kenormalan Data Metode Kolmogorov-Smirnov 8 Metode Kolmogorov-Smirnov, yang merupakan uji kenormalan paling populer, didasarkan pada nilai D. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan rumus namun pada signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov. Adapun rumus perhitungannya yaitu: SD X Z X i   Rumus untuk menguji nilai signifikan = [F T – F S ] Keterangan : X i = Angka pada data Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal 8 http:exponensial.wordpress.comtaguji-normalitas Universitas Sumatera Utara F T = Probabilitas komulatif normal F S = Probabilitas komulatif empiris F T = komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z. data pada angka seluruh Banyaknya n ke angka sampai angka Banyaknya i  S F 1. Persyaratan a. Data berskala interval atau ratio kuantitatif b. Data tunggal belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi c. Dapat untuk n besar maupun n kecil. 2. Siginifikansi Signifikansi uji, nilai | FT – FS | terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Kolmogorov Smirnov . Jika nilai | FT – FS | terbesar kurang dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov , maka Ho diterima ; H 1 ditolak. Jika nilai | FT – FS | terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak ; H 1 diterima. Tabel Nilai Quantil Statistik Kolmogorov Distribusi Normal 3. Keunggulan Kolmogorov Smirnov KS a. Tidak memerlukan data yang berkelompok b. Bisa digunakan untuk sampel yang kecil c. Tidak bersifat kategorik d. Lebih fleksibel, dapat mengestimasi variasi standar deviasi Universitas Sumatera Utara 3.8.2.2.Peta Kontrol 9 Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart, oleh karena itu peta kontrol ini juga sering disebut dengan peta kendali Shewhart .Maksud dari peta kontrol ini adalah untuk menghilangkan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus dan umum.Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki: 1. Garis tengah Central Line, yang dinotasikan sebagai CL. 2. Sepasang batas kontrol Control Limits. Satu batas kontrol ditempatkan di atas CL yang dikenal dengan batas kontrol atas Upper Control Limit, yang dinotasikan sebagai UCL. Sedangkan yang satu lagi batas kontrolnya ditempatkan di bawah CL yang dikenal dengan batas kontrol bawah Lower Control Limit, yang dinotasikan sebagai LCL. 3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika nilai yang diplot di peta kontrol masih berada dalam batas kontrol, maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol. Sedangkan jika nilai diplot berada di luar batas kontrol, maka proses dianggap di luar kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan. Batas kontrol adalah suatu batas atas dan batas bawah dari suatu proses yang selalu berfluktuasi, dimana dengan mudah dapat diidentifikasi apakah suatu proses dapat dikatakan terkendali atau tidak. Adapun contoh dari peta kontrol dapat dilihat pad Gambar 3.3. 9 James R. Evans dan William M. Lindsay, Op.cit, hlm. 242-258 Universitas Sumatera Utara 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Subgroup Number K e sa la h a n U n it Data CL UCL LCL Gambar 3.3 Contoh Peta Kontrol Peta kontrol dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu: 1. Untuk membantu mengidentifikasi sebab khusus variasi dan menciptakan status pengendalian statistik 2. Untuk mengawasi proses dan menandakan kapan proses tersebut keluar dari batasan pengedalian 3. Untuk menentukan kapabilitas proses. Dalam membuat peta kendali pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kendali. Jenis data yang akan diolah terdiri dari data variabel variables data dan data atribut attributes data. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan Universitas Sumatera Utara analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. Peta Kontrol p Peta kontrol p adalah peta kontrol untuk mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi. Dengan demikian, peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa, item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah berikut: 1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar n30 2. Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku 3. Hitung batas-batas kontrol 3-Sigma p = el jumlahsamp Jumlahdata CL = p Universitas Sumatera Utara UCL = 1 1 3 n p p p   LCL = 1 1 3 n p p p   Untuk peta kontrol atribut ini, ketika nilai LCL bernilai positif maka nilai LCL diubah menjadi nol LCL= 0. Hal ini dikarenakan jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of control diluar batas kendali, sedangkan dalam pengertian pengendalian kualitas suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol. Demikian juga untuk nilai LCL yang bernilai negatif dibuat menjadi nol LCL= 0, karena dalam kenyataan tidak ada proporsi kecacatan yang bernilai negatif. 4. Plot atau tebarkan data proporsi atau persentase yang cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal. 5. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada pada pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian kualitas terus-menerus. Universitas Sumatera Utara 6. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai tidak cacat sebesar: 100 x p . 3.8.2.3.Perhitungan Tingkat Sigma 10 Dalam pendekatan Six Sigma, proses yang terjadi dalam suatu pabrik atau perusahaan diukur kinerjanya dengan menghitung tingkat sigmanya. Semakin nilai Sigma mendekati enam Sigma maka kinerja dari proses dapat dikatakan sangat baik. Dasar perhitungan tingkat Sigma adalah menggunakan DPMO untuk data atribut. Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma untuk data atribut dapat dilakukan sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini: 1. Defect Per Unit DPU. Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari cacat, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel. Dimana: D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi U = jumlah unit yang diperiksa 2. Defect Per Opportunity DPO. Menunjukkan proporsi cacatatas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok. Dimana: 10 Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 237-246 Universitas Sumatera Utara OP Opportunity = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat. 3. Defect Per Million Opportunities DPMO. DPMO mengindikasikan berapa banyak cacatakan muncul jika ada satu juta peluang. 4. Mengkonversikan nilai DPMO menggunakan tabel konversiuntuk mengetahui proses berada pada tingkat Sigma berapa. 5. Perhitungan tingkat Sigma dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan Microsoft Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini EvanLindsay, 2007, hal.46: NORMSINV 1-DPMO1.000.000

3.8.3. Analyze

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Statistiqal Quality Control (SQC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Dalam Perbaikan Kualitas Produk di PT. Tirta Sibayakindo

40 207 145

Usulan Perbaikan Kualitas Produk Genteng dengan Metode Six Sigma (DMAIC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

11 66 166

Penggunaan Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Pada Proses Produksi di PT. Mahogany Lestari

28 123 220

Pengaruh Kenaikan Temperatur dan Lamanya Waktu Pengasapan Terhadap Mutu Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Menggunakan Anava Pada Pabrik Karet PTPN III Gunung Para

16 86 132

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

3 74 112

PENERAPAN METODE SIX SIGMA DENGAN MENGGUNAKAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) SEBAGAI ALAT PENGENDALI KUALITAS PADA PRODUKSI KARPET OTOMOTIF.

0 5 7

ANALISIS PENINGKATAN KUALITAS PRODUKSI RIBBED SMOKE SHEET (RSS) UNTUK MENGURANGI CACAT PRODUK MENGGUNAKAN METODE MACHINE QUALITY AND PEOPLE (MQP) DI PTPN IX KEBUN MERBUH.

0 3 14

Usulan Perbaikan Mutu Produk Sarung Tangan dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada PT. Medisafe Technologies

8 46 131

FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI

2 6 15

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK SNACK MIE HANCUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE FMEA (FAILURE MODES AND EFFECT ANALYSIS) DI PT SIANTAR TOP,TBK

0 0 15