menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan. Burns,2002. Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori, orientasi,
pengambilan keputusan, aktivitas sosialmasyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat
penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia
ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003, Golomb,2001
2. DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus merupakan kumpulan kelainan metabolik yang umum dengan gejala yang sama berupa hiperglikemia. Beberapa jenis DM yang telah diketahui,
disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya hidup. Berdasarkan etiologi dari DM, faktor-faktor yang berperan dalam
terjadinya hiperglikemia antara lain berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya glucose utilization, dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang
berhubungan dengan DM menyebabkan perubahan patofisologi sekunder pada berbagai sistem organ yang menimbulkan beban berat bagi individu penderita DM dan
bagi sistem kesehatan masyarakat. Harrisons,2005.
2.1 Epidemiologi:
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia, sekitar tahun 1980-an didapatkan prevalensi DM antara 0.8 di Tanah Toraja sampai 6.1 yang didapatkan
di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta daerah urban dari prevalensi DM
Universitas Sumatera Utara
1,7 pada tahun 1982 menjadi 5,7 pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8 pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta. Perkumpulan Endokrin Indonesia,2006
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM
pada daerah urban sebesar 14,7 dan daerah rural sebesar 7.2, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,4 juta di
daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi DM pada urban 14,7 dan rural 7,2 maka diperkirakan terdapat 12 juta diabetisi di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Perkumpulan
Endokrin Indonesia,2006
2.2 Pemeriksaan Penyaring DM. Perkumpulan Endokrin Indonesia,2006
Pemeriksaan penyaring DM dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan
tes toleransi glukosa oral TTGO standar. Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu sebagai patokan penyaring dan diagnosa DM
mgdL Bukan DM
Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Kadar glukosa darah puasa
Vena Kapiler
Vena Kapiler
100 90
100 90
100-199 90-199
100-125 90-99
=200 =200
=126 =100
Universitas Sumatera Utara
2.3 Diagnosa DM. Perkumpulan Endokrin Indonesia. 2006
Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetes. Kecurigaan akan DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM. Keluhan klasik DM berupa:
poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu = 200 mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Ketiga dengan pemeriksaan
glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosa DM.
Tabel 4. Kriteria diagnosa DM 1
Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu = 200 mgdL Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada satu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terahir 2.
Gelaja klasik DM + kadar glukosa darah puasa = 126 mgdL Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO = 200 mgdL
TTGO menggunakan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 glukosa yang dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu TGT atau Glukosa
Darah Puasa Terganggu GDPT. TGT
: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban, antara 140-199 mgdL GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mgdL
Universitas Sumatera Utara
2.4 Komplikasi Kronik DM