bagian neuron kortek menghilang dari neuron yang tinggal menggembung berisi gumpalan fiber dalam sitoplasmanya. Alzheimer menduga adanya perubahan kimiawi
di dalam neurofibril. Alzheimer lah yang pertama kali menemukan dan menamakan neurofibrillary tangles NT dimana NT bersamaan dengan senile plaque SP
dianggap sebagai penanda diagnostik Alzheimer Disease. Sjahrir,1999 Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak
akan atropi, sel pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut, pengurangan dendrit dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi akan
melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat lari ataupun bermain tenis secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi memori, semantik, pengetahuan, dan vocabulary
tidaklah akan menurun Sjahrir,1999 Pada umumnya 40 penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan angka
insidens 187100.000tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita dengan rasio 1,6.
Insiden demensia Alzheimer sangatlah berkaitan dengan umur, 5 dari populasi berusia di atas 65 tahun di Amerika dan Eropa merupakan penderita Alzheimer, dan
ini sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di Amerika Serikat dan Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus AD, dimana pada populasi umur 80
tahun didapati 50 penderita AD. Sjahrir,1999
1.3 Klasifikasi demensia. Sjahrir,1999
Demensia terbagi atas 2 dimensi: Menurut umur; terbagi atas:
Demensia senilis onset 65 tahun Demensia presenilis 65 tahun
Menurut level
kortikal:
Universitas Sumatera Utara
Demensia kortikal
Demensia subkortikal
Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-anatomisnya 1.
Anterior : Frontal premotor cortex Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
2. Posterior: lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik. 3.
Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak. 4.
Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
1.4 Pemeriksaan demensia. Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003
Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain untuk
menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan antara lain :
1. Riwayat medik umum
Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit
jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara
biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning sign. 2.
Riwayat neurologi umum Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi
khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau
Universitas Sumatera Utara
hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan
kelainan struktural dari pada sebab degeneratif. 3.
Riwayat neurobehavioral Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau
tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori. memori jangka pendek dan memori jangka panjang orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi
eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan.
4. Riwayat psikiatrik
Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya
riwayat depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi
kognitif, hal ini disebut pseudodemensia. 5.
Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan
gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk
demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif.
6. Riwayat keluarga
Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga, terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.
7. Pemeriksaan objektif
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status
fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.
1.5 Pemeriksaan penunjang Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003