Sistem kekerabatan Gambaran Umum Tentang Pemulung

Lalu sampahsampah yang banyak mengandung zat-zat logam berat, seperti merkuri air baterai. Jika sampah berbentuk logam berat menginfeksi manusia, akibatnya bisa merusak sistem susunan syaraf pusat, pendarahan di otak, hypoxia sistemik. Jika sudah kronik bisa merusak hati dan ginjal serta saraf. Termasuk di dalamnya juga sampah medis yang hifeksius dari kuman mikrobiologi. Seperti zat karsinogan yang biasa digunakan untuk mendiagnosa. Akibat lain yang ditimbulkan dari pembuangan limbah medis sembarangan tersebut bisa menimbulkan penyakit-penyakit hepatitis bahkan yang lebih parah lagi AIDS. Nah untuk limbah medis ini biasanya setiap klinikRSU harus memiliki tempat sampah medis, agar pembuangan sampah dan limbahnya tidak dibuang ke selokan masyarakat. Seperti untuk pemakaian spik suntik yang sudah dipakai harus di bakar atau disemen. Semua itu adalah standart-standart yang harus dioauhi setiap klinik atau rumah sakit. Lebih lanjut Delyuzar mengatakan, untuk menghindari timbulnya penyakit sebaiknya tempat penitipan sampah sementara TPS jauh dari pemukiman penduduk. Kemudian membiasakan masyarakat untuk dapat memisahkan sampah organik, basah dan anorganik. Sehingga masyarakat luas mengerti akan mana sampah yang bisa dijdikan kompos dan mana sampah yang bisa didaur ulang.

3.3 Sistem kekerabatan

Seseorang dikatakn kerabat apabila ada hubungan darah ataupun sekerabat malalui suatu perkawinan. Dan yang dimaksud denagn rumah tangga adalah skelomp[ok orang yang terdiri dari keluarga inti, yaitu suami, istri beserta anak-anak Universitas Sumatera Utara mereka yang belum kawin dan bersama-sama tinggal di dalam satu rumah yang disebut dengan keluarga. Aturan yang mengikat antara seseorang denagn yang lainnya di dalam satu rumah tangga, dapat menentukan bahwa hubungan tersebut dinilai akrab atau tidak dapat diukur dengan sifat dan tingkah laku mereka yang tinggal dalam satu rumah tersebut. Hubungan antara individu dalam suatu rumah tangga dapat merupakan satu hubungan sosial dalam ruang lingkup keluarga yang memiliki pola dan aturan-aturan tertentu agar hubungan tersebut dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pola dan aturan-aturan tersebut melibatkan suami atau ayah sebagai kepala rumah tangga, istri sebagai ibu rumah tangga dan ibu bagi anak-anak mereka yang tinggal dalam satu rumah. Pola hubungan kekerabatan dalam rumah tangga dapat merupakan :

1. Hubungan Antara Suami dengan Istri

Seperti diketahui, bahwa sebelum menjadi pasangan suami istri, kedua individu ini adalah merupaka pribadi-pribadi yang saling terpisah dan berbeda. Tapi karena suatu hal kedua individu tersebut sepakat untuk menjalani hidup bersama setelah melalui suatu proses yang disebut perkawinan. Dengan adanya perkawinan maka perkawinan maka terbentuklah sebuah keluarga. Keluarga inti batih adalah keluarga yang berdiri sendiri dengan menggalang pernanan dalam mencakupi proses kebutuhan dan proses sosialisasi anak. Demikian juga terhadap pemungut barang bekas, bagi mereka perkawinan merupakan dasar yang mengikat atau yang mengukuhkan untuk memulai suatu kehidupan yang baru, dimana masing-masing pihak telah mempunyai tanggung jawab Universitas Sumatera Utara terhadap keutuhan berdirinya rumah tangga. Dengan adanya perkawinan maka terbentuklah sebuah keluarga. Dimana setiap keluarga selalu mendambakan kehadiran seorang anak untuk menghangatkan suasan rumah tangga. Kehadiran seorang anak begitu mereka dambakan karena selain alasan emosional, anak juga diharapkan sebagai tempat bergantung mereka kelak. Setelah kelahiran anak maka orang tua dituntut untuk memberikan kebutuhan- kebutuhan yang diperlukan anak mulai dari bayi hingga mencapai usia dewasa. Kebutuhan yang bersifat materi mencakup kebutuhan sandang, pangan dan pendidikan ya ng kesemuanya membutuhkan biaya. Untuk memperoleh biaya guna mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud maka suami istri dituntut untuk bekerja. Dalam rumah tangga pemungut barang bekas, tampak keselarasan antara suami dan istri dan anaknya berupaya semaksimal mungkin untuk memperoleh rejeki. Jarang sekali ditemui pemungut barang bekas yang telah berkeluarga melakukan foya-foya, minum-minum, berjudi dan lain sebaginya. Mereka cenderung irit dalam hal pengeluaran yang tidak perlu. Sedangkan istri selain bertugas membesarkan anak, juga kerap dijumpai ikut membantu suami guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, misalnya dengan memelihara ternak, disamping itu tentunya membantu suami bekerja sebagai pemungut barang bekas.

2. Hubungan Antara Orang Tua dan Anak

Universitas Sumatera Utara Kehadiran seorang anak bagi kelompok pemungut barang bekas merupakan suatu anugerah yang sangat didambakan. Anak berfungsi sebagai penyambung generasi selanjutnya, terutama dalam masyarakat Batak dimana kehadiran seorang anak laki-laki merupakan kebanggaan tersendiri, karena anak laki-laki merupakan penyambung marga ayahnya. Selain alasan diatas, anak tersebut juga setelah mereka dewasa akan dapat membantu perekonomian keluarga dengan cara bekerja. Dengan demikian anak mempunyai nilai ekonomis dan bagian dari tenaga kerja, karena apabila orang tua tidak mampu lagi bekerja, anak yang telah dewasa diberikan tangung jawab untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya. Untuk menuntun anak agar setelah dewasa kelak mempunyai rasa tanggung jawab, maka sejak dini telah ditanamkan rasa disiplin, aturan-aturan yang berlaku dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Dalam keadaan normal lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, kemudian saudara-saudaranya serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggak serumah. Melalui lingkungan rumah tangga, anak tersebut mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Orang tua lazim mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak supaya anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang baik dan benar, dan pada saat itu telah tercipta hubungan orang tua dan anak dalam proses sosialisasi yang biasa diterapkan melalui kasih sayang, karena atas dasar itu anak dididik untuk mengenal nilai-nilai tertentu, seperti nilai ketertiban, nilai kebendaan, nilai kebudayaan ataupun nilai-nilai yang lain. Orang tua walaupun bersusah payah, berusaha menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang tertinggi. Hal ini terlihat dalam upaya mereka memberikan Universitas Sumatera Utara semangat dan motivasi kepada anak-anaknya untuk belajar dan mengembangkan pikiran. Karena mereka menganggap bahwa pada saat sekarang ini hanya melalui pendidikanlah jalan satu-satunya untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Orang tua tidak ingin anak-anak mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang bersifat kriminal, apalagi mengikuti jejak mereka sebagai pemulung. Seperti yang dituturkan oleh suami istri Bapak Robert dan Ibu Santa. “Memang kami ini bekerja sebagai gelandangan, tapi kalau dalam hal mendidik anak, terutama menyangkut pendidikan, keluarga kami termasuk berhasil. Karena anak kami yang paling tua saat ini sedang sekolah di salah satu SLTA Swasta di Medan, dan adiknya di SLTP Swasta di Pancur Batu. Mengapa kami begitu berambisi menyekolahkannya, karena kami orang tuanya tidak ingin anak-anak kami nanti bekerja memungut seperti kami ini. Cukuplah kami saja yang merasakannya, dan biarlah anak-anak kami bersekolah dan mudah-mudahan dari sekolahnya itu anak kami dapat memperoleh pekerjaan yang layak”. Inilah penuturan pasangan suami isteri yang benar-benar berasal dari lubuk sanubari mereka. Orang tua tersebut tidak ingin mengharapkan anak-anaknya bekerja seperti mereka, karena mereka merasakan pekerjaan itu adalah pekerjaan hina.

3. Hubungan Antara Anak dengan Anak

Dalam kenyataanya, suasana hubungan atnara anak dengan anak dalam satu rumah tangga pemungut barang bekas, selalu tampak akrab dan menunjukkan kegembiraan. Mereka sadar bahwa mereka adalah anak-anak gelandangan yang orang Universitas Sumatera Utara tuanya hanya dapat mengandalkan tenaga fisik untuk mencari barang bekas, dari pagi hingga sore. Atas dasar kesadaran itu, anak-anak tersebut secara sukarela ikut membantu orang tuanya bekerja, bagi mereka yang sudah mampu mencari barang bekas, sementara yang belum mampu juga mendapat tanggung jawab menjaga adik- adiknya di lokasi pekerjaan orang tua. Anak-anak tersebut hanya dapat bermain-main dan saling kejar-kejaran di sekitar lokasi pembuangan dengan menghirup udara bau sampah yang sudah biasa mereka cium. Jika adik yang paling kecil menangis, maka anak yang menjaganya berlari-lari di antara tumpukan-tumpukan sampah, berteriak memanggil ibunya untuk memberi minum anak yang menangis tadi. Saat itulah kesempatan yang diperoleh untuk bermain-main dengan rekan sebayanya, berlari-lari ditumpukan sampah tanpa memakai sandal atau sepatu. Sama sekali tidak terlihat rasa takut pada mereka, apabila kaki terkena pecahan kaca, ataupun paku serta kawat- kawat duri yang berserakan di tempat mereka bermain. Suasana hubungan yang tercipta tidak selamanya demikian ceria, terkadang mereka tampak berkelahi. Hal ini biasanya terjadi karena pembagian yang tidak sama terhadap apa yang seharusnya mereka peroleh, seperti makanan atau barang-barang mainan yang diberikan. Tapi hal-hal demikian dapat diatasi karena biasanya anak yang paling besar mengalah dan memberikan keleluasaan kepada adik-adiknya. Bagi keluarga pemungut barang bekas, umumnya rumah tempat mereka tinggal kurang memenuhi persyaratan sebagai tempat tinggal. Ruangan sangat sempit sehingga mereka tidak mungkin memiliki fasilitas-fasilitas yang bersifat pribadi. Mereka, baik orang tua, abang ataupun adik tinggal dan tidur dalam satu ruangan tanpa ada sekat pemisah yang kokoh. Sekat yang memisahkan tempat tidur orang tua Universitas Sumatera Utara dengan anak hanya terbuat dari bahan kain panjang. Akibatnya pola hubungan yang terbentuk dalam keluarga ialah adanya kebersamaan dalam berbagai hal, bahkan ada kalanya batas pemilikan pribadi menjadi kabur. Terbatasnya fasilitas menyebabkan sesuatu menjadi milik bersama yang kadang kala dipakai secara bergantian. Pengaruh yang demikian mengakibatkan tumbuhnya solidaritas dan tenggarng rasa diantara mereka yang tinggal dalam rumah tangga, sehingga dalam kondisi yang demikian tampak bahwa anak laki-laki yang sudah menginjak masa remaja pindah mengungsi tidur ke tempat lain untuk memberikan keleluasaan pada saat istirahat pada adik- adiknya. Hubungan sosial yang tercipta kelihatan akrab, walaupun sesekali terjadi konflik antara mereka. Pada dasarnya hubungan sosial yang mereka ciptakan bukan disebabkan atas seketurunan, suku bangsa, ataupun agama, namun yang lebih utama adalah karena perasaan senasib dan sependeritaaan. 4. Hubungan Antara Sesama Pemungut Dalam melakukan pekerjaannya, pemungut barang bekas tidak selalu bekerja secara sendiri-sendiri, akan tetapi ada kalanya mereka bekerja bersama-sama mengumpulkan barang-barang bekas dan menjualnya serta hasil dari penjualanitu mereka bagi bersama-sama. Biasanya yang melakukan pekerjaan secara berkelompok adalah bagi mereka yang mempunyai status bujangan biasa, yang belum mempunyai tanggungan atau dalam arti kata segala yang mereka peroleh hanya untuk diri sendiri seperti biaya makan, rokok, berobat jika sakit dan biaya-biaya untuk kepuasan diri mereka. Universitas Sumatera Utara Adapun tujuan utama untuk membentuk kelompok bekerja sesama pemungut barang bekas yaitu agar seluruh barang-barang dan sampah yang masuk ke TPA dapat terkumpulkan tanpa ada yang tersisa. Hal ini dilakukan mengingat sampah yang dibuang pada sembarangan tempat apabila cuaca dalam keadaan baik. Namun bila hari hujan, sampah-sampah yang dibawa truk kontainer tidak dapat membuang masuk ke areal, karena jalan menuju ke sana menjadi becek dan berlumpur, akibatnya sampah hanya dibuang di depan pos penjagaan dan selanjutnya buldozer melangsir masuk ke areal. Bentuk kerjasama dalam kelompok ini tidak menetap dan sifatnya hanya sementara, demikian juga dengan anggota-anggota kelompoknya. Pembentukan kelompok dilakukan setelah pemungut barang bekas tiba di areal TPA dan pembentukan ini didasarkan atas bagus tidaknya cuaca pada hari itu. Apabila cuaca baik beberapa dari mereka sepakat untuk bekerja sama untuk memungut, dengan menentukan orang-orang yang akan memungut ke tiap-tiap sektor. Jumlah pemungut barang bekas dalam satu kelompok beraneka ragam, dan biasanya jumlah mereka antara 4 sampai 5 orang. Apabila sore hari tiba maka kegiatan kelompok tersebut juga berhenti memungut barang bekas, dan dengan sendirinya kelompok yang telah terbentuk dipagi hari sebelumnya bubar. Barang-barang bekas yang telah dikumpulkan dipilah- pilah secara bersama-sama di halaman rumah majikan. Pekerjaan ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Plastik bekas disatukan dalam satu karung goni, demikian juga dengan kertas dan karton bekas, botol serta besi dipisahkan. Setelah selesai memilah-milah barang tersebut mereka menimbang dihadapan majikan, selanjutnya Universitas Sumatera Utara dibawa dan dimasukkan ke dalam gudang yang sudah tersedia menurut jenis barangnya. Usai menimbang barang-barang tersebut mereka langsung menerima hasil penjualan dari majikan dan saat itu juga uangnya langsung dibagi dan selanjutnya mereka dengan bersama-sama dengan pemulung lain singgah di warung untuk minum. Apabila ada sesama mereka yang mengajak untuk bermain judi, maka karut jidipun dibuka sampai warung ditutup. Adakalanya penghasilan dalam satu hari bekerja dapat habis dalam permainan judi itu.

5. Hubungan Antara Pemungut Barang Bekas Dengan MajikanPenadah

Para pemulung pertama sekali tiba di TPA desa Namo Bintang bertempat tinggal di rumah pondokan ataupenampungan yang biasanya terdiri dari mereka yang berstatus bujangan biasa, bujangan sementara ataupun dudajanda. Mereka ini tidak menyewa rumah orang lain atau tinggal dalam rumah sendiri, melainkan tinggal di rumah majikan, yaitu suatu tempat penampungan sementara bagi para pemulung dengan membayar Rp. 350.000 setiap bulan. Hubungan antara pemulung dengan majikan ini selaiin atas dasar hubungan pekerjaan atau hubungan yang saling menguntungkan, juga terdapat hubungan yang akrab. Keberadaan pemungut barang bekas dalam pondokan tersebut disebabkan karena bantuan atau pertolongan dari temankerabat yang biasanya yang memberi pertolongn itu orang yang sudah lama bekerja dan memberi nafkah di TPA. Penolong tersebut membawa dan memperkenalkannya kepada majikan dan majikan majikan bertanggung jawab kepada anak buahnya. Universitas Sumatera Utara

B. Sistem Tolong Menolong

Manusia sebagai makhluk sosial harus dapat mempergunakan akal, pikiran, perasaan dan kehendaknya agar dapat menyesuaikan diri serta menghadapi lingkungan hidup. Untuk itu ia harus berhubungan dengan individu lain baik di dalam keluarga terdekat maupun kelompoknya. Akibat terjadinya hubungan sosial tersebut, maka terbentuklah kelompok sosial. Hubungan yang terjadi antara individu dengan individu ataupun individu dengan kelompok menyangkut suatu hubungan yang timbal balik dan saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk menimbulkan sikap saling tolong menolong Soekanto, 1982: 111. Selanjutnya Koentjaraningrat 1981 : 165 menegaskan bahwa sistem tolong menolong tejadi adalah karena terdorong oleh keinginan yang datangnya secara spontanitas untuk berbakti pada sesamanya serta adanya perasaan saling butuh membutuhkan dalam jiwa warga kelompoknya. Dengan kata lain, tolong menolong adalah kegiatan kerja sama yang sama- sama dirasakan keperluannya oleh setiap anggota masyarakt. Hal ini dapat tercipta karena kemampuan seseorang mempunyai batas-batas tertentu, maka dalam tolong menolong masalah-masalah yang berat dapat diselesaikan dengan mudah dan hal yang lebih penting adalah untuk menumbuhkan rasa solidaritas diantara mereka. Bagi kelompok pemungut barang beaks sistem tolong menolong itu bukan tampak pada siang hari saat mereka bekerja, akan tetapi suasan yang meriah mereka tampakkan pada malam hari dimana pemungut barang bekas yang masih lajang membuat suasana di lokasi pemukiman kelihatan semarak dan meriah. Ada yang bergitar sambil bernyanyi sekuat-kuatnya, dan disisi lain terlihat pemungut barang Universitas Sumatera Utara bekas dengan anak-anak muda kampung duduk membentuk lingkaran bermain judi kartu. Apabila kita lebih jauh meninjau ke dalam perumahan-perumahan yang umumnya dihuni oleh pemungut barang bekas yang masih lajang, maka kita akan menyaksikan sekelompok laki-laki yang sedang bermain judi. Mereka bermain di dalam gubug dan diterangi oleh lampu teplok, karena dalam situasi yang demikian akan aman dari para petugas hansip atau polisi yang kadang-kadang melakukan inspeksi mendadak ke gubug mereka. Sistem tolong menolong dalam sisi lain terlihat juga seperti yang ada pada masyarakat umumnya, seperti dalam upacara adat perkawinan, kematian ataupun upacara kegiatan-kegiatan agama. Seperti yang terjadi pada bulan Juni 2007, ketika seorang pemuda barang barang bekas melangsungkan perkawinan dengan seorang gadis putri bapak yang bekerja sebagai pemungut barang bekas. Partisipasi pemungut barang bekas menonjul sekali dalam penyelenggaraan pesta ini, dimana kedua orang tua pemuda tersebut berhalangan hadir karena keterlibatan dana guna berangkat dari daerah asalnya yaitu Pulau Nias. Untuk menyelenggarakan pesta kecil-kecilan dibutuhkan biaya yang kesemuanya ditanggung bersama oleh pemungut barang bekas. Mereka memberikan sumbangan ala kadarnya, baik itu berupa uang, pakaian jas pria yang dipinjamkan, ataupun bersama-sama menyemarakkan pesta tersebut dengan membentuk kelompok paduan suara yang akan dikumandangkan saat berlangsungnya pesta. Demikian juga halnya dengan para ibu-ibu rumah tangga pemungut barang bekas, mereka ikut aktif memasak makan dan merias pengantin wanita serta berkumpul bersama memberikan nasehat-nasehat dan petuah-petuah Universitas Sumatera Utara kepada para mempelai agar dapat hidup rukun dan damai sejahtera dalam menjalankan hidup baru. Kasus lain ditemui pada saat salah seorang pemungut barang bekas yaitu Bapak D.L. menderita sakit muntaber pada bulan Agustus 2007. Bapak D.L. telah bekerja dan mempunyai tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Sejak sore hari Bapak tersebut telah merasakan perutnya sakit di lokasinya bekerja, akan tetapi cara penanggulangan yang dilakukannya hanya menelan obat sakit perut yang dibeli dari warung. Malam harinya Bapak tersebut tidak dapat lagi menahan rasa sakit sehingga istrinya meminta tolong dan memberitahukan kepada para tetangga sesama pemungut barang bekas. Saat yang bersamaan pemungut barang bekas datang ke rumah D.L. dan menyarankan agar dibawa ke Rumah Sakit. Sebahagian anak muda pergi ke Pancur Batu menjemput kenderaan umum untuk membawa Pak D.L. ke Rumah Sakit, yang seorang pemungut barang bekas menyempatkan diri memanggil orang pintar ke dusun sebelah, karena menurut beliau Bapak D.L. mungkin dibuat oleh orang lain. Setelah diobati oleh dukun tersebut penyakit Bapak D.L. bukan berkurang, tetapi semakin menjadi disertai dengan muntah. Maka diambil kesimpulan diatas saran penulis, agar Bapak D.L. dilarikan ke Rumah Sakit Swasta di simpang Simalingkar untuk selanjutnya ditangani oleh dokter. Ternyata memang benar dokter memberitahukan bahwa D.L. menderita sakit muntaber karena memakan makanan sembarangan atau memakan tanpa terlebih dahulu mencuci tangan. Ketika diopname di Rumah Sakit selama lima hari, pemungut barang bekas secara bergantian menunggui Bapak D.L. Sedangkan istri D.L. hanya sekali-sekali tampak di Rumah Sakit karena istri tersebut masih harus mengurus anak-anaknya yang masih kecil. Universitas Sumatera Utara Kasus-kasus di atas menggambarkan bahwa sikap tolong menolong antara sesama pemungut barang bekas merupakan suatu sikap yang timbul secara spontanitas dalam diri mereka. Sikap ini tidak selalu dibedakan atas perbedaan agama, suku bangsa ataupun tingkat usia, melainkan timbul dari rasa senasib sepenanggungan menjadi suatu penyebab yang menonjol.

C. Sistem Norma

Sistem norma merupakan suatu sistem yang berfungsi untuk pengendalian sosial dalam satu lingkungan sosial. Sistem norma tersebut sangat penting artinya agar setiap warga masyarakat dapat berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai- nilai dan aturan-aturan yang berlaku di dalam kelompoknya. Soekanto 1982 : 173 menerangkan bahwa norma pada hakekatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan bertingkah laku di daam pergaulan hidup. Selanjutnya Koentjarangingrat 1985:209 juga menyebutkan norma merupakan aturan-aturan untuk bertindak khusus, sedangkan perumusannya biasanya amat terperinci, jelas, tegas dan tidak meragukan. Demikian juga halnya di dalam kelompok sosial pemungut barang bekas yang bekerja di TPA Sampah Namo Bintang. Mereka membuat aturan-aturan atau norma sosial yang tidak tertulis disamping norma-norma yang muncul dengan sendirinya dari dalam kelompok itu. Pelanggaran terhadap norma tersebut dapat menimbulkan sanksi ringan ataupun berat dan tidak jarang pula sanksi yang sifatnya kabur. Universitas Sumatera Utara Sistem norma yang diberlakukan secara tidak sadar akan dituruti atau dipatuhi, karena norma tersebut akan mengatur mereka yang tujuannya supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana yang diharapkan. - Sistem norma yang berlaku dalam rumah tangga, dan - Sistem norma yang berlaku dalam kelompok sosial

1. Sistem Norma Yang Berlaku Dalam Rumah Tanggal

Aturan-aturan atau norma yang berlaku dalam kehidupan rumah tangga atau dalam keluarga inti, merupakan salah satu cara untuk menanamkan fungsi dan kedudukan seseorang di dalam rumah tangga. Hal tersebut mencakup peranan seorang ayah suami, ibu istri beserta anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga. Meskipun demikian keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, peranan orang lain juga turut memperngaruhis seperti peran tentangga, teman bermain serta kondisi sosial lingkungannya. Di dalam lingkungan keluarga pemungut barang bekas sesuai dengan peran seorang ayah sebagai kepala rumah tangga dan peran seorang ibu sebagai pengasuh terhadap anak-anaknya, merupakan pendidik utama yang berhadapan langsung terhadap pembinaan mental seorang anak. Dengan demikian peran mereka sangat diutamakan sehubungan dengan tugas-tugas mereka sebagai pendidik dalam hal pendidikan pada dasarnya hanya bersifat informal. Dalam pandangan mereka ada nilai-nilai yang paling diutamakan atau lebih dahulu diajarkan kepada anak-anaknya. Nilai tersebut tercermin dari sikap orang tua kepada anak-anaknya, misalnya dalam lingkungan rumah tangga, acara makan bersama adalah suatu hal yang sangat Universitas Sumatera Utara penting. Bagi mereka acara ini akan menunjukkan keakraban dan rasa solidaritas di dalam keluarga. Dengan demikian seorang ayah telah mengajarkan terhadap anaknya bahwa acara makan bersama harus dilakukan kecuali dalam situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Dalam hal pendidikan, orang tua seluruhnya mempercakan masalah ini kepada guru atau pengajar yang dijumpai anak-anaknya disekolah. Orang tua bersifat apatis terhadap perkembangan anak di sekolah karena mereka menganggap bahwa gurulah yang paling bertanggung jawab dan yang paling mengetahui bagaimana perkembangan dan prestasi pendidikan anak-anaknya, dimana dalam hal ini orang tua jarang sekali bertanya bagaimana hasil ujian anak-anak di sekolah. Seorang anak jika sudah usai sekolah diwajibkan membantu orang tua bekerja walaupun pekerjaan ini beragam-ragam bentuknya misalnya seorang anak yang sudah mampu mencari barang bekas, harus ikut membantu orang tua untuk bersama-sama bekerja di TPA. Sementara bagi anak yang belum mampu, cukup menjaga adik- adiknya yang masih kecil serta bermain-main dengan anak-anak seusianya di lokasi TPA. Demikianlah cara orang tua untuk mendidik anak-anaknya, dimana sejak kecil anak-anak tersebut telah ditanamkan suatu norma yang berlaku dalam rumah tangga seperti dalam hal menyebut dan menyapa kepada orang yang lebih tua dari dia. Kepada orang tua laki-laki dengan panggilan Ayah atau Bapak dan kepada orang tua wanita dengan panggilan Ibu atau Mamak. Begitu juga dengan masyarakat yang lebih tua, harus memanggil Abang atau Kakak. Universitas Sumatera Utara

2. Sistem Norma Yang Berlaku Dalam Kelompok Sosial

Bagi masyarakat pemungut barang bekas, terdapat pandangan bahwa teman seprofesi merupakan pengganti kerabat. Masyarakat pemungut barang bekas dengan kelompok sosial mereka selalu menjalin hubungan sosial dengan serasi, namun terkadang terjadi juga konflik di antara mereka, dimana konflik ini beisa terjadi jika diantara mereka melanggar aturan yang berlaku dalam kelompok masyarakat pemungut barang bekas. Norma yang bersifat tegas dan menimbulkan sanksi apabila dilanggar dalam kelompok meraka antara lain : - Tidak dibenarkan memakai karung plastik orang lain tanpa ijin dari yang empunya - Tidak dibenarkan mencuri barang orang lain di dalam lingkungan sosial mereka - Menjaga rahasia barang bekas yang di dapat, terutama kepada pihak-pihak luar, - Tidak dibenarkan menerima barang-barang bekas dari luar TPA, terutama barang- barang yang dicurigai sebagai barang curian. Norma yang lain yang sifatnya kurang tegas serta tidak mengakibatkan sanksi yang nyata adalah ketika mereka bekerja pada lahan yang bebas sewaktu memungut. Seorang pemungut barang bekas yang telah mendapat hasil lumayan, dengan sukarela mengalah kepada orang lain dan memberikan ruang gerak yang leluasa untuk memungut. Menyapa orang yang lebih tua juga merupakan aturan dalam lingkungan mereka. Seorang yang lebih muda usianya memanggil yang lebih tua menurut kebiasaanya sendiri, seperti Lae, Bibi, Namboru, Amang, Tulang, Amangboru, Universitas Sumatera Utara Bengkila, Wak dan lain-lain. Seseorang yang hampir sama usianya dengan orang lain menyapanya denga diikuti oleh Hombing, Silih Tarigan, Silih Barus dan lain-lain. Hal ini terwujud berkat hubungan sosial mereka terjalin akibat situasi yang memungkinkan yaitu karena mereka berada lokasi pekerjaan yang sama dan saling mengenal antara satu dengan yang lain, ditambah lagi dengan perbedaan status dalam hidup mereka kurang jelas dan hubungan yang mereka lakukan bukan semata-mata didasarkan atas kepentingan pribadi.

D. Stratifikasi Sosial

Setiap masyarakat yang ada di dunia ini baik yang sederhana maupun yang kompleks pasti mengenal perbedaan derajat atau kedudukan tiap warganya. Makin tinggi derajat kemajuan suatu masyarakat ternyata makin banyak tingkatan yang membedakan satu dengan yang lain. Hal ini tentu disebabkan oleh corak ragam individu yang berasal dari beberapa daerah dan tingkatan sosial yang berbeda-beda. Perbedaan tesebut dengan sendirinya akan menimbulkan pelapisan sosial. Menurut Koentjaraningra 1981:174 perbedaan kedudukan dan derajat terhadap individu-individu dalam masyarakat itulah yang menjadi dasar dan pangkal bagi gejala lapisan sosial atau social stratification yang ada dalam hampir semua masyarakat di dunia. Selanjutnya Soerjono Soekanto menguraikan selama di dalam suatu masyarakat ada yang dihargai selama itu pula akan ada pelapisan sosial. Barang siapa memiliki suatu yang berharga itu dalam jumlah banyak dianggap oleh masyarakat tersebut berkedudukan dalam lapisan atasu Soekanto 1981 : 219. Universitas Sumatera Utara Begitu juga halnya dalam masyarakat pemungut barang bekas, walaupun sepintas tidak terlihat adanya gejala stratifikasi sosial, namun apabila diperhatikan dengan seksama perbedaan-perbedaan itu akan tampak. Sifat dari stratifikasi sosial yang mereka miliki adalah sifat yang terbuka oven social stratification dimana setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan dan keahlian sendiri menaiki status sosial yang lebih tinggi, sebaliknya bagi orang yang tidak beruntung status sosial mereka dapat bertahan tetap atau berubah menjadi status sosial yang rendah, tergantung bagaimana usaha individu tersebut mempertahankan status sosialnya semula. Pemungut barang bekas mengakui bahwa keududukan pemungut barang bekas yang telah bekerja sejak tahun 1987 dan penduduk asli disekitar lokasi TPA berada pada stratifikasi sosial paling atas. Orang tersebut memiliki wewenang dan kekuasaan dengan memiliki lahan terluas dan dapat mengatur petuas keamanan untuk membang sampah ke lahan mereka. Jika telah memiliki wewenang dan kekuasaan sudah tentu akan mudah memiliki harta kekayaan. Salah satunya yang memiliki stratifikasi sosial yang lebih tinggi diduduki oleh Bapak D.G. Beliau muncul kepermukaan bersamaan dengan keberhasilannya sebagai pemungut barang bekas yang dimulai sejak bulan Oktober 1987. Saat ini Bapak D.G. tidak bekerja sebagai pemungut barang bekas, akan tetapi telah menjadi majikan atau penampung barang bekas di lokasi TPA yang seyogianya harus memiliki uang tunai setiap saat. Beliau telah sanggup menyekolahkan anaknya disalah satu PTS di Medan dan memberikan transport kepada anaknya tersebut berupa Sepeda Motor. Apabila terjadi permasalahan beliau sering menyelesaikan dengan mempertemukan pihak- Universitas Sumatera Utara pihak yang bertikai untuk menyelesaikan masalah. Beliau juga tidak segan-segan menegur anak-anak muda pemungut barang bekas yang kedapatan sedang berjudi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya. Dalam satu bulan Bapak D.G. dapat memperoleh keuntungan minimal Rp. 350.000,- dan pada saat ini beliau telah memiliki rumah permanen terbuat dari batu yang dibangun pada tahun 1992. Yang menduduki status sosial menengah adalah orang yang memiliki pekerjaan lebih baik daripada pemungut barang bekas. Seperti T.M. dan I.G, keduanya adalah pemilik warung dilokasi TPA. Mereka tidak lagi bekerja sebagai pemungut barang bekas karena hasil dari memungut barang bekas yang pernah mereka lakukan telah dapat dijadikan modal untuk membuka usaha. Mereka telah memiliki rumah semi permanen dan harta benda seperti emas, radio, televisi dan lain- lain. Kelompok pemungut barang bekas yang lain, yaitu yang bekerja sebagai pemungut barang bekas dan tidak memiliki harta benda yang dianggap berharga, tampaknya mereka menduduki kelas sosial bawah dan kebanyakan mencari nafkah hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kondisi hidup mereka tidak berbeda dengan kehidupan gelandangan yang berprofesi sebagai pengemis, pencuri dan WTS. Hanya sebahagian dari mereka menganggap pekerjaan sebagai pengemis, pencuri dan WTS lebih rendah daripada pemungut barang bekas. Seperti wawancara ibu R. : “Ibu, mengapa ibu mau bekerja sebagai pemungut barang bekas, capeknya tidak tanggung, bau sampah ini semua menyengat menusuk hidung dan kesehatan seperti ini jelas tidak terjamin? Universitas Sumatera Utara Jadi saya mau kerja apa coba, kalau mencuri jelas saya tidak berani, mengemis malu karena saya masih punya harga diri, nah … kalau jadi perempuanyang nakal-nakal itu maksudnya WTS saya takut kualat dan dosa. Jadi lebih baik begini, karena pekerjaan yang saya kerjakan ini adalah halal. Dalam masyarakat pemunut barang bekas, faktor umur menentukan status seseorang. Orang yang tua menempati lapisan atas. Mereka sangat dihormati dan selalu dihadirkan dalam berbagai acara adat, baik kematian, perkawinan yang terjadi dalam masyarakat pemungut barang bekas. Orang tua atau yang dianggap senior ini sudah banyak makan asam garam kehidupan, sehingga selalu dimintai pendapatnya untuk berbagai kasus dan mereka sering memegang peranan penting dalam berbagai acara adat. Mereka juga sangat diharapkan mampu membimbing yang muda untuk tetap bertahan dalam mempelajari adat istiadat yang semakin hari kian terkikis. Selain itu stratifikasi sosial yang nampak dalam masyarakat pemungut barang bekas adalah faktor jenis kelamin. Peranan laki-laki ayah sebagai penari nafkah dan tanggung jawab mereka juga menempati lapisan atas dibandingkan dengan wanita. Mereka selalu berusaha memberi nasehat kepada anak-anak mereka, agar jangan nakal dan harus tetap bersekolah. Di sisi lain mereka berusaha agar kelak anak-anak mereka tidak bekerja seperti mereka.

E. Aktivitas Memungut Jenis Barang Bekas

Para pemungut barang bekas memungut tidak semua jenis barang bekas, oleh karena masing-masing dari mereka biasanya memilih jenis barang tertentu. Mereka dalam melakukan pekerjaan itu membutuhkan peralatan sebagai tempat barang- Universitas Sumatera Utara barang bekas. Alat yang dianggap paling efektif ialah karung goni beras. Karung plastik ini disenangi karena dengan apabila dibandingkan dengan gerobak. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah pengais gancu yang berupa besi, panjangnya kurang lebih 35 cm. Ujung besi ini melengkung dan tajam. Ganju tersebut memudahkan pekerjaan mereka untuk mengais dan mengorek sampak yang terdapat dalam tumpukan-tumpukan sampah. Mereka pada waktu melakukan pekerjaan mempergunakan pakaian khusus berupa pakaian yang kotor dan lusuh. Disamping itu mereka memakai alas kaki yaitu sepatu bot yang terbuat dari karet dan panjangnya hingga mencapai lutut. Alasan memakai sepatu ini adalah untuk menghindari benda- benda tajam yang ada ditempat mereka bekerja seperti pecahan kaca, kawat duri, paku dan juga untuk memudahkan mereka berjalan di atas tanah yang becek dan berlumpur. Jenis barang bekas yang dikumpulkan oleh para pemungut barang bekas sudah tertentu, karena adanya permintaan dari majikan atau penyadap. Selain dari pada itu jenis barang bekas yang telah ditentukan juga tergantung dari tersedianya barang bekas yang dibutuhkan di TPA. Kegiatan-kegiatan dari pemungut barang bekas terlihat pula pada saat mereka selesai bekerja dan langsung menuju tempat timbangan di rumah majikan. Ditempat ini mereka membongkar muatannya dan memilih atau memisah-misahkan jenis barang bekas yang mereka peroleh. Kemudian barang-barang itu dikelompokkan menurut jenis yang sama dan diletakkan dalam suatu wadah karung plastik. Kadang- kadang mereka tidak menggunakan wadah apapun. Kemudian setelah selesai memilih atau memisahkan barang bekas, mereka langsung menimbang barang tersebut Universitas Sumatera Utara dihadapan majikan penadah dan kemudian dimasukkan kedalam gudang yang sudah tersedia menurut jenis barangnya. Dalam aktifitas memungut barang bekas, para pemungut barang bekas telah mengkategorikan berbagai jenis barang bekas yang dianggap menguntungkan bagi penghasilan mereka, yaitu dengan mengumpulkan lima atau enam macam barang bekas sekaligus seperti kardus, plastik, besi, aluminium, kertas dan botol. Terlihat dari hasil barang bekas yang banyak dikumpulkan karena masing-masing jenis barang ini mahal harganya. Selanjutnya dalam jumlah pemungutan yang lebih sedikit aluminium dan macam-macam botol. Setiap barang bekas harganya tidak selalu sama. Untuk lebih jelasnya lihat uraian berikut ini : Daftar Jenis Barang Bekas dan Harga Jual Di TPA Desa Namo Bintang 1. Kertas, Kardus, Broncos  Kertas bungkus kertas koran dan majalah yang bersih Rp. 150,-  Kertas stensil yang bersih Rp. 175,-  Kertas HVS yang bersih Rp. 275,-  Kardus bekas kemasan radio, TV, kardus bekas kemasan Pasta gigi, mentega dan kemasan hari raya, tahun baru0 Rp. 125,-  Broncos atau kertas sampah semua jenis kertas karton, Kertas stensil, koran yang kumuh, kertas semen Rp. 100,- Universitas Sumatera Utara 2. Plastk, Ban  Plastik lemas plastik daun Rp. 400,-  Plastik keras bekas ember, tempat nasi, tutup ember, Jerigen, gayung air Rp. 200,-  Plastik nilex selang plastik Rp. 400,-  Jepitan sandal dan tapak sandal Rp. 100,-  Plastik tali kursi Rp. 450,-  Ban dalam sepeda, motor dan mobil Rp. 100,- 3. Logam  Aluminium panci, dandang, ceret, cangkir, kaleng Coca-cola dan lain-lain Rp. 300,-  Besi super besi beton yang masih baik Rp. 200,-  Besi padat besi pipa, onderdil mobil Rp. 175,-  Besi plat besi kaki bangku, rak piring, kabin mobil, Drum minyak Rp. 125,-  Besi komprengan seng, kaleng obat nyamuk, kaleng Biskuit, tempat oli Rp. 100,- 4. Botol  Botol obat Rp. 50,-  Botol bumbu dapur saos tomat, kecap Rp. 75,-  Botol selai jenis botol minyak wangi Rp. 75,-  Botol minuman Rp. 100,- Universitas Sumatera Utara Sebagaimana yang telah dikatakan di atas, jenis barang bekas yang dikumpulkan tergantung dari tersedianya barang bekas di tempat TPA. Seperti pengumpulan aluminium dan botol lebih sedikit dari kardus, plastik, besi dan kertas, karena relatif terbatasnya barang-barang tersebut di TPA. Disamping itu karena rendahnya harga barang-barang di atas mereka memungutnya untuk tambahan penghasilan saja bukan sebagai pungutan yang utama. Kegiatan sehari-hari para pemungut barang bekas ini dengan memungut barang-barang bekas yang ada di TPA Namo Bintang dimulai berdasarkan waktu. Dalam satu hari mereka rata-rata bekerja sekitar 8 jam, yang dimulai pada pukul 07.30 Wib. Hingga pukul 18.00 Wib sore hari dengan selang istirahat siang antara 1 hingga 1,5 jam. Waktu kerja mereka hanya dua macam, yaitu waktu pertama mereka bekerja setengah hari, maksudnya mereka mulai bekerja sebelum matahari terbit sampai siang hari. Kemudian waktu kedua mereka bekerja sepanjang hari, maksudnya mereka mulai bekerja sejak pagi hari sampai tengah hari, setelah istirahat dilanjutkan lagi sampai petang hari. Diantara pemungut barang bekas terdapat pembagian kerja. Bagi mereka yang membawa keluarga, pada saat suami memungut barang bekas, masing-masing istri dari mereka memasak dan mengasuh anak. Setelah siang hari istri dan anak-anak merka datang untuk turut membantu mencari, membongkar dan memilah-milah barang bekas untuk ditimbang atau dibawa pulang. Pemungut barang bekas yang belum mempunyai keluarga, mereka bekerja sendiri tanpa ada bantuan-bantuan dari pihak lain. Makan siang dan malam mereka lakukan di warung pada lokasi TPA. Universitas Sumatera Utara Hambatan yang dihadapi pemungut barang bekas dalam melakukan pekerjaan mereka adalah apabila musim hujan tiba. Kegiatan mereka menjadi terhalang dan hal ini akan mempengaruhi hasil barang-barang yang mereka peroleh menjadi sedikit jumlah dan kwalitasnya. Barang-barang yang didapat seperti macam-macam kertas dan kardus yang sudah basah jika ditimbang beratnya, akan dipotong beberapa kilogram sesuai dengan berat barnag bekas dalam keadaan kering. Hasil atau pendapatan seorang pemungut barang bekas dalam satu hari berkisar antara Rp. 2.000,- sampai Rp. 4.000,- dalam posisi rendah dan kadang- kadang dapat juga mencapai antara Rp. 5.000,- sampai Rp. 8.000,-. Pendapatan sedemikian rupa lebih sering diperoleh dalam keadaan posisi rendah daripada posisi yang maksimum. Pendapatan-pendapatan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya untuk mencari hiburan, berjudi dan bermabuk-mabukan. F.Harapan-Harapan Dari Pemungut Barang Bekas Terhadap Kondisi Yang Dihadapi Setiap orang-orang ingin berusaha meningkatkan taraf hidup untuk melangsungkan kehidupan yang lebih baik begitu juga dengan pemungut barang bekas yang bekerja di TPA sampah Kotamadya Medan di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu. Para pemungut barang bekas mempunyai harapan yang hendak mereka capai untuk masa depan bagi diri mereka sendiri dan bagi keluarga mereka, agar supaya keadaan hidupnya lebih dari masa sekarang ini. Mereka mengetahui dan sadar bahwa pekerjaan memungut barang bekas di TPA tersebut merupakan jenis pekerjaan yang rendah dan hina apabila dibandingkan dengan pekerjaan orang lain yang berada disekitar kita. Universitas Sumatera Utara Para pemungut barang bekas yang berada di TPA Sampah Namo Bintang yang menjadi sasaran penelitian terdiri dari 33 orang dengan perincian jumlah responden laki-laki sebanyak 19 orang dan jumlah responden perempuan 14 orang dan 2 calon responden tidak mengembalikan kuesioner ke 33 orang itu mempunyai harapan untuk masa depan mereka, dan dari ke 33 responden di atas 18 orang diantaranya sudah berkeluarga, 9 orang statusnya bujangan biasa dan 6 orang mempunyai status bujangan sementara, atau dengan kata lain ke 6 orang ini telah berkeluarga, tetapi meninggalkan keluarganya di kampung halaman. Dari jumlah di atas, 15 orang diantaranya tidak menghendaki untuk tinggal menetap selamanya pada pekerjaan mereka. Hal ini disebabkan karena mereka hanya ingin mencari nafkah buat sementara, sebelum mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Sedangkan 11 orang yang kebanyakan berstatus bujangan biasa dan bujangan sementara tidak ingin kembali ke daerah asal karena mereka mengharapkan adanya perubahan nasib yaitu dengan cara berusaha mencari jenis pekerjaan yang mereka anggap memberikan status yang lebih baik daripada pekerjaan yang sekarang. Sisanya sejumlah 7 orang memberikan tanggapan bahwa melalui pekerjaan sebagai pemungut barang bekas mereka sudah merasa bersyukur akan hasil-hasil yang didapatkan, karena selain keluarga mereka sudah ada dan anak-anak mereka sudah bersekolah di desa tersebut, mereka ingin mengumpulkan uang sebagai modal dan selanjutnya apabila modal telah tersedia mereka ingin membuka usaha di desa itu. Kenyataanya harapan-harapan yang diinginkan oleh pemungut barang bekas bujangan biasa dan bujangan sementara itu sulit untuk dicapai, yang hanya mengandalkan tenaga fisik saja karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh Universitas Sumatera Utara mereka. Begitu juga dengan para pemungut barang bekas yang sudah berkeluarga tersebut di atas, untuk merubah nasib mereka dari pekerjaan sebagai pemungut barang bekas mengalami hal yang serupa dengan kaum bujangan biasa dan bujangan sementara. Dengan demikian para pemungut barang bekas beranggapan bahwa sudah begitulah nasib yang harus mereka terima dalam kehidupan ini. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi itu, usaha-usaha yang mereka lakukan adalah hanya mungkin dilakukan oleh anak-anak mereka sebagai generasi penerus yaitu dengan menyekolahkan anak mereka agar lebih baik daripada yang pernah mereka alami sehingga akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pemungut barang bekas itu beranggapan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan itu merupakan akibat dari kemalasan mereka atau karena ingin cepat-cepat merantau ke kota. Setelah mengalami berbagai kesulitan seperti yang dihadapi sekaragn ini, barulah mereka menyadari betapa sulitnya mencari pekerjaan tanpa bekal pendidikan dan keterampilan tertentu. Menurut para pemungut barang bekas pendidikan dan keterampilan merupakan modal yang penting untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik daripada sebagai pemungut. Oleh karena bekal itu tidak mereka miliki, maka mereka beranggapan bahwa mereka sendiri pesimis untuk dapat memperbaiki keadaan sekarang ini. Saat ini yang dapat mereka lakukan adalah berusaha keras untuk dapat bertahan hidup dan berusaha untuk dapat membiayai anak-anak agar supaya anak-anak tersebut dapat mencapai pendidikan yang lebih tinggi dari mereka. Universitas Sumatera Utara

BAB IV DESKRIPSI KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI

Dokumen yang terkait

Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

7 122 122

Pengaruh Pengembangan Industri Kerupuk Opak Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus : Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang)

0 24 111

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 5 102

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 14

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 16

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 41

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 24