BAB V ANALISA DAN KESIMPULAN
5.1. ANALISA
Memulung dapat diartikan sebagai usaha untuk mengumpulkan barang-barang bekas limbah yang terbuang sebagai sampah untuk dimanfaatkan sebagai bahan
produksi dan sebagainya. Sedangkan pemulung, dilihat dari pengertian bahasa indonesia sering diartikan sebagai orang yang memulung, memanfaatkan barang-
barang bkeas seperti aqua cup dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi. Kedua pengertian tersebut
mengandung maksud, bahwa pemulung adalah orang yang mencari nafkah, dengan jalan, mencari dan memungut barang-barang bekas, dikumpulkan dan dijual kepada
pnegusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi. Dapat kita bayangkan betapa banyaknya jumlah anggota masyarakat yang
telah menjadi pemulung walaupun itu bagi sebahagian pemulung hanya sebagai pekerjaan sampingan atau pekerjaan kedua saja. Secara tidak langsung dengan
memberdayakan pemulung sebagai ujung tombak usaha daur ulang sampah untuk dijual ke pelapak yang memilah sampah menurut kegunaannya. Sampah terpilah
dijual ke bandar yang mengolahnya menjadi biji pelet sebagai bahan baku pembuatan alat rumah tangga dan mainan anak-anak.
Memulung dalam hal ini sebagai salah satu usaha atau jalan untuk mencari nafkah demi menyambung hidup diri sendiri, sanak dan keluarga yang telah kita
ketahui bersama, ternyata mampu secara relatif dalam menanggulangi atau masalah kependudukan terutama berkaitan dengan sektor ketenagakerjaan. Pekerjaan sebagai
pemulung merupakah salah satu jenis pekerjaan di sektor informal yang menyediakan lapangan pekerjaan yang ternyata tidak begitu menuntut atau memerlukan bentuk
keahlian dan keterampilan khusus bagi pelakunya. Tindak lanjut dari fenomena diatas dapat kita lihat dari kenyataan bahwa
begitu banyak pilihan yang terlibat ke dalam sektor informal ini, seperti misalnya : tukang becak, pedagang kaki lima, pedagang kelontong, pembantu rumah tangga,
Universitas Sumatera Utara
penjaja makanan dan minuman ringan dan pengemis. Adanya ciri-ciri khusus dari sektor ini misalnya : tingkat pendidikan yang rendah dari para pekerjanya, status
hukum, curahan waktu kerja dan lain-lain membuat secara jelas perbedaannya dengan sektor formal. Pekerjaan sebagai pemulung ini apabila kita perhatikan sangat jelas
termasuk dalam ciri pekerjaan sektor informal sebagaimana disebutkan diatas. Dari segi pendidikannya misalnya seperti yang diperoleh dari hasil penelitian rata-rata
pemulung etnik batak toba ini memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah yaitu tidak tamat SD ataup tamat SD dan paling tinggi hanya tamatan SMP atau sederajat.
Khusus terhadap kelima keluarga informan dalam penelitian ini hanya satu yang tamat SD yaitu Joseph. Status hukum para pemulung ini pun diketahui sampai
saat ini belum ada yang mengaturnya. Dengan kata lain belum mendapat proteksi dari pemerintah secara resmi mengenai jaminan dan keberadaan dalam bekerja. Mengenai
waktu kerja mereka pun tidak terdapat aturan tertentu dalam hal memulai bekerja maupun saat berakhirnya. Mereka biasanya sudah mulai hadir di TPA setelah subuh,
bahkan ada sebahagian pemulung yang sudah berada di TPA sebelum subuh, dan selesai sore hari menjelang magrib bahkan ada yang sampai malam.
Sebagaimana dikatakan oleh Harth terhadap kajiannya mengenai sektor formal dan informal, maka pekerjaan sebagai pemulung termasuk dalam pekerjaan
sektor informal. Harth dalam Manning and Effendy. 1985 : 78-80. Apabila kita perhatikan secara seksama dalam hal penghasilan para pemulung
brang bekas ini, maka untuk satu hari mereka paling dapat penghasilan yang cukup memadai untuk ukuran mereka sendiri sebagai pekerja yang hanya mengandalkan
tenaga dan mental. Sebagaimana dikatakan Belen bahwa para pekerja sektor informal ini secara umum adalah orang-orang yang memiliki jiwa wiraswasta, ulet, percaya
pada diri sendiri Belen, 1985: 5, Secara nyata hal ini dapat kita lihat dalam aktivitas mereka sehari-hari dalam bekerja. Rata-rata pemulung mempunyai latar belakang
yang hampir sama memadai mencari pekerjaan hingga pada akhirnya menjadi seseorang pemulung yang kita kenal seperti saat sekarang ini. Tidak kecil nilai
perjuangan yang mereka miliki untuk bisa mandiri dalam menghidupinya seta
Universitas Sumatera Utara
keluarganya masing-masing. Latar belakang ini secara keseluruhan ternyata membuat menjadi ulet serta dalam menghadapi situasi bekerja saat ini.
Para pemulung barang bekas ini rata-rata termasuk orang yang berani mengambil resiko dalam bekerja. Melihat dari status pekerjaan mereka saat ini secara
khusus belum mendapat perhatian dari pemerintah, mereka tidak begitu risau akan nasib yang akan diterima kelak. Mereka pada umunya sadar akan kesinambungan
pekerjaan mereka ini nantinya, namun mereka juga tidak kelihatan terlalu takut untuk setiap tindakan yang mereka terima kelak. Para pekerja sektor informal sebagai mana
disebutkan sebelumnya merupakan orang-orang yang tidak begitu mau tergantung pada orang lain. Khusus bagi pemulung barang bekas kenyataan ini jelas dapat
dibuktikan. Misalnya untuk salah seorang pemulung barang bekas memberi kepuasan tersendiri baginya dan bekerja untuk orang lain baginya hanyalah sesuatu yang
membosankan karena tidak bisa untuk bergerak bebas. Demikian halnya pemulung barang bekas lainnya seperti Khrisnayan juga
memiliki latar belakang pengalaman bekerja lain yang cukup lama dan akhirnya memperoleh kepuasan bekerja sebagai pemulung saat sekarang ini. Secara umum
dapat dianalisa bahwa mereka ini bekerja biasanya tidak begitu senang untuk diperintah orang lain atau tergantung atas perintah orang lain.
Sebagaimana kita lihat bersama pada kenyataannya jumlah para pemulung barang bekas ini dari hari kian bertambah saja. Tidak hanya dari kalangan etnik Batak
saja sebagai perintis pekerjaan ini, tetapi juga sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional ILO pada tahun 1972 sebagaimana
telah dijelaskan oleh Titik Handayani 1993:325 yang memberikan ciri-ciri tersebut padanya antara lain mudah dimasuki siapa saja, menggunakan SDM, bersifat padat
karya dan umumnya dimiliki oleh keluarga. Seperti kita ketahui bersama bahwa para pemulung dalam penelitian ini
adalah berasal dari etnik Batak. Etnik Batak disamping etnik Jawa dan sukung bangsa lainnya yang terdapat di Indonesia juga memiliki nilai-nilai tertentu yang terkandung
di dalam khasanahnya yang memberikan pengaruh terhadap bidang pekerjaanya sekarang ini. Etnik Batak mengenal dengan apa yang mereka sebut sebagai takdir
Universitas Sumatera Utara
nasib. Keyakinan akan takdir nasib ternyata menjadikan orang toba selalu pasrah akan sesuatu yang dimiliki atau dihadapinya. Menjadi seorang pemulung barang
bekas bagi mereka sudah merupakan takdir yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini terbukti dari hasil wawancara yang diperoleh dari mereka, dimana
secara umum berpendapat bahwa menjadi seorang pemulung barang bekas sudah merupakan nasib dan kelihatan tidak ingin lagi untuk beralih ke jenis pekerjaan
lainnya walaupun peluang untuk itu masih ada.
5.2. KESIMPULAN