Keluarga Joseph Napitupulu Nama

dibicarakan terutama mengenai perkembangan anak mereka yaitu Andre selama tinggal bersama kakek dan neneknya. Kalau tidak memperhatikan pekerjaan suaminya, Marta ingin rasanya tingal menetap di kota Medan agar bisa dekat dengan orang tua dan saudaranya yang lain.

4.2. Keluarga Joseph Napitupulu Nama

: Joseph Napitupulu Umur : 42 tahun Nama Istri : Novita Yuli Br. Saragih Agama : Kristen Protestan Jumlah Tanggungan : 5lima Orang Lama Menjadi Pemulung : 6 enam Tahun Penghasilan per Bulan : Rp. 350.000-400.00 Namanya Joseph, tetapi sehari-hari ia lebih dikenal denan sebutan “King” karena bentuk tubuhnya yang kelihatan kekar. Joseph dilahirkan 52 tahun yang lalu di kota Medan ini. Kedua orang tua berasal dari tanah yang berbeda, orang tua laki-laki berasal dari tanah Batak dan orang tua perempuan dari Jawa. Tiba di daerah ini karena sama-sama menjadi buruh pada salah satu perkebunan tembakau. Seluruh masa kecilnya dihabiskan di kota ini. Joseph hanya sempat menamatkan sekolah dasar dan tidak bisa melanjutkan kejenjang sekolah yang lebih tinggi disebabkan kondisi untuk membiayai kesekolah yang lebih tinggi. Hari-hari tidak bersekolah lebih banyak dihasilkannya bermain bersama teman sebanyanya, namun setelah menginjak masa remaja, Joseph mencoba membantu ayahnya berjualan sayur-mayur dari pasar ke pasar. Joseph mulai mencari pekerjaan tambahan lain ketika telah menginjak usia sekitar 16 tahun 1971, yakni bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik roti. Di tempat ini dapat dikatakan ia menerima penghasilan yang cukup lumayan untuk menambah sedikit-sedikit pendapatan ayahnya, karena pabrik mulai menetapkan peraturan- peraturan baru yang dirasa menyulitkannya, misalnya harus bisa pulang agak larut malam sementara upahnya tetap. Di pabrik itu pula Joseph bertemu atau berkenalan Universitas Sumatera Utara dengan seorang gadis yang sekarang menjadi istrinya yaitu seorang gadis etnis batak bernama Novita Yuli Br. Saragi. Setelah itu Joseph mencoba-mencoba mencari pekerjaan lain sebagai upaya meringankan beban orang tua dalam mencari uang. Setelah melalui upaya yang keras akhirnya dia kembali menemukan pekerjaan pada sebuah toko kain. Di tempat ini pun Joseph hanya mampu bertahan bekerja selama tiga tahun. Sehingga mengundurkan diri pada tahun 1976, karena berdasarkan penghasilan yang diperolehnya tidak memadai atau mencukupi menurut ukuran waktu kerja yang dijalaninya. Berdasarkan kesepakatan Joseph beserta istrinya, akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan lain yakni sebagai kenek bus ALS Medan-Jakarta dan istrinya sebagai pembantu rumah tangga dengan sistem pulang setiap hari. Hal ini dilakukan Joseph cukup lama, hampir 10 tahun. Setelah itu Joseph menjadi supir ke dua pada bus yang sama, namun trayeknya berbeda yaitu Medan-Jember. Sebagai supir, Joseph bisa bertahan selama 15 tahun 2001, akhirnya Joseph memutuskan untuk berhenti dari bus dengan alasan mata sudah mulai rabun dan kesehatan badan sudah sering terganggu akibat dari kurang tidur dan seringnya kena angin malam. Atas bantuan teman Joseph yang merupakan tetangganya berprofesi sebagai tukang becak dayung, maka Joseph pun mulai menggeluti usahanya sebagai pembawa becak. Pada awalnya Joseph merasa asing dengan usaha barunya itu seperti kata Joseph : “… biasa mijak gas, sekarang mendayung tapi nggak apa-apalah lama- lamakan terbiasa juga …” Joseph mengakui kalau hanya mengandalkan pendapatan dari becak untuk kebutuhan sehari-hari hanya pas-pasan saja, Joseph melakukan hal ini tidak seharian penuh, karena pada pagi hari becak yang sering ia bawa, dibawa narik oleh orang lain. Oleh karena itu, pada pagi hari Joseph bekerja sebagai sebagai pemulung barang bekas dengan kata lain “mulung” bagi Joseph merupakan pekerjaan utama. Penghasilan yang diperoleh Joseph diakui hanya pas-pasan saja mengingat kebutuhan yang harus ditutupi seperti keperluan sekolah anak-anaknya dan keperluan sehari-hari di dapur serta keperluan bulanan yakni bayar rekening listrik. Universitas Sumatera Utara Masa-masa pertama menjadi pemulung Joseph cukup mampu menghidupi kebutuhan sehari-hari bersama istrinya Ita. Ita tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai pemulung barang bekas dan mengurusi rumah serta kebutuhan mereka sehari- hari. Pendidikannya pun hanya sampai tamat sekolah dasar saja. Dalam bekerja Joseph tidak memakai kenek dengan alasan untuk penghematan selain itu atas pertimbangan beban yang dibawanya setiap hari tidak begitu berat. Uang yang diperolehnya dalam sehari tidak dapat disebut tergantung pada hasil mulungnya. Yang penting menurut Joseph bila mencukupi kebutuhan dalam sehari, misalnya kebutuhan dapur. Namun apabila dalam suasana hari-hari besar atau adanya perayaan-perayaan Joseph mengaku banyak penghasilan yang diperolehnya. Ketika ditanya tentang kepulangan dari memulung Joseph mengakui ia tetap pulang pada jam dua belas siang, karena setelah jam 12 ia akan membawa becak untuk nyari sewa. Hingga sekarang Joseph bersama keluarganya menetap di Pancur Batu. Rumah ini disewa sejak perpindahan yang kedua kalinya, dimana yang terakhir dari kawasan jalan H.M.Yamin Medan. Tiap bulan ia mesti mebayar uang sewa rumah tersebut sebesar Rp. 200.000,-. Rumah itu rumah petak yang berlantai semen dan berdinding papan serta beratap seng. Tidak terdapat pembatas antara lantai dengan atap yang berfungsi sebagai langit-langit rumah. Warna rumah itu putih dicat dengan memakai cat air, serta tidak mempunyai pagar dihalamannya. Pintu rumah ini ada dua, sebuah berada di muka dan satu lagi berada di belakang dekat dapur yang menghadap ke jalan atau gang. Semua jendela terbuat dari papan kecuali yang dekat dengan pintu depan ada terbuat dari nako. Untuk keluar masuk rumah mereka biasanya mempergunakan pintu belakang dengan alasan karena tamu jarang datang dan lebih dekat ke gang. Rumah mereka terdiri dari dua ruangan dimana pada ruangan depan merupakan ruang tamu yang yang dilengkapi bermacam perabotan. Untuk tamu terletak satu set kursi tamu yang berwarna coklat, kemudian ada lemari perabot yang disusun menghadap ke pintu, di dalamnya terletak beberapa barang keramik dan gelas-gelas. Lemari itu terdiri dari dua tingkat. Tingkat bawah terbagi lagi menjadi dua bagian yang berlaci serta bagian yang tertutup dengan lembar kaca yang bisa Universitas Sumatera Utara digeserkan ke kanan dan ke kiri. Pada laci itu tersimpan berbagai barang pecah belah, sedangkan pada bagian satunya lagi tersusun pula beberapa gelas. Pada bagian atasnya juga tertutup dengan dua lembar kaca, pada bagian sampingnya terdapat laci yang senantiasa terkunci, dimana biasanya ia menyimpan uangnya. Di atas lemari terletak sebuah televisi berwarna ukuran 14 inci. Semuanya ini dibeli Joseph sewaktu bekerja pada bus ALS. Di dinding juga terpajang sebuah kalender yang bergambar pemandangan. Di sudut ruangan sebelah kanan dari pintu masuk terdapat kamar yang dijadikannya Joseph dan keluarganya sebagai ruangan tidur sehari-hari. Di dapur Ita memasak mempergunakan dua buah kompor, tetapi yang lebih sering dipakainya hanya satu saja, yakni yang paling kecil sedangkan yang satu lagi lebih sering dipakai untuk memasak-masakan tertentu. Kompor diletakkan di atas sebuah meja kayu yang cukup kokoh, dibawahnya biasa diletakkan botol-botol minyak lampu serta sebuah jerigen besar. Di samping kompor terletak sebuah rak piring dari aluminium tempat meletakkan piring, gelas, dan baskom. Ada dua buah kuali di dinding tepat diatas kompor. Kamar mandi berada satu ruangan dengan dapur yang dipakai untuk segala keperluan sehari-hari. Air yang mereka pakai setiap hari memakai air PAM. Untuk penerangan diapakai listrik. Keluarga Joseph biasa membayar rekening antara Rp. 15.000,- sampai Rp. 20.000,- per bulan. Menurut Joseph pemakaian listrik ini pun biasanya banyak pada malam hari saja. Pada pagi hari praktis tidak terpakai. Seorang Joseph mempunyai anak hasil perkawinannya dengan Ita sebanyak tiga orang, yaitu dua orang laki-laki dan satu orang perempuan. Anak pertama mereka berumur 11 tahun, telah bersekolah dan duduk di kelas 5 SD Negeri di Pancur Batu. Mereka memberi nama Rawendra. Sehari-hari sepulang dari sekolah Rawendra hanya bisa membantu Ita bekerja mengurusi rumah. Anak mereka yang kedua bernama Sri Dewi yang usianya tidak lebih muda dari abangnya. Panggilan hari-hari Sri. Sekarang masih bersekolah di SD Negeri bersama dengan abangnya dan telah duduk di kelas 2. Sri Dewi memiliki tubuh agam gemuk seperti ayahnya, tetapi matanya lebih mirip ibunya. Adalah tugas Joseph untuk mengantar kedua anaknya ini pergi sekolah setiap hari. Kebetulan arah jalan dekat ke tempat bekerja Joseph. Pulang sekolah biasanya Universitas Sumatera Utara Rawendra dapat pergi sendiri, tetapi kadang di jempat oleh Joseph atau Ita. Anak Joseph yang paling bungsu seorang laki-laki masih berumur lima tahun dan belum bersekolah bernama Radja. Kulit Radja agak putih dibandingkan dengan kedua kakaknya. Joseph sehabis pulang kerja sering bermain dengan Radja sambil menanti saat mandi atau makan malam. Waktu pulang Joseph setiap hari siang jam 12. Selain bermain bersama anak-anak kemudian pergi mandi. Joseph mengaku merasa lebih segar kalau bisa bermain bersama anak-anaknya apabila sehabis pulang kerja. Seperti kata Joseph : “… hilang rasanya capek kalau sudah berjuma dan main-main sama anak- anak. Habis saya kan tidak sempat punya banyak waktu demikian setiap harinya”. Kenyataannya pada hari libur pun Joseph tetap memanfaatkan untuk bekerja. Bagi Joseph waktu adalah uang. “… sekarang waktu adalah uang, tidak bekerja tidak ada uang …”. Untuk saya kebutuhan sehari-hari Joseph menyerahkan ke istrinya Ita. Termasuk keperluan sekolah anak-anak mereka. Ita sendiri biasanya menghabiskan biaya untuk keperluan makan sehari-hari antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 250.000,- per bulannya. Memang jumlah uang yang diberikan Joseph kurang untuk keperluan sehari-hari dalam sebulan, umtuk mengatasi itu Ita menambahkannya dengan uang hasil pulungannya.

4.3. Keluarga Parasian Purba Nama

Dokumen yang terkait

Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

7 122 122

Pengaruh Pengembangan Industri Kerupuk Opak Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus : Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang)

0 24 111

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

0 5 102

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 14

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 16

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 41

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 24