4.5. Keluarga Marco Butar-Butar Nama
: Marco
Butar-Butar Umur
: 44
Tahun Nama Istri
: Rintang Agama
: Kristen Protestan Jumlah tanggungan
: 3 tiga Orang Lama Menjadi Pemulung : 12 Tahun
Penghasilan per Bulan : 400.000-450.000
Marco memiliki bentuk tubuh sedikit lebih pendek dari sesama pemulung barang bekas, berambut keriting dengan rambut putihnya yang mulai kelihatan.
Ditempat lokasi kerjanya ia termasuk orang yang gemar bercerita apa saja. Suara Marco termasuk agak berat dan agak serak menambah kekhasan sosok Marco di
antara rekannya yang lain sesama pemulung barang bekas. Marco dilahirkan di Medan masih dalam wilayah Kecamatan Medan Baru
sekarang yakni di Jalan Darat, pada tahun 1953. Dia berasal dari keluarga pekerja, dimana orang tuanya dulu bekerja ikut rombongan pengangkut tembakau pada
beberapa perkebunan yang dulu pernah ada di kota Medan. Namun saat ini kedua orang tuanya sudah meninggal. Marco saat ini bersama keluarganya tinggal di desa
Namo Bintang. Dalam keluarga Marco telah banyak mendapat pendidikan dan pengajaran
yang keras dari orang tuanya. Hal ini tentu saja disebabkan posisinya sebagai anak yang paling besar di antara lima orang bersaudara. Saat ini hanya Marco yang masih
tinggal di Namo Bintang, saudaranya yang lain telah lama merantau di daerah Jawa seperti Jakarta, Cirebon dan lain-lain. Marco hanya mampu duduk di kelas 3 SD.
Selain dihimpit masalah keuangan juga peranan orang tua yang tidak mendukung karena menganggap bersekolah hanya membuang waktu saja. Adanya himpitan
keuangan waktu itu membuat pikiran orang tuanya begitu mengharapkan Marco agar bisa mencari kerja, sekedar meringankan beban orang tuanya.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat Marco menghentikan kegiatan sekolahnya pekerjaan pertama yang dia lakukan adalah ikut membantu orang tuanya sebagai pengangkut tembakau di
beberapa kawasan perkebunan seperti Binjai dan lainnya. Sampai di kawasan jalan Iskandar Muda sekarang juga masih sempat ikut dalam hal pengangkutan bahan
bangunan seperti pasir, batu kerikil, dan lainnya. Karena di daerah itu dulu banyak terdapat panglong, Marco praktis tidak memiliki pekerjaan lain selain hanya
membantu orang tua bekerja. Pada usia yang ke 29 Marco menikahi Rintang yang dijodohkan orang tuanya
lebih dahulu. Rintang diakuinya termasuk berasal dari kerabat dekat juga. Marco mengakui tidak banyak berkomentar sewaktu pertama sekali di kenalkan dengan
Rintang. Disaat perjumpaan pertama menuju ke jenjang perkawinanpun waktu itu memang dirasakan cepat. Hal ini disebabkan tidak begitu banyak pembicaraan yang
pelik akibat kedua pihak masih tergolong kerabat dekat, dalam hal ini Marco adalah anak laki-laki dari Mamanya saudara laki-laki dari ibu Rintang.
Setelah menikah ia masih bekerja pada bidang pengangkutan barang, tetapi pada waktu itu Marco belum memiliki kendaraan sendiri. Hampir setahun ia menjadi
kenek pada seseorang yang juga rmasih tetangga yang dulunya kenalan keluarganya. Tidak lama kemudian Marco mengakhiri pekerjaanya sebagai kenek dan beralih
menjadi pemulung barang bekas dengan alasan upah yang diterima tidak sebanding dengan pekerjaan.
Situasi sewaktu pertama kali menjadi pemulung barang bekas Marco sendiri mengakui rejekinya cukup lumayan juga, walaupun barang-barang bekas tidak setiap
hari banyak didapatkan, namun ia termasuk mampu memastikan waktu itu berapa uang yang dapat diperolehnya. Dalam penghitungan rata-rata seminggu bisa lebih
dari Rp. 175.000,- sampai Rp.180.000,- kadang bisa lebih misalnya sewaktu ada perayaan hari besar tertentu seperti lebaran, natal dan lain-lain, karena barang-barang
bekas sampah semakin banyak. Bekerja sendiri cukup dirasakan berat juga sebenarnya oleh Marco. Hal ini pasti dialami semua orang yang bekerja seperti yang
dikatakan oleh Marco:
Universitas Sumatera Utara
...mungkin sekedar penyesuaian badan saja, beberapa hari juga hilang waktu itu dan yang penting sebenarnya cukup tidur saja kalau malam....
Saat bekerja Marco tetap memilih lokasi mangkalnya tempat sekarang ini yakni di TPA desa Namo Bintang. Tidak sulit baginya berbaur dengan sesama
pemulung lain, soalnya kebanyakan masih dalam satu golongan suku bangsa. Setelah hampir dua tahun masa perkawinannya dengan Rintang, ia
memperoleh anak pertama seorang laki-laki. Namun tidak berapa lama meninggal dunia akibat terserang infeksi yang diduga dari tali pusarnya. Memang waktu itu
pertolongan persalinan Rintang dilakukan seorang dukun bayi tetangga mereka, akibat kondisinya yang waktu itu agak darurat. Situasi tersebut merupakan pukulan
bagi Marco karena sebelumnya sangat mengharapkan yang lahir seorang laki-laki dimana dapat meneruskan keturunannya kelak.
Anak Marco yang kedua seorang laki-laki diberi nama Cemun. Saat ini sudah duduk di sekolah dasar kelas 6. Anak ini agak kurus dan pendiam tidak seperti orang
tuanya termasuk gemuk. Menurut Rintang mungkin mirip dengan neneknya. Cemun lahir dengan pertolongan dokter di rumah sakit. Menurut Marco waktu Rintang
mengandung, Ia sering memeriksakannya ke rumah sakit soalnya takut terulang peristiwa dulu. Bahkan menjelang kelahirannya Rintang sudah diopname untuk
menjaga hal yang tidak diingirkan. Setiap harinya Marco mulai menjalankan aktifitasnya pada pukul 06.00 WIB
pagi setelah selesai mandi ia pun langsung berangkat kerja. Persiapan untuk sarapan memang jarang dibuat, soalnya menurut Marco ia lebih sering sarapan di tempat
lokasi kerjanya. Persiapan lainnya adalah membantu Cemun untuk berangkat ke sekolah, seperti membantu memandikan maupun menyiapkan sarapan seadanya.
Kesekolah biasanya Cemun tidak perlu lagi diantar berhubung teman-temannya satu sekolah banyak yang pergi bersama-sama.
Marco mengaku dalam hal keuangan secara dominan memang ia pegang. Tapi ia memiliki alasan misalnya ada kebutuhan yang tidak terduga yang tidak sempat ia
minta kepada istrinya. seperti diketahui Marco termasuk jarang untuk pulang ke rumah kalau urusannya tidak begitu penting sekali. Selain itu untuk urusan yang agak
Universitas Sumatera Utara
penting masalah keuangannya biasanya dipegang oleh Marco seperti uang keperluan sekolah anak-anaknya, biaya rekening listrik dan lain sebagainya.
Saat ini keluarga Marco tinggal di sebuah rumah kontrakan yang berukuran 4 x 8 meter persegi, bentuk rumah petak yang terbuat dari papan. Letak rumah itu
tepat diujung gang dan hanya mampu dilewati sepeda motor saja. Tiap tahun Marco harus membayar sebanyak Rp. 1.200.000,- untuk bayaran rumah mereka itu.
Rumah itu mempunyai satu pintu berada di depan dan sati lagi dibelakang dekat dapur, pintu depan lebih sering tertutup karena untuk keluar masuk mereka
sering menggunakan pintu belakang. Atap rumah terbuat dari seng dan terdapat langit-langit dari asbes yang sudah menghitam. Di ruangan depan terdapat satu set
kursi rotan dan satu buah kamar yang dipakai sebagai tempat tidur, dan ruangan untuk tempat penyimpanan barang yang sudah tidak diperlukannya lagi. Diruangan depan ini
juga terdapat televisi berwarna ukuran 14 inci yang bersandar dengan dinding dapur. Disebelahnya ada sebuah meja makan namun jarang dipakai yang letaknya agak
disudut. Diatas televisi ada tergantung jam dinding warna kuning tua selain itu beberapa gambar dari potongan kalender yang ditempel di dinding. Jendela terbuat dari
kaca nako namun selalu ditutup karena kondisinya yang rusak ketika di buka. Di dapur hanya ada satu rak piring berukuran kecil dan sebuah lemari kayu satu pintu. Kamar
mandi berada satu ruangan dengan dapur.
Universitas Sumatera Utara
BAB V ANALISA DAN KESIMPULAN