Apa yang diutarakan oleh Rodger tersebut, memang ada persamaan dengan pemulung disini, terutama dengan persoalan ekonomi dan pendidikan. Namun dalam
hal kondisi hunian untuk kasus disini, seperti yang telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya, adalah cukup berbeda dengan apa yang digambarkan oleh Rodger
tersebut. Karena, secara umum mereka sudah tinggal menetap dalam hunian yang semi permanen yang disewa atau dikontrak oleh mereka. Selain itu, mereka telah
menjadi anggota masyarakat setempat telah terorganisir dan terkontrol baik, sehingga kondisinya sedikit lebih baik dari mereka yang kurang terorganisir dan tinggal dalam
hunian yang tidak jelas statusnya. Untuk kebutuhan air minum yang bersih dan sehat pun disini terpenuhi dengan baik.
Itulah beberapa deksripsi seputar perekonomian pemulung, yang memang tergambar dalam penelitian ini. Kemudian untuk keadaan pendidikan pemulung ini
akan dibahas dalam permbahasan selanjutnya di bawah ini.
b. Seputar Pendidikan
Menurut Rodger seperti dikutip oleh Septiarti 1994, untuk orang-orang seperti ini, dibidang sosial ada pada strata “terendah” dalam masyarakat, dengan
tingkat pendidikan rendah, atau sama sekali belum pernah menikmati bangku pendidikan jauh dari jangkauan fasilitas umum.
Berdasarkan pengamatan dan informasi, seperti yang sebelumnya telah diutarakan, untuk pendidikan mereka umumnya memang terbilang rendah. Sangat
jarang ditemui yang berpendidikan menengah apalagi pendidikan tinggi. Informan Maman bukan nama sebenarnya, menuturkan karena faktor pendidikan mereka
Universitas Sumatera Utara
kurang dan faktor tidak punya uang untuk modal, maka bekerja sebagai pemulung yang memang gratis dan tidak membutuhkan modal yang besar lebih baik ia
menambahkan, rata-rata pemulung disini untuk pendidikannya adalah SD kelas enam dan SMP kelas tiga.
Untuk kasus pendidikan para pemulung ini ada kesamaan dengan apa yang diutarakan oleh Rodger tersebut. Berdasarkan keterangan tersebut, bila pendidikan
para pemulung dikelompokkan menjadi dua yaitu pendidikan rendah untuk mereka yang tidak pernah sekolah dan yang pernah menduduki Sekolah Dasar SD dan
pendidikan tinggi untuk mereka yang mencapai tingkat SLTP atau yang sederajat sampai Perguruan Tinggi atau Akademi. Maka pemulung yang ada disini untuk
tingkat pendidikannya dapat dikatakan masih rendah. Walaupun keadaan pendidikan mereka relatif rendah, namun secerah harapan
untuk pendidikan, terutama harapan adanya perbahan kearah kemajuan dalam pendidikan generasi setelah mereka yakni putera-puterinya cukup besar. Seperti
penuturan Ibu Yani bukan nama sebenarnya beserta suaminya, mereka tidak mau putra-putrinya berhenti sekolah, sekalipun hanya pada tingkat Sekolah Dasar saja.
Mereka senang dan berharap agar anak-anak mereka tetap sekolah mendapatkan pendidikan, pen. Harapan lainnya, seperti penuturan informan Ali, mengharapkan
anak-anaknya dan juga anak-anak pemulung lainnya mendapatkan perhatian dan tunjangan pendidikan, baik dari pemerintah maupun instansi lainnya yang merasa
turut peduli akan keadaan mereka. Dari beberapa keterangan tersebut, dipahami bahwa harapan mereka, terutama
untuk perbaikan pendidikan anak-anak mereka sebagai generasi penerus mereka
Universitas Sumatera Utara
cukup besar. Mereka tidak menginginkan anak-anak mereka mengalamai keadaan nasib yang sama dengan mereka.
Pada masa sekarang, terutama dengan semakin melambungnya biaya pendidikan, bagi orang-orang seperti mereka adalah cukup menjadi beban. Dimana,
harapan-harapan mereka untuk menyekolahkan anak-anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi menjadi bahan pertimbagan tersendiri. Terutama alasan biaya,
adalah menjadi salah satu pertimbangannya. Kenyataannya, memang masih banyak orang-orang dasn anak-anak terutama
yang masa depannya masih menjadi tanda tanya besar. Dan sekiranya kasus orang- orang ini menjadi bahan renungan tersendiri bagi kita yang memang peduli dan mau
peduli, terutama pada seputar persoalan bangsa ini.
c. Seputar Sosial