Purun T.latifolia Mendong S.californicus
Padi Liar Z.miliacea 75
64 74
6,67 2,00
6,33 0,066
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mean rank purun adalah 6,67 cm, mendong 2,00 cm dan padi liar 6,33 cm. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,066,
berarti pada alpha 5 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan tinggi tumbuhan purun, mendong dan padi liar. Untuk tumbuhan perlakuan didapatkan hasil
uji statistik pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Distribusi Rata-rata Tinggi Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi Liar Pada Perlakuan
Variabel Rata-rata tinggi
tumbuhan cm Mean Rank
p Value
Purun T.latifolia Mendong S.californicus
Padi Liar Z.miliacea 74
59 68
8,00 2,00
5,00 0,027
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mean rank purun adalah 8,00 cm, mendong 2,00 cm dan padi liar 5,00 cm. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,027,
berarti pada alpha 5 dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan tinggi tumbuhan purun, mendong dan padi liar.
4.5 Akumulasi Kromium dalam Tumbuhan
Untuk mengetahui kemampuan tumbuhan purun, mendong dan padi liar dalam mengakumulasi kromium maka diperlukan perhitungan Bioaccumulation
Factor BAF. Faktor bioakumulasi didefinisikan sebagai rasio antara kandungan kromium dalam tumbuhan dengan kandungan kromium di tanah. Hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11. Analisa Nilai Bioaccumulation Factor BAF
Tumbuhan Nilai BAF
Purun T.latifolia Mendong S.californicus
Padi liar Z.miliacea 1,044
0,824 0,604
Tumbuhan purun memiliki nilai BAF sebesar 1,044, mendong nilai BAF adalah 0,824, dan padi liar nilai BAF adalah 0,604. Purun mempunyai kemampuan
akumulasi kromium yang lebih besar dari mendong dan padi liar karena mempunyai nilai BAF 1.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Penurunan Kandungan Kromium Dalam Tanah
Penyerapan kromium oleh tumbuhan purun T.latifolia, mendong S.californicus dan padi liar Z.miliacea menyebabkan penurunan kromium dalam
tanah. Hal ini terlihat pada semua pot percobaan terjadi penurunan kandungan kromium di tanah, termasuk untuk pot kontrol. Adanya kandungan kromium pada
tanah dalam pot tumbuhan kontrol diduga karena tanah yang digunakan untuk penelitian ini telah mengandung kromium, karena secara alamiah kromium
ditemukan dalam konsentrasi yang rendah pada batuan dan tanah. Tanah yang digunakan diambil dari tempat asal tanaman tersebut tumbuh.
Hasil penelitian diketahui penurunan kromium yang terbanyak pada tanah kontrol yang ditanami tumbuhan purun sebesar 11,6 μgg dengan persentase
penurunan sebesar 79 . Sedangkan pada tanah dengan lindi perlakuan didapatkan penurunan kromium yang terbanyak pada tumbuhan purun sebesar 26,6 μgg dengan
persentase penurunan sebesar 63. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p =
0,008 pada kontrol, berarti pada alpha 5 ada perbedaan yang signifikan rata-rata penurunan kromium di tanah. Sedangkan pada perlakuan didapatkan nilai p = 0,008
berarti pada alpha 5 ada perbedaan yang signifikan penurunan kandungan kromium di tanah.
Universitas Sumatera Utara
Secara statistik didapatkan adanya penurunan kromium di tanah pada 0 hari dan 28 hari yang signifikan baik pada kontrol maupun pada perlakuan.
Hasil analisis pada Gambar 4.1. menunjukkan penurunan kandungan kromium dalam tanah oleh tumbuhan purun T.latifolia lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penurunan kromium di tanah yang ditanami mendong dan padi liar. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan purun T.latifolia mampu menyerap kromium dalam
tanah. Kemampuan menyerap kromium yang lebih tinggi ini disebabkan karena sistim perakaran tumbuhan purun yang mempunyai akar tunggang yang bercabang
banyak, sebagaimana yang dilaporkan Adji 2006 bahwa tumbuhan yang akarnya bercabang banyak akan menyebabkan penyerapan oleh akar lebih tinggi. Penelitian
Adji 2006 bahwa eceng gondok mampu menurunkan kromium dalam tanah sebesar 14,78, mendong sebesar 34,48, haramay sebesar 40, dan akar wangi sebesar
40,88. Kemampuan purun menyerap kromium tidak terlepas dari sistem perakaran
yang dimiliki dan aspek fisiologis tumbuhan tersebut. Sebagaimana yang dilaporkan Mahir 2008 bahwa semakin panjang akar dan semakin banyak akar yang dimiliki
maka semakin cepat proses penyerapan logam berat. Hal ini didukung oleh Shanker dkk 2005 bahwa kromium lebih banyak diserap pada akar dibanding daun.
Adanya kandungan kromium di tanah dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Tanah yang terkena kromium dalam konsentrasi di atas ambang batas,
mungkin tidak merusak tanah, namun apabila tanah tersebut ditanami, maka tumbuhan yang ditanam pada tanah tersebut akan mengakumulasi logam berat
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi tumbuhan, hewan dan kesehatan manusia yang mengkonsumsi tanaman tersebut.
Keberadaan kromium di lingkungan dapat menyebabkan efek kronis pada organisme. Efek tersebut dapat timbul karena proses bioakumulasi logam berat
kromium dalam jaringan tubuh organisme. Dampak negatif kromium pada manusia salah satunya adalah kerusakan ginjal dan kanker paru-paru.
5.2 Akumulasi Kromium pada Tumbuhan
Setiap tumbuhan memiliki sensitifitas terhadap logam berat dan memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Dari
hasil penelitian didapatkan tumbuhan yang mampu mengakumulasi kromium dalam jumlah besar adalah mendong S.californicus
sebesar 7,66 μgg pada kontrol, demikian pula pada perlakuan didapatkan tumbuhan mendong mampu
mengakumulasi kromium sebesar 33,33 μgg. Adanya akumulasi kromium dalam jaringan tumbuhan kontrol diduga karena anakan yang diambil telah menyerap
kromium dari tanah tempat tumbuh sebelumnya. Analisis statistik dengan menggunakan uji Kruskall-Wallis untuk kontrol
didapatkan bahwa mean rank kromium dalam tumbuhan purun adalah 3,67 μgg,
mendong 6,17 μgg dan padi liar 5,17 μgg. Hasil uji statistik didapatkan nilai p =
0,513, berarti pada alpha 5 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan kandungan kromium dalam tumbuhan pada ketiga jenis tumbuhan tersebut.
Analisis statistik untuk perlakuan didapatkan bahwa mean rank kromium dalam tumbuhan purun adalah 4,67
μgg, mendong 6,67 μgg dan padi liar 3,67 μgg.
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,381, berarti pada alpha 5 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan kandungan kromium dalam tumbuhan pada ketiga jenis
tumbuhan tersebut. Artinya ketiga jenis tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan penyerapan kromium relatif sama.
Penyerapan kromium berawal pada sel-sel akar. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Panda dan Choudhury 2005 bahwa akar memiliki eksudat yang mengandung
asam organik untuk membentuk kompleks bersama kromium, sehingga menyebabkan kromium lebih mudah diambil oleh tumbuhan. Demikian pula yang disebutkan
Brooks 1998 ion kromium masuk ke dalam sel melalui protein transpor pada membran plasma. Transpor logam kromium dalam akar menuju bagian pucuk
tumbuhan melalui transpor ligan dalam membran akar. Transpor ligan tersebut akan menembus xylem dan terus menuju sel daun. Selanjutnya akan melewati
plasmalemma, sitoplasma dan tonoplasma untuk memasuki vokuola. Kandungan kromium dalam daun mungkin juga disebabkan oleh proses
penyerapan yang terjadi di dalam akar. Penelitian yang dilakukan oleh Gosh dan Singh 2005 memperlihatkan bahwa ternyata kromium terakumulasi banyak di akar
dan sangat sedikit diakumulasi ke daun. Suwondo dkk 2005 menyebutkan terjadinya akumulasi di akar juga disebabkan karena di akar terjadi serapan ion secara
aktif, sehingga ion-ion logam tersebut secara aktif terakumulasi di dalam epidermis akar. Sedangkan kecendrungan tingginya kromium pada organ batang dibandingkan
organ daun kemungkinan disebabkan karena mekanisme berbeda yang terjadi pada tumbuhan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Adanya akumulasi logam berat kromium pada tumbuhan mengindikasikan adanya mekanisme fitoremediasi. Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan untuk
meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan, karena tumbuhan mempunyai kemampuan menyerap logam dan mineral yang tinggi dari media tanamnya.
Mekanisme yang terjadi pada tumbuhan purun T. latifolia, mendong S. californicus dan padi liar Z. miliacea adalah mekanisme fitoekstraksi.
Mekanisme fitoekstraksi meliputi penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan selanjutnya ditranslokasikan ke dalam organ tumbuhan Ghosh dan Singh,
2005. Pada prosesnya pengubahan kontaminan terjadi di bagian akar dan sebagian di antaranya diakumulasikan ke dalam biomassa tumbuhan yaitu bagian batang maupun
daun.
5.3 Tinggi Tumbuhan Purun, Mendong dan Padi Liar