64
wilayah desa. Dari sektor pertanian masih banyak kendala yang dihadapi. Ketika musim panen, harga cenderung turun padahal dari segi biaya yang
dikeluarkan cukup besar sehingga petani hanya mendapatkan keuntungan sedikit.
4.2. Profil Responden
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan obyek penelitian berupa para petani cabai merah keriting yang tersebar di Desa
Ketep. Jumlah petani yang dijadikan sampel adalah sebanyak 100 orang. Dimana dalam penentuan sampel peneliti menggunakan metode Cluster area
random sampling. Yang berarti bahwa jumlah petani yang dijadikan sampel
adalah masing-masing 20 orang untuk tiap-tiap dusun. 20 sampel dari masing-masing dusun tersebut kemudian di cluster kembali berdasarkan luas
lahan garapan sawah yang dimiliki, yakni 10 sampel untuk petani dengan luas lahan antara 1000-2500 m
2
dan 10 sampel untuk petani dengan luas lahan 2501-5000 m
2
. Petani di Desa Ketep yang menjadi sampel umumnya menjadikan
kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian utama. Selain digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, pertanian juga mereka gunakan
sebagai alat tabungan mereka di masa depan.
4.2.1. Umur Petani
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa umur petani pada usahatani cabai merah keriting di Desa Ketep sebagai berikut:
65
Tabel 4.6
Umur Petani Cabai Merah Keriting di Desa Ketep No Dusun
∑ Umur Petani tahun
21-30 31-40 41-50 51-60 1 Ketep
20 3
8 8
1 2 Dadapan
20 2
7 10
1 3 Gondangsari
20 8
6 6
- 4 Gintung
20 10
6 2
2 5 Puluhan
20 7
5 7
1 100
30 32
33 5 Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas umur responden dapat digambarkan dengan diagram berikut ini :
Gambar 4.1 : Diagram Umur Petani
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa umur petani cabai merah keriting di Desa Ketep yaitu terdapat 33 petani 33 berumur 41-50 tahun dan 5
petani 5 berumur antara 51-60 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian petani cabai merah keriting berumur antara 41-50 tahun. Sedangkan
responden yang paling sedikit jumlahnya yaitu petani yang berumur antara 51-60 tahun dikarenakan umur petani dengan kisaran tersebut stamina serta
tenaga dalam bekerja semakin berkurang.
66
4.2.2. Jenis Kelamin Petani
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa jenis kelamin petani pada usahatani cabai merah keriting di Desa Ketep adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.7
Jenis Kelamin Petani Cabai Merah Keriting di Desa Ketep
No Dusun
∑ Jenis Kelamin Petani
Laki-laki Perempuan 1 Ketep
20 20
- 2 Dadapan
20 16
4 3 Gondangsari
20 18
2 4 Gintung
20 19
1 5 Puluhan
20 20
- 100
93 7 Sumber: Data Primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel 4.7 di atas rasio jenis kelamin petani dapat digambarkan dengan diagram berikut ini:
Gambar 4.2 : Diagram Jenis Kelamin Petani
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa petani cabai merah keriting di desa Ketep lebih banyak petani laki-lakinya yaitu sebesar 93 atau 93 petani,
sedangkan untuk petani perempuan sebesar 7 atau 7 petani. Pekerjaan di
67
sawah untuk usahatani cabai merah keriting termasuk pekerjaan yang berat sehingga usahatani tersebut didominasi oleh petani laki-laki.
4.2.3. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa tingkat pendidikan petani cabai merah keriting di Desa Ketep adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Tingkat Pendidikan Petani Pada Usahatani Cabai Merah Keriting
Di Desa Ketep
No Dusun ∑
Tingkat Pendidikan SD
0-6 Tahun SLTP
7-9 Tahun SLTA
10-12 Tahun 1 Ketep
20 15
3 2
2 Dadapan 20
20 -
- 3 Gondangsari
20 11
6 3
4 Gintung 20
15 2
3 5 Puluhan
20 10
7 3
100 71 18
11 Sumber: Data Primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel 4.8 di atas rasio tingkat pendidikan petani dapat digambarkan dengan diagram berikut ini:
Gambar 4.3 : Diagram Tingkat Pendidikan Petani
Berdasarkan data Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa petani yang tamat SD sebanyak 71, tamat SLTP sebanyak 18 dan tamat SLTA sebanyak
68
11. responden kebanyakan berasal dari latar belakang pendidikan yang rendah. Para petani umumnya berpendidikan rendah. Dimana kebanyakan
mereka hanya tamat Sekolah Dasar. Hal ini yang dimungkinkan menjadikan pola pikir mereka menjadi sederhana. Tingkat pendidikan yang rendah
ditunjukkan dengan lamanya waktu menempuh pendidikan yang sangat singkat yaitu hanya 6 tahun saja. Pendidikan yang rendah dikarenakan
rendahnya perekonomian keluarga pada saat itu, sehingga keterbatasan pendidikan menjadi alasan mereka untuk menjadi seorang petani.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan tersebut adalah sulitnya perekonomian pada saat itu membuat para petani tidak mampu
menempuh pendidikan yang tinggi. Tuntutan untuk membiayai hidup lebih besar dari pada mencapai pendidikan yang tinggi. Pengalaman tentang
bertani yang menjadi modal utama para petani. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan serta pengalaman
yang dimiliki, sehingga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan.
4.2.4. Pekerjaan Pokok Petani