persoalan matematika dengan caranya sendiri, dan membantu peserta didik mengembangkan kompetensi dan keterampilannya untuk memecahkan
masalah. 4 Matematika sebagai alat komunikasi. Sebagai implikasi, guru perlu
mendorong peserta didik agar mengenal sifat matematika, membaca dan menulis matematika. Peserta didik juga perlu didorong agar menghargai
bahasa pokok dalam membicarakan matematika.
2.1.2 Pemecahan Masalah Matematika
Aspek penilaian pembelajaran matematika dibagi menjadi tiga yaitu pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta pemecahan masalah.
Kriteria dari ketiga aspek tersebut menurut Zulaihah 2006:19 adalah sebagai berikut.
1 Pemahaman Konsep Menilai ranah pemahaman konsep berarti menilai kompetensi dalam
memahami konsep, melakukan algoritma rutin yang tepat dan efisien. Indikator yang digunakan untuk menilai ranah pemahaman konsep diantaranya adalah:
menyatakan ulang sebuah konsep; mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat- sifat tertentu; memberi contoh dan noncontoh dari konsep; menyajikan konsep
dalam berbagai bentuk representasi matematis; mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur
atau operasi tertentu; dan mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
2 Penalaran dan Komunikasi Menilai ranah penalaran dan komunikasi berarti menilai kompetensi dalam
melakukan penalaran dan mengomunikasikan gagasan matematika sifatnya rutin maupun nonrutin. Indikatornya adalah: menyajikan pernyataan matematika
secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram; mengajukan dugaan; melakukan manipulasi matematika; menarik kesimpulan; menyusun bukti, memberikan
alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; menarik kesimpulan dari pernyataan; memeriksa kesahihan suatu argumen; dan menemukan pola atau sifat dari gejala
matematis untuk membuat generalisasi. 3 Pemecahan Masalah
Menilai ranah pemecahan masalah berarti menilai kompetensi dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, serta menyelesaikan
masalah. Indikatornya
adalah: menunjukkan
pemahaman masalah,
mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah; menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk; memilih
pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat; mengembangkan strategi pemecahan masalah; membuat dan menafsirkan model matematika dari
suatu masalah; dan menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Menurut Gagne dalam Suherman 2003:33, dalam belajar matematika
terdapat dua objek yang dapat diperoleh peserta didik yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung yang dimaksudkan berupa fakta,
keterampilan, konsep, dan aturan. Sedangkan objek tak langsung antara lain
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan mengetahui bagaimana semestinya belajar.
Gagne dalam Suherman 2003:89 mengemukakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.
Pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan oleh Gagne, yaitu: belajar tanda signal learning, belajar stimulus-
respon stimulus-response learning, jalinan chaining, jalinan verbal verbal chaining, belajar membedakan descrimination learning, belajar konsep
concept learning, belajar kaidah rule learning, dan pemecahan masalah problem solving. Sebagaimana dikemukakan oleh Anni 2005:66, proses
pemecahan masalah dilakukan dengan cara menghubungkan beberapa kaidah sehingga membentuk kaidah yang lebih tinggi higher order rule yang seringkali
dilahirkan sebagai hasil berpikir pada waktu pembelajar menghadapi masalah baru.
Tingkat kesulitan soal pemecahan masalah harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Piaget
dalam Suherman 2003:37 menjelaskan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis sebagai berikut.
1 Tahap sensori motor usia 0 sampai sekitar 2 tahun. Pada tahap ini pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik gerakan anggota tubuh dan
sensori koordinasi alat indra. 2 Tahap pra operasi dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7
tahun. Tahap ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian
operasi konkrit.Operasi yang dimaksudkan adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan objek, menata letak benda menurut
urutan tertentu, dan membilang counting. 3 Tahap operasi konkrit dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar
umur 11 tahun. Umumnya pada tahap ini individu telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam
memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan mengurutkan objek, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang
yang berbeda, dan mampu berpikir reversibel. 4 Tahap operasional formal usia sekitar 11 tahun dan seterusnya. Tahap ini
merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Individu sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang
abstrak. Pada tahap ini individu telah memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran hipotetik-deduktif dan memiliki kemampuan berpikir
kombinatorial.
2.1.3 Hasil Belajar