56 air sungai. Sungai yang berdebit air rendah serta kotor akan potensial memunculkan persoalan
kesehatan.
4.4.2. Kriminalitas dan Minimnya Fasilitas Umum Personal Security
Meski belum sampai dilabeli negara lemah, namun secara umum di Denpasar rendahnya ketidakamanan personal bisa menjadi peringatan atas lcukup baiknya kapasitas
infrastruktural dan koersif pemerintah daerah. Namun hal ini masih saja dibarengi dengan masih cukup rendahnya ketersediaan fasilitas umum fasum yang menjamin keselamatan
warga di Kota Denpasar. Lemahnya kapasitas infrastruktural dan koersif mengindikasikan adanya kerentanan internal dan pada akhirnya menggerus karakteristik penting negara yang
kuat, yakni kemampuan negara memonopoli perangkat kekerasan the instuments of violence. Kurangnya fasum penjamin keselamatan masyarakat, seperti rambu-rambu, juga
menjadi sumber ketidakamanan personal. Kecelakaan akibat minimnya fasum berupa rambu- rambu atau trotoar yang memadai bagi pejalan kaki terbukti menjadi persoalan yang harus
segera dicarikan solusinya. Kurangnya peran negara mengakibatkan masyarakat mengambil alih perannya
secara swadaya lewat mekanisme ronda patroli biasanya oleh desa adat di kampungnya masing-masing. Monopoli kekerasan oleh negara, jika kehilangan kewibawaan dan
kewenangannya dalam hal ini, potensial berpindah ke masyarakat dan akan memperlihatkan kelemahan institusi negara.
4.4.3. Prasangka Antaretnis-agama dan Kuatnya Budaya Lokal Community Security
57 Keamanan komunitas tercakup dalam kategori keamanan masyarakat societal
security yang menjadi jembatan antara keamanan di tingkat global dan individual. Jika keberlanjutan negara berbasis pada penjagaan kedaulatan, maka keberlanjutan bangsa
bergantung pada pemeliharaan identitas. Ancaman identitas nasional bisa muncul dari lemahnya kohesi yang dibangun dari bahasa, budaya, agama, atau etnisitas. Maka keamanan
masyarakat merupakan salah satu bagian penting dalam keamanan negara. Identitas nasional—biasa disebut juga identitas kolektif—dilahirkan dari
akumulasi identitas individu yang beragam dalam suatu negara. Ia muncul dari konsepsi diri akan kolektivitas self-conception of collectivities dan terbentuk dari invididu-individu yang
mengidentifikasi sebagai bagian dari kolektivitas tersebut Roe, 2007: 166. Ketidakamanan komunitas di Kota Denpasar terlihat dari tingginya tingkat potensi
konflik sosial, namun demikian hal ini diimbangi dengan kuatnya tatanan dan nilai budaya adat sehingga dikatakan ketahanan budaya lokal sangat tinggi.
Konflik terbuka memang tidak terjadi di masyarakat, namun prevalensi benih-benih ke arah itu itu bisa dilihat dari masih terpeliharanya prasangka buruk prejudices antaretnis,
antarumat beragama, atau antargolongan, bahkan antar-kepentingan. Konflik sosial terbuka potensial muncul nyata manifest dalam bentuk tindakan atau sikap intoleransi atau yang
paling minimal secara laten lewat prasangka buruk dalam bentuk stereotyping. Kehidupan antaretnis, antarumat beragama, serta antargolongan masyarakat Kota
Denpasar sejauh ini bisa dikatakan cukup rukun serta saling bekerja sama dalam membangun kotanya. Komposisi penduduk yang berasal terutama dari etnis Bali, Jawa, Lombok, dan
Madura, sebagian kecil Cina, Arab serta beberapa etnis pendatang lain membangun pola hubungan yang akur. Namun, tingkat potensi konflik sosial akibat keberagaman di Kota
58 Denpasar bisa cenderung meninggi akibat terpeliharanya prasangka buruk antaretnis,
antarumat, dan antargolongan. Beberapa responden dari etnis non-Bali, misalnya, menyatakan secara terbuka pernah mengalami diskriminasi. Diskriminasi muncul juga karena stereotip
yang dilekatkan pada etnis tertentu sehingga mengakibatkan sulit dalam, misalnya, mencari tempat kos. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini hampir tidak terjadi lagi.
Saling berprasangka buruk yang terjadi dalam hubungan antaretnis lahir dari adanya ketidakpercayaan sosial social distrust. Pernyataan beberapa responden dalam
memandang etnis lainnya menunjukkan bahwa rasa saling curiga masih hidup dalam keseharian masyarakat. Etnis A menyalahkan etnis B karena tidak mudah percaya pada
mereka sebaliknya etnis A dituduh oleh etnis B cenderung menutup diri dari pergaulan dengan warga lain. Namun dalam kenyataannya pembauran antar-etnis di Kecamatan Denpasar Utara
dan Denpasar Barat khususnya, menunjukkan betapa ketidakpercayaan dan ketidakamanan itu tidak terlalu popular dalam keseharian, khususnya masyarakat di wilayah Denpasar Utara dan
Denpasar Barat. Potensi konflik juga muncul dari prasangka antargolongan. Responden dari
Kecamatan Denpasar Timur menyatakan bahwa hal ini bisa muncul karena pemberitaan- pemberitaan media elektronik nasional yang kadang memberikan makna tertentu secara
provokatif pada berita yang ditayangkan. Bahkan nilai-nilai itu dipromosikan lewat media elektronik cenderung konfrontatif.
Hal yang paling sensitif di Bali ini pada umumnya adalah adanya kelompok-kelompok agama garis keras yang bertentangan dengan nilai-nilai keterbukaan dan kemajemukan
masyarakat Bali. Laki-laki, 49 tahun, polisi, Kec, Denpasar Barat
Ketahanan adat Bali yang sangat kuat mengakar dalam masyarakat local menjadi kekuatan tersendiri dalam budaya. Sumber dari kuatnya daya tahan dan keberlangsungan adat
59 dan budaya lokal ini dipercayai oleh beberapa responden akibat keterkaitannya dengan agama
Hindu yang dipeluk masyarakat Bali. Demikian juga pengaruh jalinan adat dan agama ini memberi akar yang kuat pada keamanan politik di Kota Denpasar khususnya. Sehingga
memilih pemimpin pun bisa dikerangkai dalam konteks adat dan agama. Masyarakat juga mengakui peran Pemerintah dalam merawat budaya dan adat Bali,
sehingga tidak Nampak adanya pesimisme tentang keberlangsungan budaya sebagai salah satu pilar pembangunan ketahanan dan keamanan masyarakat community security Kota
Denpasar.
4.4.4. Kerentanan Ekonomi Rakyat, Asupan Gizi Tak Berimbang, dan Kurangnya Standar Kesehatan Lingkungan Economic, Food, and Health Security
Denpasar, sebagai kota di negara berkembang, juga mengonfimasi keterkaitan erat antara keamanan ekonomi, pangan, dan kesehatan. Dent 2007: 205 menyatakan bahwa
hirauan utama di negara berkembang soal keamanan ekonomi selalu tertaut erat dengan keamanan pangan. Temuan dari lapangan memperlihatkan bahwa tingkat keamanan insani
yang bertingkat sedang di sektor ekonomi tak hanya merembet ke sektor pangan, namun juga kesehatan yang biasnya juga terkait dengan keamanan kesehatan.
Rasa aman yang moderat di sektor ekonomi muncul karena sebagian besar warga Denpasar berpenghasilan di atas UMK yang bisa menjadi standar kecukupan yang
ditentukan untuk hidup layak. Hanya saja, sumber ketidakamanan terbesar muncul dari tidak adanya kepastian akan sustainibilitas pekerjaan serta peran negara yang kurang dalam
melindungi ketahanan ekonomi masyarakat. Sistem kontrak dalam pekerjaan formal serta ketidakpastian dalam sektor usaha informal menjadi pemicu tingginya rasa tidak aman secara
60 ekonomi warga Denpasar. Sementara itu peran pemerintah dalam membuat regulasi yang
membantu ketahanan ekonomi masyarakat dirasa minim dengan bermunculannya minimarket seperti Circle K, Alfamart, dan Indomart milik pemodal besar yang banyak didirikan di
wilayah hunian atau bahkan berdempetan dengan pasar tradisional. Dari sisi pangan, masyarakat Denpasar juga merasa cukup aman dalam hal
ketersediaan dan aksesibilitas pangan meski ada sebagian kecil 5 responden yang mengaku mendapat kesulitan dalam hal ini. Ketidakamanan muncul dari sisi tingkat asupan gizi pangan
dengan diet berimbang dan sehat. Banyaknya responden yang kurang memahami hal tersebut menunjukkan kurangnya sosialisasi pemerintah akan pentingnya mengatur pola makan yang
sehat dan berimbang. Meski masyarakat Denpasar secara umum merasa cukup aman di bidang
kesehatan, sumber ancaman ketidakamanan yang cukup tinggi muncul dari dampak berantai akibat kurang sehatnya lingkungan. Sampah yang tak terkelola dengan baik atau sistem
drainase, sanitasi, dan sirkulasi yang kurang memenuhi standar kesehatan menjadi masalah yang banyak dikeluhkan responden.
Indikator lainnya, seperti pemahaman akan budaya hidup masyarakat merasa cukup terpapar infomasi yang cukup dari sosialisi pemerintah dan KKN mahasiswa di lingkungan
mereka. Sementara menyoal aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, banyak responden menyatakan cukup mudah dalam mendaptakan akses pelayanan kesehatan baik secara
kedekatan lokasi maupun dalam prosedur aksesnya.
61
4.4.5. Partisipasi Masyarakat dalam Politik Lokal Political Security