2. Partisipasi keluarga
3. Perceraian dipersulit
4. Poligami dibatasi secara ketat
5. Kematangan calon mempelai
6. Memperbaiki derajat kaum wanita.
Asas-asas yang yang dipandang cukup prinsip dalam UU Perkawinan adalah:
22
1. UU Perkawinan menampung di dalamnya segala unsur-unsur dan ketentuan
hukum agama dan kepercayaan masing-masing. 2.
Terpenuhinya aspirasi wanita yang menuntut adanya emansipasi, disamping perkembangan sosial ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Perkawinan merupakan tindakan yang harus memenuhi administratif pemerintahan
dengan pencatatan pada catatan yang ditentukan Undang-Undang. Dan pencatatan itu tiada lain artinya sebagai akta resmi yang termuat dalam daftar catatan resmi
pemerintah. 4.
UU Perkawinan menganut asas monogami akan tetapi tetap terbuka peluang untuk melakukan poligami selama hukum agamanya mengizinkannya.
5. Perkawinan dan pembentukan keluarga di lakukan oleh pribadi-pribadi yang telah
matang jiwa dan raganya.
C. Syarat Perkawinan
22
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, CV. Zahir Trading, Medan, Cetakan ke-1, 1975, hal. 8-9
Universitas Sumatera Utara
Syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kata tersebut
mengandung arti dalam hal sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan umpamanya syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak
sah bila syarat tidak ada atau tidak lengkap. Syarat adalah sesuatu yang berada di luar rukun dan tidak merupakan unsurnya. Adapula syarat itu berdiri sendiri dalam arti
tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.
23
1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai Pasal 6 ayat
1 UU Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sama sekali tidak membahas rukun
perkawinan hanya memuat syarat-syarat perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12. Adapun syarat-syarat pada pokoknya adalah sebagai
berikut :
Kedua calon itu masing-masing harus setuju untuk mengikat tali perkawinan dengannya, yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Adanya persetujuan calon tersebut
dimaksudkan agar supaya setiap orang bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah tangga dalam perkawinan.
2. Umur calon mempelai.
Bahwa untuk dapat melangsungkan perkawinan maka syaratnya bagi laki-laki umurnya minimal 19 tahun dan untuk perempuan minimal 16 tahun Pasal 7 ayat 1
UU Perkawinan. Dalam penjelasan umum Undang-undang Perkawinan
23
Amir Syarifuddin, Op.Cit .hal .59
Universitas Sumatera Utara
menyebutkan bahwa undang-undang menganut prinsip, dengan umur tersebut calon suami istri itu dianggap telah masak jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan
secara baik serta mendapat keturunan yang baik dan sehat. 3.
Harus mendapat izin masing-masing dari orang tua atau wali mereka kecuali dalam hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 tahun atau lebih, atau
mendapat dispensasi dari pengadilan agama apabila umur para calon mempelai kurang dari 19 dan 16 tahun.
4. Tidak melanggar larangan perkawinan.
Untuk dapat melangsungkan perkawinan syarat berikutnya bahwa calon mempelai tidak boleh melanggar larangan perkawinan. UU Perkawinan mengatur
enam larangan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 yaitu :
24
a. Antara dua orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
ataupun ke atas. yang dimaksud garis keturunan lurus ke bawah adalah anak cucu, cicit dan seterusnya, sedangkan garis keturunan lurus ke atas adalah bapak dan ibu,
kakek dan nenek, dan seterusnya. b.
Antara dua orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya. c.
Antara dua orang yang berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibubapak tiri.
24
Gatot Supramono. Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Djambatan, Jakarta, 1998, hal. 15-20
Universitas Sumatera Utara
d. Antara dua orang yang berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan
dan bibipaman susuan. e.
Antara dua orang yang berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,
dilarang kawin. Larangan kawin yang ada hubungan dengan agama, misalnya dalam agama Islam ada larangan bagi seoarang laki-laki tidak boleh mempunyai
istri lebih dari empat orang. 5.
Berlaku asas monogami Seorang suami hanya dapat mempunyai satu orang istri. Oleh karena itu calon
mempelai laki-laki tidak dapat melangsungkan perkawinan lebih dari satu orang sekaligus, kalaupun nantinya sisuami hendak beristri lebih dari satu, harus ada alasan
yang sah untuk itu diatur dalam Pasal 9 UU Perkawinan. 6.
Waktu tunggu bagi janda yang hendak menikah lagi. Peraturan tentang waktu tunggu ini diatur dalam Pasal 11 UU Perkawinan,
khusunya bagi seorang perempuan yang putus perkawinannya, baik karena kematian suaminya maupun karena perceraian.
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Suatu Perkawinan