Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Penyebaran agama Hindu di sumatera utara berasal daerah pantai barat sumatera utara yang dulunya menjadi pintu gerbang perdagangan. Dari daerah inilah penyebaran agama Hindu dimulai hingga menyebar ke kota Medan yang menjadi pusat ibukota sumatera utara, hingga membentuk suatu kumpulan penganut agama hindu. Kumpulan dari orang-orang pemeluk agama Hindu dalam satu lingkungan menyebut kumpulan mereka ini sebagai masyarakat Hindu 1 Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian peletakan arca-arca dewa umat Hindu Bhakta . Dalam menjalankan dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang dianut, masyarakat Hindu melaksanakan kegiatan ibadah rutin yang dilaksanakan setiap hari di kuil. Oleh karena ajaran agama menganjurkan untuk beribadah di kuil, maka masyarakat Hindu membangun Kuil sebagai tempat beribadah atau sembahyang untuk memuja Sang Hyang Widhi Tuhan Yang Maha Esa. Satu Kuil tempat persembahyangan yang baru dibangun dan terdapat di Medan adalah Shri Balaji Venkateshwara Koil. Dan pada saat peresmian kuil ini, dilakukanlah upacara Mandalabhisekam sebagai syarat agar kuil tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan aturan agama Hindu. 2 1 Wawancara dengan Bapak Suba Thina Thayalan,SE pada tanggal 12 April 2012 2 Bhakta adalah umat dalam agama Hindu yang antara lain perwujudan dari dewa Wishnu Shri Balaji Venkateshwara, perwujudan Shri Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dewa Ganesha Shri Wisnu Ganapathi, perwujudan Shri Garuda, dan perwujudan Shri Hanuman yang telah didoakan dan nantinya akan dimandikan disucikan serta dikawinkan secara Universitas Sumatera Utara simbolis sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam. Upacara ini dilakukan selama 13 hari, dimana selama 12 hari para Bhakta akan rutin mengadakan doa yang dimulai pada pukul 18.00 hingga 20.00. Upacara berdoa tersebut dilakukan untuk mendoakan segala persiapan menyambut pelaksanaan upacara Mandalabhisekam serta mendoakan kesucian arca-arca dewa umat Hindu. Selama dalam rentang waktu mengadakan upacara ini, semua Bhakta yang terlibat diharuskan agar menjaga kesuciannya dengan cara tidak mengkonsumsi bahan yang berasal dari hewani melainkan menjadi vegetarian. Pada rentang waktu selama 13 hari ini juga para Bhakta dapat mengadakan acara ucapan syukur kepada dewa dengan cara mengadakan jamuan makan kepada seluruh Bhakta. Dan pada hari ke-13, upacara Mandalabhisekam merupakan puncak upacara, setelah upacara peletakan arca-arca dewa dilakukan, selanjutnya dilakukan dua tahap upacara pada hari yang bersamaan. Tahap pertama dilakukan pada pukul 08.00 - 12.30 yaitu upacara 108 Kalasa Thirumanjana dan tahap ke-dua akan dilakukan pada jam 17.00 - 20.00 yaitu upacara Kalyana Mohotsava. Tahap pertama, upacara yang dilakukan adalah upacara 108 Kalasa Thirumanjana, yaitu upacara memandikan Vigraha Dewa Wishnu Shri Balaji Venkateshwara yang terdapat di kuil dengan menggunakan sarana perlengkapan susu, susu masam, minyak sapi, madu, air kelapa muda, serbuk kunyit, serbuk cendana berikut air yang disucikan dan didoakan dari 108 kalasa yang disediakan Bhakta. Dalam upacara ini pendeta yang berkedudukan sebagai pemimpin upacara akan mengucapkan mantra yang ditujukan kepada dewa-dewa yang diagungkan. Upacara ini dilakukan oleh 108 pasangan yang berasal dari Bhakta. Manfaat upacara 108 Kalasa Thirumanjana bagi para Bhakta yaitu akan mengalami penyembuhan dari cacat mental, penyakit kronis, dan dikaruniai keturunan. Dengan berpartisipasi dalam upacara 108 Kalasa Thirumanjana, Dewa Wishnu Shri Balaji Venkateshwara sebagai pelipur lara Bhakta akan memberikan obat dan kepuasan dari Universitas Sumatera Utara kekhawatiran serta kendala lain Bhakta sehari-hari seperti kedamaian hati, panjang umur, tambah harta, kemakmuran lingkungan, keselamatan bagi para petani Dhana Dhanya Samruthi, harmonisasi keluarga, dan pekerjaan usahanya sendiri. Tahap kedua yaitu upacara Kalyana Mohotsava yang merupakan upacara perkawinan simbolis arca perwujudan Dewa Wishnu Shri Balaji Venkateshwara dengan arca perwujudan Shri Padmawati dan arca perwujudan Shri Aandaal yang dilakukan oleh pendeta dan seluruh Bhakta. Dalam upacara ini Bhakta yang terdiri dari wanita bersuami atau anak gadis dapat membawa hantaran untuk perkawinan Varisai Taddu berupa dua macam buah, bunga atau kalung bunga, gelang tangan, serbuk kunkuman, daun sirih, dan pinang yang ditempatkan pada sebuah talam. Hantaran ini nantinya akan dipersembahkan kepada dewa yang mereka sembah. Pada akhir upacara ini, arca dewa-dewi yang telah dikawinkan secara simbolis akan diarak kejalanan sesuai lokasi yang telah disepakati, untuk mengabarkan kepada semua Bhakta bahwa perkawinan yang dilakukan telah terlaksana dan memberi berkat kepada para Bhakta yang tidak dapat hadir dalam upacara itu. Dalam pelaksanaan upacara ini, pendeta juga akan mengucapkan mantra 3 yang diucapkan dengan tekhnik Chanting 4 3 Mantra adalah kata-kata atau doa yang diucapkan atau dinyanyikan oleh pemimpin upacara yaitu Pendeta dalam upacara keagamaan, memiliki arti dan terkadang rahasia sifatnya. 4 Chanting adalah mengucapkan doa dengan tekhnik bernyanyi. , yang berasal dari kitab suci Veda, dan diiringi oleh instrument Nagasvharam yaitu sejenis alat musik yang tergolong kedalam aerofon alat musik tiup sebagai instrument utama pembawa melodi, ditambah iringan Thavil yaitu alat musik berbentuk barrel yang tergolong kedalam membranofon dan Sruthi box. Sruthi box yang dipakai pada upacara ini merupakan sejenis alat musik yang tergolong kedalam elektrofon yang berfungsi sebagai drone nada yang dimainkan secara terus menerus. Musik berfungsi sebagai pengiring pengucapan mantra dan pelengkap dalam pelaksanaan upacara. Universitas Sumatera Utara Pada saat arak-arakan, musik dipercaya berfungsi sebagai penjaga dan pembawa roh dewa yang diarak ke arah yang ingin dituju. Fungsi dari mantra ini dipercayai oleh Bhakta dapat menjadi sarana komunikasi penyampai keinginan dan ucapan syukur kepada dewa yang diagungkan serta sarana untuk meminta berkat kepada dewa. Dalam mengucapkan mantra para Bhakta akan dipimpin oleh seorang Aiyere Swamy pendeta kemudian diikuti oleh Bhakta, dimana mantra yang diucapkan ini berasal dari Veda kitab suci agama Hindu. Selama proses ini berlangsung selalu diiringi oleh instrument Nagasvharam, Thavil, dan Shruti box. Mantra pada upacara Mandalabhisekam ini merupakan suatu penyajian yang menarik perhatian penulis, karena penulis percaya bahwa mantra memiliki peran yang sangat penting dan dapat dikatakan upacara ini tidak akan tercapai jika mantra tidak diucapkan. Disini yang menjadi objek penelitian penulis adalah mantra yang dibacakan dengan tekhnik bernyanyi. Berangkat dari sinilah penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai aspek yang terkait dengan teks mantra yang terdapat dalam pelaksanaan upacara Mandalabhisekam, nilai religius mantra yang tercermin dari pelaksanaan upacara Mandalabhisekam, dan bagaimana nilai sastra yang berkaitan dengan aspek teks mantra yang digunakan dalam upacara tersebut. Dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa skripsi terdahulu sebagai bahan referensi, yaitu S, Jhonny Edwin.1995. Pirartenei pada Aktifitas Religius Masyarakat Tamil di Shri Mariaman Kuil-Medan: Kajian Struktur Musik Dan Teks. Medan: USU , Purba,Destri Damayanti. 2011. Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan: USU dan Simanjuntak, Rina Gustriani.2011. Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Shri Guru Granth Sahib Ji Pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Medan: USU. Universitas Sumatera Utara Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “STUDI DESKRIPTIF PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA MANDALABHISEKAM PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI BALAJI VENKATESHWARA KOIL MEDAN”.

1.2 Pokok Permasalahan