Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
USU Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “STUDI DESKRIPTIF PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA MANDALABHISEKAM
PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI BALAJI VENKATESHWARA KOIL MEDAN”.
1.2 Pokok Permasalahan
Pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana deskripsi upacara Mandalabhisekam yang berlangsung di kuil Shri Balaji Venkatheswara Koil?
2. Bagaimana struktur melodi mantra pada upacara Mandalabhisekam?
3. Bagaimana fungsi mantra dalam upacara Mandalabhisekam?
4. Bagaimana makna teks mantra pada upacara Mandalabhisekam?
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penulis mengadakan penelitian dan penulisan ini adalah : 1.
Untuk mendeskripsikan dan mendokumentasikan upacara Mandalabhisekam pada masyarakat Hindu Tamil di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.
2. Untuk mengetahui struktur melodi mantra yang dipakai dalam upacara
Mandalabhisekam. 3.
Untuk mengetahui fungsi mantra yang dipakai dalam upacara Mandalabhisekam. 4.
Untuk mengetahui makna teks mantra dalam upacara Mandalabhisekam.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian adalah: 1.
Memberikan informasi tentang jalannya upacara Mandalabhisekam pada masyarakat Hindu Tamil di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.
2. Memberikan kajian musikologis mantra pada suatu upacara religi yang melibatkan
unsur-unsur musikal dalam disiplin ilmu Etnomusikologi secara khusus dan ilmu pengetahuan secara umum.
3. Salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki
keterkaitan dengan topik penelitian.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R.Merton mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati; konsep
menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” Merton, 1963: hal.89.
Adapun konsep musik dalam konteks upacara Mandalabhisekam yang dimaksud penulis adalah musik vokal yang dalam hal ini adalah pengucapan mantra.
Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya KBBI 2005:258. Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat 1992:252 disebut sebagai
kelakuan agama perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia gaib.
Istilah masyarakat dalam penulisan judul memiliki arti seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto 1983:106-107, yaitu sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang terbatas sifatnya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi-
Universitas Sumatera Utara
organisasi tertentu. Selain itu Soerjono Soekanto menambahkan bahwa istilah masyarakat sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tak mungkin dipisahkan dari kebudayaan dan kepribadian.
Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian kuil yang memiliki tahapan, antara lain peletakan arca-arca dewa umat Hindu Bhakta yang antara lain
perwujudan dari dewa wishnu Shri Balaji Venkateshwara, perwujudan dari Shri Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dari dewa Ganesha Shri Wisnu
Ganapathi, perwujudan dari Shri Garuda dan perwujudan Shri Hanuman yang telah didoakan dan nantinya akan dimandikan disucikan serta dikawinkan secara simbolis
sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam, yang bertujuan untuk meminta berkat, rejeki, umur yang panjang serta kesembuhan dari penyakit.
Mantra adalah doa yang diucapkan dengan tekhnik bernyanyi, yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dan agar diberikan berkat yang berkelimpahan dan segala sesuatu yang
mereka butuhkan. Konsep tentang pengucapan mantra secara Etnomusikologi dikategorikan sebagai musik vokal, yang berpedoman pada pengertian musik adalah kejadian bunyi atau
suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak
berhubungan dengan bahasa Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8
5
Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu ilmu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan.
Kecuali 1 menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta hasil pengamatan, teori
1.4.2 Teori
5
Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh Muhammad Takari, Jurusan
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993.
Universitas Sumatera Utara
itu juga; 2 memberi kerangka orientasi untuk analisa dan klasifikasi dari fakta-fakta yang dikumpulkan dalam penelitian; 3 memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan
terjadi; 4 mengisi lowongan dalam pengetahuan kita tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi. Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas
permasalahan. Dalam menyelesaikan tulisan ini, berpegang pada beberapa teori yang berhubungan
dengan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat 1977:30, yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen
serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah
pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini. Berikut ini teori-teori yang digunakan yaitu:
1. Untuk mengkaji upacara Mandalabhisekam, penulis menggunakan konsep unsur-
unsur pendukung upacara yang dikemukakan Koentjaraningrat 1985:168 bahwa upacara keagamaan terbagi atas 4 komponen, yaitu : a tempat upacara, b saat
upacara, c benda-benda dan alat-alat upacara, d orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
2. Untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dan fungsi mantra
sebagai musik vokal pada upacara Mandalabhisekam, penulis mengacu kepada teori penggunaan dan fungsi musik. Teori ini seperti yang dikemukakan oleh
Merriam 1964:219-222 mengatakan secara implisit bahwa penggunaan uses dilakukan dalam konteks upacara, yang dapat dilihat saat itu juga, sedangkan
fungsi function mempunyai dampak yang lebih jauh dan dalam. Merriam menawarkan ada sepuluh fungsi musik antara lain : 1 fungsi pengungkapan
emosional, 2 fungsi penghayatan estetika, 3 fungsi hiburan, 4 fungsi
Universitas Sumatera Utara
perlambangan, 5 fungsi reaksi jasmani, 6 fungsi komunikasi, 7 fungsi kesinambungan budaya, 8 fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 9 fungsi
pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, 10 fungsi pengintegrasian masyarakat, tetapi Merriam tidak mengadakan pembatasan, mungkin fungsinya
lebih dari sepuluh. Merriam membagi penggunaan musik kedalam 5 lima kategori, yaitu: 1 Hubungan musik dengan kebudayaan material, 2 Hubungan
musik dengan kelembagaan sosial, 3 Hubungan musik dengan manusia dan alam, 4 Hubungan musik dengan nilai-nilai estetika, 5 hubungan musik dengan bahasa.
Penggunaan uses musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan folkways memainkan musik tersebut, baik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri atau dalam
aktifitas yang lain. 3.
Berkaitan dengan musikologis, teori Weighted Scale dari William P.Malm 1977;8 mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan
ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: 1 Scale tangga nada, 2 Nada Dasar, 3 Range wilayah Nada, 4 Frequency of notes jumlah nada-nada, 5 Prevalent
Intervals interval yang dipakai, 6 Cadence Patterns pola-pola kadensa, 7 Melodic Formulas Formula-formula melodi, 8 Contour kontur.
4. Untuk melihat hubungan antara teks mantra dengan melodi, penulis menggunakan
teori Malm 1977:8 mengatakan apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel suku kata, gaya ini disebut silabis, sebaliknya bila suatu silabel dinyanyikan
dengan nada-nada yang berjumlah banyak disebut melismatis. Kedua teori ini penulis gunakan untuk menganalisis melodi mantra.
5. Dalam hal transkripsi terhadap mantra, penulis berpedoman kepada teori Nettl
1964:98 yang memberikan dua pendekatan yaitu : a
Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar.
Universitas Sumatera Utara
b Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas, dan kita
mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti upacara Mandalabhisekam ini, penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong 1990:3 yang mengatakan:
“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”. Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu : tahap sebelum ke
lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam
penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian ini, menjajakimenilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.
Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu Handycam
merk Sony, kamera digital merk Canon, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung menyaksikan upacara Mandalabhisekam pada bulan Maret.
Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari
mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara biasanya berlangsung lama.
Universitas Sumatera Utara
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola
atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan skripsi.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan permasalahan. Dari hasil studi
kepustakaan yang dilakukan penelitian upacara Mandalabhisekam dalam hubungannya dengan mantra masih sulit didapat.
Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan
menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Tamil yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada tulisan Harja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-metode penelitian
masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan field work dengan menggunakan:
1. Observasi Pengamatan
Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar 1990:114-115, bahwa seorang peneliti harus melihat langsung
akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan,
Universitas Sumatera Utara
maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh
kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya. Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan
dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku upacara, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok
permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di lapangan
sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia upacara.
2. Wawancara
Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan
suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari
para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat 1990:129-155 yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan
pencatatan data wawancara. Wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu.
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya
untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung
data-data yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
3. Perekaman
Dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara : 1.
Perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan handycam merk Sony mini DVD. Perekaman ini sebagai bahan analisis tekstual dan
musikal. 2.
Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital merk Canon. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin
dari pihak panitia dan panitia pelaksana.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan, sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada
akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.
Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya sesuai dengan keperluan
pembahasan ini, sebagaimana ciri Etnomusikologi yang inter-disipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi, sehingga permasalahannya yang
merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau
informan lain dan hal ini dilakukan berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian
Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil, yang terletak di Jalan Bunga Wijaya Kesuma no. 25-A, kelurahan Padang Bulan selayang II, kec.
Medan Selayang, Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan beberapa alasan yaitu : 1.
Kuil Shri Balaji Venkateshwara merupakan kuil yang baru dibangun dan upacara ini hanya dilakukan pada saat pembangunan suatu kuil baru maupun pemugaran
kuil jika dibutuhkan. Di sini penulis mendapat ijin dari pihak panitia upacara Mandalabhisekam dan pendeta untuk menyaksikan dan mengikuti jalannya
upacara ini, sebagai sarana tempat penelitian penulisan. 2.
Penulis mengikuti jalannya upacara di Kuil dari awal hingga akhir upacara, karena pelaksanaan upacara ini sangat jarang dilakukan.
3. Tokoh-tokoh agama yang mengetahui tata cara upacara ini masih ada yang
berdomisili di Medan.
1.7 Pemilihan Narasumber Informan
Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa informasi yang dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Hal
ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat 1977:163-164 mengenai informan pangkal dan informan pokok.
1. Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk kepada peneliti
tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan yang diperlukan.
Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah : 1. Bapak Drs.Gopala Krishna Naidu, SH, yaitu yang telah memberikan
informasi tentang upacara Mandalabhisekam dan lokasi penelitian.
Universitas Sumatera Utara
2. Anan Kumar, yaitu pengurus upacara yang memberikan informasi dan akses.
2. Informan pokok kunci adalah informan yang ahli tentang sektor-sektor
masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita ketahui. Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok adalah :
1. Bapak Suba Thina Thayalan,SE, yaitu penerjemah sekaligu narasumber.
2. Pendeta V.Hanumacharyulu, pada saat melakukan wawancara peneliti dan
narasumber mengalami hambatan dalam hal komunikasi sehingga dibantu oleh Bapak Suba Thina Thayalan, namun komunikasi diantara
keduanyapun tidak berjalan dengan lancar sehingga peneliti dalam tulisan ini memasukkan data yang berhasil diterjemahkan oleh Bapak Suba Thina
Thayalan, dimana ketepatan dan kekurang tepatan data yang didapat di lapangan, peneliti serahkan kepada Bapak Suba Thina Thayalan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KOTA MEDAN
2.1 Asal Usul Orang Tamil
Menurut S. Ramakrishan dalam Edwin 1995:15-16 bahwa orang Tamil merupakan rumpun bangsa Dravida. Disebutkan bahwa bangsa Dravida mendiami negeri India kira-kira
1000 tahun Sebelum Masehi. Kulit mereka berwarna gelap Hitam. Kemudian kurang lebih 3.500 tahun yang lalu negeri itu kedatangan bangsa dari Persia yaitu Aria N. Daldjoeni,
1991. Kedatangan mereka diperkirakan melalui barat laut India, yaitu selat Kaiber. Bangsa Aria berkulit putih dan berbahasa Sanskrit. Lalu bangsa Aria menyerang dan berhasil
menaklukkan bangsa Dravida sehingga terdesak kebahagian selatan India. Dari adanya ras bekulit putih Aria dan berkulit hitam Dravida maka penduduk India adalah hasil
percampuran keduanya. Warna kulit ini dijadikan dasar penggolongan masyarakat yang disebut Kasta. Semakin terang warna kulitnya maka semakin tingggi kastanya, demikian
juga sebaliknya. Dalam penggolongan masyarakat kasta tersebut, ada tiga pendapat mengenai
bangsa-bangsa berkulit hitam tersebut yang sulit dimasukkan ke dalam klasifikasi ras umat manusia N. Daljoeni, 1991:131-132, yaitu;
1. Pada mereka tidak terdapat ciri-ciri bangsa negro, mereka juga tidak dapat
digolongkan ke dalam ras campuran seperti yang di Amerika, disebutkan kaum Mulat campuran ras putih dan hitam
2. Mereka juga tidak dapat digolongkan ke dalam bangsa Negro yakni bangsa kerdil
berkulit seperti yang tersebar di Filipina dan Indonesia utara. Namun ada kemiripan dengan Negrito, yakni selain pendek posturnya, hidung, pipi dan
rambut sangat keriting.
Universitas Sumatera Utara