Kemampuan Beringin dalam Mereduksi Bahan Pencemar Udara
94 arah barat selatan jalan pohon ke-9. Kategori lainnya ialah sampel kulit
batang berada pada ketinggian ±3 m dari atas permukaan tanah dan pengambilan sampel dilakukan pada kulit batang yang berhadapan dengan
jalan. Akan tetapi, kenyataan yang ditemukan di lapangan pada penentuan pohon sampel preh khususnya. Pohon preh yang terdapat paling dekat
dengan lampu merah di Jalan Sugeng Jeroni arah barat, selatan jalan pohon ke-10 seluruh permukaan kulit batangnya yang berada sekitar ±3 m sampai
percabangan batang tercemar cat. Dengan demikian, di pilih pohon ke-9 tersebut di atas. Meskipun pohon tersebut juga tercemar cat pada bagian
berada di bawah ketinggian sekitar ±3 m. Akan tetapi, pengambilan sampel kulit batang preh masih dapat dilakukan pada bagian yang tidak terkena cat
pada ketinggian tersebut. Adanya pencemaran cat pada kulit batang sampel akan mempengaruhi kuantitas kandungan Pb. Telah diketahui bahwa cat
mengandung campuran unsur logam berat Pb. Oleh karenanya, dalam kasus pengambilan sampel untuk keperluan pengujian Pb sekiranya hal-hal lain
yang mengandung Pb harus dihindarkan agar sampel betul-betul murni berasal dari cemaran yang diinginkan. Dalam penelitian ini, sumber
cemaran yang diinginkan ialah polutan asap kendaraan bermotor. Pertimbangan lain dalam menguji perbandingan kandungan Pb pada
beberapa spesies tanaman pada kulit batang atau batang pohon ialah tekstur permukaan kulit batang. Permukaan kulit batang preh memiliki tekstur
lebih halus ketimbang permukaan kulit batang beringin yang bertekstur
95 kasar Gambar 34. Beringin yang kulit batangnya bertekstur kasar
memiliki kandungan Pb yang tinggi. Hal ini senada dengan pernyataan Fandeli 2004: 65, kandungan Pb yang terjerap dan terserap dipengaruhi
oleh kekasaran kulit batang. Beberapa pohon yang berkulit kasar
mempunyai kandungan Pb yang tinggi. Tekstur permukaan kulit batang lebih berpengaruh terhadap kandungan Pb yang terserap dan terjerap
ketimbang ukuran daun. Kandungan Pb pada daun beringin dan daun preh terlihat pada Grafik
7. Dari masing-masing tiga sampel daun dengan berat masing-masing 15 g bobot kering diperoleh rata-rata kandungan Pb pada daun beringin sebesar
0,3 mgkg dan daun preh sebesar 0,6 mgkg. Hasil rata-rata tersebut didapatkan perbandingan kandungan Pb pada daun beringin dan preh
sebesar 1:2. Artinya daun preh dalam menyerap dan menjerap Pb lebih Gambar 34. Tekstur Permukaan Kulit Batang Pohon Sampel.
1 Permukaan Kulit Batang Beringin. 2 Permukaan Kulit Batang Preh
1 2
96 efisien dibandingkan daun beringin. Pada grafik tersebut menunjukkan
bahwa sampel daun beringin 1 menyerap dan menjerap Pb sebanyak 0,3 mgkg, sampel 2 sebanyak 0,4 mgkg, dan sampel 3 sebanyak 0,2 mgkg.
Angka perolehan tersebut terpaut tidak terlalu tinggi. Berbeda dengan kandungan Pb yang diserap dan dijerap oleh daun preh. Pada sampel daun
Preh 1 terkandung Pb sebesar 0,4 mgkg, sampel 2 sebesar 0,5 mgkg. Terjadi lonjakan angka terhadap kandungan Pb pada sampel 3 daun preh
yakni sebesar 1,0 mgkg. Merujuk pada grafik dan hasil pembahasan, pada sampel kulit batang
dibandingkan dengan preh maka beringin memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap dan menjerap Pb. Pada sampel daun, Pb yang terserap dan
terjerap pada preh lebih tinggi dibandingkan beringin. Artinya, fungsi kedua spesies beringin dan preh dalam menyerap dan menjerap Pb hasil emisi
Grafik 7. Kandungan Timbal Pb pada Daun Beringin dan Preh
97 pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor saling melengkapi. Dalam
artian salah satu spesies tidak berperan dominan dalam menyerap dan menjerap Pb. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua spesies
sebagai tanaman penghijau jalan di Kota Yogyakarta memiliki keseimbangan fungsi dalam menyerap polutan Pb.
Daun memiliki umur tersendiri berbeda dengan kulit batang dan batang yang umurnya merupakan penentu umur pohon. Oleh karena itu, sampel
daun yang digunakan merupakan daun dewasa yang diasumsikan bahwa daun tersebut memiliki kandungan Pb yang terjerap dan terserap secara
tersendiri. Walaupun, dalam proses metabolisme tumbuhan daun memperoleh asupan hara dari jaringan akar dan batang. Oleh karenanya,
dalam kasus penelitian ini umur pohon bukan menjadi suatu parameter pertimbangan dalam pengujian kandungan Pb yang terjerap dan terserap
pada daun. Ukuran daun merupakan parameter pertimbangan yang secara konkret berpengaruh terhadap kandungan Pb. Ukuran daun Preh lebih kecil
dibandingkan ukuran daun beringin yang lebih besar Gambar 35. Akan tetapi, kemampuan dalam menyerap dan menjerap Pb lebih tinggi pada
sampel daun Preh dan sampel daun Beringin memiliki kemampuan yang lebih rendah. Logikanya permukaan daun yang lebih luas seharusnya dapat
menampung Pb yang lebih banyak. Kenyataan dari hasil pengujian kandungan Pb pada sampel daun tidak demikian. Beberapa kemungkinan
yang dapat mempengaruhi kandungan Pb pada sampel daun tersebut di atas
98 ialah lokasi, perbedaan lokasi sampel pohon, lamanya waktu lampu merah
menyala, lebar jalan, volume kendaraan, jenis kendaraan, dan jenis bahan bakar.
Kesamaan dari kedua spesies sampel pohon beringin dan preh yakni berada paling dekat dengan lampu merah. Akan tetapi, keduanya berada
pada lokasi yang berbeda. Sampel pohon beringin berada di Jalan Tamansiswa sedangkan pohon preh berada di Jalan Sugeng Jeroni.
Perbedaan lokasi tersebut dipengaruhi oleh volume kendaraan yang lewat. Volume kendaraan yang lewat akan berpengaruh terhadap sumbangsih
polusi hasil emisi kendaraan terutama Pb. Emisi kendaraan dipengaruhi oleh adanya jenis bahan bakar yang digunakan. Lama waktu kendaraan
Gambar 35. Ukuran Daun Pohon Sampel. 1 Daun Preh. 2 Daun Beringin.
1 2
99 berhenti saat lampu merah menyala hingga muncul lampu hijau tanda
kendaraan berjalan akan mempengaruhi besaran emisi yang dihasilkan. Selain hal-hal tersebut di atas, angin merupakan agen yang berperan dalam
distribusi Pb di udara. Di Jalan Tamansiswa terdapat dua Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
APILL yang dalam istilah penelitian ini disebut dengan lampu lalin. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada lampu merah bagian utara yang
merupakan lokasi dekat dengan sampel pohon beringin memiliki lama waktu lampu merah menyala selama 123 detik dengan lebar jalan
berlawanan arah ± 6 meter, sedangkan lampu merah bagian barat Jalan Sugeng Jeroni yang juga merupakan lokasi dekat dengan sampel pohon
preh memiliki lama waktu lampu merah selama 82 detik dengan lebar jalan berlawanan arah ± 8 meter. Lebar jalan akan mempengaruhi tata letak
kendaraan berhenti yang berakibat pada besaran emisi. Selain waktu dan lebar jalan, jarak antara lampu lalin dengan pohon sampel terkait dengan
emisi kendaraan akan berpengaruh terhadap polutan yang dijerap maupun diserap oleh organ-organ pohon tersebut. Jarak antara pohon sampel pada
kedua lokasi tersebut hampir sama yakni ± 50 meter dari lampu lalin. Selain jarak, faktor lain yang akan berpengaruh terhadap adsorpsi dan absorpsi
polutan oleh tumbuhan ialah lebar jalan yang berada dekat lampu lalin dan sampel pohon.
100 b. Pohon beringin dan preh dalam menjerap partikel debu
Debu yang melayang-layang di udara dapat tertangkap oleh adanya tumbuhan dengan habitus semai, pancang, tiang, dan pohon. Debu yang
tertangkap tersebut akan mengalami peristiwa sorpsi pada organ-organ tumbuhan seperti kulit batang, cabang, ranting dan daun.
Semua jenis daun tumbuhan mampu menjerap partikel debu dari udara termasuk daun pohon beringin dan preh. Debu yang diukur hanya debu
yang berasal dari peristiwa penjerapan adsorpsi pada permukaan luar daun. Debu yang terjerap pada daun beringin dan preh diambil untuk
kemudian diukur beratnya. Pengukuran berat debu menggunakan metode gravimetri seperti yang telah dijelaskan di muka.
1 Berat debu hasil jerapan daun dan berat debu per pengamatan Berat debu yang terjerap pada permukaan luar daun beringin dan
breh diukur menggunakan timbangan analitik dengan satuan berat gram. Dilakukan sebanyak empat kali pengamatan dengan lima kali
ulangan sampel dalam pengukuran debu melalui metode gravimetri. Selisih jumlah hari menjadi pertimbangan dalam pengamatan jerapan
debu. Pengamatan kedua terpaut dua hari dari pengamatan ke-1, begitu seterusnya untuk pengamatan ke-3 dan ke-4. Pengambilan sampel daun
pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 2 September 2016. Secara berurutan pengambilan sampel daun kedua, ketiga, dan keempat
dilakukan pada tanggal 4, 6, dan 8 September 2016.
101 Jerapan debu hasil pengukuran ditunjukkan pada Grafik 8.
Pengamatan pertama pada sampel daun beringin menunjukkan berat debu yang terjerap sebesar 0,01476 g sedangkan pada sampel daun Preh
debu yang terjerap sebesar 0,00378 g. Pengamatan ke-2 tertera angka sebesar 0,01324 g dan pengamatan ke-3 angka yang tertera sebesar
0,01094 g pada sampel daun beringin. Angka tersebut mengalami penurunan dari pengamatan pertama. Hal serupa juga terjadi pada
sampel daun preh. Debu yang terjerap pada daun preh pada pengamatan ke-2 sebesar 0,00266 g dan pengamatan ke-3 sebesar 0,00174 g. Hasil
pengukuran pada ketiga pengamatan tersebut dari dua jenis sampel daun beringin dan daun preh terus mengalami penurunan angka. Terjadi
peningkatan angka yang begitu berarti bagi kepentingan fungsi daun Grafik 8. Rata-rata Jerapan Debu pada Daun Beringin dan Preh
102 beringin dan preh dalam menjerap debu. Hal tersebut ditunjukkan pada
pengamatan ke-4 khususnya pada sampel daun beringin. Tertera angka sebesar 0,11348 g pada pengamatan ke-4. Angka ini melebihi skala 0,1
yang tertera pada nilai aksis vertikal dari grafik di atas. Berat debu yang terjerap pada daun preh pengamatan ke-4 juga mengalami kenaikan
angka sebesar 0,00396 g. Dihitung rata-rata dari keempat pengamatan maka terdapat angka sebesar 0,038105 g debu yang terjerap pada daun
beringin. Rata-rata keempat pengamatan terhadap debu yang terjerap pada sampel daun preh sebesar 0,003035 g. Dari perhitungan rata-rata
kedua sampel tersebut pada masing-masing pengamatan jelas terlihat bahwa daun beringin memiliki kemampuan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daun preh. Rata-rata luas daun beringin dari keempat pengamatan lebih
besar dibandingkan dengan daun preh Grafik 9. Luas daun beringin pada pengamatan ke-1, 2, dan 3 secara berurutan terus mengalami
kenaikan angka terhadap luas daun. Akan tetapi, hal tersebut tidak berdampak pada kenaikan angka terhadap debu yang terjerap pada daun
beringin. Sebaliknya, debu yang terjerap pada sampel daun beringin dari pengamatan ke-1,2, dan 3 secara berurutan mengalami penurunan
angka. Logikanya, semakin luas daun maka debu yang terjerap akan semakin tinggi. Penurunan angka jerapan debu juga terjadi pada sampel
daun preh pada pengamatan yang sama. Faktor yang menyebabkan
103 fluktuasi pada grafik di atas ialah terjadinya hujan pada rentang hari
pengambilan sampel. Hujan terjadi tepat satu hari sebelum pengambilan sampel pengamatan ke-2 dan pengamatan ke-3. Oleh karena itu, terjadi
penurunan angka jerapan debu pada pengamatan ke-2 dan ke-3. Pada pengambilan sampel daun untuk pengamatan ke-4 tidak terjadi hujan
pada hari sebelumnya. Terjadi kenaikan angka jerapan debu pada Beringin dan Preh walaupun luas daun kedua jenis sampel ini lebih
rendah dibandingkan dengan luas daun pada pengamatan ke-3.
Perolehan angka jerapan debu per pengamatan ditunjukkan pada Grafik 10. Grafik tersebut bersifat fluktuatif seperti halnya pada grafik
sebelumnya karena angka-angka yang diperoleh merupakan hasil konversi dari Grafik 8 jerapan debu pada daun Beringin dan Preh.
Grafik 9. Rata-rata Luas Daun Beringin dan Preh
104 2 Kapasitas jerapan debu per hari
Kapasitas jerapan debu per hari diperoleh dari rata-rata kapasitas jerapan debu per pengamatan Tabel 11 dibagi dengan selisih hari
pengambilan sampel. Perolehan selisih angka jerapan debu per pengamatan ditunjukkan pada Grafik 11. Hasil perhitungan selisih
antara pengamatan kedua dengan pengamatan pertama dua hari pertama pengambilan sampel
menghasilkan angka dengan skala negatif.
Debu yang terjerap pada daun beringin sebesar -0,00117 g sedangkan pada daun preh sebesar -0,00055 g. Begitu pula pada
perhitungan pengamatan ke-3 dikurangi pengamatan ke-2 dua hari kedua pengambilan sampel juga bernilai negatif. Debu yang terjerap
pada sampel daun beringin sebesar -0,00187 g sedangkan pada sampel Grafik 10. Jerapan Debu Per Pengamatan pada Daun Beringin dan Preh
105 daun preh sebesar 0,00125 g. Perhitungan dengan nilai positif hanya
terdapat pada pengurangan antara pengamatan ke-3 dengan pengamatan ke-4 dua hari ke-3 pengambilan sampel yakni sebesar 0,0429 g pada
daun beringin dan 0,00182 g pada daun preh. Data yang tidak valid bernilai negatif terjadi karena pada rentang hari pengambilan sampel
daun terjadi hujan seperti yang telah dijelaskan di muka. Hujan menyebabkan berkurangnya jerapan debu yang berkohesi dengan
jaringan bagian luar daun. Oleh karenanya, data yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kapasitas jerapan debu per hari ialah data
debu yang terjerap pada dua hari ke-3 pengambilan sampel. Dengan demikian, diperoleh kapasitas jerapan debu per hari pada beringin
sebesar 0,0972 gm
2
dan pada preh sebesar 0,0041 gm
2
.
0.00117 0.00187
0.04269
0.00055 0.00125
0.00182 0.01000
- 0.01000
0.02000 0.03000
0.04000 0.05000
P2-P1 P3-P2
P4-P3 Selisih
B era
t g
Selisih Jerapan Debu Per Pengamatan
Beringin Preh
Grafik 11. Selisih Jerapan Debu Per Pengamatan pada Daun Beringin dan Preh
106 3 Kapasitas jerapan debu per tanaman per hari
Kapasitas jerapan debu per tanaman per hari diperoleh dari pekalian antara luas tajuk dengan kapasitas jerapan debu per hari. Luas
tajuk diperoleh dari pengukuran pohon sampel pancang di Jalan Tamansiswa arah utara pohon ke 45 luas tajuk 5,93 m
2
dan tiang pohon ke-49 luas tajuk 35,76 m
2
sedangkan sampel pohon yang berada di Alun-alun Selatan pohon ke-5 luas tajuk 572,26 m
2
. Dengan demikian, dapat diketahui kemampuan dalam menjerap debu pada
pancang, tiang dan pohon beringin di Kota Yogyakarta. Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 12 didapat rata-rata beringin dalam menjerap
debu pada pancang sebesar 0,12660 g per tanaman per hari, tiang 0,76347 g per tanaman per hari, dan pohon sebesar 12,21775 g per
tanaman per hari. Potensi kapasitas breh dalam menjerap debu per tanaman per hari pada pancang sebesar 0,00539 g, tiang sebesar 0,03254
g, dan pohon sebesar 0,52075 g. Dapat diketahui pula rata-rata potensi jerapan debu oleh pohon
beringin yang terukur dilapangan pada habitus pancang, tiang, dan pohon. Perkiraan potensi tersebut didasarkan pada perkalian antara
kapasitas jerapan debu per hari pada pohon sampel dengan luas penutupan tajuk. Berdasarkan perhitungan diperoleh kapasitas jerapan
debu per tanaman per hari pada Beringin habitus pancang memiliki rata- rata sebesar 0,5233 gharitanaman, habitus tiang sebesar 0,9705
107 gharitanaman, dan pada habitus pohon diperoleh rerata sebesar 1,7558
gharitanaman. Potensi jerapan debu pada permukaan daun preh habitus pancang diperoleh rerata jerapan debu per hari per tanaman
sebesar 0,0223 g, pada habitus tiang 0,0414 g, dan pohon 0,0748 g.