Ukuran Pohon Beringin Pembahasan

84 Pengukuran ketinggian yang diperoleh pada beringin dengan batang akar nafas dan habitus bonsai tersaji pada Lampiran 5. Dari total keseluruhan 505 individu Beringin yang berakar nafas, sebanyak 179 individu tidak terukur ketinggiannnya karena pohon terpapas. Sejumlah 326 individu beringin berakar nafas terukur ketinggiannya N±mean; 326 ± 14,02. Habitus bonsai memiliki individu yang terukur ketinggiannya sebanyak 28 individu dari keseluruhan 34 individu bonsai. Sejumlah 6 individu bonsai tidak terukur ketinggiannya. Habitus bonsai yang terukur ketinggiannya memiliki rata-rata sebesar N±mean: 28 ± 8,8. Beringin yang termasuk ke dalam kategori “tinggi batang 1,3 m” sebanyak 26 individu tidak terukur ketinggiannya sedangkan sebanyak 19 individu terukur ketinggiannya dari keseluruhan jumlah 45 individu beringin. Individu yang terukur ketinggiannya memiliki rata-rata paling rendah “tinggi kurang dari 1,3 m” N±mean: 19 ± 5,03 dibandingkan bonsai. c. Umur pohon beringin Umur pohon beringin dihitung dari perolehan diameter setinggi dada. Pengukuran jari-jari dan jumlah lingkaran tahun annual ring dilakukan pada pohon sampel yang berada di Jalan Sugeng Jeroni arah barat pohon ke-10 pada sub individu ke-2 dengan keliling 45 cm sehingga diperoleh diameter dan jari-jari sebesar masing-masing 14 cm dan 7 cm setelah dibulatkan. Berdasarkan pengamatan diperoleh sejumlah 14 lingkaran pada pohon sampel Gambar 9. Kemudian dicari besarnya penambahan 85 lingkaran tahun per tahun dengan pembagian antara jari-jari dengan jumlah lingkaran tahun pada pohon sampel. Setelah dilakukan perhitungan dengan pembagian tersebut diperoleh angka sebesar 0,5 cmring. Perhitungan umur pohon dilakukan melalui pembagian antara jari-jari r dengan penambahan lingkaran tahun per tahunnya. Dengan demikian, dapat diperoleh perhitungan umur pada pohon beringin di Kota Yogyakarta khususnya pada beringin yang terukur diameternya. Berdasarkan hasil analisis t-test diperoleh beda rata-rata umur antar ketiga habitus. Pancang memiliki nilai rata-rata umur yang paling rendah N±mean±SD; 61 ± 7,8 ± 1,7 sedangkan tiang memiliki niali rata-rata yang lebih tinggi N±mean±SD; 128 ± 14,4 ± 2,4. Pohon memiliki nilai rata-rata umur paling tinggi dibandingkan dengan kedua habitus lainnya N±mean±SD; 68 ± 26,1 ± 7,0. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan umum bahwa semakin lama waktu suatu tumbuhan tumbuh maka akan semakin tua umurnya. Pernyataan ini berlaku bagi pohon kota yang dibuktikan dengan uji beda rata-rata terhadap umur pohon beringin di Kota Yogyakarta. Penanaman dalam pot pada pohon beringin di Kota Yogyakarta yang telah terukur ternyata secara deskriptif tidak memberikan pengaruh yang begitu nyata pada ketiga habitus pancang, tiang, dan pohon. Hal tersebut ditunjukkan pada beda rata-rata antar ketiga habitus tersebut. Selain penanaman dalam pot, pohon beringin yang ditemukan juga mengalami 86 pemangkasan secara periodik. Pemangkasan mengakibatkan pertumbuhan pohon menjadi lambat. Hal tersebut terlihat pada pengamatan terhadap pohon beringin yang mengalami pemangkasan periodik dalam jangka waktu yang lama secara performansi akan mengalami perubahan menjadi bonsai kerdil. Walaupun demikian, hal ini memberikan nilai positif terhadap fungsi estetika beringin sebagai pohon kota. Dengan demikian, umur pohon beringin di Kota Yogyakarta dilihat dari perbandingan beda rata-rata antara pancang, tiang, dan pohon tidak dipengaruhi oleh adanya penanaman dalam potbis dan pemangkasan. Kategori umur pohon beringin didasarkan pada interval 5 angka 1-5 th , 6-10 th , 11-15 th, 16-20 th , 21-25 th , 26-30 th , 31-35 th , 36-40 th , 41-45 th , 46-50 th , Grafik 5. Jumlah Kategori Umur Pohon Beringin 87 51-55 th , 56-60 th , 61-65 th . Jumlah individu kategori umur pada interval 1-5 th terdapat 8 individu, pada interval 6-10 th tedapat 54 individu, interval 11- 15 th terdapat 94 individu, interval 16-20 th terdapat 35 individu, dan interval 21-25 th , 26-30 th , 31-35 th , 36-40 th , 41-45 th , 46-50 th , 51-55 th , 56-60 th , 61-65 th dengan masing-masing jumlah individu 38, 15, 2, 1, 3, 1, 0, 0,1. Kategori umur pohon dengan jumlah individu paling banyak terdapat pada interval umur 11-15 th sedangkan kategori umur dengan jumlah individu terkecil terdapat pada interval 36-40 th , 46-50 th , dan 61-65 th dengan masing-masing jumlah 1 individu. Rata-rata umur pohon beringin di Kota Yogyakarta sebesar 15,9 tahun dengan nilai tengah 14,4 tahun. Dengan pengertian lain bahwa umur pohon beringin mayoritas sebesar 15,9 tahun dengan variasi dari total keseluruhan umur pohon yang terhitung sebesar 61,2 enam puluh satu koma dua. Rata-rata umur tersebut berhubungan dengan kategori jumlah pohon yang paling banyak ditemukan yakni pada habitus tiang. Habitus tiang beringin di Kota Yogyakarta terhitung sebesar 128 individu dengan rentang umur sekitar 10 sampai 20 tahun. Hubungan diameter dengan umur diperoleh melalui pengujian korelasi Pearson. Berdasarkan uji tersebut Lampiran 10, diameter menunjukkan hubungan secara positif dengan umur r= 1.000. Nilai r hubungan diameter dengan umur adalah 0,000 0,0000,05 yang berarti korelasi antar kedua variabel adalah signifikan. Hubungan korelasi termasuk ke dalam kategori korelasi sempurna yang ditunjukkan dengan perolehan harga sebesar 1. Hal 88 tersebut dapat dijelaskan dengan rumus yang digunakan untuk menghitung umur pohon. Pada pohon sampel untuk menghitung umur pohon Gambar 9 terukur jari-jari sebesar 7 cm dengan jumlah lingkaran tahun sebanyak 14 lingkaran. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan penambahan besar lingkaran tahun per tahunnya dengan pembagian jari-jari dengan jumlah lingkaran sehingga didapatkan angka 0,5 cmring. Sehingga nilai umur yang diperoleh akan sama dengan nilai diameter yang terukur. Hal ini, hanya terjadi pada penambahan lingkaran tahun per tahun sebesar 0,5 cmring. d. Basal Area BA dan Proporsi Crown Cover CC beringin Besarnya intersepsi kaitannya dengan umur pohon akan berbeda mengingat umur pohon kaitannya dengan habitus sedangkan habitus berkaitan dengan basal area. Basal area berkaitan dengan tajuk, tajuk inilah yang akan menampung air hujan. Berdasarkan uji beda rata-rata habitus pancang yang telah terukur memiliki basal area paling kecil mean±SD; 24,5 ± 5,4 sedangkan tiang memiliki basal area yang lebih besar daripada pancang mean±SD; 45,2 ± 7,7. Habitus pohon memiliki basal area paling besar dibandingkan dengan kedua habitus tersebut di atas mean±SD; 82,7 ± 22,3. Luas penutupan tajuk pohon sampel pada pancang sebesar 5,93 m 2 , tiang 35,76 m 2 , dan pohon 572,26 m 2 . Basal area dan luas penutupan tajuk beringin besar nilainya berbanding lurus. Pengukuran persentase luas penutupan tajuk hanya dilakukan pada sampel pohon yang berada di 89 tengah-tengah Alun-alun Selatan. Estimasi penutupan tajuk pohon beringin sebesar 90 dan termasuk kategori Domin-Kranji level 9 yang berarti pohon beringin memiliki penutupan tajuk hampir penuh. Dengan demikian, cahaya matahari yang melewati tajuk pohon beringin sebesar 10 dan tingkat absorbansinya sebesar 90. Basal area merupakan salah satu pengukuran oleh karena adanya tajuk selain luas penutupan tajuk. Berbeda dengan tumbuhan lainnya marga Ficus mempunyai akar nafas termasuk salah satunya yang paling dikenal ialah beringin Ficus benjamina. Tajuk beringin yang rapat dan lebar serta lebatnya akar nafas yang tumbuh di sekitar batangnya membuat pohon ini menampung lebih banyak air hujan seluas permukaan tajuk dan akar nafasnya Gambar 33. Kerapatan tajuk merupakan salah satu parameter kerapatan vegetasi selain komposisi. Gambar 32. Persentase Penutupan Tajuk Pohon Beringin 90 Dengan adanya kerapatan tajuk dan akar nafas pada beringin memberikan peluang kemungkinan kelipatan jumlah air hujan yang terintersepsi dan yang lolos melalui aliran batang. Begitupula terjadi kenaikan besarnya transpirasi oleh pohon beringin oleh karena luasnya tajuk dan akar nafas tersebut. Kelipatan tersebut di atas dibandingkan dengan pohon yang memiliki tajuk kerapatan sama tetapi tidak memiliki akar nafas. Dengan demikian, perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan besarnya intersepsi pada pohon beringin dengan pohon lainnya. Tentunya perbandingan tersebut harus memiliki kesepadanan luas tajuk antar kedua pohon yang akan dibandingkan besarnya intersepsi tersebut. Gambar 33. Akar Nafas pada Pohon Beringin Tua 91

3. Kemampuan Beringin dalam Mereduksi Bahan Pencemar Udara

Telah dilakukan penelitian terhadap kemampuan beringin kota urban weeping fig dalam menyerap absorbsi dan menjerap adsorbsi logam berat Pb pada kulit batang dan daun. Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan daun beringin dalam menjerap partikel debu. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa beringin benar-benar mampu menyerap dan menjerap Pb melalui daun dan kulit batangnya. Selain menyerap dan menjerap Pb, beringin juga mampu menyerap partikel debu melalui permukaan daunnya. Jenis beringin yang ditemukan dan sekaligus sebagai pohon sampel meliputi Ficus benjamina beringin dan Ficus ribes preh. a. Kandungan logam berat timbal Pb pada beringin dan preh Hasil penelitian terhadap kemampuan beringin dan preh dalam menyerap dan menjerap logam berat Pb ditunjukkan pada Grafik 6. Ketiga sampel kulit batang beringin secara keseluruhan dari hasil rata-rata memiliki kandungan sebesar 0,5 mgkg logam Pb dalam 15 g bobot kering. Pada sampel kulit batang beringin 1 memiliki angka sebesar 1,1 mgkg. Angka tersebut terpaut tinggi jika dibandingkan dengan kedua sampel lainnya yakni sebesar 0,1 mgkg pada sampel 2 dan 0,3 mgkg pada sampel 3. Rata-rata kandungan Pb pada kulit batang preh sebesar 0,1 mgkg dalam 15 g bobot kering. Dari ketiga sampel kulit batang preh yang telah diuji, hanya terdapat dua sampel yang positif mengandung Pb yakni pada sampel 1 sebesar 0,3 mgkg, pada sampel 2 sebesar 0,1 mgkg, 92 sedangkan sampel 3 tidak terdeteksi adanya logam Pb di dalam kulit batang preh. Perbandingan kedua spesies sampel pohon preh dan beringin dalam menjerap logam berat Pb yakni 1:5. Artinya kedua sampel pohon mampu menyerap dan menjerap polutan Pb. Akan tetapi, sampel pohon beringin lebih efisien dalam menyerap dan menjerap Pb melalui kulit batangnya. Menimbang dari hasil perbandingan tersebut di atas terdapat faktor kemungkinan yang mempengaruhi kandungan Pb sekaligus dapat dijadikan parameter dalam pengukuran Pb khususnya pada pohon kota urban trees. Umur pohon sampel perlu diperhatikan dalam menguji perbandingan dua spesies ataupun lebih terhadap kandungan Pb di dalam kulit batang maupun di dalam batang pohon. Batang dan kulit batang memiliki keterkaitan langsung dari awal pertumbuhan pohon hingga pohon dijadikan sampel. Grafik 6. Kandungan Pb pada Kulit Batang Beringin dan Preh 93 Kedua sampel pohon yang digunakan dalam penelitian ini hampir memiliki umur yang sama berdasarkan perhitungan menggunakan konversi diameter pohon. Pengukuran umur tersebut terikat pada pertimbangan bahwa pohon sampel merupakan pohon kota bukan pohon alam yang secara alami hidup bebas. Berdasarkan perhitungan, pohon preh yang ditemukan di lapangan berumur 15,9 tahun sedangkan pohon beringin berumur 14,3 tahun. Umur pohon beringin hanya terpaut 1,6 tahun dari pohon preh. Melihat hasil keseluruhan Pb yang terjerap pada kulit batang beringin sebesar 0,5 mgkg sedangkan pada kulit batang preh sebesar 0,1 mgkg. Logikanya semakin tua umur pohon maka kandungan Pb yang terakumulasi di dalam batang maupun kulit batang akan semakin banyak. Fakta yang diperoleh dari hasil pengujian kandungan Pb pada kulit batang dalam penelitian ini tidak menunjukkan hal demikian. Sebaliknya, kandungan Pb yang lebih banyak terdapat pada kulit batang Beringin yang memiliki umur lebih muda dari pohon preh. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yakni perbedaan lokasi kedua sampel pohon, lamanya waktu lampu merah menyala, lebar jalan, volume kendaraan, jenis kendaraan, dan jenis bahan bakar. Pohon sampel yang digunakan berada dekat dengan lampu merah yakni pohon beringin yang memenuhi kategori terdapat di Jalan Tamansiswa arah utara barat jalan pohon ke-49. Sampel pohon preh yang memenuhi kategori dekat lampu merah dan ketegori lainnya di Jalan Sugeng Jeroni 94 arah barat selatan jalan pohon ke-9. Kategori lainnya ialah sampel kulit batang berada pada ketinggian ±3 m dari atas permukaan tanah dan pengambilan sampel dilakukan pada kulit batang yang berhadapan dengan jalan. Akan tetapi, kenyataan yang ditemukan di lapangan pada penentuan pohon sampel preh khususnya. Pohon preh yang terdapat paling dekat dengan lampu merah di Jalan Sugeng Jeroni arah barat, selatan jalan pohon ke-10 seluruh permukaan kulit batangnya yang berada sekitar ±3 m sampai percabangan batang tercemar cat. Dengan demikian, di pilih pohon ke-9 tersebut di atas. Meskipun pohon tersebut juga tercemar cat pada bagian berada di bawah ketinggian sekitar ±3 m. Akan tetapi, pengambilan sampel kulit batang preh masih dapat dilakukan pada bagian yang tidak terkena cat pada ketinggian tersebut. Adanya pencemaran cat pada kulit batang sampel akan mempengaruhi kuantitas kandungan Pb. Telah diketahui bahwa cat mengandung campuran unsur logam berat Pb. Oleh karenanya, dalam kasus pengambilan sampel untuk keperluan pengujian Pb sekiranya hal-hal lain yang mengandung Pb harus dihindarkan agar sampel betul-betul murni berasal dari cemaran yang diinginkan. Dalam penelitian ini, sumber cemaran yang diinginkan ialah polutan asap kendaraan bermotor. Pertimbangan lain dalam menguji perbandingan kandungan Pb pada beberapa spesies tanaman pada kulit batang atau batang pohon ialah tekstur permukaan kulit batang. Permukaan kulit batang preh memiliki tekstur lebih halus ketimbang permukaan kulit batang beringin yang bertekstur