Eksistensi dan Distribusi Pohon Beringin di Kota Yogyakarta

60 Yogyakarta. Pohon beringin yang berada di bagian tengah Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan memiliki arti dan nama tersendiri. Berdasarkan hal tersebut diatas, secara garis besar peranan pohon beringin kaitannya dengan aksi konservasi di wilayah Yogyakarta dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Filosofi, kedudukan, mitologi, dan penanaman Pohon beringin dalam sejarah tata ruang wilayah Yogyakarta merupakan 4 poin penting yang selama ini menjadi tonggak dalam aksi konservasi pohon beringin bagi masyarakat tradisional Kota Yogyakarta. Dengan demikian, masyarakat tradisional berperan penting dalam aksi konservasi keanekaragaman hayati. Distribusi pohon beringin di Kota Yogyakarta merupakan implementasi dari adanya aksi konservasi masyarakat tradisional terhadap pohon beringin. a b Gambar 24. Pohon Beringin di Alun-alun Kota Yogyakarta. a. Pohon Beringin di Alun-alun Selatan. b. Pohon Beringin di Alun-alun Utara 61 Distribusi pohon beringin di Kota Yogyakarta terletak pada 83 lokasi Lampiran 1. Penentuan lokasi mengacu pada Peta Kota Yogyakarta terbitan CV Indo Prima Sarana Surabaya “Yogyakarta City Map”. Peta tersebut dipilih karena peta ini merupakan pedoman wisata di Kota Yogyakarta. Tidak menutup kemungkinan bahwa jalan raya yang berada dalam layout peta tersebut sering dilewati oleh wisatawan. Sensus pohon beringin dilakukan berdasarkan lokasi yang terdapat pohon beringin. Gambar 25. Empat Poin Penting Aksi Konservasi Pohon Beringin di Kota Yogyakarta 62 Gambar 26. Peta Distribusi Beringin di Kota Yogyakarta 63 Berdasarkan sensus diperoleh kemelimpahan jumlah sebanyak 899 individu beringin yang tersebar pada 83 lokasi, sedangkan sebanyak 21 lokasi dari total 104 lokasi yang termasuk sampel lokasi tidak terdapat pohon beringin. Pohon yang telah tersensus kemudian ditentukan posisi koordinat menggunakan GPS. Setelah itu data diolah menggunakan aplikasi ArcGis untuk membuat Peta Distribusi Pohon beringin di Kota Yogyakarta seperti yang terlihat pada Gambar 26. a. Kategori jumlah pohon beringin Kategorisasi jumlah pohon beringin di Kota Yogyakarta ditunjukkan pada Grafik 1. Kategori jumlah pohon digunakan untuk memberikan informasi jumlah pohon beringin yang ditemukan di lokasi penelitian. Terdapat 4 kategori jumlah pohon dari 6 interval yang telah ditentukan. Interval 1 sampai 20 pohon merupakan kategori jumlah pohon yang paling banyak ditemukan sedangkan interval 101 sampai 120 pohon merupakan kategori jumlah pohon yang paling sedikit. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat 72 lokasi dengan jumlah antara 1 sampai 20 pohon beringin. Lokasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada kategori antara 21 sampai 40 pohon hanya terdapat pada 5 lokasi yakni Jalan S.O. 1 Maret 27 pohon, Jalan Sugeng Jeroni 28 pohon, Jalan Sultan Agung 28 pohon, Jalan Faridan M. Noto 35 pohon, dan Jalan Letjend. Suprapto 37 pohon. Kategori jumlah pohon dengan interval 41 sampai 60 pohon ditemukan pada 5 lokasi yang meliputi Jalan 64 Gedong Kuning 49 pohon, Jalan Veteran 52 pohon, Alun-alun Utara 50 pohon, Jalan Kapten Tendean 50 pohon, Kebun Binatang Gembira Loka 56 pohon. Kategori pohon dengan interval 101 sampai 120 pohon hanya terdapat di Jalan Tamansiswa dengan jumlah 108 pohon beringin. Kategori jumlah pohon dapat digunakan untuk monitoring dalam upaya pengelolaan lingkungan khususnya Ruang Terbuka Hijau Tepi Jalan RTHTJ. Dengan adanya kategori jumlah pohon pihak pengelola dapat dengan mudah menentukan jumlah pohon yang akan ditanam sebagai tanaman penghijau tepi jalan kaitannya dengan tanaman dalam menyerap polutan udara. Dengan demikian, laju pencemaran udara dapat dikendalikan. Grafik 1. Kategori Jumlah Pohon pada Lokasi Penelitian 65 Pola distribusi pohon beringin di Kota Yogyakarta berbentuk jalur di tepi jalan raya karena persebarannya dibantu oleh manusia. Pola distribusi pohon beringin di lapangan terbuka maupun halaman perkantoran ditanam pada spot tertentu sesuai dengan fungsi. Terkecuali pola distribusi yang terdapat di Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan. Penanaman pohon beringin di tengah alun-alun dan bagian tepinya mempunyai makna filosofi tersendiri. Bagian tepi Alun-alun Utara ditanami pohon beringin sejumlah 62 pohon pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I. Akan tetapi, jumlah tersebut sudah berkurang menjadi 48 pohon karena faktor usia dan faktor alam. Berbeda dengan tepi Alun-alun Selatan hanya terdapat 3 pohon beringin yang ditanam di bagian tepi dan berbagai jenis pohon lainnya. Distribusi pohon beringin di Kota Yogyakarta membentuk pola teratur. Pohon beringin yang tersebar mayoritas ditanam dalam bis beton. Berdasarkan hasil pengamatan pohon beringin hanya terdapat pada tepi jalan raya berhambatan dan bebas hambatan. Dengan kata lain, pohon beringin tidak ditemukan di tengah median jalan. Dari segi estetika pohon Gambar 27. Visusalisasi Pola Distribusi Pohon Beringin pada Jalan Raya Berhambatan 66 beringin yang ditemukan, beberapa ada yang berhabitus bonsai. Dengan demikian, pohon beringin telah memenuhi syarat estetika sebagai tanaman penghijau. b. Beringin sebagai pohon hutan kota Menurut Fandeli, dkk 2004: 39, hutan kota didefinisikan sebagai kawasan hijau di kota yang terdiri dari kumpulan pohon dan kerapatannya dapat menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan di luar area tersebut. Hutan kota dapat berada di taman kota, tempat rekreasi, tempat olah raga, pemakaman, lahan pertanian, jalur hijau jalan, dan pekarangan. Mengacu pada hal tersebut maka lokasi yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi jalur hijau tepi jalan raya, halaman perkantoraninstansi, lapangan terbuka, dan tempat rekreasi Kebun Binatang Gembira Loka KBGL merupakan kawasan hutan kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya hutan kota meliputi tujuan yang dikaitkan dengan fungsi hutan kota, popularitas tanaman, persepsi dan sosial-ekonomi Fandeli, dkk. 2004: 41. Tujuan merupakan aspek utama dalam perencanaan dan pembangunan kawasan hutan kota. Tujuan pengadaan hutan kota berhubungan dengan fungsi sedangkan fungsi tergantung pada lokasi. Tanaman yang digunakan tergantung pada peruntukkan kawasan. Menurut Mukhlison 2013: 39-41, pengadaan hutan kota harus didasarkan pada fungsi agar hutan kota berguna secara optimal bagi seluruh 67 makhluk hidup. Dalam pemenuhan fungsi tersebut, maka hutan kota harus memenuhi syarat silvikultural, manajemen, dan estetika. Syarat-syarat silvikultural diantaranya meliputi jenis pohon yang berada dalam rentang tumbuh yang sesuai dengan kebutuhannya iklim dan edafik, dapat tumbuh pada tanah miskin hara, mampu memulihkan kesuburan tanah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, kondisi sealalu evergreen, batang pokok dan cabang kuat sehingga tidak mudah tumbang dan patah, akar tidak merusak jalan, beton, dan bangunan yang ada disekitarnya, toleran terhadap suhu tinggi dan penyinaran matahari, dan toleran terhadap kekurangan air. Manjemen merupakan syarat yang selalu ada dalam pengelolaan berbagai praksis kehidupan. Syarat manajemen jenis pohon hutan kota diantaranya bertajuk tebal dan rapat sehingga dapat berfungsi sebagai tanaman peneduh, bertajuk kuat dan rapat sehingga dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung angin, serta berkemampuan tinggi dalam pengurangan pencemaran lingkungan perkotaaan udara, air, tanah. Syarat estetika yang harus terpenuhi untuk jenis pohon hutan kota yakni pohon memiliki tajuk, percabangan daun dan atau bunga yang indah sehingga akan menambah unsur keindahan ruang perkotaan. Selain itu, jenis pohon yang memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, memiliki buah berukuran relatif kecil sehingga ketika jatuh tidak membahayakan manusia dan merusak fasilitas sekitarnya. Pohon tidak menghasilkan getah beracun atau berbahaya bagi makhluk hidup dan tidak menghasilkan serbuk sari yang dapat 68 menyebabkan alergi, keduanya merupakan syarat lain untuk jenis pohon sebagai komposisi hutan kota. Pohon beringin merupakan salah satu jenis tanaman yang sesuai untuk dijadikan komposisi pohon dalam hutan kota. Mengacu pada persyaratan tersebut di atas, skor pohon beringin hampir memenuhi semua syarat yang telah disebutkan Grafik 2. Skor maksimal pada grafik tersebut menggambarkan skor nilai pemenuhan syarat pohon beringin sebagai komposisi tanaman dalam hutan kota. Skor hasil tersebut merupakan nilai yang didapatkan berdasarkan hasil survei dengan kategori persyaratan silvikultural, manajemen, dan estetika jenis pohon hutan kota. Pada Grafik 2 terlihat bahwa pohon beringin memiliki skor syarat silvikultural sebesar 23 dengan skor maksimal 24. Berarti hanya selisih 1 nilai dari skor Grafik 2. Perbandingan Skor Maksimal dan Skor Hasil Syarat Tanaman Hutan Kota pada Pohon Beringin 69 maksimal. Di samping itu, skor hasil dan skor maksimal pada syarat manajemen dan syarat estetika terlihat keduanya menduduki nilai yang sama yakni sebesar 14 dan 10. Dengan demikian, pohon beringin telah memenui syarat sebagai jenis pohon pembentuk hutan kota. Jenis pohon sebagai syarat komposisi hutan kota juga harus memenuhi fungsi produksi dan konservasi flora dan fauna Fandeli. 2004: 41. Pohon beringin yang telah tumbang ataupun kayu beringin yang sengaja digunakan sebagai fungsi produksi dapat dijadikan sebagai perabotan rumah tangga yang unik karena adanya akar nafas yang menyelubungi batang utama pohon. Hal tersebut, menjadikan pohon beringin akan terkesan unik jika dimanfaatkan sebagai perabotan maupun properti lainnya sesuai dengan kreatifitas. Walaupun tingkat kekerasan kayu pohon beringin tergolong rendah. Akan tetapi, dalam hal keawetan kayu dapat diatasi dengan proses Gambar 28. Benalu pada Pohon Beringin sebagai Fungsi Konservasi Flora 70 pengawetan. Pohon beringin merupakan suaka bagi berbagai fauna seperti serangga, burung, reptil, dan flora seperti benalu Gambar 28. Meskipun pohon beringin berperan dalam konservasi flora. Di sisi lain, pohon beringin dapat merusak jenis pohon hutan kota lainnya. Daya adaptasi yang tinggi menyebabkan pohon ini dapat tumbuh pada media dengan unsur hidup dan media tanpa unsur hidup. Hal tersebut perlu menjadi perhatian lebih bagi pihak pengelola hutan kota. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan empat jenis habitus pohon beringin yakni semai, pancang, tiang, pohon, dan epifit. Diantara kelima habitus tersebut terdapat satu habitus yang dapat tumbuh pada pohon lain bahkan dapat mematikan pohon tersebut. Epifit merupakan habitus beringin yang hidup dengan cara menempel pada pohon lain, tetapi tidak menyerap sari makanan dari pohon tersebut parasit. Oleh karena laju pertumbuhan akar nafas pohon beringin yang cepat menyebabkan pohon inang tercekik dan dapat menyebabkan kematian, sehingga akar nafas tersebut disebut sebagai akar pencekik strangler. Selain itu, pohon beringin memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga dapat tumbuh pada media dengan unsur tak hidup seperti tembok, jembatan yang berbahan beton dan batu. 71 Foto yang tersaji pada Gambar 29 menggambarkan cara beringin beradaptasi untuk tetap mempertahankan hidupnya dengan tumbuh pada berbagai habitat. Hal ini merupakan suatu kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya dalam penggunaan pohon beringin sebagai tanaman penghijau memberikan kemudahan dalam cara tanam dan pemeliharaan. Cara tanam beringin sebagai tanaman penghijau jalan di Kota Yogyakarta yaitu dengan cara ditanam dalam bis beton. Pohon beringin mampu tumbuh Gambar 29. Beringin Tumbuh pada Berbagai Media. 1, 3 Beringin Tumbuh pada Media Beton. 2 Beringin Tumbuh pada Media Pohon. 4 Beringin Pencekik Strangler Sumber: Dokumentasi Pribadi. 1 2 3 4 72 pada kondisi unsur hara dan kandungan air rendah. Selain itu, pohon ini dapat tumbuh pada pohon lainnya. Dengan demikian, diperlukan pengawasan terhadap tanaman hutan kota yang lain. Jika terdapat beringin tumbuh liar pada tanaman hutan kota yang lain, segera dilakukan tindakan pencabutan terhadap beringin tersebut. Dalam keadaan alami pohon beringin dapat mencapai tinggi 30 meter lebih dengan tajuk yang rapat dan luas. Selain itu, akar nafasnya yang menyelubungi batang dan tumbuhnya sulur di dahannya membuat pohon ini terkesan angker. Oleh karenanya, menjadi suatu masalah yang perlu dipertimbangkan jika pohon beringin dijadikan tanaman penghijau tepi jalan sebagai upaya pengadaan hutan kota sehingga diperlukan usaha untuk mengatasinya. Walaupun demikian, pohon beringin mempunyai kelebihan yang dapat dijadikan solusi dari adanya permasalahan tersebut. Pohon beringin merupakan pohon yang dapat dijadikan bonsai sehingga akan tetap kerdil dan tidak mengganggu aktivitas jalanan. Hal tersebut menambah poin nilai estetika pada pohon beringin. Dari hasil pengamatan pohon beringin yang digunakan sebagai tanaman penghijau jalan terdapat beberapa model pemangkasan pruning seperti yang tampak pada Gambar 30. 73 Telah banyak dilakukan penelitian mengenai kemampuan pohon beringin dalam mereduksi bahan pencemar udara. Hasil penelitian Purwaningsih 2007: 35 menyatakan bahwa beringin merupakan jenis tumbuhan yang memiliki peran tinggi dalam menyerap karbon dioksida CO 2 diantara beberapa spesies tumbuhan lainnya Tabel 14. Jika dibandingkan dengan Angsana, Tanjung, Sawo Kecik, dan Asam yang merupakan tanaman keraton, maka beringin yang paling unggul dalam penyerapan CO 2 . Tanjung dan Angsana yang merupakan pohon penghijau tepi jalan memiliki kemampuan dalam menyerap CO 2 yang rendah jika dibandingkan dengan beringin. Karbon dioksida CO 2 merupakan gas sisa hasil pembakaran bahan bakar minyak kendaraan, juga berasal dari dampak negatif adanya penggundulan hutan, pembakaran kayu dan kertas. Dampak negatif dari Gambar 30. Model Pemangkasan Pohon Beringin pada Jalur Hijau Jalan di Kota Yogyakarta. 1 Model Piramida Terbalik. 2 Model Tabung, 3 Model Bertingkat Sumber: Dokumentasi Pribadi. 1 2 3 74 adanya surplus gas CO 2 di udara menyebabkan pemanasan global yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu lingkungan. Gas CO 2 bersama H 2 O bereaksi dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat C 6 H 12 O 6 dan oksigen O 6 . Dengan adanya fenomena tersebut maka tumbuhan berperan dalam mereduksi gas CO 2 di udara. Analoginya jika suatu tumbuhan memiliki daun banyak yang secara visual terlihat dari ketebalan dan kerapatan tajuk maka tumbuhan tersebut memiliki daya serap CO 2 yang tinggi. Lubis Suseno 2002: 143, menyatakan bahwa tanaman berakar gantung relatif baik digunakan sebagai tanaman penghijau pinggir jalan. Laporan hasil penelitiannya menyatakan bahwa sampel tanaman Ficus yang digunakan mampu menyerap dan menjerap logam berat timbal Pb. Tabel 14. Daya Serap Karbon Diksida pada Beberapa Jenis Tumbuhan No Nama Jenis Daya Serap Karbon dioksidaPohon 1 Beringin , 622 2 Angsana 0.217 3 Tanjung 0.102 4 Trembesi 66.3 5 Nangka 3.41 6 Mahoni 2.5 7 Sawo Kecik 1.84 8 Asam 0.118 Sumber: Purwaningsih 2007:35. Keterangan: : Tanaman penghijau yang ditanam oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta : Tanaman keraton yang ditanam di kawasan Keraton Kota Yogyakarta 75 Sampel tanaman tersebut merupakan tanaman perkotaan yang difungsikan sebagai tanaman penghijau. Sampel yang digunakan meliputi Ficus elliptica , Ficus benjamina dan Ficus sp. Sampel organ yang diujikan untuk mengetahui kandungan Pb-nya ialah daun, batang, dan akar nafas. Dilaporkan bahwa ketiga sampel organ tersebut memiliki kandungan Pb dengan variasi nilai yang berbeda-beda Tabel 15. Tabel 15. Kandungan Logam Pb pada Organ Tanaman Tiga Spesies Ficus No Organ Jenis tanaman Ficus elliptica Ficus benjamina Ficus sp. Kadar Pb mgkg 1 Daun 17.91 15.9 16.15 2 Batang 18.16 18.49 16.07 3 Akar gantung 18.61 16.07 15.73 Sumber: Lubis Suseno 2002: 146. c. Distribusi habitus beringin di Kota Yogyakarta Penentuan kategori habitus pohon beringin berdasarkan pada diameter setinggi dada atau Diameter at the Breat Height DBH. Habitus yang telah ditemukan dan dikategorikan berdasarkan DBH meliputi pancang, tiang, dan pohon. Semai ditentukan berdasarkan perkiraan ketinggian. Bonsai ditentukan berdasarkan penampakan batang. Epifit ditentukan berdasarkan tempat tumbuh. Secara keseluruhan terdapat lima jenis habitus pohon beringin di Kota Yogyakarta yakni pancang, tiang, pohon, semai, bonsai, dan epifit. Kategori jumlah kelima habitus pohon beringin dapat dilihat pada Grafik 3. 76 Grafik 3. Jumlah Kategori Habitus Pohon Beringin di Kota Yogyakarta Berdasarkan Grafik 3 di atas habitus yang mempunyai jumlah paling banyak adalah tiang sebanyak 128 individu. Kemudian secara berurutan dari habitus yang memiliki jumlah terbesar sampai yang terkecil yakni, pohon sebanyak 68 individu, pancang sebanyak 61 individu, semai sebanyak 41 individu, bonsai sebanyak 34 individu, dan epifit memiliki jumlah paling kecil sebesar 16 individu. Keseluruhan habitus beringin yang ditemukan sebanyak 348 individu sedangkan jumlah keseluruhan pohon beringin yang ditemukan di Kota Yogyakarta sebesar 899 individu. Jumlah pohon yang tidak termasuk ke dalam kategori habitus merupakan pohon yang tidak terukur diameternya karena memiliki akar nafas yakni sebesar 551 pohon. 41 61 128 68 34 16 Kategori Jumlah Habitus Semai Pancang Tiang Pohon Bonsai Epifit 77 Grafik 4. Jumlah Lokasi Persebaran Habitus Pohon Beringin Distribusi habitus pohon beringin pada lokasi penelitian dapat disimak pada Lampiran 2. Dari hasil perhitungan habitus pohon memiliki jumlah yang paling banyak tersebar pada lokasi penelitian yakni 31 lokasi. Habitus pancang dan tiang masing-masing tersebar pada 27 dan 30 lokasi. Habitus semai tersebar pada 20 lokasi dan bonsai tersebar pada 16 lokasi. Epifit merupakan habitus yang paling sedikit jumlahnya dan tersebar hanya pada 4 lokasi penelitian. Perhitungan persebaran habitus pada lokasi penelitian bertujuan untuk mengetahui peranan beringin dalam fungsi ekologi, estetika sebagai pohon kota urban tree, dan reduksi pencemar udara. Dimuka telah disinggung bahwa beringin merupakan spesies tumbuhan yang memiliki daya serap karbon paling tinggi dibanding dengan Tanjung dan Angsana sebagai tanaman penghijau tepi jalan. Maksud dari pembahasan ini adalah bahwa 20 27 30 31 16 4 5 10 15 20 25 30 35 Semai Pancang Tiang Pohon Bonsai Epifit Jumlah Lokasi 78 semakin banyak kategori habitus pohon beringin yang tersebar di lokasi penelitian maka kemampuan dalam mereduksi logam berat Pb, debu, dan gas CO 2 di udara semakin tinggi. Hal tersebut, berkaitan dengan kerapatan dan ketebalan tajuk pohon beringin. Semua habitus pohon beringin yang ditemukan baik semai, pancang, tiang, pohon, bonsai, dan epifit memiliki kemampuan dalam mereduksi bahan pencemar udara baik secara adsorpsi dan absorpsi melalui organ- organ tubuhnya. Asap dan debu merupakan polutan dari aktivitas perkotaan. Polutan tersebut terbuang ke udara oleh karena adanya angin sebagai agen distribusinya. Polutan dapat menempel pada bagian organ-organ tumbuhan yang kemudian dijerap dan atau diserap oleh habitus pohon beringin. Akan tetapi, dari beberapa habitus yang telah disebutkan di atas memiliki potensi yang berbeda terkait fungsi. Semai sebagai tanaman penghijau jalan lebih berfungsi dalam estetika, selain dapat menyerap polutan di udara. Demikian pula dengan bonsai walaupun habitus ini memiliki ketinggian yang relatif lebih tinggi dibandingkan semai. Epifit lebih berfungsi ke arah penyerap polutan udara dan seperti yang telah disinggung di muka bahwa habitus ini juga merupakan habitus yang merusak pohon hutan kota lainnya. d. Distribusi pohon beringin di Kota Yogyakarta Distribusi pohon beringin di Kota Yogyakarta tidak luput dari peran serta masyarakat terkait dengan popularitas pohon beringin sejak zaman Kerajaan Mataram hingga saat ini. Popularitas tersebut didukung oleh 79 adanya kepercayaan masyarakat tentang mitologi, filosofi, sejarah dan fungsi pohon beringin dalam tata ruang Kota Yogyakarta. Dari hasil penelitian ditemukan dua spesies beringin Ficus spp. yakni Ficus benjamina dikenal dengan nama beringin dan Ficus ribes dikenal dengan nama Preh. Beringin tumbuh tersebar pada tepi jalan raya, halaman perkantoraninstansi, lapangan terbuka, dan taman rekreasi Kebun Binatang Gembira Loka KBGL. Distribusi beringin di Kota Yogyakarta merupakan reaksi dari adanya aksi konservasi yang telah lama dilakukan oleh masyarakat Kota Yogyakarta. Telah disinggung di muka bahwa pohon beringin merupakan pohon keraton yang paling diistimewakan daripada pohon. Selain faktor aksi konservasi dari masyarakat Yogyakarta, distribusi beringin juga didukung oleh adanya faktor internal dari pohon beringin. Adapun faktor-faktor internal yang mempengaruhi distribusi beringin antara lain: 1 Pohon beringin secara praktis mudah tumbuh pada berbagai media dengan pemeliharaan bahkan tanpa pemeliharaan. Pohon beringin seperti yang telah disinggung di muka dapat tumbuh pada media beton, batu, dan pohon lainnya. 2 Arsitektur pohon beringin yang memiliki tajuk tebal dan rapat memiliki sifat selalu hijau evergreen dan juga mampu menyerap polutan dari udara. 80 3 Pohon beringin memiliki daya adaptasi tinggi, dapat tumbuh pada media marginal, mudah dibudidayakan dalam bis beton yang berada di tepi jalan. Sekalipun bis beton sudah hancur karena tekanan dari akar pohon beringin, tetapi pohon ini masih dapat hidup dengan memanfaatkan sela-sela paving. Hal tersebut dilakukan agar akar dapat masuk ke dalam tanah untuk menyerap unsur hara seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. 4 Pohon beringin memiliki akar nafas yang dapat menyerap polutan di udara dan dapat masuk ke dalam tanah bersamaan dengan akar utama. Fungsi akar beringin juga berkaitan dengan kemampuan beringin dalam perluasan bidang penyerapan unsur hara. Gambar 31. Kemampuan Beringin Tumbuh pada Media Bis Beton. a Akar Beringin Masuk ke dalam Sela-sela Paving. b Beringin Masih Dapat Tumbuh pada Bekas PotBis. a b 81 5 Dalam pemeliharaan sebagai tanaman penghijau kota, pohon beringin dapat dipangkas sampai batas ujung batang komersil dan dapat trubus kembali, sehingga menjadikan pohon ini dapat dipelihara dalam berbagai perawatan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan.

2. Ukuran Pohon Beringin

Ukuran pohon merupakan manifestasi pertumbuhan dan perkembangan. Ukuran pohon penting dalam bidang ekologi kaitannya dengan habitus dan fungsi dalam ekosistem. Ukuran pohon dalam ekosistem hutan kota merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam menentukan fungsi dan peruntukan pohon dalam suatu kawasan. Parameter ukuran pohon dalam penelitian ini meliputi diameter, tinggi pohon, dan penutupan tajuk. a. Diameter batang setinggi dada Pohon beringin yang memiliki diameter setinggi dada diukur pada pohon yang normal. Diameter pohon tidak diukur pada pohon yang memiliki akar nafas, batang bonsai, habitus yang memiliki tinggi batang kurang dari 1,3 m dari pangkal batang, dan habitus semai. Data diameter batang setinggi dada digunakan untuk menentukan kategori habitus pohon beringin, umur dan basal area. Diameter batang juga dapat digunakan untuk mengukur estimasi Radius Persebaran Akar RPA pohon di dalam tanah. Ditemukan 6 kelompok habitus beringin di Kota Yogyakarta yang meliputi semai, pancang, tiang, pohon, bonsai dan epifit. Pengelompokan pancang, tiang, dan pohon berasal dari ukuran diameter. Habitus pancang 82 dikategorikan berdasarkan diameter batang yang besarnya kurang dari 10 cm, tiang 10 cm sampai 20 cm, dan pohon dengan diameter 20 cm. Habitus semai dikelompokkan berdasarkan ketinggiannya yakni 150 cm. Bonsai dikelompokkan berdasarkan penampakan batang. Pengelompokkan epifit didasarkan pada adanya akar pembelit yang tumbuh pada pohon lain. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan sebanyak 257 habitus dengan jumlah pancang sebanyak 61, tiang sebanyak 128, dan pohon sebanyak 68. Menurut Day Wiseman 2009: 1, pohon yang mempunyai diameter 15 cm perkiraan persebaran akar meliputi radius 6 m dari titik berdirinya batang pohon. Melalui persamaan tersebut dapat diprediksi Radius Persebaran Akar RPA pohon beringin di Kota Yogyakarta dengan asumsi bahwa penanaman beringin dalam pot diabaikan Lampiran 3. Dari hasil perhitungan didapatkan rata-rata RPA pada pancang meliputi area 3,12 m dari batang. Tiang memiliki RPA sebesar 5,79 m, dan pohon memiliki RPA sebesar 10,47 m. b. Tinggi pohon beringin Seperti halnya pengukuran diameter batang setinggi dada. Pengukuran ketinggian pohon terbatas pada pohon tertentu. Pohon beringin dalam penelitian merupakan pohon penghijau khususnya pohon yang berada di tepi jalan. Perlakuan yang dilakukan oleh dinas terkait agar fungsi pohon penghijau tetap terpenuhi memberikan batasan dalam pengukuran tinggi pohon. Fungsi yang dimaksud ialah terutama fungsi estetika dan 83 keselamatan pengguna jalan. Perlakuan pemeliharaan yang mempengaruhi ketinggian pohon ialah pemangkasan pruning. Pemangkasan yang dilakukan oleh pihak terkait DLH Kota Yogyakarta dilakukan setiap 3 bulan sekali. Berdasarkan pengamatan, terdapat tiga model pemangkasan yakni model piramida terbalik, model tabung, dan model bertingkat Gambar 30. Tidak semua pohon yang tergolong dalam salah satu habitus pancang, tiang, ataupun pohon memiliki ukuran ketinggian. Hal tersebut, terbatas pada kondisi pohon yang dipangkas sehingga ukuran tinggi pohon tidak diukur seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh sebab itu, dilakukan uji t-test untuk mengetahui perbedaan rata-rata tinggi beringin yang ditemukan pada masing-masing habitus. Rata-rata tinggi pohon yang paling besar terdapat pada habitus pohon N±mean±SD; 68 ± 9,16 ± 7,68. Habitus tiang memiliki rata-rata urutan kedua setelah habitus pohon N±mean±SD; 128 ± 4,15 ± 3,08 sedangkan habitus pancang memiliki nilai rata-rata paling rendah diantara kedua habitus lainnya N±mean±SD; 61 ± 4,06 ± 2,88. Rata-rata ketinggian dari seluruhnya ialah 5,79 m. Jumlah individu dalam kelompok pancang yang tidak terukur ketinggian pohonnya sejumlah 12 dari jumlah keseluruhan 61 individu, pada habitus tiang 18 dari 128 individu, dan pada pohon sejumlah 16 dari total keseluruhan 68 individu Lampiran 4. 84 Pengukuran ketinggian yang diperoleh pada beringin dengan batang akar nafas dan habitus bonsai tersaji pada Lampiran 5. Dari total keseluruhan 505 individu Beringin yang berakar nafas, sebanyak 179 individu tidak terukur ketinggiannnya karena pohon terpapas. Sejumlah 326 individu beringin berakar nafas terukur ketinggiannya N±mean; 326 ± 14,02. Habitus bonsai memiliki individu yang terukur ketinggiannya sebanyak 28 individu dari keseluruhan 34 individu bonsai. Sejumlah 6 individu bonsai tidak terukur ketinggiannya. Habitus bonsai yang terukur ketinggiannya memiliki rata-rata sebesar N±mean: 28 ± 8,8. Beringin yang termasuk ke dalam kategori “tinggi batang 1,3 m” sebanyak 26 individu tidak terukur ketinggiannya sedangkan sebanyak 19 individu terukur ketinggiannya dari keseluruhan jumlah 45 individu beringin. Individu yang terukur ketinggiannya memiliki rata-rata paling rendah “tinggi kurang dari 1,3 m” N±mean: 19 ± 5,03 dibandingkan bonsai. c. Umur pohon beringin Umur pohon beringin dihitung dari perolehan diameter setinggi dada. Pengukuran jari-jari dan jumlah lingkaran tahun annual ring dilakukan pada pohon sampel yang berada di Jalan Sugeng Jeroni arah barat pohon ke-10 pada sub individu ke-2 dengan keliling 45 cm sehingga diperoleh diameter dan jari-jari sebesar masing-masing 14 cm dan 7 cm setelah dibulatkan. Berdasarkan pengamatan diperoleh sejumlah 14 lingkaran pada pohon sampel Gambar 9. Kemudian dicari besarnya penambahan