Pertimbangan Penetapan Lokasi TPA

19 b. Control landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir seperti halnya pada open dumping, namun disini terdapat proses pengendalian pengawasan sehingga lebih tertata. c. Sanitary landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir dengan menimbun sampah ke dalam tanah hingga periode waktu tertentu. Dengan demikian cara ini dapat menekan polusi bau dan kebersihan lingkungan lebih baik dari metode lainnya.

2.3.1. Pertimbangan Penetapan Lokasi TPA

Penetapan lokasi TPA sampah, dapat berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa pertimbangan- pertimbangan antara lain : a TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut; b Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu : pertama, tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan. Kedua, tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional. Ketiga, Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang. c Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA Sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah ini dengan kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian : Universitas Sumatera Utara 20 1 Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai berikut : a. Kondisi geologi: tidak berlokasi di zona holocene fault; tidak boleh di zona bahaya geologi; Kondisi hidrogeologi: tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter; tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cmdet; jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran; dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan masukan teknologi b. Kemiringan zona harus kurang dari 20 c. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain. d. Tidak boleh pada daerah lindungcagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun. 2 Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut : a. Iklim: hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik; angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makin baik b. Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik c. Lingkungan biologis, meliputi faktor habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik; faktor daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik Universitas Sumatera Utara 21 d. Ketersediaan tanah, meliputi : produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi; kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik; ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik; status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik. e. Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik f. Batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik g. Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik h. Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik i. Etetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik j. Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah per m3ton dinilai semakin baik 3 Produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan sebagai berikut : a. Tahap regional yaitu peta dasar skala 1 : 25.000, yang berisi centroid sampah yang terletak di wilayah tersebut, kondisi hidrogeologi, badan – badan air, TPA sampah yang sudah ada. Pembagian zona – zona ; zona 1 = zona tidak layak; zona 2 = zona layak untuk TPA sampah kota. b. Tahap penyisih yaitu rekomendasi lokasi TPA sampah kota dilengkapi peta posisi calon – calon lokasi yang potensial, peta detail dengan skala 1 : 25.000 dari sedikitnya 2 lokasi yang terbaik. c. Tahap penetapan yaitu keputusan penetapan lokasi TPA sampah kota. Pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek – aspek penataan ruang sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 22 1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan daerah perkotaan Urbanized Area. 2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong pengembangannya Urban Promotion Area 3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju perkotaandaerah padat. Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu memperhatikan hal - hal sebagai berikut : a. Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana pemanfaatan lahan bekas TPA. b. Kemampuan ekonomi pemerintah daerah setempat dan masyarakat, untuk menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara ekonomis, teknis dan lingkungan. c. Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kondisi badan air sekitarnya, pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk menentukan metode pembuangan akhir sampah. d. Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana jalan masuk TPA. e. Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan terjadinya longsor. f. Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA. g. Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume sampah sedekat mungkin dengan sumbernya. Universitas Sumatera Utara 23 h. Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang bukan berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3. i. Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu melaksanakan model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola kebersihan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara memadai. j. Aksesibilitas menuju TPA sampah harus tersedia. Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan pengelolaan TPA sampah yang baik menjadi hal penting, TPA sampah yang didesain sesuai dengan ketentuan dapat difungsikan pula menjadi kawasan hijau sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang yang menerapkan ketentuan bahwa setiap wilayahkawasan menyediakan RTH minimal sebesar 30 dari luas wilayahkawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya mengandung nilai- nilai estetika tetapi juga mengandung nilai psikologis bagi masyarakat. Dapat dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kota-kota besar bahkan Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk taman bermain, kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat maka yang terjadi adalah lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat sangat tinggi, polusi udara yang berpengaruh pada psikologis dan lingkungan yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan.

2.4. Definisi Konsep