193
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Berdasarkan ulasan di atas, kita dapat menggunakan model yang ditemukan Levi- Strauss dalam uraiannya tentang segitiga kuliner dan segitiga konsonan-vokal seperti
yang telah diterapkan Ahimsa 2001 dalam menganalisis Sri Sumarah, Bawuk dan Para Priyayi. Pertama kita dapat menempatkan Pariyem yang memandang positif priyayi
berlawanan dengan Gadis Pantai yang memandang negatif priyayi. Kedua, kita dapat menempatkan kebahagiaan Paijo yang menjadi priyayi pada struktur dan menempatkan
kebahagiaan Mardinah yang menjadi wong cilik dalam antistruktur.
Gadis Pantai - + Pariyem
Paijo +
Mardinah - Penggabungan dua oposisi berpasangan ini adalah sebagai berikut
Paijo +
Gadis Pantai - Pariyem +
Kasan Ngali Mardinah -
Paijo naik menjadi priyayi + , mardinah turun menjadi wong cilik - dalam garis vertical kebahagiaan. Sementara itu, Gadis Pantai memandang negatif priyayi -, Pariyem
memandang positif priyayi + dalam garis horizontal hubungan dengan priyayi. Kasan Ngali berada di pusat antara priyayi dan wong cilik, antara bahagia dan sedih, antara
pandangan negatif dan positif terhadap priyayi.
5. Penutup
Dengan menggunakan analisis struktural ala Levi-Strauss, kita dapat menemukan relasi-relasi antartokoh dan dapat memaknai tokoh-tokohnya. Paijo adalah tokoh wong
cilik yang akhirnya menjadi priyayi tulen meski ia tidak mempunyai bekal bibit, bebet, dan bobot. Ia menjadi priyayi karena belajar dan menggali ilmu kepriyayian dari Pak Mantri.
Sementara itu, Pariyem tidak menjadi priyayi karena memahami posisinya sebagai pelengkap konsep dualisme :bendoro—priyayi. Ia dengan bangga menjadi bagian dari
keluarga priyayi tanpa harus menjadi priyayi. Paijo dan Pariyem bahagia menjalani kehidupannya. Tokoh lain yang mengalami kebahagiaan adalah Mardinah, seorang priyayi
yang menikah dengan wong cilik, Dul Gendheng. Mardinah bahagia menjadi wong cilik dan melepaskan derajat kepriyayiannya. Hal itu berbeda dengan Gadis Pantai yang
menderita saat menjadi priyayi.
Kehadiran tokoh-tokoh itu bisa ditafsirkan dan dimaknai bahwa kebahagiaan seseorang tidak ditentukan oleh derajat priyayi atau bukan priyayi, tetapi bagaimana
194
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
orang bisa menjalani kehidupan dengan senang dan seimbang. Itulah makna pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. Pembangunan bukanlah sekadar
pembangunan fisik atau materi, tetapi harus pula menyentuh pembangunan mental dan spiritual. Keseimbangan pembangunan fisik, mental, dan spiritual akan membawa
kesejateraan rakyat yang hakiki. Makalah ini telah menemukan konsep hidup orang Jawa yang tidak mengutamakan kehidupan lahiriah, tetapi lebih mengutamakan kesejateraan
batin.
Oleh karena itu, rupanya kita perlu meredefinisi pembangunan yang tengah berjalan di negeri ini.
Daftar Pustaka
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Strukturalisme Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press
Kuntowijoyo. 2002. Pasar. Yogyakarta: Bentang Budaya Levi-Strauss, C. 1963. Structural Anthropology. New York: Basic Books
Pettit, L. 1977. The Concept of Structuralism. Berkeley University of California Press Suryadi AG, Linus. 1994. Pengakuan Pariyem. Yogyakarta: Sinar Harapan
Toer, Pramoedya Ananta. 2003. Gadis Pantai. Jakarta: Lentera Dipantara
195
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
KARYA SASTRA SEBAGAI MEDI A PEMBANGUN BUDAYA BANGSA
Umi Faizah, M.Pd.
Universitas Muhammadiyah Purworejo
Abstrak
Para sastrawan yang telah bekerja dengan penanya telah menuai sukses besar dengan berbagai karya. Sebut saja novelis Jenar Maesya Ayu, Pramoedya Ananta Toer, N.H Dini yang sukses
mengibarkan bendera karyanya hanya karena goresan tinta emasnya. Bukan hal mustahil jika muatan karya sastra yang diajarkan baik di sekolah maupun perguruan tinggi utamannya program
studi sastra dan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia mengacu pada hasil akhir karya sastra.
Tidak hanya novel yang mendapat perhatian serius bagi para siswa dan mahasiswa, tetapi juga cerpen, drama, serta puisi yang selalu digarap dan mendapat perhatian serius ketika mereka
mendapatkan materi tentang sastra. Sebuah mimpi yang tidak muluk-muluk jika sebagai pengajar sastra menginginkan peserta didiknya mampu menelurkan karya sastra itu sendiri, bukan hanya
mengkonsumsinya. Materi sastra diharapkan bisa membina peserta didik untuk mampu bersaing dalam pasar global. Berkaca dari dunia perfilman ternyata lagi-lagi sukses dari sastra. Hanung
Bramantyo sebagai sutradara ternama pun banyak memutar film yang diilhami dari novel. Karya spektakuler Hanung ditunjukkan lewat film AYAT-AYAT CINTA 2008, sebuah film religi yang
diangkat dari novel sukses karya Habiburrahman El Shirazy dengan judul yang sama. Sama halnya pada tahun ini 2012, film “Perahu Kertas” yang diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari Dee itu
juga melibatkan sutradara Hanung Bramantyo. “Perahu Kertas” mendapat tempat khusus dalam pemasaran, karena menjadi film yang ditunggu-tunggu, menyusul novelnya yang sukses di pasaran.
Kirannya sebuah solusi untuk menggugah prestasi anak bangsa dalam dunia sastra harus dimulai di meja pendidikan. Bayangkan saja, ternyata berdasarkan survei bahwa penulis-penulis
sastra andal dan produser film itu sedikit yang berlatar belakang pendidikan sastra. Bayangkan saja sebenarnya betapa kompleksnya mata kuliah sastra yang telah diajarkan dalam perkulihan, mulai
dari teori sastra, sajarah sastra, kritik sastra, apresiasi puisi, apresiasi prosa, apresiasi drama, pengkajian puisi, pengkajian prosa, pengkajian drama, bahkan penyutradaraan. Nah, melalui
kurikulum yang sudah disiapkan pada program studi sastra maupun pendidikan bahasa dan sastra yang sebenarnya teori-teori tentang sastra jauh lebih dikuasai dibanding yang tidak megenyam
pendidikan sastra. Permasalahannya adalah mengapa setelah mendapat berbagai ilmu sastra, peserta didik tidak dapat menelurkan karyannya yang sukses di pasaran?
Pembenahan yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan rangsangan kepada mahasiswa sastra untuk berkarya dan berusaha menerbitkannya melalui penerbit terpercaya,
tentunya harus melalui seleksi dari penerbit itu sendiri, kemudian melalui redaksi koran, tabloid dan majalah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendukung kualitas menulis sastra, antara lain:
seorang penulis harus mempersiapkan dirinya; selanjutnya memfokuskan diri pada genre yang akan ditulis puisi, drama, cerpen, atau novel; setelah karya terbentuk segeralah mencari akses penerbit
atau dilombakan. Dengan demikian pembelajaran sastra di meja pendidikan akan meninggalkan bekas, yakni menggiring pengarang-pengarang muda yang digemari masyarakat dan pada akhirnya
kualitas sastra anak negeri ini bisa diberangkatkan melalui pendidikan.
I .PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Karya sastra baik novel, drama, maupun puisi ditulis agar dapat dinikmati
pembaca. Pembaca diajak memasuki dunia imajinasi, kreasi dan interpretasi yang dimanifestasikan dalam bentuk kata-kata.Penulis yang berkecimpung dalam dunia sastra
harus memiliki daya kreatif dalam menyusun kata-kata yang biasa menjadi bermakna luar biasa. Melalui cerita yang ada di dalamnya, baik novel, drama maupun puisi
mengisahkan sebuah interaksi yang sesungguhnya antara pengarang dengan pembaca yang hiburan tersendiri. Karya sastra selain berguna untuk hiburan, juga banyak
manfaat lain yang dapat dipetik. Semakin banyak nilai pendidikan, moral dan atau agama
196
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
yang terdapat dalam karya sastra dan berguna bagi pembacanya, semakin tinggi pula nilai karya sastra tersebut. Nilai pendidikan, moral, dan agama yang tertuang dalam
karya sastra tersebut dapat dijadikan contoh yang baik bagi pembaca, karena karya sastra tersebut bermuatan karakter dan pendidikan.
Berkaca dari hasil kajian sastra dalam pendidikan kirannya sebuah solusi untuk menggugah prestasi anak bangsa dalam dunia sastra harus dimulai di meja pendidikan.
Bayangkan saja, ternyata berdasarkan survei bahwa penulis-penulis sastra andal dan produser film itu sedikit yang berlatar belakang pendidikan sastra. Bayangkan saja
sebenarnya betapa kompleksnya mata kuliah sastra yang telah diajarkan dalam perkulihan, mulai dari teori sastra, sajarah sastra, kritik sastra, apresiasi puisi, apresiasi
prosa, apresiasi drama, pengkajian puisi, pengkajian prosa, pengkajian drama, bahkan penyutradaraan. Nah, melalui kurikulum yang sudah disiapkan pada program studi sastra
maupun pendidikan bahasa dan sastra yang sebenarnya teori-teori tentang sastra jauh lebih dikuasai dibanding yang tidak megenyam pendidikan sastra. Permasalahannya
adalah mengapa setelah mendapat berbagai ilmu sastra, peserta didik tidak dapat menelurkan karyannya yang sukses di pasaran?
Pembenahan yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan rangsangan kepada mahasiswa sastra untuk berkarya dan berusaha menerbitkannya melalui penerbit
terpercaya, tentunya harus melalui seleksi dari penerbit itu sendiri, kemudian melalui redaksi koran, tabloid dan majalah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendukung
kualitas menulis sastra, antara lain: seorang penulis harus mempersiapkan dirinya; selanjutnya memfokuskan diri pada genre yang akan ditulis puisi, drama, cerpen, atau
novel; setelah karya terbentuk segeralah mencari akses penerbit atau dilombakan. Dengan demikian pembelajaran sastra di meja pendidikan akan meninggalkan bekas,
yakni menggiring pengarang-pengarang muda yang digemari masyarakat dan pada akhirnya kualitas sastra anak negeri ini bisa diberangkatkan melalui pendidikan.
Para peserta didik harus terus diberikan motivasi dalam menulis dan mempublikasikan hasil tulisannya. Perlu adanya contoh konkret dari para praktisi yang
berkiprah dalam dunia sastra, selanjutnya layak disebut sastrawan. Para sastrawan yang telah bekerja dengan penanya telah menuai sukses besar dengan berbagai karya. Sebut
saja novelis Jenar Maesya Ayu, Pramoedya Ananta Toer, N.H Dini yang sukses mengibarkan bendera karyanya hanya karena goresan tinta emasnya. Bukan hal mustahil
jika muatan karya sastra yang diajarkan baik di sekolah maupun perguruan tinggi utamannya program studi sastra dan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia mengacu
pada hasil akhir karya sastra.
Tidak hanya novel yang mendapat perhatian serius bagi para siswa dan mahasiswa, tetapi juga cerpen, drama, serta puisi yang selalu digarap dan mendapat
perhatian serius ketika mereka mendapatkan materi tentang sastra. Sebuah mimpi yang tidak muluk-muluk jika sebagai pengajar sastra menginginkan peserta didiknya mampu
menelurkan karya sastra itu sendiri, bukan hanya mengkonsumsinya. Materi sastra diharapkan bisa membina peserta didik untuk mampu bersaing dalam pasar global.
Berkaca dari dunia perfilman ternyata lagi-lagi sukses dari sastra. Hanung Bramantyo sebagai sutradara ternama pun banyak memutar film yang diilhami dari novel. Karya
spektakuler Hanung ditunjukkan lewat film AYAT-AYAT CINTA 2008, sebuah film religi yang diangkat dari novel sukses karya Habiburrahman El Shirazy dengan judul yang
197
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
sama. Sama halnya pada tahun ini 2012, film “Perahu Kertas” yang diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari Dee itu juga melibatkan sutradara Hanung Bramantyo. “Perahu
Kertas” mendapat tempat khusus dalam pemasaran, karena menjadi film yang ditunggu- tunggu, menyusul novelnya yang sukses di pasaran.
Nah, berdasarkan realita-realita tersebut, mari refleksi dan mencari solusi bagaimana caranya agar peserta didik kita mampu menghasilkan karya yang dicintai dan
diminati masyarakat. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah cara menumbuhkan sikap cinta terhadap sastra pada mahasiswa? 2. Bagaimakah cara mengembangkan kreativitas peserta didik mahasiswa pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia dalam menelurkan karya sastra? C. Tujuan
1. mendeskripsikan cara menumbuhkan sikap cinta terhadap sastra pada mahasiswa; 2. mendeskripsikan cara mengembangkan kreatifitas peserta didik mahasiswa
pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dalam menelurkan karya sastra.
I I . PEMBAHASAN
1. Cara Menumbuhkan Sikap Cinta Terhadap Sastra
Sikap-sikap yang selayaknya ditanamkan kepada mahasiswa sastra sebelum memulai menulis fiksi adalah 1 menumbuhkan bahwa betapa hebatnya sebuah karya
sastra yang cara penulisan unsur-unsurnya tidak melalui ketepatan kaidah bahasa; 2 berusaha menggali potensi dalam penulisan puisi, drama, dan novel; 3 memahami
secara utuh pengertian dan spesifikasi karya sastra. Kekuatan menulis fiksi terletak pada narasinya. Di dalam menulis, kita bisa memilih apakah narasi yang bergerak ke depan
dengan lurus-lurus, yang menurut pakar disebut dengan alur linier atau alur melingkar baik puisi, drama, dan novel.
Hal lain dalam rangka menumbuhkan budaya menulis sastra adalah menghadirkan semangat dalam rangka penulisan yang sekaligus merupakan konsekuensi dari sikap
kreatif, yang dikatakan oleh Nadiak 1983: 11 sama halnya dengan memelihara bayi yang tidak pernah dewasa karena membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang luar
biasa. Motivasi dalam menulis juga tidak kalah menarik untuk terus disiangi. Beberapa alasan yang mendorong seseorang menulis, yaitu alasan atau motivasi tugas, motivasi
komersil dan motivasi intelektual Yudiono, 1984: 6. a
Puisi Coleridge dan Pradopo 1993 mengemukakan bahwa puisi itu adalah kata-kata
yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan
unsur yang lain sangat erat hubungannya, dan sebagainya. Selanjutnya Carlyle 1993 mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, katakata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang
merdu seperti musik, yakni dengan mempergunakan orkestra bunyi.
198
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Berdasarkan pendapat tentang pengertian puisi di atas dapat diambil simpulan bahwa puisi merupakan sarana untuk mengungkapkan berbagai perasaan, pengalaman, kritikan,
dan juga harapan yang ditulis secara sistematis dengan bahasa yang ekspresif dan imajinatif sehingga menimbulkan serangkaian bunyi yang merdu.
Penugasan kepada mahasiswa selayaknya mengarah pada hasil karya puisi yang dapat dikirimkan ke penerbit, majalah, tabloid dan surat kabar. Dalam menyusun dan
membuat kata pada puisi hendaklah mempunyai hasrat yang mencerminkan rasa dan jiwa sehingga menjadi representasi dari setiap kata yang lahir dari jiwa dan bermakna
puitis sekaligus estetis Matroni el-Moezany, 2012. Puisi berikut adalah hasil karya mahasiswa semester III PBSI UMP.
RATAP HAMPA Tak ada yang menatap hari ini
Ada,,, pada,,,dan selalu bersih tak tergores Sucinya kertas putih berubah bergaris dan bertulis
Otak, kosong, isi Bergaris menjadi ilmu
Tertulis dalam ilusi, pergi? Lalu ada yang menjadi gila
Berkaca pada keindahan mala petaka Bergulat pada bayang api neraka
Bercermin pada keindahan bangkai Kebimbangan yang terus bergulir, mengukir
Mengalir tanpa batas, tanpa harapan Setapak terlipat pada angan
Sembari menengadahkan cinta Pada yang di atas, pada yang di bawah…
Tetapi tidak temukan apa-apa b
Novel Karya sastra termasuk novel merupakan hasil ciptaan manusia yang berasal dari
imajinasi pikiran pengarang kemudian dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan sosial yang nyata di dalam masyarakat. Karya sastra
merupakan hasil perpaduan harmonis antara kerja perasaan dan pikiran. Selanjutnya karya tidak hanya mementingkan isi, juga tidak hanya mengutamakan bentuk. Karya
sastra diciptakan pengarang bukan sekadar untuk menghibur, melainkan juga untuk menyampaikan nasihat-nasihat pendidikan.
Sebagaimana diungkapkan Nurgiyantoro 2010: 31 novel dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur saling berhubungan dan saling menentukan, yang
kesemuanya itu akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna hidup. Berikut adalah cuplikan novel mahasiswa semester IV PBSI UMP.
“Dalam diamku hanya bisa bergumam, kenapa saya tidak bisa semenarik mereka, bisa bercanda bareng, janjian pulang bersama.Oh..apa yang salah dengan diriku ini Tuhan,
199
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
mengapa aku tak dapat mengalirkan energi dan darahku untuk sekedar bercanda dengan teman-teman dengan menyenangkan. Lantas aku berpikir, barangkali aku menyebalkan,
pendiam, penyendiri dan pasti siapa mau menghardikku. Sungguh kerdil Azimat Berduri, 2012: 1.
c
Drama Film merupakan bagian dari drama. Dalam film terdapat unsur intrinsik seperti
halnya dalam drama yang terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, amanat, dialog dan akting. Namun, terdapat perbedaan antara keduanya, yaitu dalam cara
pementasannya. Drama dipentaskan secara lansung di atas panggung dan menggunakan properti buatan sedangkan film dipentaskan di layar kaca dan
menggunakan properti yang sudah ada dalam kehidupan nyata. Menurut Herman J. Waluyo 2003:158 dalam bukunya Drama Teori dan Pengajarannya, drama
bermanfaat untuk: a.
dapat membantu siswa dalam pemahaman dan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi
b. melatih keterampilan membaca bentuk teks
c. melatih keterampilan menyimak bentuk pementasan
d. melatih keterampilan menulis resensi naskah drama, resensi pementasan drama
e. melatih wacana melakukan pementasan drama.
Cuplikan drama berikut adalah karya mahasiswa semester VI PBSI UMP.
KUPU- KUPU KUNI NG
DI SEBUAH RUMAH SEDERHANA, TERJADI PERCAKAPAN ANTARA ANAK DENGAN IBUNYA
Muntaha : “Mbok…. Simbok….aku pulang….mbok…
Simbok : “ Oalah koe to le….simbok seneng banget koe biso mulih.
Muntaha : “ Iya mbok, saya juga senang bisa bertemu ibu lagi setelah satu semester ini mbok
Simbok : “ Rasah nganngo bahasa Indonesia, aku ora ngerti karepmu
Muntaha : “Nah, ini …ini yang menjadi kelemahan orang Indonesia, tidak mau
mendengar, bahkan memahami bahasanya sendiri.Piye to mbokBisa saja nanti bahasa kita di klaim oleh Negara lain”.
Simbok : “ Ya udah. Sana makan dulu kamu
Muntaha :”Mbokbapak ke mana mbokO ya mbok kapan mbak Rini pulang?
Simbok : “ kamu..pertanyaan satu belum dijawab sudah tanya lagi.”
Bapakmu lagi nggarap sawah punya pakdemu. Mbak ayumu jare kontrak kerjane diperpanjang. Kemarin mbakyumu nelpon lewat Siti anake manten lurah kaeJare durung
biso mulih mergo gaweane apik njur juragane njaluk diperpanjang”. Kenapa to kok nanya mbakyumu, mesti arep njaluk duit kiriman yo?”
Muntaha
::weh enak aja. Sekarang aku nyambi kerja yen ora ono kuliah. Jadi pegawai SPBU dengan sistem sif, mbok
Simbok : Kerjo opo kui?
200
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Muntaha : Itu lo mbok, ngisi bensin motor dan mobil yang bangunannya besar.
Simbok : Oalah, itu to Aku tahu, eh ngomong-ngomong kamu sering curang ya? Ujare yen dadi pengisi bensin kui wonge do cepet sugih mergone carane ora halal. Simbok
pesene sing ngati-ati, ojo tiru kancane sing ora bener
Petikan dan cuplikan karya sastra di atas masih dalam taraf latihan yang harus terus dipupuk agar polesan-polesan diksi serta alur cerita semakin baik lagi.
2.
Cara Mengembangkan Kreatifitas Peserta Didik Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Menelurkan Karya Sastra
Meminjam pendapat Suparno dan Mohammad Yunus 2008: 1.14 menulis merupakan serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa tahap, yaitu tahap
prapenulisan persiapan, tahap penulisan pengembangan isi karangan, dan tahap pasca penulisan telaah dan revisi penyempurnaan tulisan. Kreativitas yang harus
dimunculkan kepada mahasiswa adalah dengan cara menjalin kerja sama dengan penerbit utuk mengorbitkan karya dari insan terdidik, mengirimkan karya sastra pada surat kabar
tertentu, dan selanjutnya dapat mengikutkan karya mahasiswa dalam berbagai kompetisi atau perlombaan.
1 Tahap Pra- penulisan
Seperti halnya orang yang sedang berolahraga pemanasan perlu dilakukan, begitu pula dengan menulis. Sebenarnya, hampir semua orang mengalami fase ini
dalam mengarang. Untuk menulis yang sederhana, keberadaan fase ini tidak terasa, tetapi ketika menulis sesuatu yang relatif kompleks dan serius, fase persiapan ini
terasa dan perlu. Umumnya penulis, terlebih penulis pemula seperti mahasiswa
belum memiliki pengetahuan atau ide yang benar-benar lengkap, siap, dan tersusun
secara sistematis mengenai topik yang akan ditulisnya. Penulis perlu mencari tambahan informasi, memilih dan mengolahnya, serta mensistematikannya agar
hasil tulisannya tajam, tidak dangkal, kaya, tidak kering, teratur, dan enak dibaca. Pada fase penulisan ini, terdapat aktivitas memilih topik, menetapkan tujuan dan sasaran,
mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan ide atau
gagasan. Penulis pemula perlu dihargai seperti apa pun bentuk tulisannya agar lebih
produktif dalam menulis. Sepantasnya, dosen memberi pujian, ucapan selamat, atau bahkan hadiah atas karyanya itu.
a Menentukan topik
Topik adalah pokok persoalan atau permasalahan yang menjiwai seluruh karangan. Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk mencari
topik,misalnya “Saya mau menulis apa?”, “Apa yang akan saya tulis?”, “Tulisan saya berbicara tentang apa?”. Penulis pemula seperti mahasiswa sering mengalami
kesulitan untuk mendapatkan topik yang pas. Masalah yang sering muncul dalam memilih atau menentukan topik
diantaranya sebagai berikut. 1
Terlalu banyak topik yang dipilih, semua topik menarik dan cukup dikenali.
201
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Untuk mengatasi hal itu, hendaknya memilih topik yang sesuai dengan maksud dan tujuan menulis.Sebaliknya, banyak topik pilihan dan semua topik menarik, tetapi
pengetahuan tentang topik-topik itu sedikit. Untuk mengatasinya, hendaknya memilih
topik yang paling
dikuasai, paling
mudah dicari
informasi pendukungnya, serta paling sesuai dengan tujuan seseorang menulis.
2 Tidak memiliki ide sama sekali tentang topik yang menarik hati penulis. Sebenarnya,
kasus seperti ini jarang terjadi karena jika seseorang ingin menulis lazimnya telah memiliki ide tantang tulisannya. Persoalannya, wawasan topik itu terlalu umum
atau terlalu sempit sehingga kesulitan mencari arah atau fokus dari ide tersebut. Untuk mengatasi hal itu, penulis dapat berdiskusi atau meminta saran dari orang lain,
membaca referensi, melakukan refleksi atau pengamatan.
3 Terlalu ambisius sehingga jangkauan topik yang dipilih terlalu luas. Kasus ini kerap
menghinggapi penulis pemula. Begitu banyak hal yang ingin dicakup, dan
dikupas dalam tulisannya, sedangkan waktu,
pengetahuan, dan referensi yang dimilikinya sangat
terbatas. Di sini, penulis dituntut untuk
pandai mengendalikan diri, jika tidak maka yang dihasilkannya akan cenderung dangkal. Topik
merupakan persoalan yang menjiwai isi karangan yang mempertautkan seluruh
bagian atau ide karangan yang menjadi satu keutuhan.
Tanpa topik
yang jelas maka isi karangan pun akan kabur fokusnya.
b Mempertimbangkan maksud atau tujuan penulisan
Setelah mendapatkan topik yang baik, langkah selanjutnya adalah menentukan maksud
dan tujuan penulisan. Untuk membantu merumuskan tujuan, penulis dapat bertanya
kepada dirinya sendiri, “Mengapa saya menulis karangan dengan topik
ini?”, “Dalam rangka apa saya menulis topik ini?” Tujuan dalam konteks ini adalah
tujuan mengarang, seperti menghibur, memberitahu atau menginformasikan, mengklarifikasiatau membuktikan,
membujuk dan
lain sebagainya. Tujuan penulisan
ini perlu diperhatikan selama penulisan berlangsung agar misi karangan tersampaikan
dengan baik karena tujuan akan mempengaruhi corak genre dan bentuk karangan, gaya penyampaian, serta
tingkat kerincian isi karangan.
c Memperhatikan sasaran karangan pembaca
Agar isi tulisan sampai kepada pembaca, penulis harus memperhatikan siapa yang
akan membaca tulisan itu, bagaimana level pendidikan status sosialnya, serta apa yang
diperlukan. Dengan kata lain, penulis harus memperhatikan dan menyesuaikan tulisannya
dengan level sosial, tingkat pengalaman, pengetahuan, dan kebutuhan pembaca.
Britton menyatakan bahwa keberhasilan menulis dipengaruhi oleh ketepatan pemahaman penulis terhadap pembaca tulisannya. Kemampuan ini memungkinkan
penulis untuk memilih informasi serta cara penyajian yang sesuai. Alasan ini pula yang mendorong penulis berulang-ulang meminta orang lain membaca tulisannya dan
memperbaikinya.
202
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
d Mengumpulkan informasi pendukung
Ketika akan menulis, penulis tidak selalu memiliki bahan dan informasi yang benar-benar siap dan lengkap. Oleh karena itu, penulis perlu mencari, mengumpulkan,
dan memilih informasi yang dapat mendukung, memperluas, memperdalam, dan memperkaya isi tulisannya .Tanpa pengetahuan dan wawasan yang memadai, tulisan
akan dangkal dan kurang bermakna sehingga penelusuran dan pengumpulan informasi sebagai bahan tulisan sangat diperlukan.Pengumpulan informasi itu dapat dilakukan
sebelum, sewaktu, atau sesudah penulisan terjadi. Meskipun demikian, akan lebih baik jika informasi yang relevan telah terkumpul secukupnya sebelum menulis sehingga
proses penulisan tidak banyak terganggu .
e Mengorganisasikan ide dan informasi
Setelah memilih topik, menentukan tujuan dan corak wacana, mempertimbangkan sasaran karangan, mengumpulkan informasi pendukung maka langkah selanjutnya adalah
mengorganisasikan atau menata ide-ide karangan agar menjadi saling bertaut, runtut, dan padu. Hasil pengorganisasian ide-ide itu disebut kerangka karangan atau ragangan.
Ide dapat diperoleh dari berbagai sudut pandang, sesuai dengan pendapat Maskun Iskandar dari Lembaga pers Dr. Soetomo Jakarta dalam Romli, 2003:48. Sumber ide
yang dapat ditangkap oleh mahasiswa antara lain dari bacaan, pengamatan, pengalaman, pendapat, obrolan, pengetahuan, perasaan, keinginan, dan tontonan.
2 Tahap Penulisan
Pada saat mengembangkan setiap ide, penulis dituntut untuk mengambil keputusan, antara lain: 1 keputusan tentang kedalaman serta keluasan isi, 2 jenis
informasi yang akan disajikan, 3 gaya bahasa dan cara penyampaian pemilihan kata, rima, irama, ritme,
dan makna. Keputusan itu harus selaras dengan topik, tujuan, corak karangan, dan pembaca karangan.Secara tegas dikemukakan oleh Margontoro 2002:v bahwa dalam
penulisan karya sastra mengandung unsur tidak perdiktabel, artinya isinya tidak dapat langsung ditebak oleh pembaca ketika pembaca melihat judulnya. Tambunan 1982: 65
berpendapat bahwa syarat menulis judul antara lain 1 akurat, 2 menarik, 3 pasti atau tepat sasaran, 4 komunikatif, 5 pendek, tetapi skopnya luas, 6 gayanya
menarik, dan 7 mengandung selera dan memegang unsur kesatuan.
Tahap penulisan bagi pemula sebaiknya tidak perlu terlalu lama dalam memikirkannya. Langsung tuliskan apa yang ada di pikiran dengan gaya bebas seperti
ketika kita menulis surat cinta, buku harian, menulis status pada facebook yang mengalir tanpa beban. Seperti ungkapan James G. Robbins dan Barbara S. Jones dalam Romli,
2003: 52 yakni jangan menunggu sampai menemukan tulisan yang sempurna, berangkatlah dari tulisan yang kacau balau.
3 Tahap Pascapenulisan
Tahap ini merupakan penghalusan dan penyempurnaan karya yang dihasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan revisi, saling bertegur sapa
tentang ilmu pengetahuan dengan orang lain atau teman sejawat. Defelice, proet, Gill, serta Kemnitz menyamakan pengertian baik penyuntingan atau pun revisi mengacu pada
203
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
kegiatan pemeriksaan, membaca ulang, serta memperbaiki unsur mekanik dan isi karangan.
Penyuntingan di sini diartikan sebagai kegiatan membaca ulang suatu karangan dengan maksud untuk merasakan, menilai dan memeriksa baik unsur mekanik maupun isi
karangan. Tujuannya adalah untuk menemukan atau memperoleh informasi tentang unsur-unsur karangan yang perlu disempurnakan. Kegiatan ini dapat dikolaborasikan
dengan teman sejawat.
Berdasarkan hasil penyuntingan itulah, kegiatan revisi atau perbaikan dilakukan. Kegiatan revisi itu dapat berupa penambahan, penggantian, penghilangan, atau
pemberian komentar. Kegiatan penyuntingan dan perbaikan tulisan fiksi puisi, drama dan novel dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1 Membaca keseluruhan tulisan.
2 Menandai hal-hal yang perlu diperbaiki, atau memberikan catatan bila ada hal-hal yang harus diganti, ditambahkan dan disempurnakan.
3 Melakukan perbaikan sesuai dengan temuan saat penyuntingan.
I I I . SI MPULAN
Berangkat dari uraian di atas, dapat disimpulkan solusi untuk menggugah prestasi anak bangsa dalam dunia sastra harus dimulai di meja pendidikan dengan:
1. Menumbuhkan Sikap Cinta terhadap Sastra
Sikap-sikap yang selayaknya ditanamkan kepada mahasiswa sastra sebelum memulai menulis fiksi adalah 1 menumbuhkan bahwa betapa hebatnya sebuah karya
sastra yang cara penulisan unsur-unsurnya tidak melalui ketepatan kaidah bahasa; 2 berusaha menggali potensi dalam penulisan puisi, drama, dan novel; 3 memahami
secara utuh pengertian dan spesifikasi karya sastra. 2.
Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dalam Menelurkan Karya Sastra Kreativitas yang harus dimunculkan kepada mahasiswa adalah dengan cara
menjalin kerja sama dengan penerbit utuk mengorbitkan karya dari insan terdidik, mengirimkan karya sastra pada surat kabar tertentu, dan selanjutnya dapat
mengikutkan mahasiswa dalam berbagai kompetisi atau perlombaan.Melakukan
kegiatan penyuntingan dan perbaikan tulisan fiksi puisi, drama dan novel dapat dilakukan yakni dengan membaca keseluruhan karangan, menandai hal-hal yang perlu
diperbaiki, atau memberikan catatan bila ada hal-hal yang harus diganti, ditambahkan dan disempurnakan, dan melakukan perbaikan sesuai dengan temuan saat penyuntingan.
DAFTAR PUSTAKA
El-Moezany, Matroni. 2012. Suara Merdeka. Edisi, Minggu 14 Oktober 2012. Margontoro, Y.B. e.d 2002. Menulis itu Panggilan. Yogyakarta: Media Pressido.
Nadiak, Wilson. 1983. Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses. Bandung: Sinar Baru. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
204
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Romli, Asep samsul M. 2003. Lincah Menulis Pandai Berbicara: Panduan Ringkas Menulis Artikel dan Teknik Berpidato di depan Umum. Bandung: Nuansa Cendekia.
Suparno dan Muhammad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tambunan, E.H. 1982. Dasar-dasar Penulisan Berita dan Teknik Mengarang. Bandung: Patmo.
Waluyo, Herman J. 2003. Drama - Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.
Yudiono K.S. 1984. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro.
205
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Refleksi dan Prediksi Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Gadis Pantai dan Nyanyi Sunyi Seorang
Bisu Karya Pramoedya Ananta Toer: Menuju Masyarakat yang Humanis
I .B. Putera Manuaba
Fakultas I lmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya e-mail: ibteramyahoo.com
Abstrak
Dalam keseluruhan novel Pramoedya Ananta Toer, salah satu tipologi penting yang mewarnai karya-karyanya adalah kuatnya pencarian nilai-nilai kemanusiaan, yang terutama
direfleksikan melalui kegetiran, pergulatan, dan perlawanan yang dialami tokoh-tokoh utamanya yang hidup tertindas. Dalam karya-karya Pramoedya yang diarusi aliran realisme, di dalamnya
berkisah soal pembelengguan hidup, baik yang dialami sendiri maupun yang diamatinya terjadi pada orang-orang yang ada di dalam lingkungan masyarakatnya. Kendatipun Toer berkisah yang diangkat
dari kondisi sosial lingkungannya, namun pengarang tidaklah berkisah terbatas dalam konteks itu saja. Melalui penulisan novel-novel yang kisahnya diangkat dari konteks kondisi sosialnya, pengarang
menggagas soal kemanusiaan universal yang telah, sedang, dan akan dialami manusia.
Gadis Pantai dan Nyanyi Sunyi Seorang Bisu merupakan dua karya penting Toer yang ditulis dari sebuah keprihatinan mendalam terhadap pendegradasian nilai-nilai kemanusiaan. Di dalam dua
karya ini, ia merefleksikan betapa kekerasan dan kekejaman telah menindas kemanusiaan orang- orang yang tak berdaya, yang adalah warga masyarakat dan bangsanya sendiri. Melalui dua karya
ini, Toer menyajikan realitas sosial kekerasan dan kekejaman atas kemanusiaan. Bagi pembaca siapa pun yang sempat membaca, akan tersentuh rasa kemanusiaannya bahwa betapa kekerasan dan
kekejaman itu dapat menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan, dan mengoyak hak hidup manusia. Dua karya itu sangat keras menentang pendegradasian kemanusiaan yang menindas harkat dan
martabat manusia. Kedua karya diciptakannya sebagai sebuah pencarian nilai-nilai kemanusiaan, yang apabila dihayati masyarakat dapat menjadikannya lebih berkemanusiaan dan beradab. Pesan
kuat yang terimplisit dalam kedua karya ini adalah sebuah kemajuan masyarakat dan bangsa semestinya ditandai dengan semakin tingginya penghargaan atas kemanusiaan. Kekuasaan yang
dipegang oleh siapa pun yang berkuasa bukanlah untuk mendegradasi dan menguasai rakyat atau masyarakatnya sekehendak hati, tetapi justru semestinya digunakan sebagai kewajiban dan
kesempatan emas untuk memuliakan kemanusiaan agar masyarakat dan bangsa menjadi beradab. Gadis Pantai dan Nyanyi Sunyi Seorang Bisu yang ditulis pada masa Orde Baru ini, di samping
merefleksikan fakta mental pada masa itu yang sarat diwarnai kekerasan dan kekejaman kemanusiaan, juga menghadirkan suatu prediksi dan universalitas nilai-nilai kemanusiaan yang
berguna dalam kehidupan manusia, baik pada saat ini maupun yang akan datang. Refleksi dan prediksi nilai-nilai kemanusiaan inilah yang memberi arti penting kesinambungan kehadiran sastra di
tengah masyarakat dan bangsa.
Kata-kata Kunci
: karya, masyarakat dan bangsa, refleksi dan prediksi, nilai-nilai kemanusiaan
Pengantar: Menelusuri Garis Humanis Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer--seorang pengarang humanis Indonesia—memiliki gaya bersastra yang berpenciri, yang menandai kebesaran dirinya sebagai pengarang.
206
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Keseluruhan karya monumental yang diciptakannya sejak awal hingga akhir kepengarangannya tak lepas dari satu spirit besar yang secara konsisten
diperjuangkannya melalui penciptaan karya-karyanya dengan kisah yang variatif secara terus-menerus. Spirit itu adalah penegakan nilai-nilai kemanusiaan.
Ketika menelusuri dokumen proses kreatif Toer, diketahui bahwa di awal kepengarangannya, Toer dalam sebuah hasil wawancaranya yang kemudian dimuat
dalam sebuah majalah pernah mengatakan terinspirasi oleh karya sastra Hindia Belanda berjudul Max Havelaar yang berarti ‘Aku yang Menderita’ karya Multatuli alias Douwes
Dekker. Max Havelaar berisi kisah penderitaan rakyat Indonesia akibat kekuasaan dan kekejaman Belanda. Di dalamnya juga ada kisah romantis Saijah dan Adinda yang
berakhir tragis. Toer—dan juga sastrawan Romo Mangunwijaya—sama-sama mengakui bahwa Multatuli adalah seorang inspirator besar bagi terciptanya karya-karya yang
menyuarakan tentang semangat humanisme. Multatuli adalah seorang Belanda yang sangat setia pada hati nurani dan jiwa kemanusiaannya, ia tak kuasa melihat penderitaan,
pemerasan, dan penindasan terhadap rakyat Indonesia. Oleh karenanya ia kemudian berhenti menjadi Bupati Lebak dari bawah kekuasaan Pemerintahan Belanda, dan
kemudian nmengasingkan diri. Di pengasingan, ia menulis semua penderitaan rakyat yang dilihat dan diketahuinya dalam sebuah roman yakni Max Havelaar. Ia menggugat
yang berwajib dan membongkar segala kejahatan yang menjadi tanggung jawabnya.
Sastrawan Hindia Belanda Multatuli adalah seorang humanis sejati, peletak perjuangan nilai-nilai kemanusiaan atau penghargaan harkat dan martabat kemanusiaan
di bumi Indonesia. Karya besar Max Havelaar karya Multatuli ini tentunya tak dibaca oleh sastrawan saja seperti Toer, tetapi juga oleh orang-orang yang memiliki kepedulian pada
perjuangan kemerdekaan. Maka itu, karya ini juga memiliki fungsi sosial bagi pembaca nonsastrawan untuk menggerakkan dan membangkitkan kesadaran perjuangan
kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Namun, hal ini hampir tidak banyak diungkap. Bung Karno misalnya, pasti membaca karya ini, karena ia adalah pembaca buku-buku
terbaik dan yang inspiratif.
Toer—dan pengarang sezaman seperti Mangunwijaya—adalah generasi humanis pasca-Hindia Belanda. Jika Multatuli menulis hanya satu karya yakni Max Havelaar saja
untuk mengukuhkan dirinya sebagai seorang humanis sejati, maka kedua pengarang ini meneruskan semangat perjuangan nilai-nilai kemanusiaan itu dalam banyak dan bahkan
keseluruhan karya-karyanya. Dalam penciptaan karya-karyanya, baik Toer maupun Mangunwijaya, memang kemudian berkisah dalam gaya berceritanya sendiri-sendiri, yang
kemudian menandai dirinya masing-masing sebagai pengarang besar.
Toer dalam aliran seni realismenya, berkisah dalam kisah yang bermacam-macam dan dalam satu garis perjuangan nilai-nilai kemanusiaan. Karya-karyanya mulai dari Cerita
dari Blora, Keluarga Gerilya, Perburuan, Bumi Manusia, Jejak Langkah, Rumah Kaca, Arus Balik, Gadis Pantai, sampai Nyanyi Sunyi Seorang Bisu
57
, menjadi karya sastra yang di dalamnya berkisah tentang pencarian nilai-nilai kemanusiaan dari kondisi masyarakat
yang terdegradasikan. Goldmann 1977:6, seorang kritikus Prancis para Marxis dan pencetus struktural-genetik, menyebut nilai-nilai kemanusiaan ini sebagai nilai-nilai
57
Lihat juga tulisan Keith Foulcher , Bumi Manusia and Anak Semua Bangsa: Pr amoedya Ananta Toer Enter s 1980s”, in I ndonesia, Vol 32 Oct., 1981, pp 1—15. I a mener jemahkan Bumi Manusia
menjadi Man’s World dan Anak Semua Bangsa menjadi Child of All Nations.
207
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
otentik authentic values. Baginya, di mana suatu masyarakat terdegradasikan, di sana akan lahir karya atau novel, yang novel itu sendiri diciptakan dalam rangka pencarian
nilai-nilai otentik.
Dalam novel-novel Toer dapat diketahui betapa banyaknya kekerasan kemanusiaan terjadi di lingkungan di mana ia hidup. Kekerasan ini disebabkan oleh banyak
kepentingan, yang menurut Toer seharusnya tak terjadi di tengah bangsa ini. Namun, kekerasan kemanusiaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa justru
melanggar hak-hak individu, sipil, sehingga rakyat menderita di tengah bangsanya sendiri Manuaba, 2003. Dikatakan demikian, karena dengan kekuasaan orang melakukan
perampasan atas hak-hak sipil warga bangsa.
Pencarian nilai-nilai kemanusiaan otentik inilah yang senantiasa mewarnai karya- karya Toer, yang dituliskannya secara konsisten sebagai kekuatan dalam karya-karyanya.
Dalam bingkai aliran realisme, yang oleh Toer dipadukan dengan latar sejarah yang amat kuat, Toer bertutut tentang segala ketimpangan dan kebejatan penguasa. Di dalam
karya-karya yang ditulisnya, Toer mencoba mengungkap dan mengeskspresikan segala kejadian yang dialaminya sebagai bagian dari pengalaman bangsanya. Dengan demikian,
karya-karya Toer juga merupakan pengalaman sejarah yang dialaminya sendiri yang merupakan bagian dari potret sejarah bangsa Indonesia. Ia mencoba mengungkap segala
apa pun yang dianggapnya sebagai kejadian yang harus diketahui generasi bangsanya.
Refleksi Nilai- nilai Kemanusiaan dalam Gadis Pantai dan Nyanyi Sunyi Seorang Bisu
1. Refleksi melalui Peristiw a Tokoh dalam Gadis Pantai