191
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Gadis Pantai : GP ….............................
……
Hidup sengsara Jadi priyayi
Paijo : Pasar
Hidup bahagia Pariyem : PP
…..
tidak jadi priyayi Dalam rangkaian di atas kita dapat melihat pasangan oposisi dan elemen yang
menyatukannya. Pariyem, Paijo dan Gadis Pantai adalah sama-sama wong cilik. Hal yang menjadikan mereka berbeda beroposisi Paijo dan Pariyem bertekad untuk mengabdi
kepada priyayi sedangkan Gadis Pantai tidak. Paijo dan Pariyem tidak mengharapkan balas jasa sedangkan Gadis Pantai ingin mendapat perhatian lebih dari priyayi. Sementara
pada rangkaian selanjutnya, Paijo dan Gadis Pantai bersatu menjadi priyayi dan beroposisi dengan Pariyem yang tidak menjadi priyayi. Namun, posisi Paijo dan Pariyem bersatu lagi
yaitu sama-sama hidup bahagia beroposisi kembali dengan Gadis Pantai yang tidak hidup bahagia.
4. Relasi- Relasi Antartokoh
Pariyem sebagai babu bergaul akrab dengan majikannya tanpa meninggalkan batas sopan-santun. Ketika Pariyem dihamili Ario Atmojo, anak majikan, dia merasa
bangga dan tidak menuntut dikawini. Anak hasil perbuatan Aria Atmojo pun tinggal di Wonosari. Hal ini dapat dimaknai bahwa anaknya tidak diangkat dalam susunan keluarga
priyayi. Meskipun demikian hal itu tidak membuat Pariyem kecewa.
Meskipun berbeda cerita, tetapi kejadian yang dialami Pariyem hampir sama dengan yang dialami paijo. Paijo dalam Pasar selalu dimarahi oleh Pak Mantri. Banyak
pekerjaan yang telah dilakukannya dianggap salah. Hampir setiap hari Paijo selalu mendapat omelan dan menjadi tumpuan kemarahannya. Namun semua itu diterima Paijo
dengan ikhlas sampai akhirnya dia dapat memahami setiap perkataan Pak Mantri bahkan dapat menerapkan dalam pola pikirnya. Hal yang membuat berbeda dengan Pariyem
adalah Paijo akhirnya diangkat menjadi priyayi, menggantikan kedudukan Pak Mantri sedangkan Pariyem tidak menjadi Priyayi.
Kejadian yang dialami Pariyem dan Paijo itu berlawanan dengan keadaan yang menimpa Gadis Pantai. Gadis Pantai adalah orang yang sama sekali belum mengenal
Bendoro. Namum begitu sebelum bertemu ia telah dikawinkan dengan Bendoro meskipun hanya diwakili sebilas keris. Sampai cerita tentang kehidupannya di rumah Bendoro, Gadis
Pantai merasa tersiksa. Ketika Gadis Pantai melahirkan, dia dicerai tetapi anaknya diangkat menjadi keluarga priyayi. Perpisahan dengan anaknya ini melengkapi
penderitaan Gadis Pantai.
Kedua kejadian yang berlawanan tersebut dapat dirangkai berikut.
Pariyem
Akrap dengan priyayi
- - - - -
Tidak dinikahi Wong cilik
hamil Gadis Pantai
Tidak kenal dengan priyayi
- - - -- -
dinikahi
192
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Anak tidak diangkat jadi priyayi
- - - - - -- -
Kembali bersatu
dengan priyayi
hamil Anak diangkat jadi priyayi
- - - - - - -
Berpisah dengan priyayi Dialog yang terjadi pada kedua novel adalah pandangan terhadap kehidupan priyayi.
PP memandang bahwa kehidupan Priyayi menyenangkan. Sedangkan GP memandang bahwa kehidupan Priyayi sangat tidak mengenakkan. Pandangan ini semakin jelas dengan
munculnya tokoh Mardinah yang sangat senang hidup di kalangan wong cilik meskipun ia berasal dari keluarga priyayi. Relasi antara Mardinah dan Gadis Pantai dapat dirangkai
sebagai berikut.
Gadis Pantai : wong cilik
- - --
tidak ingin menikah dengan priyayi menikah
Mardinah : priyayi
- - --
ingin menikah dengan priyayi
Dengan priyayi
-- - - -
tidak bahagia menikah
Dengan wong cilik
- - - - -
bahagia Kasan Ngali, pedagang kaya yang jelas bukan priyayi mengingat perkataan dan
tingkah laku dan pakaian yang tidak rapi Sartono. 1978:26-56 sebenarnya mempunyai kedudukan sebagai majikan sehubungan dengan buruh-buruhnya. Kedudukannya sebagai
majikan hampir mirip dengan keluarga Cokro Sentoso sebagai majikan Pariyem dan Pak Mantri sebagai atasan Paijo. Dengan demikian Kasan Ngali dapat ditempatkan pada posisi
luminal antara priyayi dan bukan priyayi. Demikian halnya Paijo. Dia adalah wong cilik yang berkat kepandaiannya diangkat menjadi priyayi. Kebahagiaan Paijo tidak kalah
dengan kebahagiaan Mardinah yang turun kelas dari keluarga priyayi menjadi kelas wong cilik. Oleh karenanya kita dapat menempatkan tokoh-tokoh tersebut dalam posisi berikut.
Dunia Liminal
Paijo, Mardinah, Kasan Ngali
Wong cilik - Pariyem
- Kel. Gadis Pantai - Dul Gendeng
Priyayi - Bendoro
- Pak Mantri - Kel. Cokro Sentoso
193
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Berdasarkan ulasan di atas, kita dapat menggunakan model yang ditemukan Levi- Strauss dalam uraiannya tentang segitiga kuliner dan segitiga konsonan-vokal seperti
yang telah diterapkan Ahimsa 2001 dalam menganalisis Sri Sumarah, Bawuk dan Para Priyayi. Pertama kita dapat menempatkan Pariyem yang memandang positif priyayi
berlawanan dengan Gadis Pantai yang memandang negatif priyayi. Kedua, kita dapat menempatkan kebahagiaan Paijo yang menjadi priyayi pada struktur dan menempatkan
kebahagiaan Mardinah yang menjadi wong cilik dalam antistruktur.
Gadis Pantai - + Pariyem
Paijo +
Mardinah - Penggabungan dua oposisi berpasangan ini adalah sebagai berikut
Paijo +
Gadis Pantai - Pariyem +
Kasan Ngali Mardinah -
Paijo naik menjadi priyayi + , mardinah turun menjadi wong cilik - dalam garis vertical kebahagiaan. Sementara itu, Gadis Pantai memandang negatif priyayi -, Pariyem
memandang positif priyayi + dalam garis horizontal hubungan dengan priyayi. Kasan Ngali berada di pusat antara priyayi dan wong cilik, antara bahagia dan sedih, antara
pandangan negatif dan positif terhadap priyayi.
5. Penutup