117
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
3. Fungsi Edukatif Kultural Film
For us, the most importance of all art, is cinema, kata Vladimir I lyich Lenin dalam Sumardjono, 1993. Pernyataannnya itu dilandasai oleh pengertian bahwa sinema
dapat berfungsi sebagai guru sekaligus propagandis. Di Indonesia, pencanangan fungsi edukatif kultural sinema ini dimulai pada era orde baru ketika Ali Murtopo menjadi Menteri
Penerangan RI Sumardjono, 1993. Saat itu pemahaman mengenai asas edukatif kultural sangat sempit. Seolah-olah asas itu hanya dasar pembinaan produksi film
Indonesia, sedangkan sektor perfilman lainnya tetap pada asas ekonomi yang komersial. Menghadapi situasi yang kontroversial demikian para produser film mengeluh bahwa asas
edukatif kultural itu membuat film Indonesia sulit dipasarkan. Sayang sekali bahwa “ruh” kebijakan Menpen Ali Murtopo tersebut tidak dijabarkan lebih jauh sehingga asas
kebijakan pembinaan film berdimensi kultural edukatif yang begitu luhur dan bernilai strategis tidak mencapai tujuan esensinya.
Sebagai sarana edukatif kultural merupakan salah satu fungsi kultural sinema Indonesia. Namun dalam ruang lingkup kebijakan mencerdaskan kehidupan bangsa,
sinema sebagai sarana edukatif kultural tampaknya perlu kita kaji lebih mendalam. Sebab, sinema sebagai salah satu media massa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
perkembangan wawasan dan pembentukan persepsi masyarakat sehingga pada gilirannya akan dapat berpengaruh pada perilaku mereka. Hal ini dimungkinkan mengingat
“khutbah-khutbahnya lebih sering didengar mereka ketimbang khutbah para kyai di masjid atau khutbah pendeta di gereja, sebab langsung masuk di kamar-kamar rumah di
berbagai pelosok” lihat Rachmat, 1992. Pesan-pesan film yang ditayangkan media elektronik sering lebih didengar daripada pesan-pesan para khatib, ustadz, dan para kyai
di masjid atau para pendeta dan pastur di gereja.
Film sastra agaknya dapat menjadi alternatif dalam merevitalisasi budaya bangsa yang berkecenderungan semakin mengalami degradasi dan erosi akibat gempuran
budaya asing seiring dengan era global, tanpa harus berkhutbah. Inilah kekuatan film sastra: menghibur sekaligus menawarkan alternatif nilai-nilai budaya bangsa untuk
memperkaya khazanah batin manusia yang sangat berguna bagi penguatan moral dan mental spiritual.
4. Film Sastra: Sinergi Sastraw an, Pendidik , dan Sineas