Dalam kegiatan pengadaan tanah pasti ada saja hambatan-hambatan yang terjadi sehingga memperlambat rencana tata ruang pemerintah itu
sendiri. Hambatan-hambatan itu terjadi baik karena ada sengketa atau karena gugatan oleh pemilik lahan untuk mempertahankan tanahnya yang membuat
kegiatan pembebasan lahan atas beberapa bidang tanah menjadi sulit dilakukan.
Padahal anggaran
belanja untuk
pembiayaan rencana
pembangunan tersebut harus segera keluar demi memenuhi target realisasi APBD yang lancar .Untuk itu pemerintah menggunakan prosedur konsinyasi
untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam hal pembangunan Pelebaran Jalan Ciater-Rawa Mekar Jaya juga
terdapat beberapa hambatan yang akhirnya dilakukan prosedur konsinyasi. Beberapa bidang tanah yang dikonsinyasikan oleh Pemerintah Kota
Tangerang Selatan kepada Pengadilan Negeri berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri setempat yaitu :
25
1. Desa Ciater
- Sebidang tanah seluas 93 m
2
yang dikonsinyasikan dikarenakan pemiliknya tidak mempunyai ahli waris maupun saudara kandung. Dan
pada saat pembebasan lahan, pemilik lahan tersebut diketahui sudah meninggal dunia.
- Sebidang tanah dengan luas 40 m
2
yang dikonsinyasi dikarenakan surat atas tanah tersebut hilang dan pemilik sah tanah tersebut enggan
untuk mengurus.
25
Nuril, Wawancara Pribadi, Staff Dinas Binas Pertanahan Kota Tangerang Selatan Tangerang Selatan,
tanggal 1 Oktober 2015 .
2. Desa Rawa Mekar Jaya
- Sebidang tanah seluas 900 m
2
yang dikonsinyasikan akibat adanya sengketa kepemilikan surat atas tanah yang masih berlangsung di
Mahkamah Agung. -
Sebidang tanah seluas 200 m
2
yang dikonsinyasikan akibat adanya sengketa para ahli waris dari pemilik tanah tersebut
E. Analisa Penulis mengenai Pengadaan dan Konsinyasi Ganti Rugi Tanah
Oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam Pembangunan Pelebaran Jalan Raya Ciater-Rawa Mekar Jaya
Analisa penulis dari data diatas diketahui bahwa Pemerintah Kota Tangerang Selatan sudah melaksanakan pengadaan tanah untuk pembangunan
Pelebaran Jalan Ciater-Rawa Mekar Jaya dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni Undang
– Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Ini terlihat dari reaksi warga yang
setuju dengan harga penawaran yang diberikan oleh pemerintah yakni seharga Rp.3.000.000,- untuk Desa Ciater dan Rp.3.250.000 untuk Desa Rawa Mekar
Jaya. Padahal pada saat proyek pengadaan tersebut nilai nyata harga tanah tersebut adalah Rp.2.500.000,-. Penetapan harga yang ditetapkan oleh
lembaga penilai harga tanah didasarkan pada nilai nyata dan biaya lain seperti dipergunakan untuk pembangunan kembali bangunan yang nyatanya harus
dimundurkan untuk mengikuti Garis Sempadan Bangunan GSB yang berlaku.
Dalam hal proses konsinyasi juga pemerintah sudah bertindak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan didalam Undang-Undang No.12 Tahun
2012 yaitu proses konsinyasi yang dititipkan kepada pengadilan negeri setempat terhadap tanah-tanah yang sedang dalam sengketa maupun tanah
yang pemiliknya sudah tidak ada serta tidak terdapat ahli waris dari pemilik tersebut.
Dalam penetapan ini memang terjadi beberapa konflik kepentingan antara kepentingan umum dengan kepentingan individupribadi. Penolakan
warga akibat adanya pelebaran jalan ini memang cukup beralasan, karena mereka sudah bertahun-tahun melakukan kegiatan usaha serta tinggal, lalu
pemerintah datang dan melakukan kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan ini pun cukup memakan waktu, tercatat kegiatan sosialisasi
dilakukan pada akhir 2011 dan hingga kini pelaksanaan pembangunan jalan raya Ciater
– Rawa Mekar Jaya ini masih belum rampung. Pembangunan yang berlarut
– larut ini menyebabkan hampir selama 3 tiga tahun kegiatan usaha warga masyarakat sebagai pemilik hak atas tanah maupun yang
mengontrak yang menjadi korban pengadaan tanah mengalami penurunan pendapatanomzet yang dikarenakan pelaksanaan pembangunan jalan raya
Ciater
– Rawa Mekar Jaya.