1. sedang menjadi objek perkara di pengadilan;
2. masih dipersengketakan kepemilikannya;
3. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau
4. menjadi jaminan di bank.
Berdasarkan materi undang-undang tersebut dapat dilihat bahwa konsinyasi akibat penolakan dari pemilik tanah hanya dapat dilakukan
apabila telah menempuh jalur hukum. Apabila pemilik tanah keberatan maka pemilik dapat mengajukan gugatan hingga ke Mahkamah Agung.
Dan setelah mendapat pengesahan baik dari pengadilan ataupun dari Mahkamah Agung maka konsinyasi tanah baru bisa dilaksanakan.
C.
Kebijakan Pengadaan Tanah ditinjau dari Aspek Hukum Islam 1.
Sistem Pertanahan dalam Islam
Hukum pertanahan dalam Islam dapat didefinisikan sebagai hukum-hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak kepemilikan milkiyah,
pengelolaan tasharruf, dan pendistribusian tauzi‟ tanah.
11
Dalam Islam, segala sesuatu yang ada di langit dan bumi termasuk tanah hakikatnya adalah milik Allah Swt. semata. Firman Allah Swt:
ري ِصَمْلا ِ هّ ىَلِإ َوۖ ِض ْرَ ْْا َو ِتا َواَمهسلا كْلم ِ ه َِ َو
11
Mahasari, Jamaluddin, Pertanahan dalam Hukuam Islam, Yogyakarta : Gama Media , 2008. h. 39.
Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali semua makhluk. Q.S an-Nur ayat 42
2. Sejarah Hukum Pertanahan Islam
Perkembangan Undang-undang pertanahan Islam tidak banyak dijelaskan secara tersurat baik menurut dalil qur‟an serta hadist-hadist rasul
SAW. Syariah Islam tidak mempunyai satu teori yang lengkap yang berhubungan dengan sistem pertanahan atau Undang-undang pertanahan,
tetapi melalui gabungan beberapa Undang-undang seperti kontrak, peraturan- peraturan yang berhubungan dengan pengambilan balik harta, peraturan pajak
tanah dan hasil tanah, peraturan penaklukan, pembagian harta rampasan perang dan lain-lain.
12
Hukum pertanahan Islam secara ringkas dapat dilihat pada praktek- praktek yang dilaksanakan pada zaman nabi baik oleh Rasulullah SAW
maupun para sahabatnya serta generasi penerus beliau dalam pemerintahan mereka masing-masing. Pada zaman Rasulullah SAW tidak banyak timbul
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan harta dan tanah, kecuali yang berkaitan dengan harta-harta rampasan perang yaitu tanah-tanah orang
12
Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan Lahan Kosong, Tesis Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2002, h. 48-49.
Yahudi di sekitar Madinah. Hal ini disebabkan lahan-lahan pertanian di Semenanjung Tanah Arab yang terlalu sedikit.
13
Pada sejarahnya Dalam hukum Islam ada beberapa macam tanah yang masuk ke dalam wilayah kekuasaan umat Islam. Dua macam tanah tersebut
yakni: 1 Tanah hak milik orang-orang Islam; 2 Tanah negara; 3 Tanah bebas; 4 Tanah taklukan; 5 Tanah kontrak, dan 6 Tanah gundul.
14
a. Tanah Hak Milik Orang-Orang Islam
Kebijakan Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin memperkenankan pemilikan tanah secara pribadi bagi orang-orang Islam. Negara menjamin
hak milik mereka, sepanjang mereka memenuhi kewajibannya sebagai seorang muslim. Tanah milik orang-orang muslim ini hanya dikenakan
„ushr, yaitu zakat atas hasil pertanian jika tanah ini digunakan untuk pertanian.
b. Tanah Negara
Jenis tanah yang dikuasai oleh negara pada saat itu dapat dikategorikan menjadi:
13
Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan Lahan Kosong, h.49-50.
14
Hukum Pertanahan Menurut Syariah Islam, artikel diakses pada 5 Juli 2015 dari https:andarana.googlecode.comfiles
HUKUM2520PERTANAHAN2520MENURUT2520SY ARIAH2520ISLAM.pdf.